Simamora, Yustina Jindi Lusmiran
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Chomsky's Theory of Generative Transformative Grammar and Its Application in the Grammatical Sciences of the Batak Simalungun Language Simarmata, Tioara Monika; Silaban, Immanuel; Simamora, Yustina Jindi Lusmiran; Sianipar, Trynanda; Pasaribu, Jefri Harniko
Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Vol. 4 No. 5 (2025): September 2025
Publisher : Raja Zulkarnain Education Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55909/jpbs.v4i5.917

Abstract

Dalam penelitian ini tradisi Padashon Demban yang juga dikenal sebagai tradisi menyampaikan sirih kepada orang Batak Simalungun dibahas. Tradisi ini merupakan salah satu warisan budaya yang masih hidup hingga hari ini. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi makna simbolik fungsi sosial dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam praktik penyampaian sirih sebagai bagian dari tata kehidupan masyarakat Simalungun. Studi ini menggunakan metodologi kualitatif dan menggunakan pendekatan deskriptif. Data dikumpulkan melalui observasi wawancara dengan tokoh adat dan anggota masyarakat dan penelitian literatur tentang berbagai sumber tertulis tentang tradisi dan budaya Simalungun. Studi menunjukkan bahwa Padashon Demban memiliki berbagai bentuk penyajian termasuk Batu ni Demban, Demban Tugah-Tugah, Demban Tasakan, dan Demban Gunringan. Setiap bentuk memiliki tujuan dan arti unik. Tradisi ini mengandung nilai-nilai sosial etika estetika dan spiritual yang menekankan betapa pentingnya penghormatan kesopanan keseimbangan dan kebersamaan dalam kehidupan masyarakat. Sirih adalah simbol niat baik penghargaan dan cara untuk mempererat hubungan sosial dan menyelesaikan masalah dengan damai. Tradisi Padashon Demban menunjukkan nilai-nilai budaya dan moral yang kuat dari masyarakat Batak Simalungun. Sangat penting untuk melestarikan tradisi ini agar generasi berikutnya dapat mengenal dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang membentuk keharmonisan sosial dan identitas budaya bangsa. Kata kunci: Padashon Demban, masyarakat Simalungun, kearifan lokal, budaya.
Politeness in the Toba Batak Ethnic Panaekkon Saring-Saring Ceremony: Normative Study Simarmata, Murni; Tampubolon, Flansius; Simamora, Yustina Jindi Lusmiran; Pakpahan, Hod Burju; Pangaribuan, Dion Nardi
Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Vol. 4 No. 5 (2025): September 2025
Publisher : Raja Zulkarnain Education Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55909/jpbs.v4i5.922

Abstract

The Panaekkon Saring-saring ceremony in the Toba Batak community is part of a diverse and unique set of traditional ceremonies. This study aims to uncover and explore in detail the values of politeness embodied in the Panaekkon Sapada ceremony performed by the Toba Batak community, using a normative study approach. The Panaekkon Saring-saring ceremony is a ritual for moving and re-placing the bones of saur matua, revered ancestors. This study employed a literature review method, examining various literature, including books, scientific articles, and previous research related to norms of politeness, traditional communication, and social ethics in the Toba Batak community. The normative approach was used to examine how traditional values serve as the basis for expected behavior in social interactions and traditional communication that occur during the ceremony. The results show that politeness and courtesy in the Panaekkon Saring-saring ceremony have profound meaning, reflected not only in speech but also in attitudes, actions, and the use of traditional symbols. From a linguistic perspective, politeness is evident in the use of formal, orderly, and respectful traditional language for the structure of family relationships (partuturon). Meanwhile, politeness is also reflected in the solemn attitude of the Tor-tor, as well as the ability to control emotions and maintain respect for the sanctity of ancestral graves. Thus, politeness and courtesy in the Panaekkon Saring-Saring Ceremony are not only elements of cultural aesthetics but also constitute the cultural aesthetic.