Abstrak. Kewajiban dakwah di maknai sebagai kewajiban melaksanakan khuruj oleh anggota jama’ah tabligh, namun disisi lain, pelaksanakan khuruj dapat berdampak pada ditinggalkannya kewajiban sebagai kepala keluarga untuk sementara waktu dan mengorbankan sebagian harta dan waktu yang seharusnya digunakan untuk menafkahi Keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan Jamaah Tabligh di Desa Cisaranten Endah Kecamatan Arcamanik Kota Bandung terhadap pemberian nafkah kepada keluarga selama masa khuruj, dan bagaimana prakteknya di desa tersebut, serta menganalisnya dari perspektif fiqih munakahat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, data dikumpulkan melalui lembar kuisioner. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa secara umum, Keluarga naggota menilai tidak ada masalah dari segi pemberian nafkah dalam praktek khuruj, namun penulis menemukan beberapa permasalahan Keluarga anggota jama’ah tabligh yang dipicu oleh praktek khuruj tersebut. Berdasarkan analisis fiqih munakahat dengan pendekatan maqashid al-shari’ah dapat disimpulkan bahwa khuruj sejalan dengan tujuan syariat (hifz al diin) namun harus dengan melihat situasi dan kondisi kesiapan yang berhubungan dengan niat, bekal, fisik dan keluarga yang akan ditinggal, menjadi pertimbangan utama dan wajib sebelum melakukan khuruj. Abstract. The obligation of dakwah is interpreted as the obligation to perform khuruj by the members of Jama’ah Tabligh. However, on the other hand, the implementation of khuruj can impact the temporary abandonment of family responsibilities as the head of the household, sacrificing part of the wealth and time that should be used to provide for the family. This study aims to understand the views of Jama'ah Tabligh in Desa Cisaranten Endah, Arcamanik District, Bandung City, regarding the provision of family sustenance during khuruj, and how this is practiced in the village, analyzed from the perspective of fiqh munakahat. This research uses a qualitative method with a case study approach, collecting data through questionnaires and observation sheets. The results show that, in general, families of members consider there to be no issues with the provision of sustenance during khuruj practice. However, the author found some problems faced by the families of Jama’ah Tabligh members triggered by the practice of khuruj. Based on the analysis of fiqh munakahat with the maqashid al-shari’ah approach, it can be concluded that khuruj aligns with the objectives of sharia (hifz al diin), but the situation and readiness conditions related to intention, provisions, physical readiness, and the family left behind must be the main considerations and obligations before performing khuruj.