cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana
ISSN : -     EISSN : 25976893     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana merupakan jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, dengan durasi 4 (empat) kali dalam setahun, pada Bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana menjadi sarana publikasi artikel hasil temuan Penelitian orisinal atau artikel analisis. Bahasa yang digunakan jurnal adalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ruang lingkup tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu hukum Yang mencakup Bidang Hukum Pidana.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 2: November 2017" : 20 Documents clear
PELAKSANAAN INTEROGASI TERHADAP ANGGOTA POLRI BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM ACARA PIDANA Heri Sudana Wijaya; M. Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.372 KB)

Abstract

Pasal 13 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa, dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan, setiap petugas Polri dilarang melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan. Namun, beberapa kegiatan penyidikan, telah dilaporkan kepada Bid. Propam Polda Aceh terkait adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menjelaskan tindakan yang dapat dilakukan bila terjadi penyimpangan terhadap proses interogasi serta untuk mengetahui dan menjelaskan upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan jika terjadi penyimpangan dalam proses interogasi. Perolehan data dalam penulisan artikel ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang bersifat teoritis. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan yang dapat dilakukan bila terjadi penyimpangan pada proses interogasi merupakan kewenangan Bid. Propam Polda Aceh untuk melakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP),  kemudian diteruskan kepada JPU, dan disidangkan di pengadilan. Namun pada prakteknya pelaku kekerasan (penyidik) dalam penyidikan terhadap tersangka selama ini tidak tersentuh hukum karena adanya perlindungan, baik dari atasan langsung maupun institusi Polri. Hal ini terbukti dari tiadanya kasus kekerasan dalam penyidikan yang diajukan ke komisi Kode Etik. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan korban jika terjadinya penganiayaan saat interogasi, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum dijelaskan prosedur untuk melaporkan oknum polisi yang melakukan penganiayaan, namun pada prakteknya korban sulit untuk menaikkan kasus tersebut ke Bid. Propam Polda Aceh, karena ada rasa melindungi institusi sendiri oleh kepolisian, sehingga terkadang kasus tersebut hanya diam ditempat. Sehingga korban terkadang memilih diam saja dan memberikan keterangan palsu yang membuat dirinya mengaku bersalah agar tidak terus dipukuli, dengan maksud agar memberikan keterangan yang sebenarnya. Diharapkan agar tindakan upaya paksa, penangkapan dan/atau penahanan dilakukan jika tidak ada lagi upaya lain yang dapat digunakan untuk mengatasi kondisi yang sedang dihadapi guna kepentingan pemeriksaan. Kepada para penegak hukum harus lebih tegas dan bijaksana dalam menanggapi persoalan ini.
TINDAK PIDANA PENADAHAN MESIN GENSET Arum Dipoyantie; Ida Keumala Jeumpa
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.502 KB)

Abstract

Pasal 480 ayat  (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa penadahan itu Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, meyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya. harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan  penadahan dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyak Rp. 900,- akan tetapi masih banyak terdapat kasus tindak pidana penadahan, khususnya terhadap penadahan mesin ginset. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan proses hukum terhadap pelaku penadahan mesin genset, untuk menjelaskan faktor penyebab seseorang melakukan penadahan terhadap mesin genset dan untuk mengetahui hambatan yang dialami oleh penyidik dalam proses penyelesaian tindak pidana penadahan mesin genset. Metode yang dilakukan menggunakan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku-buku teks, peraturan perundang-undangan. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya tindak pidana penadahan ialah tergiur pada harga yang ditawarkan lebih murah, transaksi nya sangat mudah karena pelaku dekat dengan pencuri, serta pelaku juga membutuhkan mesin genset. Hambatan dalam penanganan dan penyelesaian tindak pidana penadahan sulitnya dilakukan pembuktian terhadap barang tersebut. Disarankan kepada pihak berwajib hendaknya dapat bekerja sama dengan masyarakat agar waspada terhadap penadah dan menganjurkan masyarakat melaporkan kepada kepolisian jika ada aktifitas yang mencurigakan, dalam rangka penanggulangan tindak pidana penadahan mesin genset upaya yang diambil oleh satuan reserse kriminal kepolisian Polresta Banda Aceh yaitu peranan kepolisian secara preventif dan secara represif, serta diperlukan adanya kerjasama yang erat antara aparat penegak hukum (kepolisian), masyarakat dan instansi pemerintah lainnya, sehingga memberikan kemudahan bagi pihak kepolisian dalam rangka menemukan dan membuat jelas adanya kejahatan.
PENJATUHAN PIDANA DENDA TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS DI WILAYAH PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH Sandy Afriansyah; Tarmizi Tarmizi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.448 KB)

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana penjatuhan pidana denda terhadap pelanggaran lalu lintas di wilayah Pengadilan Negeri Banda Aceh, dan untuk menjelaskan hambatan-hambatan dalam penjatuhan hukuman badan (pidana penjara atau kurungan) terhadap pelanggaran lalu lintas di wilayah Pengadilan Negeri Banda Aceh. Data dalam penulisan artikel ini, dilakukan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan menghasilkan data sekunder, yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku, peraturan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian sebelumnya, sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan melakukan wawancara terhadap responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjatuhan pidana denda perkara pelanggaran lalu lintas yang disidangkan di Pengadilan Negeri Banda Aceh tetap dilaksanakan sesuai dengan prosedur KUHAP. Adanya tabel tilang yang dibuat dengan kordinasi antara Pengadilan, Kejaksaan dan kepolisian, dasar hukum berlakunya penetapan tabel tilang tersebut adalah dari SEMA Nomor 4 Tahun 1993 yang melihat kondisi sosial ekonomi suatu daerah. Penjatuhan hukuman bandan (penjara atau kurungan) terhadap pelanggaran lalu lintas belum pernah terjadi di Pengadilan Negeri Banda Aceh. Hal ini terjadi karena para terdakwa masih sanggup untuk membayar denda yang dijatuhkan oleh hakim. Disarankan Agar hakim memberikan penerangan kepada para terdakwa pelanggaran lalu lintas yang dilakukan secara persuasif dan terus menerus agar terdakwa ataupun masyarakat paham dan taat kepada hukum khususnya peraturan lalu lintas, kedepannya hakim perlu memberikan sanksi pidana dengan ancaman pidana denda maksimal yang memberikan efek jera kepada para terdakwa pelanggaran lalu lintas.
TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PENYEBAB ANAK MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA Adji Abdillah; Nurhafifah Nurhafifah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.846 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan faktor yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, upaya dan hambatan dalam menanggulangi anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Dalam penulisan artikel ini, dilakukan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan menghasilkan data sekunder, yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku, peraturan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian sebelumnya, sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan melakukan wawancara dengan responden dan informan. Pengambilan sampel yang dilakukan secara purposive sampling. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana adalah faktor emosi, faktor agama, faktor keluarga dan faktor lingkungan. Upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan perhatian dengan baik terhadap anak dengan memberikan pembinaan terhadap anak baik melalui ilmu agama serta pengawasan orang tua terhadap pergaulan anak. Bentuk Perlindungan hukum yang dilakukan yaitu dengan tetap memperhatikan hak-hak anak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun  2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Disarankan kepada para penegak hukum, masyarakat maupun pemerintah untuk dapat berkontribusi aktif dalam mengurangi tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan cara memberikan penyuluhan-penyuluhan hukum dan kegiatan-kegiatan yang terkait untuk membina pendidikan dan moral anak.
TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHHADAP ANAK Muhammad Arga Ginting; Tarmizi Tarmizi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.562 KB)

Abstract

Pasal 76D Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak ditentukan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”.Mengenai pemidanaannya di atur dalam Pasal 81 (1)“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Namun dalam kenyataannya masih banyak terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak di dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh. Tujuan dari penelitian untuk menjelaskan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dan upaya penyelesaian terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak. Data dalam penulisan artikel ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data sekunder didapatkan dengan cara membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel dan bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan  informan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak adalah adanya peluang untuk melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak, faktor ekonomi, faktor kurangnya pendidikan agama, faktor kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak.Upaya penyelesaian terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak, adalah penyelesaian secara kekeluargaan, dan penyelesaian melaui jalur hukum. Disarankan kepada orangtua, guru serta masyarakat agar lebih meningkatkan kewaspadaan serta lebih peduli dalam mengawasi kegiatan-kegiatan anak, dan memberikan penjelasan kepada anak agar berhati-hati terhadap orang asing. Disarankan kepada semua pihak yang terkait, baik kepolisian dan badan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak agar lebih sering memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya kekerasan seksual terhadap anak. Disarankan kepada hakim supaya menjatuhkan pidana yang seberat-beratnya terhadap pelaku dan menjamin diberikannya perlindungan hukum terhadap korban sesuai yang telah dicantumkan dalam perundang-undangan.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN MENYAMPAIKAN INFORMASI PALSU YANG MEMBAHAYAKAN PENERBANGAN Lidia Indiriani Siburian; Adi Hermansyah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.817 KB)

Abstract

Dalam Pasal 437 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ditentukan bahwa “Setiap orang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun”. Pada implementasinya penerapan sanksi pidana tersebut belum diterapkan. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan tentang faktor penyebab seseorang menyampaikan informasi palsu, pertanggungjawaban pidana seseorang yang menyampaikan informasi palsu serta kendala dalam upaya pertanggungjawaban pidana terhadap perbuatan menyampaikan informasi palsu yang membahayakan penerbangan. Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis yaitu mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, surat kabar, tulisan ilmiah, dan literatur-literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas sedangkan penelitian lapangan digunakan untuk memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa faktor penyebab seseorang menyampaikan informasi palsu yaitu faktor yang bersumber dari masyarakat sendiri, faktor yang bersumber dari luar masyarakat. Pertanggungjawaban pidana terhadap menyampaikan informasi palsu dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun namun pada prinsip penerapannya dikenakan sanksi adminitratif atau perdata berdasarkan perbuatan yang telah dilakukan. Kendala yang dihadapi dalam upaya penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ketidakfahaman tentang adanya suatu aturan, masyarakat bersifat apatis. Serta upaya yang dilakukan dalam pertanggungjawaban pidana yaitu dengan cara melakukan sosialisasi, himbauan, menciptakan budaya taat hukum, serta penegakan hukum sebagai upaya untuk menciptakan kesadaran hukum masyarakat agar terciptanya kepatuhan. Disarankan kepada masyarakat agar mendukung pemerintah demi efektifitas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Kepada pihak maskapai penerbangan agar tegas dalam memberikan sanksi terhadap pelaku serta kepada Kementrian Perhubungan agar mencantumkan pasal yang terkait dengan informasi palsu kedalam setiap tiket penumpang untuk meminimalisir terjadinya penyampaian informasi palsu yang membahayakan penerbangan.
TINDAK PIDANA MENJUAL BARANG DAGANGAN YANG TIDAK SESUAI TIMBANGAN Hasyimi Pradana; Ainal Hadi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.87 KB)

Abstract

Pasal 30 Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal menyebutkan: Dilarang menjual, menawarkan untuk dibeli, atau memperdagangkan dengan cara apapun juga, semua barang menurut ukuran, takaran, timbangan atau jumlah selain menurut ukuran yang sebenarnya, isi bersih, berat bersih atau jumlah yang sebenarnya. Dimana ketentuan pidananya dicantumkan dalam Pasal 32 ayat (2)  dengan Undang-Undang yang sama berbunyi: barangsiapa melakukan perbuatan yang tercantum dalam Pasal 30 dan Pasal 31 Undang-undang ini dipidana penjara selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya  Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Namun dalam kenyataannya masih ada pedagang yang menjual barang dagangan yang tidak sesuai dengan timbangan dengan berbagai modus operandi di pasar teblang Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah Untuk menjelaskan faktor penyebab pedagang menjual dagangan yang tidak sesuai timbangan, untuk menjelaskan modus operandi yang dilakukan pedagang terhadap timbangan, untuk menjelaskan upaya yang dilakukan untuk penanggulangan terhadap pedagang yang mengubah timbangan. Untuk mendapatkan hasil penelitian ini, maka digunakan penelitian perpustakaan (library research) yaitu, didapat dari mempelajari buku-buku, pendapat para sarjana, dan peraturan perundang-undangan. dan data primer didapat dari penelitian lapangan (field research) yaitu, didapat dengan cara mewawancarai responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian, faktor penyebab pedagang melakukan penyalahgunaan timbangan yaitu, faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor kurangnya pengawasan pemerintah, serta faktor pendidikan. Modus operandi yang dilakukan oleh pedagang, menempelkan magnet pada timbangan, menempelkan besi pada timbangan, mengubah posisi tuas timbangan, dan barang yang di jual tidak ditimbang di depan pembeli. Upaya penanggulang yang dilakukan yaitu, upaya preventif, menghimbau masyarakat agar melapor ke Disperindagkop apabila mengetahui pedagang melakukan penyalahgunaan timbangan, melakukan sosialisasi, melakukan inspeksi mendadak, dan penyitaan timbangan, upaya represifnya , memberi “denda” (sanksi denda ini tidak diatur di dalam undang-undang) terhadap pedagang yang melakukan penyalahgunaan timbangan. Disarankan kepada pembeli harus pintar, cermat, dan teliti dalam membeli barang dagangan. Disperindagkop harus sering inspeksi mendadak (sidak) ke pasar, dan Disperindagkop harus memperoses pedagang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
INTENSITAS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DIKAITKAN DENGAN JENIS NARKOTIKA YANG DISALAHGUNAKAN Ridha Agusyani; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.67 KB)

Abstract

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaiman intensitas penyalahgunaan narkotika, jenis-jenis narkotika yang disalahgunakan, penyebab narkoba jenis sabu lebih banyak dipergunakan daripada ganja serta Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan dalam menanggulangi yang menyalahgunakan narkotika. Pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan penelitian kepustakaan (library research) yaitu memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan masalah yang dibahas kemudian penelitian lapangan (field reaserch) yaitu metode data primer melalui wawancara responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas penyalahgunaan narkotika saat ini semakin menunjukkan eksistentinya dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peredaran narkoba di wilayah pidie itu sudah sangat mengkhawatirkan, karena tidak hanya menyasar masyarakat umum tapi juga sudah merambah secara luas ke anak-anak dan siswa sekolah. Dari sekian banyak jenis narkotika yang beredar saat ini, yang lagi tren yakni sabu-sabu di kalangan pemakai, selanjutnya ganja dan jenis narkoba lainnya, hal ini disebabkan sabu-sabu lebih mudah dipakai dan untuk mendapatkannya juga mudah. Upaya penanggulangan yang dilakukan adalah upaya preventif dengan memberi penyuluhan bahayanya narkotika kepada masyarakat luas dan sekolah kemudian upaya represif dengan memutus peredaran gelap, mengungkap jaringan sindikat narkotika,mengungkap motivasi narkotika, memberi sanksi pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Disarankan untuk meningkatkan dan tidak berhenti dalam upaya penanggulangan narkotika, untuk keluarga yang mengetahui anggota keluarganya menggunakan narkotika bukan sebagai pengedar agar menyerahkan anggota keluarganya secara baik-baik kepihak yang berwenang, bagi Unit Pelaksanaan Teknis baik lapas atau rutan agar memberikan pembinaan dan bekal pengetahuan ketrampilan.
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI STABAT NOMOR 651/PID.SUS/2015/PN.STB TENTANG PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI Ahmad Reza; Mukhlis Mukhlis
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.005 KB)

Abstract

Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Dalam Pasal 40 ayat (2) ditegaskan barang siapa melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dimaksud, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Namun di Pengadilan Negeri Stabat berdasarkan putusan Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN STB menerapkan pidana penjara 2 (dua) bulan dan denda sebesar Rp. 5.000.000.- (lima juta rupiah) terhadap Terdakwa yang memperniagakan 12 (dua belas) paruh burung rangkong. Penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat memutuskan Putusan Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN STB terhadap Terdakwa perdagangan satwa liar yang dilindungi tidak sesuai dengan fakta di persidangan dan pencapaian tujuan hukum, yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum dalam masyarakat terhadap pemberian Putusan Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN STB. Penelitian ini bersifat normatif dengan pendekatan studi kasus. Data yang digunakan yakni data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dengan menelaah peraturan perundang-undangan, putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN STB, buku-buku dan lain sebagainya. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan cara content of analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Majelis hakim memutuskan putusan terhadap Terdakwa perdagangan satwa liar yang dilindungi tidak sesuai dengan fakta di persidangan, yaitu fakta di persidangan terbukti berdasarkan alat bukti keterangan saksi dan keterangan Terdakwa membuktikan bahwa Terdakwa tidak hanya memperdagangkan paruh burung rangkong, akan tetapi Terdakwa juga terlibat dalam memburu burung rangkong. Penerapan pidana berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN STB belum sepenuhnya terpenuhi tujuan hukum, yaitu keadilan dan kemanfaatan hukum dalam masyarakat. Tujuan hukum berupa kepastian hukum kiranya telah terpenuhi. Disarankan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat agar menerapkan hukuman pidana maksimal terhadap pelaku perdagangan satwa liar yang dilindungi. Disarankan kepada pemerintah agar melakukan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan mencantumkan substanti hukuman pidana minimal.
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN BERAT OLEH PERADILAN ADAT Muhammad Novriansyah; Ida Keumala Jeumpa
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.457 KB)

Abstract

Pasal 13 Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat menegaskan bahwa ada 18 jenis perkara yang diselesaikan oleh peradilan adat gampong. Terhadap perkara penganiayaan berat tidak disebutkan atau tidak dijelaskan dalam Pasal 13 Qanun Nomor 9 Tahun 2008  tersebut, namun dalam kenyataannya penyelesaian tindak pidana penganiayaan berat ada yang diselesaikan oleh peradilan adat gampong. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab penyelesaian tindak pidana penganiayaan berat dilakukan oleh peradilan adat, menjelaskan prosedur penyelesaian tindak pidana penganiayaan berat oleh peradilan adat dan akibat hukum dari penyelesaian tindak pidana penganiayaan berat oleh peradilan adat. Data penulisan artikel ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan lapangan. Data sekunder dilakukan dengan cara membaca peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan bahan-bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini, dan penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab dilakukan penyelesaian tindak pidana penganiayaan berat oleh peradilan adat adalah karena biayanya murah, penyelesaiannya cepat tidak berlarut-larut dan kedua belah pihak tidak keberatan diselesaikan secara adat. Prosedur penyelesaian secara adat dilakukan dengan diawali masuknya perkara ke kepolisan lalu pihak kepolisian menyarankan penyelesaiannya secara adat, dan dilain waktu geuchik meminta kepada pihak korban untuk penyelesaian secara adat agar penyelesiannya dilakukan dengan cara musyawarah bersama. Akibat hukum dari penyelesaian oleh peradilan adat adalah bahwa mempunyai kekuatan mengikat bagi kedua belah pihak dan tidak adanya yang membawa ke pengadilan. Diharapkan kepada perangkat adat gampong agar mampu memberikan pertimbangan yang adil bagi kedua belah pihak. Dan kepada Majelis Adat Aceh agar meningkatkan sosialisasi kepada perangkat gampong tentang tata cara penyelesaian perkara pidana oleh peradilan adat sehingga proses penyelesaian secara adat yang adil dan akuntabel.

Page 1 of 2 | Total Record : 20