cover
Contact Name
Sunny Wangko
Contact Email
sunnypatriciawangko@gmail.com
Phone
+628124455733
Journal Mail Official
sunnypatriciawangko@gmail.com
Editorial Address
eclinic.paai@gmail.com
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
e-CliniC
ISSN : 23375949     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Jurnal e-CliniC (eCl) diterbitkan oleh Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal ini diterbitkan 3 (tiga) kali setahun (Maret, Juli, dan November). Sejak tahun 2016 Jurnal e-CliniC diterbitkan 2 (dua) kali setahun (Juni dan Desember). Jurnal e-CliniC memuat artikel penelitian, telaah ilmiah, dan laporan kasus di bidang ilmu kedokteran klinik.
Articles 1,061 Documents
HUBUNGAN SKOR SOFA DENGAN LAMA RAWAT INAP PASIEN CEDERA KEPALA BERAT DI ICU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU PERIODE JUNI 2012- OKTOBER 2013 Idie, Alfani Filani
e-CliniC Vol 2, No 1 (2014): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v2i1.3742

Abstract

Abstract: Length of stay is the period of time the patient is in a hospital or other health facility as an inpatient. In patients with head injury, length of stay affected organ system failure. Head injury patients admitted to the ICU half of them suffered multiple organ failure. This study aims to analyze the correlation between SOFA score with a long hospitalization severe head injury patients in the ICU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou. This study is a retrospective analytic study with a sample of 10 patients. Statistical test performed with Spearman. Based on the results of statistical tests, r = 0.190 and p = 0.599. These results suggest there is no significant correlation between the SOFA score with a long hospitalization in patients with head injury in the ICU.Keywords: SOFA score, Long Of Stay, Severe Head Injury Abstrak: Lama rawat inap adalah periode waktu pasien berada di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya sebagai pasien rawat inap. Pada pasien cedera kepala, lama rawat inap dipengaruhi kegagalan sistem organnya. Pasien cedera kepala yang dirawat di ICU setengah diantaranya mengalami kegagalan organ multiple. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara skor SOFA dengan lama rawat inap pasien cedera kepala berat di ICU RSUP. Prof. DR. R. D. Kandou. Penelitian ini adalah penelitian analitik retrospektif dengan sampel sebanyak 10 pasien. Uji stastistik dilakukan dengan spearman. Berdasarkan hasil uji statistik, r= 0,190 dan p= 0,599. Hasil ini menyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara skor SOFA dengan lama rawat inap pada pasien cedera kepala di ICU.Kata kunci: Skor SOFA, Lama Rawat Inap, Cedera Kepala Berat
Perbandingan Kadar Hemoglobin Pengguna Rokok Elektrik dan Rokok Konvensional pada Pria Dewasa di Manado Waleleng, Mark M.; Rotty, Linda W.A.; Polii, Efata
e-CliniC Vol 6, No 2 (2018): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v6i2.22118

Abstract

Abstract: Smoking has become a daily habit in Indonesia. Manado has a percentage of smokers as many as 23.6%. Many efforts have been done to find alternative tobacco cigarette. Electric cigarette is one of the new models to replace tobacco cigarette. This study was aimed to determine the ratio of hemoglobin levels in adult male electric cigarette users in Manado. This was an observational analytical study using a cross sectional design. Samples were obtained by using decisive sampling technique. There were 20 electric cigarette users and 20 conventional cigarette users in this study. The results showed that the mean hemoglobin level of conventional cigarette users was higher (17.080 g / dl) than of electric cigarette users (14.335 g/dl). The bivariate analysis using the T test (α=0.05) of the comparison of hemoglobin levels in electric cigarette users and conventional cigarette users resulted in a P value of 0.000. Conclusion: There was a significant comparison of hemoglobin levels in users of electric cigarettes and of conventional cigarettes among adult males in Manado.Keywords: electric cigarettes, conventional cigarettes, hemoglobin Abstrak: Merokok sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bagi masyarakat Indonesia. Kota Manado memiliki persentase perokok sebanyak 23,6%. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencari alternatif rokok tembakau. Rokok jenis elektrik merupakan salah satu fenomena baru yang diupayakan untuk mengganti rokok tembakau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar hemoglobin pada pengguna rokok elektrik pria dewasa di kota Manado. Jernis penelitian ialah analitik observasional dengan desain potong lintang. Teknik pengambilan sampel menggunakan decisive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang pengguna rokok elektrik dan 20 orang pengguna rokok konvensional. Hasil penelitian menunjukkan perbandingan kadar hemoglobin pada pengguna rokok elektrik dan rokok konvensional dimana rerata kadar hemoglobin pengguna rokok konvensional lebih tinggi (17,080 g/dl) dibandingkan pada pengguna rokok elektrik (14,335 g/dl). Hasil uji analisis bivariat menggunakan uji T terhadap perbandingan kadar hemoglobin pengguna rokok elektrik dan rokok konvensional pada pria dewasa dengan derajat kepercayaan α=0,05 mendapatkan P=0,000. Simpulan: Terdapat perbandingan bermakna dari kadar hemoglobin pengguna rokok elektrik dan rokok konvensional pada pria dewasa di Manado.Kata kunci: rokok elektrik, rokok konvensional, hemoglobin
GAMBARAN KADAR HEMATOKRIT DAN HEMOGLOBIN PADA KEJADIAN INFARK MIOKARD AKUT (IMA) DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI - AGUSTUS 2014 Jumalang, Fitri; Rotty, Linda W. A.; Panda, Agnes L.
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.6831

Abstract

Abstract: Acute myocardial infarction (AMI) or better known as a heart attack is a condition where the blood supply to a part of the heart stops so that the heart muscle cell death. Acute myocardial infarction is one of the most common diagnosis in developed countries. The rate of initial mortality (30 days) at the IMA is 30% with more than half of the deaths occur before the patient reaches the hospital. Methods - This research is a retrospective descriptive study. Samples were adult patients suffering from acute myocardial infarction who were treated in RSUP Prof. Dr R. D. Kandou. Results - Overview hematocrit and hemoglobin levels in the incidence of acute myocardial infarction in the department of Prof. Dr. RD Kandou Manado period January - August 2014 hemodilution patients get as many as 19 people (61.3%) and patients with normal hematocrit many as 12 people (38.7% ). In addition, for an overview of hemoglobin by age and sex obtained anemia patients by 5 people (16.1%) and patients with normal hemoglobin many as 26 people (83.9%). Conclusions - AMI patients in RSUP Prof. Dr RD Kandou Manado period January-August 2014 are subjected to low hematocrit (hemodilution) and normal hemoglobin.Keywords: acute myocardial infarction, hematocrit, hemoglobinAbstrak: Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot jantung mengalami kematian. Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Metode - Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif. Sampel penelitian ini adalah penderita dewasa yang menderita infark miokard akut yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. Hasil - Gambaran kadar hematokrit dan hemoglobin pada kejadian infark miokard akut di RSUP Prof DR RD Kandou Manado periode januari – agustus 2014 didapatkan pasien hemodilusi sebanyak 19 orang (61,3%) dan pasien hematokrit normal sebanyak 12 orang (38,7%). Selain itu, untuk gambaran hemoglobin berdasarkan umur dan jenis kelamin didapatkan pasien yang anemia sebanyak 5 orang (16,1%) dan pasien hemoglobin normal sebanyak 26 orang (83,9%). Simpulan - Pasien IMA di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode januari-agustus 2014 sebagian besar mengalami hematokrit rendah (hemodilusi) dan hemoglobin normal.Kata kunci: infark miokard akut, hematokrit, hemoglobin
Hubungan panjang telapak kaki dengan tinggi badan untuk identifikasi forensik Tomuka, Jinov; Siwu, James; Mallo, Johannis F.
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i1.12109

Abstract

Abstract: Forensic identification is a method to provide assistance for investigators in personal identification which is very important in court. Forensic anthropology is a branch of physical anthropology that assists medical forensic practice by focusing on individual biological profile asessment and reconstruction by using anthropometry. Body height is a parameter of human growth and health. In forensic anthropology, height is also a main biological profile in identification. Foot length can be used to determine body height since there is a correlation between these two biological profiles. This study aimed to obtain the relationship between foot length and body height. This was a quantitative analytical study. Subjects were students of batch 2012 of Faculty of Medicine, University of Sam Ratulangi Manado, aged >21 years. The results showed that there was a positive correlation (r= 0.539) with a probablity value of 0.000. Conclusion: There was a significant positive correlation between foot length and height. Keywords: forensic identification, forensic anthropology, anthropometry Abstrak: Identifikasi forensik merupakan upaya yang bertujuan membantu penyidik dalam menentukan identitas seseorang yang sangat penting dalam peradilan. Sebagai salah satu cabang antropologi khususnya antropologi ragawi, peran antropologi forensik didasarkan pada kemampuan pemeriksaan antropologis untuk menilai dan merekonstruksi gambaran biologis individu manusia; salah satu cara identifikasi ialah dengan antropometri. Tinggi badan merupakan suatu parameter dari pertumbuhan dan kesehatan manusia. Tinggi badan juga merupakan salah satu ciri utama untuk proses indentifikasi. Bagian tubuh yang dapat menunjang pengukuran tinggi badan yaitu panjang telapak kaki karena tinggi badan dan panjang telapak kaki mempunyai hubungan yang berbanding lurus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara panjang telapak kaki dan tinggi badan. Jenis penelitian ini kuantitatif analitik. Subyek penelitian ialah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado angkatan 2012 yang berusia >21 tahun. Penelitian ini dilakukan di Manado pada bulan Oktober-Desember 2015. Hasil penelitian mendapatkan korelasi positif antara kedua variabel dengan nilai koefisien r = 0,539 yang menunjukkan bahwa kedua variabel berhubungan positif. Terdapat hubungan bermakna antar kedua variabel penelitian dengan nilai P = 0,000. Simpulan: Terdapat hubungan positif bermakna antara panjang telapak kaki dan tingggi badan.Kata kunci: identifikasi forensik, antropologi forensik, antropometri
HUBUNGAN MALNUTRISI DENGAN GANGGUAN SIKLUS MENSTRUASI DIKAWASAN TEMPAT PEMBUNGAN AKHIR (TPA) SUMOMPO A., Sifra T.
e-CliniC Vol 1, No 3 (2013)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v1i3.3241

Abstract

The study used data collection techniques is a survey research with cross sectional analytic contained dikuesioner and interviews conducted in landfills Sumompo November 2012. RESULTS: The data showed that the women who have a BMI of underweight by 22 (32%) female respondents, while women with a normal BMI of 16 (20%) of respondents while women are overweight by 48 (68%) female respondents. above were found in addition to irregular menstrual cycles on polimenorea respondents 16 (17%) of respondents, Normal 13 (14%) of respondents, Oligomenorea 31 (32%) and the most common complaints of the respondents were classified as amenorrhoea sekuder amenorrhoea were 36 (37%) CONCLUSIONS: The majority of respondents were classified into categories indicating a disturbance malnurisi menstrual cycleobtained data on other than an irregular menstrual cycle on respondents Polimenorea, OligomenoreaKEY WORDS: BMI, Poliamenorea, Oligomenorea, amenorrhoeaAbstrakPenelitian menggunakan cross sectional yang terdapat dikuesioner dan wawancara yang dilakukan di tempat pembuangan akhir (TPA) Sumompo November 2012. HASIL : Data pada menunjukan bahwa wanita yang memiliki IMT underweight sebanyak 22(32%) responden wanita,sedangkan wanita dengan IMT normal 16 (20%) responden sedangkan wanita yang Overweight sebanyak 48 (68%)responden wanita. diatas didapati selain siklus menstruasi yang tidak teratur pada responden polimenorea 16(17%) responden , Normal 13(14%) responden, Oligomenorea 31(32%)dan keluhan yang paling sering pada responden amenorea yang digolongkan amenorea sekuder sebanyak 36(37%) responden priode pada 6 bulan diliat dari usia responden. Sebagian besar responden digolongkan kedalam ketegori malnurisi yang menunjukan adanya gangguan siklus menstruasi data pada didapat selain siklusmenstruasi yang tidak teratur pada responden Polimenorea , Oligomenorea , Amenorea.KATA KUNCI : IMT, Poliamenorea, Oligomenorea,Amenorea
GAMBARAN KEPATUHAN TENAGA KESEHATAN DALAM MENERAPKAN HAND HYGIENE DI RAWAT INAP RSUP PROF. Dr. R D. KANDOU MANADO Karuru, Citra Prasilya; Mogi, Theresia Isye; Sengkey, Lidwina
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i1.10942

Abstract

Abstract: Hands are the main route of transmission of germs during patient care. Nosocomial infection transmission can occur due to poor sanitation. Hand hygiene of health workers is very helpful in preventing the transmission of harmful germs and health care-associated infections. However, health workers still have less attention about the role of hand hygiene. This study aimed to determine the doctors and nurses’ compliance rate in implementing hand hygiene in Prof. Dr. R.D. Kandou Hospital Manado. This was an observational study with a cross-sectional design. Samples were specialist doctors, residents, and nurses in IRINA A, E, and F. The general compliance rate of hand hygiene was 5,2%. Based on the profession, the hand hygiene compliance rate of doctors was 2.4% (n=21) and of nurses 6.6% (n=113). Based on the monitored time, the compliance rate before entering rooms was 3.02% (n=39) and after entering rooms 7.35% (n=95). Conclusion: Hand hygiene compliance rate among health workers was still low.Keywords: health workers, hand hygiene compliance rate Abstrak: Tangan merupakan jalur utama penularan kuman selama perawatan pasien. Penularan infeksi nosokomial bisa terjadi akibat sanitasi yang kurang. Kebersihan tangan tenaga kesehatan sangat membantu pencegahan penularan kuman berbahaya dan mencegah infeksi terkait perawatan kesehatan. Namun, pentingnya penerapan hand hygiene masih kurang mendapat perhatian oleh tenaga kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kepatuhan tenaga kesehatan yakni tenaga dokter dan perawat dalam menerapkan hand hygiene di ruang rawat inap RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Metode penelitian yang digunakan ialah observasional dengan desain potong lintang. Sampel meliputi dokter spesialis, dokter residen, dan perawat. Angka kepatuhan keseluruhan ialah 5,2%. Berdasarkan kelompok pekerjaan, angka kepatuhan dokter 2,4% (n=21) dan perawat 6,6% (n=113). Dari dua indikasi yang diamati, angka kepatuhan sebelum masuk ruangan 3,02% (n=39) dan setelah keluar ruangan 7,35% (n=95). Simpulan: Tingkat kepatuhan hand hygiene tenaga kesehatan masih rendah.Kata kunci: tenaga kesehatan, tingkat kepatuhan hand hygiene
Profil herpes zoster di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari - Desember 2013 Dilly, Jein T.; Kapantow, Marlyn G.; Suling, Pieter L.
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i2.14563

Abstract

Abstract: Herpes zoster is a skin disease caused by varicella zoster virus infection, a reactivation of varicella zoster virus (VZV) after its primary infection. This disease especially attacks old age patients, and manifests in the skin and mucosa. This study was aimed to obtain the herpes zoster profile in Dermatovenereology Clinic of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from January to December 2013. This was a retrospective descriptive study. Data were obtained from medical records of new herpes zoster patients from Januari to December 2013. The results showed 28 cases (0.68%) of herpes zoster out of 4.099 new patients, 42.86% of cases were males and 57.14% were females. The majority of cases were 45-64 years old (78.57%) with the location of dermatome in the troracic region (46.43%). All cases were cured with antiviral drugs.Keywords: herpes zoster Abstrak: Herpes zoster adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster, terutama menyerang pasien usia lanjut, dan bermanifestasi pada kulit dan mukosa. Herpes zoster merupakan reaktivasi virus varisela –zoster setelah infeksi primer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil herpes zoster di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2013. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif. Data penelitian diambil dari rekam medik periode Januari-Desember 2013. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 28 (0,68%) kasus herpes zoster dari 4.099 pasien baru periode Januari-Desember 2013 terdiri dari laki-laki 12 orang (42,86%) dan perempuan 16 orang (57,14%). Mayoritas kasus berusia 45-64 tahun berjumlah 22 kasus (78,57%) dengan lokasi dermatom tersering pada regio torakalis sebanyak 13 kasus (46,43%). Semua kasus diberikan terapi antivirus. Kata kunci: herpes zoster
PREVALENSI PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA WANITA PEKERJA SEKS REMAJA DI KOTA MANADO (PENELITIAN KUALITATIF TERHADAP DUA WANITA PEKERJA SEKS) Saputra, Denis
e-CliniC Vol 2, No 2 (2014): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v2i2.4750

Abstract

Abstract: NAPZA (Narcotics, psychotropic drugs and addictive substances) are substances or drugs derived from plants, both synthesis and semisintesis, which can cause loss or alteration of consciousness, loss of taste, reducing or eliminating pain, and can lead to a dependency. NAPZA are often misused among age and profession. One of the groups that often uses NAPZA is female sex workers in order to satisfy their customers much better. This study aimed to obtain the prevalence of the abuse of NAPZA among teenagers of Female Sex Workers (FSW) in Manado. This was a descriptive quantitative study with a cross-sectional design.The qualitative method approach were applied among 30 teenagers of FSW aged 12-21 years at random. Two of them were performed the qualitative approach by using interview guidances and data retrieval after signing the informed consent. Conclusion: the highest prevalence of the use of NAPZA among female sex workers were found at the age of 20 years, followed by the ages of 19, 18, 17, and 21 years.Keywords: NAPZA, Female Sex Workers (FSW).Abstrak: NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, penurunan sampai hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. NAPZA sering disalahgunakan oleh berbagai kalangan usia dan profesi. Salah satu kalangan yang sering menggunakan NAPZA yakni pekerja seks terutama wanita untuk lebih memuaskan pelanggan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyalahgunaan NAPZA pada Wanita Pekerja Seks (WPS) remaja di Kota Manado. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan rancangan potong lintang. Pendekatan metode kualitatif diterapkan pada 30 orang WPS remaja yang berusia 12 – 21 tahun secara acak dimana 2 orang diantaranya dilakukan pendekatan secara kualitatif menggunakan pedoman wawancara dan pengambilan data setelah dilakukan informed consent. Simpulan: Prevalensi penggunaan NAPZA pada Wanita Pekerja Seks paling banyak ditemukan pada usia 20 tahun, diikuti umur 19 tahun, 18 tahun, 17 tahun, dan 21 tahun.Kata kunci: NAPZA, Wanita Pekerja Seks (WPS).
Pola Pemberian Antimikroba pada Pasien Sepsis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari - Juni 2019 Taroreh, Reinhard C.; Tambajong, Harold F.; Lalenoh, Diana Ch.
e-CliniC Vol 7, No 2 (2019): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v7i2.26784

Abstract

Abstract: Sepsis is defined as organ dysfunction that threatens life due to disregulated response of vulnerable host to the infection agent. Antimicrobial therapy is one of the main therapies in the management of septic cases. Survival sepsis campaign guidelines in 2016 recommended antimicrobial administration in one hour after being diagnosed as sepsis. This study was aimed to determine the pattern of antimicrobial administration among septic patients in the Intensive Care Unit of RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. This was an observational analytical study with a cross-sectional design. Samples were intensive care unit patients of RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado diagnosed as sepsis and its classification obtained from the Medical Record Installation data for the period of January to June 2019. The results showed a total of 35 septic patients consisting of 16 females (45.7%) and 19 males (54.3%). The time of antimicrobial administration ≤1 hour was found in 21 cases (60%). The most frequent antimicrobial administered was ceftriaxone in 13 cases (37.1%). The mortality rate after >48 hours was 13 cases (59%). In conclusion, most antimicrobial administration was in 1 hour after being diagnosed as sepsis and ceftriaxone was the most frequent antimicrobial given. Mortality rate after administration of antimicrobial was still high.Keywords: sepsis, ICU, antimicrobial, mortality rate Abstrak: Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam nyawa akibat disregulasi respon penjamu terhadap infeksi. Terapi antimikroba merupakan salah satu terapi utama dalam penatalaksanaan kasus sepsis. Pedoman Survival Sepsis Campaign tahun 2016 menyatakan pemberian antimikroba yang direkomendasikan ialah satu jam setelah terdiagnosiss sepsis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pemberian antimikroba pada pasien sepsis di Intensive Care Unit RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jenis penelitian ialah analitik observasional dengan desain potong lintang. Sampel penelitian ialah pasien ICU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan diagnosis sepsis dan klasifikasinya, diperoleh dari data Bagian Instalasi Rekam Medik periode Januari-Juni 2019. Hasil penelitian mendapatkan total 35 pasien dengan diagnosis sepsis, terdiri dari 16 orang perempuan (45,7%) dan 19 orang laki-laki (54,3%). Waktu pemberian antimikroba ≤1 jam pada sebanyak 21 kasus (60%). Penggunaan antimikroba yang sering diberikan ialah ceftriaxone pada 13 kasus (37,1%). Angka kematian setelah >48 jam sebanyak 13 kasus (59%). Simpulan penelitian ini ialah sebagian besar pemberian antimikroba 1 jam setelah didiagnosis sepsis dengan ceftriaxone sebagai antimikroba yang paling sering diberikan. Angka kematian pasca pemberian antimikroba masih tinggi.Kata kunci: sepsis, ICU, antimikroba, angka kematian
HUBUNGAN ANTARA SKOR IPSS DAN SKOR IIEF PADA PASIEN BPH DENGAN GEJALA LUTS YANG BEROBAT DI POLI BEDAH RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Asalia, Margali; Monoarfa, Richard; Lampus, Harsali F.
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.7479

Abstract

Abstract: Lower urinary tract symptoms (LUTS) due to benign prostatic hyperplasia (BPH) are common in elderly men. In addition to LUTS, patients with BPH also often experience erectile dysfunction (ED). According to the data obtained from 30 BPH patients with symptoms of LUTS using the international prostate symptoms score (IPSS), 53.3% had symptoms of LUTS with a severe degree, and based on the international index of erectile function (IIEF), BPH patients with LUTS symptoms and ED were found to have erectile function (EF) as much as 26.7% with a mild and severe degree, orgasmic function (OF) as much as 40% with a severe degree, sexual intercourse function (SI) as much as 46.7% with a mild-to-moderate degree, sexual satisfaction (SS) as much as 33.3% with a severe degree and overall satisfaction (OS) as much as 43.3% with a mild degree. In this study, the investigators wanted to examine the relationship between the IPSS with the IIEF scores in BPH patients with symptoms of LUTS in the outpatient surgery department of Prof. Dr R. D. Kandou General Hospital Manado. Based on the results of the spearman correlation test, relationship between the IPSS with the IIEF score yielded EF (R: 0.372), OF (R: 389), SI (R: 0.129), SS (R: 0.351), OS (R: 0, 84). These results suggest the presence of a relationship between IPSS and IIEF scores.Keywords: IPSS, IIEF, LUTS, BPHAbstrak: Lower urinary tract symptoms (LUTS) yang disebabkan oleh benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan suatu kondisi yang sering terjadi pada pria usia lanjut. Selain gejala LUTS, pasien BPH sering juga disertai dengan disfungsi ereksi (DE). Menurut data yang diperoleh dari 30 pasien BPH dengan gejala LUTS dengan menggunakan International prostate symptoms score (IPSS) didapatkan 53,3% mengalami gejala LUTS dengan derajat berat dan pasien BPH dengan gejala LUTS yang mengalami DE dengan menggunakan skor international index of erectile function (IIEF) ditemukan fungsi ereksi (FE) sebanyak 26,7% dengan derajat ringan dan berat, fungsi orgasme (FO) sebanyak 40% dengan derajat berat, hubungan seksual (HS) sebanyak 46,7% dengan derajat Ringan-sedang, kepuasan seksual (KS) sebanyak 33,3% dengan derajat berat dan kepuasan menyeluruh (KM) sebanyak 43,3% dengan derajat ringan. Dengan melakukan penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan antara skor IPSS dengan skor IIEF pada pasien BPH dengan gejala LUTS di poli Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Berdasarkan hasil uji kolerasi menggunakan spearman untuk mengetahui hubungan antara skor IPSS dengan skor IIEF didapatkan FE (R:0,372), FO (R: 389), HS (R:0,129), KS (R: 0,351), KM (R: 0,84). Dari hasil tersebut dapat dilihat adanya hubungan antara skor IPSS dan skor IIEF.Kata kunci: IPSS, IIEF, LUTS, BPH

Page 4 of 107 | Total Record : 1061