cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
METANA
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Science,
Arjuna Subject : -
Articles 220 Documents
Penurunan Kadar Zat Warna Remazol Brilliant Blue R Dengan Metode Adsorpsi Menggunakan Serbuk CaCO3 Dari Cangkang Telur Dan Karbon Aktif Syarifuddin Oko; Harjanto Harjanto; Andri Kurniawan; Cici Winanti
METANA Vol 18, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/metana.v18i1.45766

Abstract

Industri tekstil Indonesia berkembang semakin pesat untuk memenuhi kebutuhan sandang masyarakat. Namun, banyaknya industri tekstil di Indonesia ini tidak diimbangi dengan pengolahan limbah cair yang baik dan benar. Limbah cair tekstil merupakan salah satu pencemar organik yang sulit terdegradasi dan beracun. Zat warna tekstil merupakan bahan kimia yang memiliki struktur cincin aromatis dan cincin heteroatom, seperti azo, diazo, benzidine dan antraquinon yang yang kompleks dan stabil sehingga menyebabkan komponen ini sulit didegradasi dan bersifat toksik. Salah satu bahan pewarna, sintetik yang banyak dikonsumsi di industri tekstil adalah Remazol Brilliant Blue R (RBBR).  Adsorpsi merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran zat warna Remazol Brilliant Blue R (RBBR). Cangkang telur merupakan salah satu bahan adsorben yang mudah didapat dan ekonomis. Adsorben lain yang digunakan adalah karbon aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi waktu kontak terhadap efisiensi penurunan konsentrasi zat warna Remazol Brilliant Blue R menggunakan campuran CaCO3 dari cangkang telur dengan karbon aktif dan untuk mengetahui pengaruh blending adsorben terhadap efisiensi adsorpsi. Proses adsorpsi dilakukan dengan rasio massa CaCO3: karbon aktif 0,2:0,8 dan memvariasikan waktu kontak 5, 10, 15, 20, 25, 30, 60, 90, 120 dan 150 menit. Adsorpsi dilakukan menggunakan adsorben sebanyak 5 g kedalam zat warna Remazol Brilliant Blue R dengan konsentrasi awal 100 ppm. Hasil penelitian menunjukkan kondisi adsorpsi terbaik diperoleh pada waktu kontak 20 menit menggunakan blending CaCO3 dan karbon aktif dengan konsentrasi akhir Remazol Brilliant Blue R 0,65 ppm dan efisiensi adsorpsi sebesar 99,35%. Diharapkan dari hasil penelitian akan digunakan oleh masyarakat mengenai komposisi yang tepat antara CaCO3 dan karbon aktif dalam pengolah limbah tekstil serta dengan menggunakan metode yang sangat sederhana. The Indonesian textile industry is growing rapidly to meet the people's clothing needs. However, the large number of textile industries in Indonesia is not balanced with proper and proper wastewater treatment. Textile liquid waste is an organic pollutant that is difficult to degrade and is toxic. Textile dyes are chemicals that have an aromatic ring structure and a heteroatom ring, such as azo, diazo, benzidine and anthraquinone which are complex and stable, making these components difficult to degrade and toxic. One of the synthetic dyes that are widely consumed in the textile industry is Remazol Brilliant Blue R (RBBR). Adsorption is an alternative to reduce the contamination of Remazol Brilliant Blue R (RBBR) dye. Egg shell is one of the most readily available and economical adsorbent materials. Another adsorbent used is activated carbon. This study aims to determine the effect of contact time variations on the efficiency of reducing the concentration of Remazol Brilliant Blue R dye using a mixture of CaCO3 from eggshell with activated carbon and to determine the effect of blending adsorbent on adsorption efficiency. The adsorption process was carried out with a mass ratio of CaCO3:activated carbon 0.2:0.8 and varying contact times 5, 10, 15, 20, 25, 30, 60, 90, 120 and 150 minutes. Adsorption was carried out using 5 g of adsorbent into Remazol Brilliant Blue R dye with an initial concentration of 100 ppm. The results showed that the best adsorption conditions were obtained at a contact time of 20 minutes using a blend of CaCO3 and activated carbon with a final concentration of Remazol Brilliant Blue R 0.65 ppm and an adsorption efficiency of 99.35%. It is hoped that the results of the research will be used by the public regarding the correct composition between CaCO3 and activated carbon in textile waste processing and using a very simple method. 
Pemanfaatan Enzim Bromelin dari Tepung Nanas (Ananas comosus L. Merr) untuk Menurunkan Kadar Kafein Kopi pada Proses Pembuatan Sirup Kopi Azhara Rumba Hapsari; R.TD Wisnu Broto; Eny Apriyanti
METANA Vol 18, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/metana.v18i1.45600

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemakaian tepung nanas dengan waktu ekstraksi, sehingga dapat menurunkan kadar kafein kopi arabica dengan menggunakan tepung nanas yang mengandung enzim bromelin terhadap penurunan kadar kafein pada pembuatan sirup kopi. Metode yang digunakan adalah ekstraksi. Variabel tetap pada percobaan ini yaitu berat bubuk kopi, variabel bebas untuk percobaan yaitu variasi waktu, massa dan suhu pemasakan kopi sedangkan variabel terikat adalah kondisi kadar kafein. Hasil dari penelitian ini adalah analisa yang dilakukan yaitu analisa kadar kafein dan analisa gula. Kadar kafein diperoleh hasil pada waktu 3 jam suhu 50°C dan massa 28 gram merupakan hasil terbaik penurunan kafein yang menghasilkan kadar kafein 1,48 %, sedangkan untuk kadar gula diperoleh 48,77%. Hal ini dikarenakan massa tepung nanas dan waktu ekstraksi yang lama sehingga enzim bromelin dari tepung nanas dapat terekstrak dan dapat menurunkan kadar kafein.   This study aims to see the effect of using pineapple flour with extraction time so that it can reduce the caffeine content of Arabica coffee using pineapple flour containing the enzyme bromelain on the reduction of caffeine levels in the manufacture of coffee syrup. The method used is extraction. The fixed variable in this experiment is the weight of the powder coffee, the independent variable for the experiment is the variation of time, mass, and temperature of coffee cooking, while the dependent variable is the condition of caffeine content and sugar analysis. Caffeine content was obtained at a time of 3 hours at a temperature of 50°C and a mass of 28 grams wes the best results for decreasing caffeine which resulted in a caffeine content of 1.48% while for a sugar content of 48,77% it was obtained. This is due to the mass of pineapple flour and the long extraction time so that the bromelain enzyme from pineapple flour can be extracted and can reduce caffeine levels.
Perancangan Perahu Pemungut Sampah Plastik yang Mengapung di Pesisir Danau Matano Harman Harman; Jasman Jasman; Israkwaty Israkwaty
METANA Vol 18, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/metana.v18i1.42267

Abstract

Sampah plastik yang menumpuk di pesisir danau Matano merupakan akumulasi dari perilaku masyarakat selama bertahun-tahun membuang sampah di sembarang tempat yang pada akhirnya terbawa air ke Danau Matano. Diperlukan upaya bersama antara masyarakat dan pemerintah daerah guna menanggulangi penumpukan sampah tersebut. Meskipun telah dilakukan upaya pembersihan, namun penumpukan sampah masih terlihat di beberapa titik. Salah satu kendala karena sulitnya menjangkau area yang berada di air yang bercampur lumpur, serta keberadaannya di bawah rumah-rumah warga setempat.  Tujuan penelitian ini adalah merancang perahu yang dapat menjangkau area penumpukan sampah di air, serta mengangkat sampah tersebut ke atas perahu secara otomatis menggunakan metode pembanding. Hasil yang diperoleh berupa gambar rancangan menggunakan software Autodesk Inventor yang siap dilakukan proses Fabrikasi dengan ukuran utama 3740 x 2000 x 800 (L x B x D). Pengujian dilakukan melalui analisis berat yaitu sebesar 179,97 kg, dengan gaya apung sebesar 606,53 kg, sedangkan volume lambung yang akan tenggelam ketika berada pada kapasitas maksimal sebesar 79,13%. Dari hasil tersebut, perahu akan dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan.  A piled of plastic waste has been seen across the shore of Lake Matano. This has become the results of local people’s bad behavior for years for not throwing their garbage to its place. Those waste has been carried by the stream and forms such a disturbing plastic pile along the shore, and had raised some environmental concerns over this behavior. Therefore, this requires serious attention particularly from the community and local government for solution. There have been some actions taken for trying to solve it, however, similar pile is still found in some hotspots. There has been some limitation to those actions, for example to reach areas under the water that has already been mixed with muds for a long time, and those which has been stack under houses of the local’s residents. This research aimed at designing a garbage boat that shall able to collecting the waste, particularly plastic in some difficult hotspots mentioned above automatically by the use of a comparison method. The result is a drawing design generated by the Autodesk Inventor software which is ready for next step, the fabrication process. The main dimension of the boat is 3740x2000x800 (L x B x D). A test was done specifically on the weight of the boat which approximately 177.97kg, with a buoyancy force of 606,53 kg, Then the volume for the hull part would sink whenever reach its ‘capacity of 79,13%. Under this current estimation, the whole part is ready for operation.
Optimasi Pembuatan Kitosan Dari Limbah Cangkang Bekicot (Achatina fulica) Menggunakan Factorial Design 2 Pangkat 3 Intan Septiani; Edy Supriyo
METANA Vol 18, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/metana.v18i1.46292

Abstract

Kitosan merupakan padatan yang berwarna putih kecoklatan, bersifat nontoksit, biodegradable dan biocompatible. Mengolah cangkang bekicot menjadi kitosan melalui tiga proses yaitu deproteinasi yang bertujuan untuk menghilangkan protein, demineralisasi untuk menghilangkan mineral, dan deasetilasi untuk menghilangkan gugus asetil yang masih terikat pada kitosan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan yang dihasilkan dari cangkang bekicot dan pengaruh waktu (160 dan 180 menit), rasio (1 : 6,5 dan 1 : 7,5) dan suhu (85oC dan 95oC) pada proses deasetilasi terhadap % kadar air yang dihasilkan dan dilakukan proses optimasi dengan variasi waktu deasetilasi untuk menentukan % kadar air kitosan cangkang bekicot. Dari penelitian pembuatan kitosan dari cangkang bekicot didapatkan kondisi optimum proses deasetilasi pada waktu 160 menit, rasio kitin : NaOH 1 : 6,5 dan suhu 95oC dengan kadar air sebesar 2,2%. Kitosan yang didapatkan memiliki kadar abu sebesar 95,19%, berwarna putih, kitosan yang terbentuk sebesar 9,98% dan kitosan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pengawet bakso dengan masa simpan selama 3 hari.   Chitosan is solid with brownish-white color, non-toxic, biodegradable, and biocompatible. Processing snail shells into chitosan go through three processes, namely deproteination which aims to remove protein, demineralization to remove minerals, and deacetylation to remove acetyl groups. This research was conducted to determine the quality of chitosan produced from snail shells and effect of time (160 and 180 minute), ratio (1:6,5 and 1:7,5) and temperature (85oC and 95oC) in the deacetylation process to the % water content and an optimization process with time variations in deacetylation time to determine the % water content of snail shell chitosan. From the research making chitosan from snail shell it was found that the optimum conditions for the deacetylation process were 160 minutes, the ratio of chitin: NaOH 1:6.5, and a temperature of 95oC with a water content of 2.2%. The chitosan obtained has an ash content of 95.19%, is white, the chitosan formed is 9.98% and the resulting chitosan can be used as a meat ball preservative with a shelf life of 3 days.
Pengaruh Massa Adsorben Blending CaO Dari Cangkang Telur dan Karbon Teraktivasi untuk Adsorpsi Zat Warna Methylene Blue Syarifuddin Oko; Andri Kurniawan; Dewi Angreni
METANA Vol 18, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/metana.v18i2.49376

Abstract

Industri tekstil merupakan salah satu penyebab pencemaran lingkungan akibat zat warna yang digunakan dalam proses pencelupan tekstil. Limbah zat warna yang dihasilkan oleh industri tekstil merupakan senyawa organik non-biodegradable yang dapat mencemari lingkungan terutama pada lingkungan perairan. Methylene blue merupakan salah satu zat organik pencemar yang tidak dapat terurai karena terdapat gugus benzena yang sulit terdegradasi. Cara yang paling mudah untuk mengolah limbah cair industri tekstil adalah dengan cara adsorpsi. Cangkang telur adalah salah satu adsorben yang murah dan mudah didapat, juga adsorben lain yang digunakan adalah karbon aktif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh massa adsorben CaO:C terhadap efisiensi adsorpsi dan penurunan konsentrasi zat warna methylene blue. Cangkang telur terlebih dahulu di kalsinasi menggunakan furnace pada suhu 800oC selama 4 jam. Ukuran cangkang telur dan karbon aktif ialah 100 mesh. Adsorpsi dilakukan dengan rasio CaO:C yaitu 2:8 dan memvariasikan massa adsorben yaitu 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4; 6; 8; 10; 10,5 dan 11 gram. Proses adsorpsi dilakukan selama waktu kontak 60 menit dalam konsentrasi zat warna methylene blue 100 ppm. Hasil penelitian menunjukkan massa adsorben optimum ada pada massa 10 gram dengan konsentrasi akhir methylene blue 0,0139 ppm dan efisiensi adsorpsi 99,9861 %.  Society need for clothing has increased, which results in an increased number of factories in the textile industry. The textile industry is one of the causes of environmental pollution due to dyes used in the textile dyeing process. Dye waste produced by the textile industry is a non-biodegradable organic compound that can pollute the environment, especially in the aquatic environment. Methylene blue is one of the polluting organic substances that cannot decompose because there is a benzene group that is difficult to degrade. The alternative for handling the dye waste of the textile industry is the adsorption. Egg shells used because abundant amounts and are economical, and other adsorbens used are activated carbon. This study was to determine the effect of cao:c adsorben mass on adsorption efficiency and decreased concentration of methylene blue. The egg shell is first calcined using a furnace at a temperature of 800oC for 4 hours. The size of the egg shell and activated carbon is 100 mesh. Adsorption is carried out with a CaO:C ratio of 2:8 and varies the mass of adsorbens which is 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4; 6; 8; 10; 10,5 and 11 grams. The adsorption process is carried out during a contact time of 60 minutes at a concentration of methylene blue 100 ppm. The results showed the optimum adsorbens mass was at 10 grams with reduced the methylene blue concentration to 0,0139 ppm and the adsorption capacity obtained was 99,9861%.
Efektifitas Penyisihan Fosfat Pada Air Limbah Menggunakan Metode Kombinasi Elektrokoagulasi dan Fotokatalis Dengan Kaolin-TiO2 Adhi Setiawan; Lintang Indra Liuqil Mahfudz; Tarikh Azis Ramadani; Siti Muthi’ah; Muhammad Asrul Nizam; Denny Dermawan
METANA Vol 18, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/metana.v18i2.49639

Abstract

Kandungan fosfat pada badan air salah satunya bersumber dari air limbah domestik dan industri. Fosfat yang berlebihan dapat menyebabkan eutrofikasi. Alternatif pengolahan fosfat pada air limbah salah satunya menggunakan kombinasi metode elektrokoagulasi dan fotokatalis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu kontak dan besar tegangan pada metode elektrokoagulasi, pengaruh dosis katalis dan waktu penyinaran pada metode fotokatalis, dan karakteristik katalis komposit kaolin-TiO2. Penyisihan fosfat dilakukan secara batch menggunakan elektrokoagulasi yang dilanjutkan dengan proses fotokatalis. Metode elektrokoagulasi menggunakan elektroda aluminium dengan variasi tegangan 10, 20, dan 30 V, serta waktu kontak 90 dan 120 menit. Metode fotokatalis menggunakan komposit kaolin-TiO2 dan sumber foton lampu UV-C, dengan variasi dosis kaolin-TiO2 yaitu 120, 180, dan 240 mg/L, serta waktu penyinaran 10, 20 dan 30 menit. Komposit kaolin-TiO2 dikarakterisasi menggunakan XRD, FTIR, dan SEM-EDX. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi penyisihan fosfat pada elektrokoagulasi maksimal diperoleh pada kondisi tegangan 30 V dan waktu kontak 120 menit dengan nilai sebesar 87,31%. Nilai maksimum penyisihan parameter fosfat fotokatalis terjadi pada dosis katalis 240 mg/L dengan waktu reaksi 30 menit dengan nilai sebesar 63,33%.  One of the phosphate contents in water bodies is sourced from household and industrial wastewater. Excessive phosphates can cause eutrophication. One alternative of phosphate treatment in wastewater is the combination of electrocoagulation and photocatalytic methods. This study aims to determine the influence of contact time and voltage magnitude on the electrocoagulation method, the effect of catalyst dosing and irradiation time on the photocatalyst method, and the characteristics of kaolin-TiO2 composite catalysts. The electrocoagulation method uses aluminum electrodes with voltage variations of 10, 20, and 30 V, as well as contact times variations of 90 and 120 minutes. The photocatalyst method uses kaolin-TiO2 composite and UV-C lamp photon sources, with dose of kaolin-TiO2 variations of 120, 180, and 240 mg/L, as well as irradiation times variations of 10, 20 and 30 minutes. The kaolin-TiO2 composite is characterized by XRD, FTIR, and SEM-EDX. The results showed that the maximum efficiency of phosphate removal in electrocoagulation was obtained at a voltage of 30 V and a contact time of 120 minutes with a value of 87.31%. The maximum value of photocatalyst phosphate removal occurred at a catalyst dose of 240 mg/L with a reaction time of 30 minutes with a value of 63.33%. 
Ekstraksi Kulit Jeruk Manis Bahan Pewangi Alami Pada Pembuatan Lilin Aromaterapi Muhammad Yerizam; Asyeni Miftahul Jannah; Nabila Rasya; Adelia Rahmayanti
METANA Vol 18, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/metana.v18i2.49707

Abstract

Kulit jeruk manis merupakan limbah yang memiliki nilai jual yang tinggi dan dapat di manfaatkan kembali. kulit  jeruk manis dapat menghasilkan minyak atsiri. Minyak atsiri yang dihasilkan digunakan pada industri kecantikan dan parfum sebagai komponen utama. Komponen – komponen minyak atsiri pada kulit jeruk manis adalah terpen, sesquiterpen, aldehida, ester, dan sterol 3.  Penelitian bertujuan untuk menghasilkan minyak atsiri dari ekstrak kulit jeruk manis agar dapat digunakan sebagai pengganti sintetik pada lilin aromaterapi. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa bubuk kulit jeruk manis. Proses pengambilan minyak dalam kulit jeruk dilakukan dengan metode ekstraksi sokletasi dimana dilakukan dengan variasi waktu ekstraksi selama 1,2 dan 3 jam menggunakan pelarut n-heksana pada suhu 70℃ dan 75℃  dengan rasio bahan baku terhadap pelarut sebesar 1:10.  Pada proses sokletasi ini menghasilkan yield sebesar 39% dengan kadar limonene sebesar 98,70% yang diuji menggunakan metode Analisa Gas Chromatography-Mass Spectometry (GC-MS). Pada penelitian ini juga dilakukan uji organoleptic berupa uji terhadap bau, warna, bentuk, Uji kesukaan terhadap 25 orang responden serta uji titik leleh terhadap lilin aroma terapi dengan menggunakan metode pipa kapiler. Pada Analisa uji organoleptic menunjukkan dengan penambahan 4% konsentrasi ekstrak minyak kulit jeruk manis pada lilin aromaterapi sudah mampu menghasilkan produk lilin dengan bentuk yang tidak retak, patah maupun cacat dann menghasilkan aroma khas jeruk. Pada uji kesukaan yang dilakukan pada 25 orang responden, didapatkan skala nilai hedonic sebesar 3,88 (cukup tertarik). Dari hasil penelitian didapatkan rendemen minyak terbanyak pada waktu 2 jam dengan suhu 75ºC sebanyak 39,5%.    Sweet orange peel is a waste that has a high selling value and can be reused. sweet orange peel can produce essential oil. The essential oil produced is used in the beauty and perfume industry as the main component. The components of essential oil in sweet orange peel are terpenes, sesquiterpenes, aldehydes, esters, and sterols 3.  The study aimed to produce essential oil from sweet orange peel extract so that it can be used as a synthetic substitute for aromatherapy candles. The raw material used in this study was sweet orange peel powder. The process of extracting the oil in the orange peel was carried out by sokletation extraction method where it was carried out with a variation of extraction time for 1, 2 and 3 hours using n-hexane solvent at 70 ℃ and 75 ℃ with a ratio of raw materials to solvent of 1:10.  This sokletation process produced a yield of 39% with a limonene content of 98.70% which was tested using the Gas Chromatography-Mass Spectometry (GC-MS) analysis method. In this study, organoleptic tests were also carried out in the form of tests on odor, color, shape, preference tests on 25 respondents and melting point tests on aroma therapy candles using the capillary pipe method. The organoleptic test analysis showed that the addition of 4% concentration of sweet orange peel oil extract to aromatherapy candles was able to produce wax products with a shape that was not cracked, broken or deformed and produced a distinctive citrus aroma. In the favorability test conducted on 25 respondents, a hedonic value scale of 3.88 (quite interested) was obtained. From the results of the study, the highest oil yield was obtained at 2 hours with a temperature of 75ºC as much as 39.5%. 
Pengaruh Variasi Organic Loading Rate Limbah Buah Jeruk Terhadap Konversi Biohidrogen pada Reaktor Kontinyu Sirkulasi Nazarruddin Sinaga; Muhammad Farizan Praevia
METANA Vol 18, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/metana.v18i2.46418

Abstract

Salah satu energi alternatif terbarukan saat ini yang sedang dikembangkan untuk mengganti bahan bakar fosil adalah biohidrogen. Biohidrogen dapat diperoleh dari hasil fermentasi limbah biomassa berupa limbah jeruk. Jeruk mengandung senyawa yang dapat diolah untuk menghasilkan hidrogen melalui fermentasi anearob. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi Organic Loading Rate limbah buah jeruk yang diumpankan setiap harinya ke dalam biodigester terhadap produksi gas hidrogen yang dihasilkan. Gas hidrogen merupakan suatu senyawa yang memilki potensi yang cukup menjanjikan sebagai salah satu sumber energi untuk di masa depan. Energi dari hasil kalor pembakaran hidrogen ini mencapai 120,1 MJ/Kg, dimana angka ini bahkan hampir tiga kali lipat lebih besar dari energi yang dihasilkan pembakaran gasoline. Variasi Organic Loading Rate yang digunakan pada penelitian ini adalah 2,25 L/hari dan 2,75 L/hari. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh organic loading rate terhadap produksi biohidrogen. Semakin besar OLR maka semakin besar gas hidrogen yang terbentuk. Hasil gas hidrogen yang diperoleh yaitu sebesar 11,728 %. Konversi limbah biomassa menjadi gas hidrogen dinilai mendukung konsep Waste to Energy pemerintah dan menjadi salah satu solusi energi alternatif di Indonesia. Gas hidrogen selanjutnya dapat dikonversi menjadi panas dan listrik.   One of kinds of renewable alternative energy source that can be developed to substitute fossil fuels is biohydrogen. Biohydrogen is obtained from the fermentation of biomass, orange waste. Oranges contain compounds that can be treated to produce hydrogen through anaerob fermentation. This research aims to determine the effect of organic rate’s variation of oranges that inputted per day to the biodigester. Organic loading rate that been used in this research were 2,25 L/day and 2,75 L/day. The results show that the influence of organic loading rate to biohydrogen production. The results reveal that the higher the OLR is, the more hydrogen is produced. The production of hydrogen on OLR 2.75 L is higher than OLR 2.25 L. The hydrogen production’s concentration is 11.728 %. The conversion of biomass waste into hydrogen gas is considered to support Indonesia governments about Waste to Energy concept and become one of the alternative energy solutions in Indonesia. Hydrogen gas can then be converted into heat and electricity.
Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Klorida terhadap Sifat Bahan Magnetik Pasir Besi Pantai Muara Kencan Ricka Prasdiantika; Niyar Candra Agustin; Shintawati Dyah Purwaningrum
METANA Vol 18, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/metana.v18i2.47483

Abstract

Besi banyak digunakan pada berbagai bidang seperti konstruksi, industri semen, dan industri baja, sehingga kebutuhan bahan baku besi semakin meningkat. Besi di alam banyak ditemukan pada pasir besi. Pasir besi masih banyak mengandung pengotor sehingga dibutuhkan treatment seperti dicuci dengan larutan asam untuk mengurangi komposisi pengotor, meningkatkan komposisi besi, dan meningkatkan kristalinitas. Penggunaan larutan asam pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan berkurangnya kandungan besi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari konsentrasi larutan asam klorida terhadap sifat dari bahan magnetik pasir besi. Sampel berasal dari Pantai Muara Kencan Kabupaten Kendal. Bahan magnetik dicuci dengan akuades dan larutan asam klorida dengan konsentrasi yaitu 0,5; 1; 2; dan 4 M dalam sonikator selama 30 menit. Karakterisasi bahan dilakukan menggunakan X-Ray Difraktometer untuk mengidentifikasi kristalinitas dan ukuran kristal, Fourier Transform Infrared Spectrophotometer untuk mengidentifikasi gugus fungsional, dan X-Ray Fluoresence untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang terkandung dalam bahan. Hasil karakterisasi menggunakan XRD dan spektofotometer menunjukkan bahwa pencucian bahan magnetik dengan larutan asam klorida pada berbagai konsentrasi tidak mengubah jenis oksida besinya yang berupa magnetit. Hasil dari karakterisasi menggunakan XRF menunjukkan pencucian bahan magnetik dengan larutan asam klorida pada berbagai konsentrasi mampu meningkatkan komposisi dari unsur Fe. Kondisi optimum terjadi pada pencucian dengan konsentrasi larutan asam klorida 1 M yang menghasilkan kristalinitas sebesar 78,23% dan komposisi unsur Fe sebesar 82,69%. Iron was used in various fields such as construction, cement industry, and steel industry, so the need for iron raw bahans was increasing. Iron in nature was found in iron sand. The iron sand was washed with acid solution to reduced the impurity composition, increase the iron composition, and increase the crystallinity of the bahan. The used of acidic solutions at high concentrations can lead to reduced iron content. This study aims to determine the effect of the concentration of hydrochloric acid solution on the properties of the iron sand magnetic bahan. The sample came from Muara Kencan Beach, Kendal Regency. Magnetic bahan was washed with distilled water and HCl solution with a concentration of 0.5; 1; 2; and 4 M in a sonicator for 30 min. Bahan characterization was carried out using X-Ray Diffractometer to identify crystallinity and crystal size, Fourier Transform Infrared Spectrophotometer to identify functional groups, and X-Ray Fluorescence to identify elements contained in the bahan. The results of FTIR and XRD characterization showed that washing of magnetic bahan with HCl solution at various concentrations did not change the type of iron oxide in the form of magnetite. The results of XRF characterization showed that washing of magnetic bahan with HCl solution at various concentrations was able to increase the composition of the Fe element. Optimum conditions occurred in washing with a concentration of 1 M HCl solution which resulted in crystallinity of 78.23% and elemental composition of 82.69% Fe.
Pembuatan Briket Arang Dari Kombinasi Bonggol Jagung Dan Tempurung Kelapa Dengan Polyvinyl Acetate (PVAc) sebagai Perekat Asmaa Mufiida Rachma; Edy Supriyo
METANA Vol 18, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/metana.v18i2.49325

Abstract

Kebutuhan bahan bakar di Indonesia semakin lama semakin meningkat dikarenakan aktivitas masyarakat yang juga semakin meningkat. Akibatnya bahan bakar yang tidak terbarukan semakin menipis dan menjadi ancaman serius bagi masyarakat. Salah satu energi alternatif yang dapat dilakukan adalah penggunaan biomassa. Biomassa ini dapat mengatasi kelangkaan bahan bakar fosil karena ketersediaan bahan yang melimpah di Indonesia. Limbah pertanian digunakan sebagai bahan bakar alternatif karena melimpah dan tidak dimanfaatkan secara optimal. Tempurung kelapa dan bonggol jagung merupakan contoh dari limbah padat pertanian yang tiap tahunnya bertambah produksinya. Maka dari itu kedua bahan tersebut digunakan sebagai bahan alternatif pembuatan briket arang pengganti bahan bakar fosil. Briket arang merupakan bahan bakar berbentuk padat yang mengandung karbon, menyala dalam waktu yang cukup lama, serta memiliki nilai kalor yang tinggi. Tempurung kelapa dan bonggol jagung diolah menjadi arang dan ditambah pengikat serta dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk dijadikan briket. Perekat yang digunakan adalah perekat PVAc (Polyvinyl Acetate). Penelitian ini menggunakan metode factorial design dengan 8 percobaan dan variasi suhu yang digunakan 400oC dan 500oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi briket yang terbaik adalah variasi 10 gram tempurung kelapa dan 8 gram bonggol jagung dengan suhu karbonisasi 500oC, briket ini memiliki nilai kalor 7220,12 Cal/g, kadar abu 7,913%, dan kadar air 7,1%.   The need for fuel in Indonesia is increasing over time due to increasing community activities. As a result, non-renewable fuels are running low and become a serious threat to society. One alternative energy that can be done is the use of biomass. This biomass can overcome the scarcity of fossil fuels due to the availability of abundant materials in Indonesia. Agricultural waste is used as an alternative fuel because it is abundant and not used optimally. Coconut shells and corn cobs are examples of agricultural solid wastes which increase in production every year. Therefore, these two materials are used as alternative materials for making charcoal briquettes to replace fossil fuels. Charcoal briquettes are solid fuels that contain carbon, burn for a long time, and have a high calorific value. Coconut shells and corn cobs are processed into charcoal and added with binders and further processing is carried out to make briquettes. The adhesive used is PVAc (Polyvinyl Acetate) adhesive. This study used the factorial design method with 8 experiments and the temperature variations used were 400oC and 500oC. The results showed that the best variation of briquettes was the variation of 10 grams of coconut shell and 8 grams of corn cobs with a carbonization temperature of 500oC, these briquettes had a calorific value of 7220.12 Cal/g, ash content of 7.913%, and water content of 7.1%.