Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Radioterapi

Faktor Risiko Terjadinya Metastasis Jauh pada Pasien Kanker Payudara Juli Jamnasi; Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo; Zubairi Djoerban; Nurjati C Siregar; Evert D.C Poetiray; Anna Puspita Tunggono
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 7, No 2 (2016): Volume 7 No.2 Juli 2016
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (858.542 KB) | DOI: 10.32532/jori.v7i2.46

Abstract

Tujuan: Mengetahui faktor risiko yang berpengaruh dan lokasi tersering metastasis jauh pada pasien kanker payudara (KPD). Metodologi: Total 1.289 pasien kanker dari periode bulan Januari 2001 sampai Desember 2010 diteliti secara retrospektif. Dari 913 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dikelompokan menjadi tiga kelompok. Faktor risiko  dengan uji Chi-square pada kelompok dengan metastasis (Kelompok I+II) dibandingkan dengan kelompok bebas-metastasis (Kelompok III); dan uji Cox-regression untuk mengidentifikasi kesintasan bebas metastasis (DMFS) Hasil: Status T3-T4, pN positif dan subtipe triple-negative secara signifikan berhubungan dengan kejadian metastasis jauh di kelompok metastasis dibandingkan kelompok bebas-metastasis (p<0.05). Status pN positif (HR: 2,51; IK95%: 1,65–3,83) dan derajat histopatologis grade-3 (HR: 1,67; IK95%: 1,06–2,64) secara bermakna berhubungan dan dapat memprediksikan DMFS untuk 5 dan 10 tahun. Lokasi tersering metastasis pada Kelompok I adalah: tulang (n=73; 64,6%), paru (n=33; 29,2%), hati (n=24; 21,2%), otak (n=1; 0,8%) dan payudara kontralateral (n=5; 0,8%). Sedangkan lokasi metastasis pada Kelompok II adalah tulang (n=76; 62,3%), paru (n=34; 27,9%), payudara kontralateral (n=26; 21,3%), hati (n=22; 18%), dan otak (n=13; 10,7%). Kesimpulan: Status  T3 – T4, status pN positif, dan subtipe triple-negative yang bermakna secara statistik pada metastasis jauh (p<0.05). Lokasi tersering metastasis adalah tulang.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penurunan Body Mass Index Sebelum dan Sesudah Radioterapi pada Pasien Kanker Kepala Leher Putri Elisabet Sinaga; Juli Jamnasi; Sumihar MR Pasaribu; Hendriyo -
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 10, No 2 (2019): VOLUME 10 NO.2 JULI 2019
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (686.727 KB) | DOI: 10.32532/jori.v10i2.101

Abstract

Latar Belakang: Kanker Kepala Leher (KKL) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan semua jenis keganasan yang berasal dari saluran aerodigestif atas. Modalitas pengobatan yang efektif untuk pasien KKL adalah radioterapi. Namun demikian, modalitas tersebut berkontribusi terhadap penurunan nilai Body Mass Index (BMI) pasien KKL akibat dari efek samping radioterapi khususnya pada rongga mulut.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi penurunan BMI   sebelum dan sesudah menjalani radioterapi pada pasien KKL.Metode Penelitian: Analitik, dengan pendekatan quasi experimental dan rancangan penelitian pre and post design. Penelitian ini melibatkan 26 pasien KKL yang menjalani radioterapi di Rumah Sakit Murni Teguh Medan (RSMT).Hasil Penelitian: Pasien KKL mengalami rata-rata penurunan BMI sebanyak 2,10 poin sampai minggu terakhir radioterapi. Rata-rata penurunan berat badan BB yang dialami pasien sampai minggu terakhir radioterapi adalah sebesar 5,22 kg. Penurunan BMI paling besar terjadi pada minggu ketiga ke minggu keempat radioterapi. Pasien dengan terapi kemoradiasi mengalami penurunan BMI yang lebih besar dibandingkan pasien yang menerima radiasi saja. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara mukositis (p= 0.046) terhadap penurunan BMI. Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara disfagia (p=0.548), dan kandidiasis (p=0.235) sebagai efek samping radioterapi yang muncul terhadap besar penurunan BMI pada pasien KKL.Kesimpulan: Dalam penelitian ini, ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara mukositis sebagai efek samping radioterapi terhadap besar penurunan BMI pada pasien KKL
AFATINIB MONOTHERAPY FOR DOUBLE-PRIMARY LOCALLY ADVANCED NON-SMALL CELL LUNG CANCER EXON-21 L861Q MUTATION WITH HISTORY OF COLORECTAL CANCER Jamnasi, Juli; Yeoh, Rudiyo; Sudibio, Sudibio; Hendrik, Hendrik
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 15, No 1 (2024): Vol.15, No. 1(2024): Volume 15 No. 1 January 2024
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32532/jori.v15i1.164

Abstract

Introduction: Uncommon mutation exon-21 L861Q is a rare type Non-Small Cell LungCancer (NSCLC). Despite the limited data regarding this type of mutation, Afatinib as one of the oral tyrosine kinase inhibitors (TKI) shows good anti-tumor activity.Clinical Features: A 50-year-old woman with a history of post-operative colorectal cancer (2014) without undergoing chemotherapy and radiotherapy; came in October 2020 with severe dyspnea due to massive pleural effusion with a right lower lung bulky mass. Histopathology in 2014 was a low-grade adenocarcinoma colorectal cancer, while the biopsy of the right lung mass in 2020 was a mucinous adenocarcinoma, ALK-negative, TPS 1.75, and exon-21 L861Q mutation.Intervention and Outcomes: The patient underwent thorax drainage to evacuate pleural effusion fluid. Through multidisciplinary discussions, the patient was recommended to take the oral drug TKI Afatinib 40 mg OD in January 2021. On the 2nd week of taking Afatinib, the patient complained of painful swallowing, mouth sores, sore tongue, and joint pain throughout the body; confirmed to be the side effects of the drug. Complaints diminished with supporting drugs, however, did not resolve completely. CT scan in April 2021 showed a significant reduction in lung mass. Due to severe side effects and drastic weight loss, the Afatinib dose was reduced to 20 mg OD. Radiotherapy was incorporated in her treatment session with IMRT to cover the whole tumor.Discussion: Determining the best treatment to treat the patient was initially difficult due to the raising doubt regarding the correlation between the current lung cancer with her previous history of colorectal cancer. Treating the newer lung mass as primary cancer was obviously different rather than treating lung metastatic colorectal cancer. This issue could then be resolved by incorporating more thorough NGS examination. With the finding of exon-21 L861Q mutation in this patient, Afatinib monotherapy is considered the therapy of choice.