cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 1,647 Documents
PENYITAAN HARTA BENDA HASIL TINDAK PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Lawalata Dandel, Danielo Chris
LEX CRIMEN Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui jenis-jenis tindak pidana apa yang dapat dilakukan tindakan penyitaan terhadap harta benda hasil tindak pidana dan apakah yang menjadi tujuan dari penyitaan harta benda hasil tindak pidana menurut Hukum Pidana Indonesia, di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normative disimpulkan bahwa: 1. Jenis-jenis tindak pidana yang harta benda hasil tindak pidana dapat dilakukan narkotika, tindak pidana illegal loging, tindak pidana illegal fishing dan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana asal. 2. Tujuan dilakukannya penyitaan terhadap harta benda hasil tindak pidana adalah untuk mengembalikan kerugian keuangan negara dan tujuan akhir penyitaan yaitu untuk sebesar-besarnya kemanfaatan bangsa dan negara.   Kata kunci: korupsi; penyitaan;
PERANAN JAKSA TERHADAP PENANGANAN TINDAK PIDANA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) Wullur, Heski H. R.
LEX CRIMEN Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan Jaksa terhadap penanganan tindak pidana  dalam tahap penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta bagaimana peranan Jaksa sebagai penuntut umum dalam penanganan tindak pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Peranan Jaksa dalam penanganan tindak pidana menurut KUHAP adalah : Melakukan pemanggilan saksi, saksi ahli atau tersangka; Melakukan penggeledahan/penyitaan; Melakukan pemeriksaan surat, rekapan komunikasi telepon dan rekapan rekening keuangan Negara. Melakukan penangkapan dan penahanan dan Melakukan pemberkasan perkara. 2. Dalam melakukan penuntutan, Jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak. Kata kunci: Peranan Jaksa, Tindak Pidana, KUHAP
KAJIAN YURIDIS TENTANG EKSISTENSI HAK MILIK ATAS TANAH YANG BELUM MEMILIKI SERTIFIKAT KEPEMILIKAN TANAH Albert, Albert
LEX CRIMEN Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Eksistensi Yuridis Hak Milik atas Tanah yang belum memiliki bukti Sertifikat dan bagaimana prosedur hukum untuk mendapatkan bukti Sertifikat hak milik atas tanah.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Untuk dapat dikatakan sebagai hak milik atas tanah, maka harus memenuhi syarat atau unsur utama yang terkandung didalam pengertian hak milik itu sendiri yaitu unsur turun-temurun, terkuat, dan terpenuh serta unsur lainnya misalnya fungsi sosial.  Tetapi jika tanah belum memiliki bukti sertifikat walaupun telah dikuasai secara turun-temurun, belum bisa dikatakan sebagai hak milik, tepatnya tanah tersebut merupakan tanah negara yang dikuasai oleh subjek hukum, namun diatasnya melekat hak untuk memiliki dengan catatan tanah tersebut harus didaftarkan pada Badan Pertanahan Nasional.  Jadi tanah dengan status hak milik harus merupakan tanah yang sudah terdaftar pada Badan Pertanahan Nasional sebagai badan non-departemen yang berwenang di bidang pertanahan. 2. Untuk mendapatkan bukti kepemilikan hak atas tanah berupa sertifikat hak milik, maka tanah tersebut haruslah terlebih dahulu didaftarkan pada Badan Pertanahan Nasional.  Sedangkan pendaftaran tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendaftaran untuk hak-hak yang lama dan pendaftaran untuk hak-hak  atas tanah yang baru.  Dalam prakteknya prosedur pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi dua cara, yaitu : Pendaftaran secara Sistematik; Pendaftaran secara Sporadik. Dianjurkan pendaftaran tanah secara Sporadik. Kata kunci: Eksistensi, hak milik, tanah, sertifikat.
TATA CARA PEMANGGILAN NOTARIS UNTUK KEPENTINGAN PROSES PERADILAN PIDANA BERKAITAN DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA Maramis, Muriel Cattleya
LEX CRIMEN Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mngetahui apakah dasar pikiran sehingga dibuat ketentuan khusus berkenaan dengan pemanggilan Notaris, apakah penegak hukum dapat memanggil Notaris terlebih dahulu baru kemudian meminta persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD), dan, apakah ketentuan Pasal 66 ayat (1) huruf b UU No. 30 Tahun 2004 berlaku juga bagi Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).  Dengan menggunakan menggunakan metode penelitian hukum normatif, dapat disimpulkan bahwa: 1. Dasar pikiran dibuatnya ketentuan khusus berkenaan dengan pemanggilan Notaris karena Notaris adalah penyimpan dan pemelihara Protokol Notaris yang merupakan arsip negara;  2. Penegak hukum tidak dapat melakukan pemanggilan terhadap Notaris dan nanti kemudian meminta persetujuan MPD, melainkan harus ada terlebih dahulu persetujuan MPD sebelum dilakukan  pemanggilan terhadap Notaris; 3. Pasal 66 ayat (1) huruf b UU No. 30 Tahun 2004 hanya berlaku bagi Notaris dan tidak berlaku dalam hal Notaris melakukan tugas sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), karena UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris hanya mengatur dan berlaku untuk jabatan Notaris saja, tidak mengatur dan berlaku untuk Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai PPAT. Keywords: Notaris, pemanggilan Notaris
SISTEM PEMBUKTIAN DAN ALAT BUKTI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Mokodompit, Moh. Fajry
LEX CRIMEN Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan sistem pembuktian terhadap tindak pidana pencucian uang menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan bagaimana pengaturan alat bukti menurut Pasal 73 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan sistem pembuktian terhadap tindak pidana pencucian uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yaitu undang-undang ini memiliki ketentuan khusus dalam Pasal 77 yang menentukan terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana,   tetapi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tidak memiliki pasal yang mengatur konsekuensi hukum dalam hal terdakwa dapat atau tidak dapat membuktikannya.  2. Pengaturan alat bukti menurut Pasal 73 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sudah lebih luas dari pada alat bukti menurut Pasal 183 ayat (1) KUHAP, di mana alat bukti dalam Pasal 73 sudah ditambahkan dengan informasi elektronik dan dokumen elektronik (Pasal 73 huruf b).Kata kunci: Sistem Pembuktian, Alat Bukti, Pencegahan dan Pemberantasan, Tindak Pidana, Pencucian Uang
KEDUDUKAN DELIK ADUAN DALAM DELIK-DELIK PENGHINAAN YANG DIATUR DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Kanaitang, Octavianus
LEX CRIMEN Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan delik-delik penghinaan yang terdapat dalam KUHP dan bagaimana kedudukan delik aduan dalam delik-delik penghinaan yang terdapat dalam KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Pengaturan delik-delik penghinaan yang terdapat dalam KUHP dilakukan dalam Buku II KUHP dalam beberapa bab 2. Kedudukan delik aduan dalam delik-delik penghinaan yang terdapat dalam KUHP, yaitu penghinaan yang diatur dalam Buku II Bab XVI (penghinaan), semuanya merupakan delik aduan kecuali penghinaan kepada pegawai negeri (pejabat) (Pasal 316 KUHP); sedangkan penghinaan Pasal 134 dan Pasal 137 dalam Bab II serta Pasal 207 dan Pasal 208 dalam Bab VIII dari Buku II merupakan delik biasa, bukan delik aduan, di mana untuk Pasal 207 dan Pasal 208 Mahkamah Konstitusi dalam putusan 013-022/PUU-IV/2006 ada memberi arahan agar Pasal 207 dan Pasal 208 KUHP ke masa depan menjadi delik aduan.Kata kunci: Kedudukan  Delik  Aduan,  Delik-Delik  Penghinaan, Kitab   Undang-Undang  Hukum Pidana.
RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG YANG DIBEBANKAN KEPADA PELAKU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Katimpali, Greufid
LEX CRIMEN Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan hukum pemberian ganti rugi kepada korban tindak pidana perdagangan orang dan bagaimanakah restitusi terhadap korban tindak pidana perdagangan orang yang dibebankan kepada pelaku menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.  Dengan menggunakan merode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Korban tindak pidana perdagangan orang dapat mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial. Korban dapat mengalami trauma atau penyakit yang membahayakan dirinya akibat tindak pidana perdagangan orang sehingga memerlukan pertolongan segera untuk pemulihan kesehatan fisik dan psikis. 2. Restitusi terhadap korban tindak pidana perdagangan orang menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, merupakan pemberian ganti rugi kepada korban/ahli waris yang dibebankan kepada pelaku tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. Restitusi sebagaimana dimaksud berupa ganti kerugian atas: kehilangan kekayaan atau penghasilan; penderitaan; biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang. Pemberian restitusi dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan pengadilan tingkat pertama. Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Restitusi sebagaimana dapat dititipkan terlebih dahulu di pengadilan tempat perkara diputus. Kata kunci: restitusi, perdagangan orang
ASPEK HUKUM HAK PAKAI ATAS TANAH NEGARA SEBAGAI OBJEK JAMINAN Ginting, Arter Y.
LEX CRIMEN Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan hak pakai atas tanah negara untuk dapat dijadikan objek jaminan dan bagaimana aspek-aspek hukum hak pakai sebagai jaminan dalam suatu perjanjian kredit.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Jangka waktu perlunasan utang yang dijamin disesuaikan dengan jangka waktu jaminan. Permas­alahan akan muncul apabila jangka waktu tersebut tidak disesuaikan dengan jangka waktu jaminan. Penetapan batas maksimum nilai jaminan atas tanah hak pakai atas tanah negara merupakan kewenangan privat (hak) yang dapat dipunyai oleh pemilik hak pakai hanya sebagai penggunaan bangunan dan/atau memungut hasil dan tanah yang dijadikan objek haknya. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas tanah hak pakai atas tanah negara tidak dapat dijadikan patokan dalam menetapkan nilai jaminan, nilai tanah tidak dapat dijadikan jaminan karena tanah merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara. 2. Objek hak tanggungan dapat di­jaminkan lebih dari satu kali, maka kewenangan privat yang terdapat pada hak pakai adalah jaminan kenyamanan dan keamanan kreditur untuk memperoleh haknya kembali dari debitur yang menjaminkan tanah hak pakai atas tanah negara sebegai jaminan utangnya. Lembaga jaminan yang lebih tepat untuk hak pakai atas tanah negara  adalah  fidusia,  karena hak pakai hanya memiliki hak untuk mempergunakan dan memungut hasil atas tanah bukan hak atas tanah.Kata kunci: Aspek hukum, hak pakai atas tanah Negara, objek jaminan
PIDANA MATI BAGI KORUPTOR Rahantoknam, Brian
LEX CRIMEN Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dialkukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah  pengenaan hukum menimbulkan efek jera kepada koruptor dan apakah pidana mati menimbulkan efek jera pada koruptor.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat disimpulkan, bahwa: 1. Hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Antikorupsi yang diterapkan saat ini di Indonesia di anggap masih terlalu ringan. Hal ini dikarenakan semakin maraknya tindak pidana korupsi yang ditemui dewasa ini. Lemahnya pengawasan dari pemerintah dan aparat-aparat yang terkait menyebabkan para pelaku tindak pidana korupsi dengan leluasa melancarkan aksinya. 2. Pemberantasan korupsi yang tidak dilaksanakan dengan tuntas  dan tegas menyebabkan munculnya kasus-kasus korupsi lainnya. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah, membuat orang tergiur untuk memperkaya diri secara instan dengan jalan korupsi tanpa perlu bekerja keras. Kata kunci: Pidana mati, koruptor.
HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA Mopeng, Andhika
LEX CRIMEN Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak kebendaan ditinjau dari aspek hukum perdata dan bagaimana hak kebendaan yang bersifat jaminan dalam lingkup pembedaan hak kebendaan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan :  1. Hak kebendaan adalah hak mutlak atas sesuatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat dipertahankan terhadap siapapun. Hak kebendaan dapat dibedakan antara hak kebendaan yang memberikan kenikmatan baik atas bendanya sendiri maupun benda milik orang lain, misalnya hak eigendom/hak milik, bezit dan hak kebendaan yang bersifat jaminan, misalnya gadai, hipotik dan fidusia. 2. Hak kebendaan yang bersifat jaminan dalam lingkup pembedaan hak kebendaan, yaitu hak gadai yang merupakan suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Sedangkan hipotik merupakan hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak  untuk mengambil penggantian daripada bagi pelunasan suatu perikatan.Kata kunci: Hak-hak Kebendaan,  Jaminan, Aspek Hukum Perdata

Page 34 of 165 | Total Record : 1647


Filter by Year

2012 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue