Nesimnasi, Ruben
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Kontinuitas Penggunaaan Minyak Urapan : Makna Teologis Minyak Urapan Menurut Ibrani 1 : 9 dan Aplikasinya Bagi Pelayanan Gereja Masa Kini Wahyu, Tan Markus Setiadi; Nesimnasi, Ruben
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 1 (2025)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Minyak urapan memiliki peran penting dalam tradisi keagamaan Yahudi dan Kristen, berfungsi sebagai simbol pengudusan, pemilihan ilahi, dan pencurahan Roh Kudus. Ibrani 1:9 menegaskan bahwa Kristus diurapi dengan "minyak kegirangan," menandakan otoritas dan sukacita ilahi yang diberikan kepada-Nya. Pemahaman teologis ini mengindikasikan bahwa urapan bukan sekadar ritual, tetapi merupakan tanda pemilihan dan penyertaan Allah dalam kehidupan dan pelayanan umat-Nya. Dalam konteks gereja masa kini, minyak urapan tetap relevan sebagai simbol pengudusan, penyembuhan, dan peneguhan panggilan. Pemahaman yang tepat mengenai minyak urapan dapat membantu gereja menggunakannya secara bijaksana dalam pelayanan pastoral dan liturgi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kontinuitas penggunaan minyak urapan dalam sejarah gereja, memahami makna teologisnya berdasarkan Ibrani 1:9, dan mengeksplorasi aplikasinya dalam pelayanan gereja masa kini. Dengan pendekatan historis dan teologis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam tentang peran minyak urapan dalam kehidupan bergereja serta relevansinya dalam konteks modern.
Pemeliharaan Ciptaan dan Mandat Penatalayanan Ekologis Menurut Kejadian 1:26-28 Prasetyo, Edhi; Nesimnasi, Ruben
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 1 (2025)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah ekologis yang berkembang di dunia menunjukkan betapa sering manusia gagal menjalankan tugas mereka sebagai penjaga bumi ini. Ekologi telah sangat menderita sebagai akibat dari eksploitasi alam yang tidak terkendali. Berdasarkan Kejadian 1:26-28, studi ini berusaha untuk memahami mandat penatalayanan ekologis dan pemeliharaan ciptaan. Penelitian ini menekankan bagaimana teks-teks Alkitab berfungsi sebagai dasar bagi tanggung jawab manusia untuk memelihara dunia. melalui penggunaan teknik eksegesis dan analisis teologis. Temuan studi ini menunjukkan bahwa kewajiban "menguasai bumi" harus ditafsirkan sebagai penatalayanan yang tepat daripada eksploitasi. Temuan penelitian ini mendukung gagasan bahwa, untuk taat kepada Tuhan, orang Kristen harus berpartisipasi aktif dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Akibatnya, komunitas Kristen dan gereja perlu mengembangkan program konkret dalam pendidikan berbasis iman dan tindakan ekologis.
Etika Pengembalaan Berdasarkan 1 Petrus 5:1-11: Studi Eksegesis Waruwu, Junieli; Nesimnasi, Ruben
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 6, No 1 (2025): APRIL 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v6i1.390

Abstract

Pastoring the congregation requires good ethics and in accordance with God's standards. Pastors often ignore ethics and ethical principles in pastoring, so that many fall into sexual sin, drugs, theft and other inappropriate behavior. Through exegetical studies, this study highlights the principles of pastoral ethics as taught in 1 Peter 5:1-11. This paper aims to examine the principles of pastoral ethics based on 1 Peter 5:1-11 as a solution to the moral crisis of today's pastors. This paper uses exegetical studies by exploring the meaning and intent of each verse according to the context analyzed. Based on the results of the exegesis, it can be explained that pastoral ethics are very important and influence the growth of the congregation. Pastoral ethics must be possessed by a pastor because it is God's command. A pastor must have voluntary ethics, self-dedication and role models with the principles of pastoral ethics, namely humbling oneself to God, trusting in God and being vigilant. In addition, pastors have responsibilities, namely to complete, confirm, strengthen, and solidify. Thus, the results of this study can be a guideline for service ethics for today's pastors. AbstrakDalam penggembalaan jemaat diperlukan etika yang baik dan sesuai dengan standar Tuhan Allah. Para gembala sering mengabaikan etika dan prinsip etika di dalam penggembalaan, sehingga tidak sedikit yang jatuh dalam dosa seksual, narkoba, pencurian dan perilaku yang tidak terpuji lainnya. Melalui studi eksegesis, penelitian ini menyoroti prinsip etika penggembalaan sebagaimana diajarkan dalam 1 Petrus 5:1-11. Tulisan ini bertujuan mengkaji prinsip-prinsip etika penggembalaan berdasarkan 1 Petrus 5:1-11 sebagai solusi atas krisis moral para gembala masa kini. Tulisan ini menggunakan studi eksegesis dengan menggali makna dan maksud dari setiap nas sesuai dengan konteks yang dianalisis. Berdasarkan hasil eksegesis, maka dapat diuraikan bahwa etika penggembalaan sangat penting dan memengaruhi pertumbuhan jemaat. Etika penggembalaan harus dimiliki seorang gembala karena itu perintah Allah. Seorang gembala harus memiliki etika sukarela, pengabdian diri dan teladan dengan prinsip etika penggembalaan yakni merendahkan diri kepada Tuhan, percaya kepada Allah dan berjaga-jaga. Selain itu, gembala memiliki tanggungjawab, yakni melengkapi, meneguhkan, menguatkan, dan mengokohkan. Dengan demikian, hasil kajian ini bisa menjadi pedoman etika pelayanan bagi gembala-gembala masa kini.
Kesia-siaan yang penuh makna: Kajian etis terhadap kata hebel dalam kitab Pengkhotbah Nesimnasi, Ruben
KURIOS Vol. 10 No. 3: Desember 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i3.1080

Abstract

The Book of Ecclesiastes presents a skeptical and somber reflection on human existence. The term vanity serves as a central theme for Qohelet in expressing the outcomes of his existential inquiry. But what exactly does vanity mean in this context? This article examines the concept of futility from an ethical perspective, aiming to clarify common misunderstandings of the term. Uncertainties beyond our control mark human life; thus, vanity becomes a key concept for understanding how humans might transcend the world's absurdity. Ultimately, Ecclesiastes invites its readers to contemplate what it means to live rightly as creations of God.   Abstrak manusia di dunia. Kesia-siaan menjadi kata kunci bagi Qõhelet dalam menyajikan hasil pergumulannya sebagai manusia. Lantas, apa yang dimaksud dari kesia-siaan? Artikel ini akan mendalami terminologi kesia-siaan dengan menggunakan lensa etis, untuk menghindari kekeliruan pemahaman tentang kesia-siaan. Manusia hidup di dalam ketidak-pastian yang berada di luar kontrol dirinya, sehingga kesia-siaan adalah kunci utama bagi manusia untuk melampaui ke-absurd-an duniawi. Kitab Pengkhotbah mendorong pembacanya untuk merenungkan kembali, bagaimana menjalani kehidupan yang sepantasnya sebagai ciptaan Allah.
Bagaimana Perkembangan Istilah “Allah Anak” dalam Sejarah Dogma Kristen dan Perbedaan Arti Teologis Antara “Anak Allah” dan “Allah Anak” Ongirwalu, Epifana; Kus, Benjamin Kusworo; Makienggung, Job; Nesimnasi, Ruben
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 3 (2025): Desember
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini membahas perkembangan historis istilah "Allah Anak" dalam dogma Kristen dan perbedaan arti teologisnya dengan "Anak Allah". Melalui analisis historis-teologis, tulisan ini menelusuri akar biblis dan dogmatis kedua istilah tersebut, serta implikasi doktrinalnya bagi teologi Kristen masa kini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa "Anak Allah" berakar pada Kitab Suci, sedangkan "Allah Anak" merupakan istilah dogmatis yang berkembang pada Konsili Nicea dan Calsedon. Pembedaan ini memiliki relevansi penting bagi teologi masa kini, terutama dalam konteks pluralisme agama dan pastoral. Tulisan ini menyimpulkan bahwa penghayatan iman Kristen atas Yesus Kristus sebagai Anak Allah dan Allah Anak tidak hanya bersifat historis-dogmatis, tetapi juga terus hidup dan dinamis dalam praksis iman Gereja.