cover
Contact Name
Chrisna Bagus Edhita Praja
Contact Email
chrisnabagus@ummgl.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
variajusticia@ummgl.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. magelang,
Jawa tengah
INDONESIA
Varia Justicia
ISSN : 19073216     EISSN : 25795198     DOI : -
Core Subject : Social,
Varia Justicia (ISSN 2579-5198) is a peer-reviewed Journal of Legal Studies developed by the Faculty of Law, Universitas Muhammadiyah Magelang. This journal publishes biannually (March and October). The scopes of Varia Justicia, but not limited to, are: Constitutional Law, Criminal Law, Civil Law, Islamic Law, Environmental Law, Human Rights, International Law, and also interconnection study with Legal Studies. Varia Justicia has been indexed by Google Scholar, Directory of Open Access Journal (DOAJ), Sinta, IPI, Worldcat and others.
Arjuna Subject : -
Articles 165 Documents
STRICT LIABILITY SEBAGAI INSTRUMEN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN Bagus Edhita Praja, Chrisna; Nurjaman, Dasep; Arifa Fatimah, Dian; Himawati, Nilma
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.579 KB)

Abstract

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup saat ini masih menggunakan prinsip Liability based on Fault yang membuat korban harus membuktikan unsur kesalahan dari pelaku. Sedangkan dalam penegakan hukum lingkungan masih ada dasar pertanggungjawaban dengan prinsip Strict Liability, yaitu korban tidak perlu melakukan pembuktian terhadap kesalahan pelaku apabila telah memenuhi unsur yang terdapat dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Penelitian ini disusun karena ketertarikan penulis mengenai penyelesaian sengketa lingkungan hidup berdasarkan prinsip Strict Liability. Tujuan dari penelitian yang berjudul ?Strict Liability sebagai Penegakan Hukum Lingkungan? ini adalah mengetahui urgensi Strict Liability dalam sengketa lingkungan dan upaya-upaya penerapan Strict Liability dalam sengketa lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum (legal research) dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Strict Liability merupakan prinsip pertanggungjawaban dalam sengketa lingkungan yang tidak menerapkan unsur kesalahan dalam aspek pertanggungjawabannya. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Pasal 35 dan dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 88 dalam kegiatan kategori abnormally dangerous activity. Jadi dapat disimpulkan bahwa prinsip Strict Liability lebih menguntungkan korbannya, karena korban tidak perlu melakukan pembuktian jika pelaku melakukan kegiatan yang merugikan melainkan dapat langsung menuntut suatu pertanggungjawaban.
ANALISIS PERIZINAN PENDIRIAN ALFAMART DAN DAMPAK NEGATIF TERHADAP PERUSAHAAN PERORANGAN DI SEKITARNYA Niko Hasbi, Ghassan; Dina Maulaya Adhisyah, Siti Vickie; Irmawan, Achmat
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.926 KB)

Abstract

Perkembangan teknologi dan pertumbuhan perekonomian di Indonesia sekarang ini, menjadikan perusahaan-perusahaan waralaba lokal semakin berkembang pesat diantaranya Alfamart dan Indomaret. Pesatnya pertumbuhan penjualan sistem waralaba disebabkan faktor popularitas franchise.  Hal ini tercermin dari kemampuannya untuk menawarkan suatu bidang usaha yang probabilitas keberhasilannya tinggi. Namun keberhasilan ini tentu tidak lepas dari dampak negatif yang timbul terhadap perusahaan perorangan disekitarnya. Hasil penelitian membuktikan bahwa adanya jarak yang sangat berdekatan antar minimarket bisa berdampak negatif karena mereka akan berlomba-lomba untuk mendapatkan konsumen yang banyak dengan cara program diskon melalui kartu anggota (member card) dan program diskon produk pada bulan-bulan tertentu, sehingga efeknya juga akan berdampak pada pengusaha kecil di sekitar minimarket , karena dengan modal yang kecil tidak akan bisa bersaing dengan minimarket tersebut. Ini merupakan salah satu indikator persaingan tidak sehat yaitu persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha dimana yang melihat kondisi pasar yang tidak sehat (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat). Upaya pemerintah Kota Magelang untuk mengatasi semakin banyaknya toko modern  maka dikeluarkan kebijakan dari Walikota yaitu dengan membatasi jumlah toko modern di Kota Magelang yaitu hanya 20 gerai. Hal ini tentu saja sangat membantu pedagang kecil atau perusahaan perseorangan yang ada di Kota Magelang. Selain itu juga digalakkan program kemitraan usaha antara toko modern dengan UMKM yang ada di wilayah Kota Magelang dalam hal kerjasama pemasaran yaitu dalam bentuk (1)Memasarkan barang produk UMKM yang dikemas atau dikemas ulang (repacking) dengan merek pemilik barang, toko modern atau merek lain yang disepakati dalam rangka meningkatkan nilai jual barang(2) Memasarkan produk hasil UMKM melalui etalase atau outlet dari toko modern. Serta dikeluarkan kebijakan yang baru-baru ini dilaksanakan yaitu bahwa toko modern tidak boleh buka selama 24 jam, maka jika ada toko modern yang masih  memasang tanda buka 24 jam akan dicopot oleh Satpol PP. Hal ini dimaksudkan karena di Kota Magelang terdapat pasar tradisional yang buka di malam hari (pasar malam) sehingga memberikan peluang bagi para pedangang di pasar tradisional untuk lebih meningkatkan penghasilannya.
PELAKSANAAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Hafid Rahman, Indra; Susila, Agna; Krisnan, Johny
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.388 KB)

Abstract

Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam hal pemberantasan korupsi secara hukum adalah penegakan hukum secara tegas bagi siapa saja yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, termasuk mengenai upaya pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi, agar harta negara yang hilang dapat kembali, di mana salah satu cara mengembalikan uang negara yang hilang akibat suatu perbuatan korupsi tersebut adalah dengan memberi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Upaya ini diharapkan dapat memberikan hasil berupa pemasukan terhadap kas negara dari hasil pembayaran uang pengganti tersebut.Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi?DanApakah kendala yang ditemui dan bagaimana mengatasinya dalam pelaksanaan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi?Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, dengan menggunakan bahan penelitian berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat preskriptif. Metode pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan Undang-undang (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach). Metode analisa data yang digunakan adalah metode berpikir induktif dan deduktif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dilaksanakan setelah putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), terpidana diberi tenggang waktu 1 (satu) bulan untuk melunasi, di mana setelah dilakukan pelunasan pembayaran, Jaksa akan menyetorkan hasil pembayaran ke Kas Negara dan mengirimkan tembusan berita acara pembayaran uang pengganti yang ditandatangani oleh Jaksa dan terpidana kepada Pengadilan Negeri yang mengadili perkara. Kendala yang ditemui meliputi; terpidana tidak membayar uang pengganti yang dibebankan kepadanya; dan terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti yang dibebankan kepadanya. Kemudian cara untuk mengatasinya yaitu, terhadap terpidana yang tidak membayar uang pengganti, maka Jaksa wajib melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta benda yang dimiliki terpidana, dan menyetorkan hasil pelelangan ke Kas Negara; kemudian terhadap terpidana yang tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka pelunasan tunggakan uang penggantinya dilakukan melalui tuntutan subsider pidana penjara, atau hukuman badan yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokok dan sudah ditentukan dalam putusan pengadilan (subsidair uang pengganti). Apabila masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga atau patut diduga juga berasal dari tindak pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk negara, maka negara melalui Jaksa Pengacara Negara atau instansi yang dirugikan dapat melakukan gugatan perdata terhadap terpidana dan/atau ahli warisnya agar membayar uang pengganti sebagaimana ditetapkan oleh hakim yang memutus perkara korupsi yang bersangkutan.
ASPEK PENEGAKAN KODE ETIK HAKIM DALAM MEWUJUDKAN KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG BERMARTABAT DAN BERINTEGRITAS Hendrawati, Heni; Dina Maulaya Adhisyah, Siti Vickie; Cahyo Yudhanto, Muhammad; Sunarko Putra, Nico
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.02 KB)

Abstract

Penulisan karya tulis ilmiah ini dilatarbelakangi oleh munculnya isu-isu negatif terkait penegakkan kode etik hakim dalam mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bermartabat dan berintegritas. Isu-isu negatif itu antara lain terdapat fenomena tentang korupsi peradilan (judicial corruption) dalam bentuk berbagai perilaku tercela (permainan kotor) seperti penyuapan, transaksi perkara, calo perkara, makelar kasus (markus), pemerasan, jual beli putusan, dan sebagainya.  Padahal untuk menegakkan supremasi hukum adalah dengan menegakkan etika, profesionalisme serta disiplin terutama oleh profesi hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap permasalahan yang dibahas. Jenis penelitian dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah kepustakaan (library research) yang menggunakan bahan hukum primer yaitu  Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman , Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 -02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, serta Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor : 02/PB/MA/IX/2012- 02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa jurnal hukum, buku-buku, artikel hukum ilmiah  yang terkait dengan rumusan permasalahan penelitian. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu memberikan gambaran bagaimana implementasi peraturan perundang-undangan tentang kode etik hakim untuk mewujudkan hakim yang bermartabat dan berintegritas. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah  pendekatan perundang-undangan (statute approach) pendekatan sejarah (historical approach), pendekatan kasus (case approach).  Pendekatan perundang-undangan  terkait dengan upaya untuk mewujudkan hakim yang bermartabat dan berintegritas Pendekatan sejarah digunakan untuk mencari perkembangan kekuasaan kehakiman di Indonesia sedangkan pendekatan kasus digunakan untuk mengetahui berbagai macam kasus mengenai  tindakan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim terutama yang telah mendapatkan sanksi Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan menelusuri peraturan perundang-undangan dan literature yang relevan dengan rumusan masalah. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu menganalisis implementasi peraturan perundang-undangan tentang kode etik hakim dikaitkan dengan rumusan masalah. Perilaku  seorang hakim yang bertentangan dengan kode etik , tidak  terlepas dari faktor budaya hukum dan sistem nilai yang dianut. Sistem nilai yang bersemayam di alam kejiwaan atau mentalitas hakim sangat menentukan perilaku etik hakim dalam menangani perkara. Dari tahun 2009 sampai tahun 2014 telah dilaksanakan sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH)  yang menyebabkan  37 orang hakim menerima sanksi. Diketahui trend kasus pelanggaran Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang ditangani dalam sidang MKH pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, mayoritas merupakan kasus penyuapan. Namun mulai tahun 2013 dan tahun 2014 trend kasus pelanggaran KEPPH bergeser dimana mayoritas merupakan kasus perselingkuhan. Hal ini menunjukkan terjadinya pergeseran pilihan nilai-nilai oleh hakim yakni dari nilai-nilai ideal atau objektif  hukum ke nilai-nilai pragmatik atau subjektif yang dipentingkan diutamakan oleh hakim dalam penanganan perkara tertentu. Artinya penanganan suatu perkara dapat menjadi sumber komoditi untuk mendapatkan keuntungan pribadi, baik politik maupun ekonomi. Kendala yang dihadapi hakim  dalam penegakkan kode etik hakim di pengadilan dapat dibedakan dalam kendala internal dan kendala eksternal. Kendala Internal berdasarkan hasil temuan yang diadakan adalah terdiri dari pengangkatan hakim, pendidikan hakim, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, moral hakim, dan kesejahteraan hakim. Sementara kendala eksternal meliputi kemandirian kekuasaan kehakiman, pembentukan hukum oleh hakim (penemuan hukum), sistem peradilan yang berlaku, partisipasi masyarakat, dan sistem pengawasan hakim. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan dalam mengatasi kendala internal antara lain adalah Pengangkatan/ rekrutmen yang benar-benar mempunyai kualitas tidak didasarkan pada kolusi, korupsi, dan nepotisme; hakim harus mempunyai kemampuan  profesional serta moral dan integritas tinggi; penguasaan hakim terhadap ilmu hukum; melakukan pendidikan dan pelatihan hakim secara rutinitas; Kesejahteraan Hakim dan keluarganya harus lebih  diperhatikan oleh pemerintah. Sementara upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala eksternal yaitu Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas,  tidak memihak dan Penataan kembali struktur dan lembaga kekuasaan kehakiman yang ada; Penegakkan hukum  dalam sistem peradilan yang berdasarkan prinsip berkeadilan; Pembentukan hukum oleh hakim bertujuan untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat (hukum progresif); Partisipasi publik dan system penagawasan hakim secara internal  dan eksternal.
MENGEFEKTIFKAN PEMISAHAN JENIS SAMPAH SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU DI KOTA MAGELANG Kurniaty, Yulia; Haji Bani Nararaya, Wahyu; Nabila Turawan, Ranatasya; Nurmuhamad, Fendy
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.805 KB)

Abstract

Pengelolaan sampah yang benar diperlukan adanya keterpaduan dari berbagai aspek, mulai dari hulu sampai hilir. Aspek hulu meliputi kegiatan pengelolaan sampah di tingkat penghasil sampah tahap pertama, seperti rumah tangga dan badan usaha. Sampah yang telah dipisah berdasarkan jenis di tahap awal ternyata  dalam pengangkutanya ke TPA dalam kondisi tercampur antara organik dan anorganik. Berdasarkan fenomena di atas  penulis menyusun karya tulis ilmiah dengan judul : Mengefektifkan Pemisahan Jenis Sampah Sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Terpadu Di Kota Magelang. Adapun rumusan permasalahannya adalah Apakah hambatan yang menyebabkan pemisahan sampah  tidak dapat terlaksana? Dan Apakah upaya yang dapat dilakukan agar pemisahan sampah dapat terlaksana? Metode penelitian dalam penyusunan karya ilmaih ini menggunakan Yuridis Empiris. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara ke Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Tata Kota, dan kantor Lingkungan Hidup kota Magelang. Selain itu penulis melakukan observasi tentang pemisahan dan pengolahan sampah. Teknik analisis data menggunakan metode kualitatif. Hambatan  yang menyebabkan pemisahan jenis sampah tidak dapat terlaksana dikarenakan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk mengelola sampah masih kurang dan lemahnya kebijakan pemerintah sehingga kegiatan pemisahan jenis sampah terhambat. Upaya yang dapat dilakukan adalah pembenahan dari hulu hingga hilir, yaitu mulai dari penghasil sampah hingga tahap akhir pengolahan sampah di TPA. Dengan demikian diharapkan pemisahan jenis sampah dapat terlaksana dengan serentak sebagai upaya mewujudkan pengelolaan sampah yang terpadu, dan lingkungan dapat terjaga untuk keberlangsungan hidup anak cucu dimasa depan.
PELAKSANAAN POLIGAMI BAGI PNS DI KABUPATEN MAGELANG Agus Ginanjar, Muhammad; Sulistyaningsih, Puji; heniyatun, heniyatun
Varia Justicia Vol 12 No 2 (2016): Vol 12 No. 2 Oktober 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.697 KB)

Abstract

Undang-undang perkawinan telah mengatur seorang calon suami memungkinkan untuk menikah lebih dari seorang (poligami), hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 azas monogami tidak mutlak. Undang-undang Perkawinan memberikan pembatasan yang cukup berat, yaitu berupa suatu pemenuhan dengan melengkapi syarat-syarat poligami dengan alasan yang tertentu dan izin Pengadilan yang sudah diatur dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Perkawinan jo Pasal 55, 56, 57, 58, 59 KHI dan juga pengaturan bagi seorang Pegawai Negeri Sipil di dalam Pasal 4, 5, 9, dan 10 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 yang memungkinkan seseorang pegawai negeri sipil diperbolehkan untuk beristri lebih dari seorang. Berdasarkan hal tersebut maka penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai poligami PNS, yaitu dengan mengambil judul :    ? Pelaksanaan Poligami bagi PNS di Kabupaten Magelang ?. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Bahan penelitian menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Spesifkasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitis. Metode populasi dan sampel yang peneliti gunakan adalah dengan metode Non Random Sampling, dan Purposif Sampling. Alat penelitian meliputi studi kepustakaan dan wawancara terbuka. Metode analisis data penulis menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur pelaksanaan poligami bagi PNS di kabupaten Magelang pada dasarnya sama seperti prosedur yang dilakukan poligami selain PNS yaitu harus memenuhi syarat alternatif dan syarat kumulatif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur poligami secara umum adapun perbedaannya adalah adanya syarat tambahan yaitu harus ada ijin dari pejabat yang berwenang di instansi yang terkait. Adapun masalah yang timbul dalam pelaksanaan poligami bagi PNS terutama berkaitan dengan proses permohonan ijin dari pejabat sampai dengan pengadilan yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu masalah yang umum adalah kurangnya kesadaran para istri PNS untuk bisa menerima keinginan suami untuk berpoligami sehingga syarat adanya ijin dari istri sangat sulit untuk di peroleh.  Adapun masalah lain adalah masih minimnya gaji PNS sehingga kemungkinan besar tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya apabila berpoligami. Adapun cara mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan poligami bagi PNS adalah hendaknya pemerintah memperketat ijin poligami bagi PNS dan lebih tegas dalam memberi sanksi kepada pelaku poligami yang tidak sesuai dengan peraturan.
PROSES PERADILAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA Cahaya Chandan Pradana, Eflando
Varia Justicia Vol 12 No 2 (2016): Vol 12 No. 2 Oktober 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.866 KB)

Abstract

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hokum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dan seharusnya Polri menjadi figur baik buat semua masyarakat. Namun jika ia melakukan pelanggaran/tindak pidana maka akan menjalani proses yang berbeda. Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan judul ?Proses peradilan Terhadap Anggota Polri Yang melakukan Tindak Pidana?. Ataupun merumuskan permasalahannya adalah (1) Bagaimana tata cara proses peradilan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri ?, (2) Apakah perbedaan proses peradilan anggota Polri dengan masyarakat Sipil ?. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Spesifikasi penelitian diterapkan adalah deskriptif analitis yaitu menjelaskan tentang bagaimana proses peradilan anggota Polri yang melakukan tindak pidana. Data primer di peroleh dari penelitian lapangan di Kepolisian Resor Magelang, sedangkan data sekunder berasal dari penelusuran peraturan per-Undang-Undangan terkait. Metode pendekatan yang digunakan adalah statute approach yaitu PP No.2/2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri,PerKapolri No.14/2011 tentang kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta case appoach yakni contoh kasus tindak pidana yang dilakukan anggota Polri. Apabila seorang anggota Polri melakukan pelanggaran atau tindak pidana, maka anggota Polri tersebut akan berperkara dan menjalani tiga macam proses peradilan, yaitu peradilan umum (Proses peradilan pidana bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum dilakukan menurut hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Anggota Polri yang melakukan tindak pidana penganiayaan dapat dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) pada kantor polisi terdekat sehingga dapat diproses menurut hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum), peradilan disiplin (Pelanggaran Peraturan Disiplin adalah ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin),dan sidang kode etik (Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia).
PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH PERIODE 2015/ 2020 ( STUDI POLITIK HUKUM CALON TUNGGAL ) Hardiyanto, Hardiyanto; Suharso, Suharso; Budiharto, Budiharto
Varia Justicia Vol 12 No 2 (2016): Vol 12 No. 2 Oktober 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.924 KB)

Abstract

Pemilihan Umum Kepala Daerah (pilkada) merupakan proses kedaulatan rakyat  ditingkat lokal yang diatur berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang merupakan hak konstitusional seluruh warga negara Indonesia. Selama proses pilkada serentak tahun 2015 terdapat 3 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon yang terdaftar daerah tersebut adalah Kebupaten Blitar, Tasikmalaya, dan Timor Tengah Selatan yang harus ditunda pelaksanaannya dikarenakan kurangnya syarat minimum 2 pasangan calon.        Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau bahan sekunder. Bahan skunder penelitian hukum normatif yaitu berupa penelitian kepustakaan yang mana digunakan untuk memperoleh bahan-bahan berupa dokumen hukum, baik berupa Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, Keputusan/Peraturan Menteri, Yurisprudensi, Jurnal-Jurnal, Hasil Penelitian, Publikasi ilmiah, buku-buku yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti.        Mengingat pentingnya pelaksanaan pilkada sebagai bagian dari pemerintahan daerah maka pilkada mutlak harus tetap berlangsung meskipun hanya terdapat satu pasangan calon yang terdaftar tanpa kehilangan sifat demokratis. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 100/PUU-XIII/2015 tentang pengujian Undang-Undang No. 8 tahun 2015 terhadap UUD NRI 1945 memutuskan bahwa pilkada masih tetap bisa berlangsung tanpa kehilangan sifat demokratisnya meskipun hanya terdapatan satu pasangan calon. Pemilihan dilaksanakan dengan mekanisme plebisit atau lazim dikenal oleh masyarakat dengan nama referendum, yaitu dengan cara masyarakat diminta untuk memilih setuju atau tidak setuju dengan pasangan calon tunggal. Pemilihan Kepala Daerah dengan Satu Pasangan Calon merupakan solusi yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 100/PUU-XIII/2015 untuk mengisi kekosongan hukum yang terjadi akibat dari terbentuknya Undang-Undang No. 8 tahun 2015.        Pilkada dengan calon tunggal, secara konsep pilkada dengan calon tunggal tidak dapat dikatakan tidak demokratis. Essensi utama demokrasi adalah keterlibatan nyata masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam hal ini, rakyat adalah penentu kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diberikan oleh wakil-wakilnya melalui proses pemilihan sebagai kontrak sosial. Disamping itu, terdapat aspek kearifan lokal yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja, dalam arti bahwa kearifan lokal harus menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan demokrasi. Munculnya calon tunggal dalam  pilkada adalah suatu pelajaran bahwa demokrasi yang berjalan dalam tataran praktek akan selalu berkembang secara dinamis, dan hukum harus mampu mengikuti perkembangan masyarakat tersebut.
PELAKSANAAN DIVERSI DITINGKAT PENGADILAN BERDASARKAN UNDANG-UUNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Chandra Purnama, Pancar; Krisnan, Johny; Kurniaty, Yulia
Varia Justicia Vol 12 No 2 (2016): Vol 12 No. 2 Oktober 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (156.944 KB)

Abstract

Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum merupakan tanggung jawab bersama aparat penegak hukum dan dilakukan secara komprehensif. Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Proses Pelaksanaan Diversi Sistem Peradilan Pidana Anak, proses penanganan Anak Berhadapan Hukum mengutamakan perdamaain dari pada proses hukum formal. Untuk itu judul penelitian ini adalah PELAKSANAAN DIVERSI DITINGKAT PENGADILAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Rumusan permasalahn adalah (1) Bagaimanakah pelaksanaan diversi di tingkat Pengadilan yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, (2) Bagaimanakah kekuatan hukum diversi di tingkat pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, (3) Apakah yang melatar belakangi dilaksanakannya diversi di tingkat pengadilan. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris, agardapat menjabarkan bagaimana pelaksanaan diversi di tingkat pengadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014, bahan hukum sekunder berasal dari wawancara dengan fasilitator diversi. Metode pendekatan yang digunakan adalah statule approcich yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 yang mengatur tentang pelaksanaan diversi. Metode deduktif digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh, yakni kesimpulan (gambaran umum) atas pelasanaan diversi di tingkat pengadilan berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yaitu hanya terbatas pada kasus tindak pidana yang di ancam pidana penjara dibawah 7(tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Namun jika tindak pidana yang dilakukan anak masuk kualifikasi concursus yang diancam pidana penjara kurang dari 7 tahun dan lebih 7 tahun maka berdasarkan pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 dapat diupayakan diversi dengan syarat surat dakwaan dalam bentuk dakwaan subsidaritas, alternatif, komulatif maupun kombinasi (gabungan). Musyawarah diversi dicatat dalam Berita Acara Diversi, jika dicapai kesepakatan maka Ketua Pengadilan akan mengeluarkan Penetapan Kesepakan Diversi.
ANALISIS YURIDIS KEPEMILIKAN HAK GUNA BANGUNAN ATAS RUKO DI PASAR REJOAMERTANI TEMANGGUNG Herman Saputra, Rifki; Nurwati, Nurwati; Tjatur Iswanto, Bambang
Varia Justicia Vol 12 No 2 (2016): Vol 12 No. 2 Oktober 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.895 KB)

Abstract

 Starting from a land swap between the Temanggung district government and PT Puri Sakti Perkasa. Based on the letter of the Minister of Home Affairs on December 4, 1991 No. 593/4707 / PUOD concerning the approval of the principle of exchange of land and building of the District Government Dati II Temanggung by land and buildings owned by PT Puri Sakti Perkasa and the Decree of the Regional Representatives Council of the Regency of Temanggung , dated December 24, 1991 Number: parliament. 043/7-III / '91 -'92 on Land Rights Asset Disposal Local Government District Level II Temanggung PT Puri Sakti Perkasa. After the swap (ruislag) Regency woken Bumipala sports stadium, while the PT Puri Sakti Perkasa granted land near the market precisely on Jalan Kol. Sugoyono, Jalan S. Parman and Jalan Gunung Prau petitioned be Broking then built shophouses and sold to traders with a deed of sale before the issuance of the certificate Broking Broking fraction of PT Puri Sakti Perkasa. Over time and the passing of Regional Head, a new problem the district government did not allow ownership of shophouses with Broking and does not allow for an extension of the time period that is almost gone past 20 years but must renew replaced by Broking above Rights management, because the local government considers that the land is built shophouses in the market is a management right. Based on this research with the title authors take ownership of juridical analysis on commercial Broking Market RejoAmertani Temanggung. The formulation of the problem in this research is included Which type of certificate Broking on the commercial market RejoAmertani, extension Certificate Broking on the commercial, When extended to the type Broking Which origin by land.        The method used in this research is using normative juridical approach, the specification of the research is descriptive, whereas the determination of the sample using purposive sampling method. Research tools include literature studies and interviews.  Methods of data analysis done by qualitative analysis. Based on the research that has historically been the object of land in Jalan Colonel Sugiono, Jalan S. Parman, and Jalan Gunung Prau then type certificate Rejoamertani office market is Broking Land Property Rights. Regarding the extension of HGB can,with which HGB types based on its origin soil authors conclude result Hak Guna Bangunan (HGB) on Properties. Because this happens with the HGB granting by the holders of Rights Owned by deed made by a land deed official (PPAT). HGB is said because it is clear that once was the exchange between the district government and PT. This means that the object and the status of the exchange rights also switched. Puri Sakti Perkasa PT can not gain Properties for Legal Entities.

Page 10 of 17 | Total Record : 165