Butuh adanya penyegaran terhadap kata hur, kata ini termasuk kata kunci yang penting dalam kajian tafsir dan gender yang kemudian berimbas pada terjemahan tertentu, dalam konteks Indonesia yang memiliki masyarakat multikultural, terjemahan al-Quran memegang peranan penting dalam menciptakan keseimbangan dan pemahaman antar budaya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kritik terjemahan dan terjemahan alternatif terhadap kata Hur dalam Al-Qur'an, yang oleh Kementerian Agama Indonesia (Kemenag) diterjemahkan dengan ‘bidadari’. Metode yang digunakan adalah kualitatif-deskriptif dengan menganalisis kata hur dalam al-Quran (Āl-Ṭūr 20, Al-Dukhān 54, dan Al-Wāqi‘ah 22) melalui pendekatan Qira’ah Mubadalah serta penerjemahan semantik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hur tidak terbatas pada perempuan semata, melainkan merujuk pada sosok dengan karakteristik spiritual tinggi yang dapat berlaku bagi laki-laki maupun perempuan serta memberikan terjemahaan alternatif kata tersebut dengan ‘pasangan surgawi’. Temuan ini mengkritik stereotip gender dalam penerjemahan al-Quran dan menekankan pentingnya pendekatan yang lebih inklusif dalam memahami teks suci. Dengan mempertimbangkan konteks historis dan linguistik, penelitian ini menawarkan alternatif terjemahan yang lebih netral dan resiprokal, sesuai dengan nilai-nilai keadilan gender. Hasil ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman masyarakat tentang al-Quran dan mendorong kajian lebih lanjut dalam studi tafsir dan penerjemahan al-Quran.