cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 566 Documents
ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI 2014 Mulyana, Erwin
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 16, No 1 (2015): June 2015
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (966.829 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v16i1.2634

Abstract

AbstrakPada tanggal 11 Januari sampai dengan 14 Februari 2014 telah dilaksanakan penerapan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk menanggulangi banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Selama kegiatan tersebut fenomena ENSO dan IOD dalam kondisi normal. MJO menunjukkan aktifitas konvektif netral di wilayah Indonesia pada pertengahan Januari hingga pertengahan Februari 2014. Temperatur  permukaan laut di perairan Jawa bagian barat sekitar 28-290C. Kelembagan udara pada level 850 mb sekitar 70-80%. Pertumbuhan awan umumnya berada di sebelah barat daya, barat dan barat laut Jakarta. Indeks Monsoon Australia positif berpengaruh terhadap peningkatan pembentukan awan hujan di Jawa.Abstract Application of weather modification has carried out to reduce precipitation over Jakarta on 11 January to 14 February 2013. During this period, El Nino Southern Oscillation and Indian Ocean Dipole Mode were normal condition. The Madden Julian Oscillation shows that the convection over Indonesia region was netral condition. The sea surface temperature over west part of Java waters was 29-30 290C. The 850 mb average of relative humidity on mid January - mid February 2014 was 70-80%. Based on visual and weather radar observation, cloud development mainly over northwest to southwest of Jakarta. Positive Australian Summer Monsoon Index affected to increase precipitation over Java area.
PENGAMATAN KEJADIAN HUJAN DENGAN DISDROMETER DAN MICRO RAIN RADAR DI SERPONG Renggono, Findy
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 18, No 1 (2017): June 2017
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (704.614 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v18i1.2199

Abstract

IntisariPengamatan hujan dengan menggunakan beberapa peralatan yang mempunyai metode berbeda telah dilakukan di wilayah Serpong. Peralatan yang digunakan adalah Disdrometer dan Micro Rain Radar (MRR). Kedua peralatan tersebut dipasang pada satu lokasi yang sama agar dapat mengukur kejadian hujan yang sama. Pengamatan dilakukan pada akhir tahun 2016 selama 5 bulan, disesuaikan dengan kondisi dimana musim hujan sudah mulai masuk untuk wilayah ini. Perbandingan pengukuran yang telah dilakukan menunjukkan kesesuaian hasil antara kedua peralatan tersebut.  Pengamatan distribusi ukuran butir air pada empat kejadian hujan antara bulan Agustus-Desember 2016 menunjukkan bahwa hujan konvektif mempunyai distribusi ukuran yang lebih besar dibandingkan hujan stratiform.  AbstractRain observation by using several instruments having different method has been done in Serpong area. The instrument used is Disdrometer and Micro Rain Radar (MRR). Both instruments are installed in the same location in order to measure the same rain events. Observations were made at the end of 2016 for 5 months, adjusted to the conditions in which the rainy season has begun to enter for the region. Comparison of measurements that have been done indicate the suitability of the results between the two instrument. Drop size distribution of four rain event during August - December 2016 shows that the drop size distribution on convective rain broaden than on stratiform rain. 
PREDIKSI KEKERINGAN PENGARUH EL NINO TAHUN 2001-2002 DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA UNTUK MENGANTISIPASINYA Nugroho, Sutopo Purwo
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 2, No 1 (2001): June 2001
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.704 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v2i1.2149

Abstract

El Nino diperkirakan akan terjadi kembali pada akhir tahun 2001 hingga 2002. Akibatnya beberapa wilayah Indonesia akan mengalami kekeringan sehingga kondisi air semakin berkurang ketersediaannya. Adanya kekeringan dapat menyebabkan penurunan produksi pertanian, kebakaran hutan, krisis air, dan penurunan pendapatan petani di beberapa wilayah serta timbulnya masalah-masalah sosial dan ekonomi di masyarakat. Untuk mengatasi kekeringan dan menambah ketersediaan air, maka dapat diterapkan teknologi hujan buatan. Teknologi hujan buatan dapat meningkatkan curah hujan dan debit aliran sehingga cadangan air bertambah.El Nino is predicted to return at the end of 2001 or later. As a consequence some areas in Indonesia might experience drought that will jeopardize the water availability. This drought could cause declining agriculture production, forest fire, water crisis, and other economic social costs. Rain enhancement technology can be applied to overcome this water storage. The rain enhancement technology could enhance rainfall and increaserunoff, therefore, water availability will increase.
MANFAAT EKONOMIS DISEMINASI TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM Widodo, F Heru; Tukiyat, Tukiyat
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 11, No 2 (2010): December 2010
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (800.444 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v11i2.2182

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung B/C ratio dari pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca melalui parameter-parameter nilai biaya produksi, banyaknya air yang dibutuhkan untuk pengairan, harga gabah per ton, produksi gabah per ha, sehingga nilai B/C dari pelaksanaan TMC sebagai nilai riil yang sudah bisa dipertangungjawabkan kepada publik. Secara khusus penelitian ini bertujuan menghitung nilai ekonomis penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Jawa Barat dari aspek PLTA dan pertanian. Data penelitian berupa data sekunder dari hasil kegiatan TMC di Das Citarum tahun 2007. Adapun data yang dibutuhkan dalam penulisan paper adalah data aliran Waduk (DMA, Inflow dan Outflow) selama kegiatan TMC berlangsung antara lain data: tambahan potensi energi listrik; besarnya volume air yang digunakan untuk menghasilkan 1 kWh; harga listrik per kWh; estimasi hasil produksi padi per hektar; biaya produksi pertanian per ha per tanam; estimasi besarnya kebutuhan air pertanian per hektar per panen; harga gabah kering giling per kg; biaya pelaksanaan TMC. Teknik pengumpulan data melalui survei lapangan dan wawancara mendalam dengan kelompok tani di daerah Subang, Karawang, dan Indramayu dengan didukung studi literatur yang terkait dengan informasi mengenai aspek ekonomi Teknologi Mudifikasi cuaca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tambahan air kegiatan TMC di Das Citarum tahun 2007 sebanyak 716,92 juta m3. Dengan tambahan air tersebut dapat menghasilkan jumlah kWh listrik sebanyak 447.284.99 kWh. Dari tambahan air tersebut dapat memberikan manfaat ekonomi pada sektor PLTA sebesar Rp. 85.252.520.810,- dan sektor pertanian sebesar Rp. 610.643.840.116,- Manfaat ekonomi secara total kegiatan TMC sebesar Rp. 695.896.360.926,- Dari hasil tersebut secara ekonomis besarnya nilai B/C rasio sebesar 233:1. Hal ini berarti setiap pengeluaran sebesar Rp.1,- maka akan dapat diperoleh pendapatan sebesar Rp. 233,-This study aimed to calculate benefit cost ratio of the implementation of WeatherModification Technology and to learn about production costs, the amount of waterneeded for irrigation, the price of grain per ton, the production of grain per hectare,so the value of B / C of the implementation of the TMC as a real value which canresponsibility to the public. Specifically this study aims to calculate the economic value the application of the weather modification technology on the Citarum River Basin of West Java from the aspects of hydropower and agriculture. The research data in the form of secondary data that are time-series in 2007. The research data in the formof secondary data from the TMC in Das Citarum activities in 2007. The data requiredfor the writing of this paper include: data stream reservoir (DMA, Inflow and Outflow)for TMC events take place, among others: Additional data potential of electric energy;cost data for agricultural production per hectare per cropping; data size of the volumeof water used to produce 1 kWh; electricity prices per kWh; data estimation of riceproduction per hectare; estimate the amount of agricultural water demand per hectareper harvest, the price of milled rice per kg dry; cost of operation TMC. Data collectingtechniques through interviews with farmers groups in the area of Subang, Karawang,Indramayu supported by studies in the literature after the focus of research relatedto information regarding the economic aspects of technology Mudifikasi weather. Theresults showed that the additional amount of water activity of TMC in Das Citarum2007 as many as 716.92 million m3. With the addition of water during TMC activitiescan generate as much electricity as the number of kWh 447.284.99. Benefit of TMC inhydropower sector Rp. 85,252,520,810 and benefits in the agricultural sector Rp. 610643 840 116. Total economic benefits of TMC activity Rp. 695 896 360 926, - The result analysis B/C ratio of 233:1. This means that every expenditure amounting to Rp1, - you will get an income of Rp. 233
ANALISIS KEJADIAN EL NINO TAHUN 2015 DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN TITIK API DI WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN Yananto, Ardila; Dewi, Saraswati
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 17, No 1 (2016): June 2016
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1620.56 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v17i1.544

Abstract

IntisariKejadian El Nino yang berdampak pada sebagian besar wilayah Indonesia akan selalu berasosiasi dengan kekeringan akibat dari berkurangnya intensitas curah hujan. Lebih jauh akibat dari kekeringan tersebut telah menimbulkan meningkatnya titik api secara signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan, dimana hal tersebut telah mengakibatkan terjadinya bencana asap pada tahun 2015. Tujuan utama penulisan karya tulis ini adalah untuk menganalisis kejadian El Nino pada tahun 2015 dan pengaruhnya terhadap peningkatan titik api di wilayah Sumatera dan Kalimantan baik dalam skala temporal maupun spasial. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa berdasarkan parameter NINO 3.4 SST Indeks dan Southern Oscillation Index (SOI) pada tahun 2015 telah terjadi fenomana El Nino pada level kuat yang ditandai dengan adanya pelemahan sirkulasi walker sehingga pusat tekanan rendah perpindah dari Samudera Pasifik bagian Barat ke Samudera Pasifik bagian Timur, dimana hal ini telah menyebabkan adanya penurunan intensitas curah hujan (anomali negatif) disebagian besar wilayah Indonesia terutama pada bulan Juli hingga Oktober 2015 dan oleh karena itulah pada bulan Juli hingga Oktober 2015 tersebut terjadi peningkatan jumlah titik api yang sangat tajam di wilayah Indonesia dimana persebaran titik api tersebut sebagian besar terkonsentrasi di Provinsi Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. AbstractEl Nino that impact most areas of Indonesia will always be associated in drought due to reduced rainfall intensity. Drought, in further, has resulted in increasing titik apis significantly compared to previous years, especially in the Sumatra and Kalimantan, that was creating smog disaster in 2015. The main objective of this research was to analyze the occurrence of El Nino in 2015 and its influence on increase of titik api in Sumatera and Kalimantan both in temporal and spatial scale. From this research it is known that based on the NINO 3.4 SST index and the Southern Oscillation Index (SOI) it is known there was a strong El Niño event occurred in 2015 showed there was a weakening Walker circulation so that the low pressure center moved from Western part of the Pacific Ocean to the Eastern Pacific Ocean, where this has led to a decrease rainfall intensity (negative anomaly) in most parts of Indonesia, especially from July to October 2015 and because of that from July to October 2015 there was very hight increasing number of titik apis in Indonesia where the spread of titik api the mostly concentrated in the province of South Sumatera and Central Kalimantan. 
HASIL PENGUKURAN PARTIKEL ASAP GROUND PERTICLES GENERATOR (GPG) DI LAB TMC PUSPIPTEK SERPONG PADA 11 APRIL 2013 Goenawan, R. Djoko; Haryanto, Untung; Sudibyo, Pitoyo Sarwono; Asmoro, Bambang; Pamuji, Pamuji
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 14, No 1 (2013): June 2013
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.627 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v14i1.2683

Abstract

ABSTRAK  Telah dilakukan pengukuran distribusi dan konsentrasi asap partikel dari hasil penyalaan GPG yang dilakukan di Lap TMC - Puspiptek Serpong. Alat yang digunakan dalam pengukuran baik besar, distribusi dan konsentrasi partikel adalah menggunakan LightHouse (LH) yang bisa menampilkan secara langsung dalam layar monitor alat tersebut. Yang secara langsung terbaca dalam monitoring LH adalah besar partikel dan jumlah partikel per satuan volume (m3). Kisaran alat pengukur partikel LH bisa mengukur terkecil 0.3 mikron hingga 5 mikron dengan rincian 0.3, 0.5, 1.0, 2.5, dan 5 mikron. Light House (LH) adalah satu satunya alat yang biasa digunakan untuk pengukuran udara dan lingkungan dari Laboratorium Aerosol, PTKMR BATAN. Telah dilakukan pengukuran partikel dari asap GPG (Ground Particles Generator) sebanyak 21 kali sampling. Sekali pegambilan sampling asap diperlukan waktu sebanyak 5 menit dan pengukuran udara dalam wadah sampling tersebut juga diperlukan waktu sekitar 5 menit. Selain pengukuran dengan menggunakan LH, juga dilakukan pengukuran dengan menggunakan Impaktor Kaskade Type Anderson dengan 12 tingkat yang memungkinkan pengukuran dari 0.1 mikron hingga 9 mikron. Waktu yang diperlukan cukup lama, yaitu antara pukul 13.15 hingga 18.15 WIB yaitu 5 jam. Impaktor tidak bisa langsung terbaca hasil pengukuran partikelnya namun harus di proses kemudian di kondiskan serta dilakukan penimbangan partikel yang mengendap di setiap tingkatan, sehingga bisa diketahui distribusi partikel tersebut setiap tingkat dari 0.1 mikron hingga partikel terbesar yaitu 9 mikron. Hasil sementara dari pengukuran menggunakan LH dari sebanyak 21 sampel adalah untuk partikel 0.3 mikron memiliki jumlah partikel terbesar mencapai 495.466.815/m3 atau 495 partikel/cm3 asap dan terkecil sebanyak  51.767.763/m3 atau 52 partikel/cm3 asap. Sementara, untuk partikel yang terukur 0.5 mikron terbanyak mencapai 8.969.923/m3 atau 9 partikel/cm3 asap dan terkecil 84.755.200 partikel/cm3 atau 85 partikel/cm3. Sedangkan, partikel yang terukur 1.0, 2.5 dan 5.0 mikron di LH tidak terpantau atau tidak ada sama sekali alias Nol (skala 1 cm3). Tampak puncak distribusinya diperkirakan kurang dari 0.3 mikron (antara 0.1 – 0.05 mikron), sebagai “tail” kanan distribusi (jika dianggap normal) adalah 0.5 mikron. Perkiraan tersebut akan di buktikan dengan menggunakan Impaktor yang bisa mengukur partikel terkecil 0.1 mikron.    ABSTRACT  Measurement of Concentration Distribution and smoke particles from the ignition GPG conducted in TMC-Lab Puspiptek Serpong. Measurement tool used in both large, the distribution and concentration of particles is using Light-House (LH) which can display directly in the device monitor screen which is directly readable in monitoring large particles and LH is the number of particles per unit volume (m3). LH range of gauges can measure the smallest particles 0.3 microns to 5 microns with the details 0.3, 0.5, 1.0, 2.5 and 5 microns. Light House (LH) is the only tool used to measure air and environment of the Aerosol Laboratory, PTKMR BATAN in Jakarta. Have performed measurements of the smoke particles GPG (Ground Particles Generator) as much as 21 times the sampling. Once pegambilan sampling smoke take as many as 5 minutes and air measurements in the sampling container also takes about 5 minutes as well. In addition to measurements by using LH, also be measured by using the cascade Impaktor Type Anderson with 12 levels that allow measurement of 0.1 microns to 9 microns. It takes quite a long time, which is between 13:15 to 18:15 hrs ie 5 hour. Impaktor can not directly read the results of measurements of the particles but must be in process later in kondiskan and sediment particles weighing is done at every level, so they can know the distribution of particles of 0.1 microns each level until the largest particles is 9 microns. Interim results of measurements using as many as 21 samples of LH is for 0.3 micron particles have the greatest number of particles reaching 495 partikel/cm3 495.466.815/m3 or as much smoke and the smallest 52 partikel/cm3 51.767.763/m3 or smoke. While, for the measured particles 0.5 microns or 9 the highest reaches 8.969.923/m3 partikel/cm3 smoke and smallest partikel/m3 84,755,200 or 85 partikel/cm3. Whereas, particles measured 1.0, 2.5 and 5.0 microns in LH is not monitored or none at all, aka Zero. Looks peak distribution estimated to be less than 0.1 microns, as the "tail" distribution right (if it is considered normal) is 0.5 microns. The estimate will be proved by using Impaktor that can measure the smallest particles of 0.1 microns.
NOTE AND CORRESPONDENCE REANALISIS KONDISI ATMOSFER UNTUK DEKLARASI FAVOURABLE-DAY Haryanto, Untung
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 1, No 2 (2000): December 2000
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.592 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v1i2.2133

Abstract

Misi penyemain tanggal 18 Desember 1999 ternyata tidak menemukan awan dengankriteria seperti yang diidentikan pada desain penelitian, namun tetap dilakukanpenyemaian pada awan yang ada karena analisis rawinsonde dilapangan menyatakankondisi favorable. Analisis ulang menggunakan indeks U-3 yang telah diuji kehandalannya mendapatkan bahwa lingkungan udara hari itu tidak favorable karenanilai U-3 yang besar, yaitu 277. Citra awan GMS-5 kanal IR memperkuat analisis ini.Dengan demikian penyemain yang dilakukan hari itu merupakan kesalahan dan set untuk hari itu harus dikeluarkandari “set data semai”. Secara keseluruhan set data semaimenjadi 2 -data, sedangkan set data tidak semai 3 -data, ukuran sampel ini tidak dapatdianalisis dengan statistik WMW, sehingga efek penyemain tidak bisa disimpulkan.Seeding mission on December 18, 1999 can not found the suitable cloud as criteriadefined on experiment design, but due to favorable condition declared by analysissounding the existing cloud have been seed. Reanalysis using U-3 indices indicates thatno potential for cloud development due to great value of U-3, ie 277; this result supported by GMS-5 image. There was occur erroneous analysis to declare favorable condition and data set for that day must be rejected from seed data set. After rejected total data set consist only 2 - data seeding and 3 -data unseeding and not suitable for WMW statistical test and seeding effect is inconclussive.
DISAIN SISTEM PENGAIRAN PINTAR MENGGUNAKAN MICROCONTROLLER PIC16F84 Yono, Supri
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 3, No 2 (2002): December 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.989 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v3i2.2173

Abstract

Sistem pengairan perkebunan pintar memiliki monitoring sampai dengan dua tempatpada saat bersamaan.Pengguna dapat memprogram melalui 2X16 line LCD dan 4 buahswitch tekan. Pemrogramman memiliki kemampuan: seberapa sering pemeriksaan kelembaban untuk perkebunan tunggal /sekala kecil, perkiraan tingkat kelembaban untukperkebunan tunggal dan waktu pemompaan pada orde detik untuk perkebunan tunggal.Pengesetan disimpan pada EPROM, dan akan di restored selama ada daya.Automatic Plant Watering System has capability of monitoring upto 2 plants at the time.User can program the unit via 2 line LCD display and 4 push buttons. The programmingfeatures include: how often to check the plants soil moisture in minutes for individualplants, desired soil moisture level in minutes for individual plants, and water pumping timein seconds for individual plants. The settings are saved to an onboard EPROM, and willbe restored upon power up.
SIKLON TROPIS WASHI DAN PENGARUHNYA TERHADAP SEBARAN HUJAN DI INDONESIA Mulyana, Erwin
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 13, No 2 (2012): December 2012
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3725.04 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v13i2.2573

Abstract

Siklon Tropis Washi yang menghantam Pulau Mindanao FIlipina selatan pada 14 - 18 Desember 2011 merupakan siklon paling mematikan di dunia yang terjadi pada tahun 2011.
PENGARUH ANGIN TERHADAP PERTUMBUHAN AWAN HUJAN DI DAS WADUK PLTA KOTA PANJANG Mulyana, Erwin
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol 15, No 2 (2014): December 2014
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2256.956 KB) | DOI: 10.29122/jstmc.v15i2.2674

Abstract

Abstrak Telah dianalisis hubungan antara pembentukan awan hujan dengan kecepatan angin di Waduk PLTA Kota Panjang. Penelitian ini menggunakan data angin dan kelembaban udara dari NCEP reanalysis, data angin hasil pengukuran dengan pilot balon, pengamatan awan dengan pesawat terbang serta data hujan dari penakar hujan terpasang serta data hujan TRMM. Hasil analisis menunjukkan kejadian hujan sangat terkait dengan besarnya kecepatan angin di lapisan atas. Kejadian tidak ada hujan pada tanggal 12 – 19 April 2013 berhubungan dengan tingginya kecepatan angin pada lapisan 700 – 600 mb yang merncapai 40 knot serta kelembaban udara kurang dari 60%. Angin kencanag terkait dengan adanya pusat tekanan rendah di Samudra Hindia di sebelah barat Sumatera Barat. Sebaliknya pada tanggal 20 – 30 April 2013, ketika kecepatan angin jauh berkurang hingga di bawah 5 knot, terjadi peningkatan curah hujan di DAS Waduk PLTA Kota Panjang. Agin kencang pada lapisan 700 – 600 mb mengakibatkan pertumbuhan awan terganggu sehingga sulit membentuk awan hujan. Awan yang terbentuk umumnya berupa awan Stratocumulus dan Stratus yang tidak berpotensi hujan.

Page 10 of 57 | Total Record : 566


Filter by Year

2000 2022


Filter By Issues
All Issue Vol. 23 No. 2 (2022): December 2022 Vol. 23 No. 1 (2022): June 2022 Vol. 22 No. 2 (2021): December 2021 Vol. 22 No. 1 (2021): June 2021 Vol. 21 No. 2 (2020): December 2020 Vol. 21 No. 1 (2020): June 2020 Vol 20, No 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 1 (2019): June 2019 Vol 20, No 1 (2019): June 2019 Vol 19, No 2 (2018): December 2018 Vol. 19 No. 2 (2018): December 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol. 19 No. 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 2 (2018) Vol. 18 No. 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol. 18 No. 1 (2017): June 2017 Vol. 17 No. 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol. 17 No. 1 (2016): June 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol. 16 No. 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol. 16 No. 1 (2015): June 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol. 15 No. 2 (2014): December 2014 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol. 15 No. 1 (2014): June 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol. 14 No. 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol. 14 No. 1 (2013): June 2013 Vol. 13 No. 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol. 13 No. 1 (2012): June 2012 Vol. 12 No. 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol. 12 No. 1 (2011): June 2011 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol. 11 No. 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol. 11 No. 1 (2010): June 2010 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol. 3 No. 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol. 2 No. 1 (2001): June 2001 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol. 1 No. 2 (2000): December 2000 Vol. 1 No. 1 (2000): June 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 More Issue