Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Sistem Negara dalam Pemikiran Ali Abdur Raziq Abd Rahman bin Mawazi
TASAMUH: Jurnal Studi Islam Vol 13 No 1 (2021): Tasamuh: Jurnal Studi Islam
Publisher : LPPM IAIN Sorong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47945/tasamuh.v13i1.350

Abstract

The idea of ​​the state system in the Islamic intellectual realm has always been a long discussion. One of the most popular figures was Ali Abdur Raziq. He is categorized as part of a group that separates religion and state. This article aims to re-explore the archeology of knowladge on the state system in Islam as an effort to review the level of secularization in his thinking whit content analisys and philosophical approach. Ali Abdur Raziq was an influential scholar in Egypt. It became controversial when the book Islam wa Ushul al-Hukm was published. There have been many objections from scholars on the book and some have provided additional information by reconstructing their thoughts. In this study it was found that Abdur Raziq's thoughts on the state system were the result of his efforts to understand the text about the state system which according to him was not contained in the Al-Qur'an or hadith. A country with a caliphate system is a historical product that is currently developing in its time. Therefore, the present does not have to apply the caliphate system. Abdur Raziq argued that there is a need to separate religious and state affairs because religion has sacred values ​​and politics contains more profane matters. From the analysis of the contextualization of his secular thought, Abdur Raziq did not intend to separate religion and nagera with a clear dividing line, but religion remains a moral benchmark for the rulers and the state continues to take care of several things that are considered according to the mission of that religion, such as general welfare, peace. , justice as taught the prophet and apostles. Abstrak Pemikiran tentang sistem negara dalam khazanah intelektual Islam selalu menjadi permbahasan panjang. Satu di antara tokoh yang cukup populer ialah Ali Abdur Raziq. Ia kategorikan sebagai bagian dari kelompok yang memisahkan agama dan negara. Artikel ini bertujuan untuk menggali kembali arkeologi pemikirannya tentang sistem negara dalam Islam sebagai upaya meninjau tingkat sekulerisasi dalam pemikirannya menggunakan metode konten analisi dan pendekatan filosofis. Ali Abdur Raziq merupakan cendekiawan yang cukup berpengaruh di Mesir. Ia menjadi kontroversial ketika buku Islam wa Ushul al-Hukm terbit. Telah banyak sanggahan dari cendekiawan atas buku itu dan ada juga memberikan keterangan tambahan dengan merekonstruksi pemikirannya. Dalam kajian ini ditemukan bahwa pemikiran Abdur Raziq tentang sistem negara merupakan hasil upayanya memahami teks tentang sistem negara yang menurutnya tidak termaktub di dalam Al-Qur’an maupun hadis. Negara dengan sistem khilafah merupakan produk sejarah yang memang sedang berkembang di masanya. Sebab itu, masa kini tidaklah harus menerapkan sistem khilafah. Abdur Raziq berpendapat perlunya pemisahan urusan agama dan negara karena agama memiliki nilai yang sakral dan politik itu lebih banyak memuat hal profan. Dari analisa terhadap kontekstualisasi pemikiran sekulernya itu, Abdur Raziq tidaklah berniat memisahkan agama dan nagera dengan garis pemisah yang jelas, melainkan agama tetap menjadi patokan moral dalam bagi penguasa dan negara tetap mengurusi beberapa hal yang dianggap sesuai misi agama itu juga, seperti kesejahteraan umum, perdamaian, keadilan sebagaimana telah diajarkan nabi dan rasul.
Pendampingan Pengukuran Arah Kiblat Untuk Santri Pondok Pesantren Idris Bintan M. Arbisora Angkat; Abd. Rahman; Siti Maheran; Ahmad Jalili; Haykal Abdurrahman
Surya Abdimas Vol. 6 No. 2 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37729/abdimas.v6i2.1603

Abstract

Pada tahun 2019 dilakukan 20 kalibrasi kiblat masjid di Bintan, dan pada tahun 2020 dilakukan 10 kalibrasi kiblat di Bintan. Kalibrasi arah kiblat terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang arah kiblat serta minimnya para ahli Ilmu Falak di suatu daerah. Dibutuhkan kaderisasi ahli falak agar kemelencengan arah kiblat tidak terjadi lagi. Kebanyakan ahli falak lahir dari rahim pesantren, akan tetapi tidak semua pondok pesantren yang memasukkan mata pelajaran Ilmu Falak ke dalam kurikulum pendidikan mereka, termasuk pondok pesantren Idris Bintan. Pengabdian ini bertujuan untuk meningkatan kemampuan pengukuran arah kiblat untuk santri pondok pesantren Idris Bintan. Pengabdian ini menggunakan metode Participatory Action Research (PAR) yang merupakan metode riset yang dilaksanakan secara partisipatif oleh santri pondok pesantren Idris Bintan. Pengabdi beserta santri berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kemampuan santri pondok pesantren Idris Bintan dalam teori dan praktik pengukuran arah kiblat. Kegiatan ini berhasil meningkatkan kemampuan dan pengetahuan santri pondok pesantren Idris Bintan tentang Ilmu Falak terutama mengenai arah kiblat. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata Post Test mereka yang mendapatkan 92,42 poin. Sedangkan pada awalnya nilai rata-rata Pre Test mereka hanya 45,15 poin. Terjadi peningkatan 47,27 poin setelah dilaksanakan pendampingan pengukuran arah kiblat untuk santri pondok pesantren Idris Bintan.
Dinamika Partai Politik dalam Sistem Presidensil di Indonesia Abd. Rahman Mawazi
IN RIGHT: Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/inright.v6i2.1448

Abstract

Dalam sistem demokrasi, keberadaan partai politik tidak bisa dinafikan dengan dua fungsinya; penyalus aspirasi rakyat sekaligus alat untuk mendapatkan kekuasaan. Oleh karena itu, secara kelembagaan, setiap partai politik memiliki karakteristik dan corak dengan dua fungsinya tadi. Dalam sistem presidensil seperti di Indonesia, terjadi “keambiguan” bagi partai politik karena suara terpecah antara legislatif daneksekutif yang sama-sama hasil dari pemilu. Dalam kelembagaan partai politik, setidaknya diperlukan sebuah konsistensi dalam menjaga visi dan misi. Sementara di Indonesia, dengan sistem saat ini, akan menimbulkan disfungsi yang berkepanjangan bagi partai politik. Sebab itu, perlu sebuah terobosan lain untuk mencapai stabilitas politik yang dinamis.
Kekuasaan dan Hak Asasi Manusia (Kajian Filosofis terhadap Pemikiran Raja Ali Kelana) abd rahman mawazi
TERAJU: Jurnal Syariah dan Hukum Vol 4 No 02 (2022)
Publisher : P3M dan Jurusan Syariah dan Ekonomi Bisnis Islam STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35961/teraju.v4i02.806

Abstract

This paper aims to find out about Raja Ali Kelana's thoughts on power and human rights. This study focuses on his work entitled Kitab Kumpulan Ringkas Berbetulan Lekas (KRBL). In this study, it is known that Raja Ali Kelana has thoughts about fiqh al-siyasah or politics contained in this KRBL. He reviews how the structure of power, its usefulness and who deserves to be the ruler. From this study it is known that the purpose of power is to protect religion and the welfare of the people. In the right to protect the people, King Ali Kelana requires every leader to be friendly to the people and listen to the aspirations of his people. A prosperous people is a people whose basic rights are fulfilled. Therefore, fulfilling the rights of the people is an important part of the existence of a state. Some of the basic rights of the people are the right to loyalty, the right to life, the right to freedom, the right to get a decent life. This means that some rights are related to the self and some are related to property. From Raja Ali Kelana's thoughts, at least it needs to be a common consideration and study regarding the importance of strengthening the fulfillment of human rights by every ruler. Instead of making power to deprive the people of their rights.
Cyberreligion: The Spiritual Paradox of Digital Technology Ridho, Ali; Suja, Aidillah; Taufik, M.; Thibburruhany, Thibburruhany; bin Mawazi, Abd. Rahman; Rahmat, Syahrul; Sidik, Muhammad Alfan; Nisa, Faridhatun; Ali, Muhamad
Ri'ayah: Jurnal Sosial dan Keagamaan Vol 8 No 2 (2023): Spirituality, Religion and Culture
Publisher : Pascasarjana IAIN Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32332/riayah.v8i2.7699

Abstract

The existence of cyberspace has not only changed human views on spirituality, religion, rituals, houses of worship, scriptures, spiritual teachers, beliefs, divinity, and even the view of god itself. Cyberspace opens up the possibility to carry out various religious activities in a new way that is artificial or virtual. Literature review, as part of the scientific approach, focuses on the literature of journal articles, books, monographs that discuss themes based on keywords related to the research conducted. A new cyber vision of God is developing, which is now seen as a projection or incarnation of humanity (mind, intelligence, power) in the form of computer simulations that are considered to have power close to god's power. This is the vision of man as his own god developed by cyberists, a man who is no longer willing to submit to the authority of power beyond his own power - god man.
Judicial System in the Islamic Judicial Heritage in the Malay World: The Study of Tsamarat al-Muhimmah, Written by Raja Ali Haji Bintania, Aris; Setyadiharja, Rendra; Mawazi, Abd. Rahman
PERADA Vol 7 No 1 (2024)
Publisher : STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This article examines the study of qadha fiqh in the judicial system that was in the Malay world, especially in the kingdoms of Johor, Pahang, Terengganu, Riau-Lingga, by reviewing the book Tsamarat al-Muhimmah by Raji Ali Haji. This study is divided into two main discussions: the legal and judicial systems in the kingdom. It is known that royal law, its legal system applies, which refers to Islamic law (shari'a). Whereas the justice system refers to fiqh qadha as contained in the fiqh study, which contains the meaning of the court, the composition of the judicial officials' functions and duties, the source of applicable law is Islamic law based on the Qur'an and Hadith, etiquette and ethics of judicial officials, procedures for deliberating officials adjudication, procedures for settling differences of opinion among judges (qadi), decision making (law) is carried out after the examination is complete. All conditions are fulfilled, Qadi al-Qudat as the leader of the qadi, must appoint a judge who has the appropriate expertise in examining cases, prohibit the Qadi from accepting gifts (gratifications), the procedures for selecting judicial officials and the criteria, the oath of allegiance to the appointment of judicial officials. This indicates the need for a judicial institution that is legally valid, and its officials must have ethical values so they can make decisions in accordance with the Shari'ah and the laws that apply in the kingdom.
Prinsip Etika Komunikasi dalam Tradisi Melayu-Islam: Telaah Filosofis terhadap Pemikiran Raja Ali Haji dan Raja Ali Kelana Mawazi, Abd Rahman; Dwiyanti, Nova
PERADA Vol 7 No 2 (2024)
Publisher : STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini mengeksplorasi prinsip-prinsip etika komunikasi Raja Ali Haji dan Raja Ali Kelana, dua pemikir terkemuka dari Kesultanan Riau-Lingga, sebagaimana tercermin dalam Gurindam Dua Belas dan Kitab Kumpulan Ringkas Berbetulan Lekas. Kedua tokoh ini menekankan nilai-nilai universal seperti kejujuran, kesopanan, introspeksi, pengendalian emosi, penghormatan sosial, dan moderasi dalam berbicara. Raja Ali Haji, melalui ungkapan yang ringkas dan puitis, menekankan kewajiban moral untuk menjaga integritas dan menghindari tindakan seperti berbohong, menggunakan bahasa kasar, atau membuka aib orang lain. Sebaliknya, Raja Ali Kelana memberikan panduan yang lebih terperinci, menyoroti aplikasi praktis dalam berbagai konteks sosial, seperti menyesuaikan komunikasi dengan hierarki sosial (maqom), mendengarkan dengan penuh perhatian, dan menyelesaikan konflik dengan empati dan kebijaksanaan. Analisis ini mengintegrasikan perspektif dari etika Islam, deontologi Kantian, virtue ethics Aristotelian, Stoikisme, Konfusianisme, dan utilitarianisme, yang menunjukkan relevansi prinsip-prinsip ini dalam komunikasi modern. Aplikasinya meliputi penanganan tantangan dalam komunikasi digital, dialog lintas budaya, interaksi di tempat kerja, dan diskursus publik, di mana kejujuran, empati, dan moderasi dapat mencegah konflik serta meningkatkan pemahaman bersama. Penelitian ini merekomendasikan kajian lebih lanjut tentang analisis komparatif dengan tradisi lain dan integrasi ke dalam kerangka pendidikan serta etika digital. Dengan menghubungkan ajaran Raja Ali Haji dan Raja Ali Kelana yang bersifat abadi dengan tantangan komunikasi kontemporer, penelitian ini menegaskan signifikansi prinsip-prinsip tersebut dalam mendorong interaksi yang harmonis, saling menghormati, dan etis dalam berbagai konteks.