Students' emotional health is a crucial factor in education as it directly influences academic achievement, social relationships, and overall psychological well-being. In the digital era, students face increasingly complex challenges such as academic stress, cyberbullying, and social isolation. These conditions demand innovation in guidance and counseling (GC) services to detect and address emotional issues early. One proposed solution is the application of emotion detector technology, an artificial intelligence (AI)-based system capable of analyzing facial expressions, voice intonation, and behavioral patterns to identify emotional states such as anxiety, stress, and depression, with an accuracy rate of 70–90%. This article employs a literature review method, analyzing national and international publications from 2015 to 2023 obtained through databases such as Google Scholar, Scopus, and PubMed. The review results indicate that integrating emotion detector technology can enhance the effectiveness of GC services through early intervention, personalized support, and a reduction in mental health stigma in schools. However, several challenges remain, including data privacy protection, accuracy across diverse cultural contexts, and limited technological infrastructure in Indonesian schools. Therefore, further research is needed to examine the effectiveness of this technology in local contexts. Through such efforts, education can become more adaptive and responsive to students’ emotional needs, ultimately supporting the holistic development of the younger generation. ABSTRAKKesehatan emosional siswa merupakan faktor penting dalam dunia pendidikan karena berpengaruh langsung terhadap prestasi akademik, hubungan sosial, serta kesejahteraan psikologis secara menyeluruh. Di era digital, siswa menghadapi tantangan yang semakin kompleks seperti stres akademis, cyberbullying, dan isolasi sosial. Kondisi ini menuntut adanya inovasi dalam layanan bimbingan dan konseling (BK) agar mampu mendeteksi dan menangani permasalahan emosional sejak dini. Salah satu solusi yang dikaji adalah penerapan teknologi emotion detector, yaitu teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dapat menganalisis ekspresi wajah, intonasi suara, dan pola perilaku untuk mengidentifikasi kondisi emosional siswa, seperti kecemasan, stres, dan depresi, dengan tingkat akurasi mencapai 70–90%. Artikel ini menggunakan metode studi literatur dengan meninjau berbagai publikasi nasional dan internasional dari tahun 2015 hingga 2023 yang bersumber dari Google Scholar, Scopus, dan PubMed. Hasil kajian menunjukkan bahwa integrasi teknologi emotion detector dapat meningkatkan efektivitas layanan BK melalui intervensi dini, pemberian dukungan yang lebih personal, serta mengurangi stigma terhadap kesehatan mental di sekolah. Meski demikian, terdapat sejumlah tantangan seperti perlindungan privasi data, keakuratan dalam konteks budaya yang beragam, serta keterbatasan sarana teknologi di sekolah-sekolah Indonesia. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menguji efektivitas penerapan teknologi ini dalam konteks lokal. Dengan langkah tersebut, dunia pendidikan diharapkan menjadi lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan emosional siswa guna mendukung perkembangan holistik generasi muda.