cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara
ISSN : 25023896     EISSN : 25812254     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 123 Documents
Tafsir Sosial Media di Indonesia Fadhli Lukman
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Asosiasi Ilmu Alqur'an dan Tafsir se-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5965.996 KB) | DOI: 10.32495/nun.v2i2.59

Abstract

The history of contemporary exegesis sees the integration between the Quran and exegesis and social media. A statistic shows the low reading rates of Indonesians while the reading activity is dominated by social media. It leads to an assumption that the social media exegesis is the one people read nowadays. This paper takes this phenomena into account within two main concerns: (1) how is the different ways people use their social media account for the Quran related content, and (2) how is the notion of the social media exegesis as a contemporary exegesis? The article ends to the conclusion that there are at least three different shapes of the social media exegesis: textual, contextual, and tafsīr `ilmī. It marks the rise of semantic function of the Quran among the people and the shift of authority of exegesis. There are three causes for it: the platform of social media, the availability of the Quran translation, and the paradigm of al-rujū` ilā al-qur`ān wa al-sunnah.
STRUKTUR CINCIN DALAM AL-QUR’AN (Perspektif Orientalis - Nicolai Sinai) Anis Tilawati
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara Vol 4, No 2 (2018)
Publisher : Asosiasi Ilmu Alqur'an dan Tafsir se-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (876.948 KB) | DOI: 10.32495/nun.v4i2.67

Abstract

Sejak al-Qur’an diturunkan hingga dewasa ini, kajian tentang susunan bahasa al-Qur’an masih terus menjadi bahan diskusi yang menarik. Salah satu hasil diskusi tersebut adalah dari kalangan ilmuwan modern yang belakangan menemukan sebuah struktur al-Qur’an dengan sebutan ring structure. Struktur ini dipopulerkan oleh Raymond Farrin dan Michel Cuypers melalui karya mereka yang kemudian direview oleh seorang orientalis bernama Nicolai Sinai. Ring Structure atau struktur cincin di sini merupakan sebuah struktur al-Qur’an yang dibangun atas susunan koherensi ayat dan surah yang membentuk lingkaran dengan inti di tengahnya sebagaimana bentuk cincin. Sinai melakukan kritik atas teori struktur cincin al-Qur’an yang ditawarkan Farrin dan Cuypers melalui sebuah artikel review. Penulis dalam hal ini mencoba menganalisa pemikiran Sinai dalam kritiknya tersebut, dengan kata lain penulis menggunakan metode explanatory analysis dalam tulisan ini. Hasil temuannya adalah bahwa Nicolai Sinai menganggap struktur cincin al-Qur’an yang mereka tawarkan terlalu berlebihan karena ia menemukan beberapakali Cuypers ataupun Farrin kehilangan dalam analisanya. Tidak hanya sebatas mengkritik, tetapi kemudian Sinai menawarkan sebuah struktur al-Qur’an yang menurutnya lebih sesuai dibandingkan dengan ring structure. Sinai juga mencoba mengaplikasikan struktur al-Qur’an tersebut pada beberapa ayat dan surah dalam al-Qur’an, salah satunya pada surah An-Najm.
Indonesia Modern Sebagai Konteks Penafsiran: Telaah Metodologi Penafsiran Alquran Nurcholish Madjid (1939-2005) Muh Tasrif
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Asosiasi Ilmu Alqur'an dan Tafsir se-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (447.459 KB) | DOI: 10.32495/nun.v2i2.60

Abstract

Nurcholish Madjid (1939—2005) merupakan seorang pemikir neo-modernis Muslim terkemuka dan berpengaruh di Indonesia. Dalam membangun pemikirannya, ia menekankan perlunya kembali kepada Alquran dan hadis sebagai metodologinya. Namun demikian, pemikirannya sering menimbulkan kontroversidi kalangan umat Islam Indonesia. Untuk itulah, pemikiran Nurcholish yang didasarkan kepada ayat-ayat Alquran —patut diduga—menyiratkan metodologi penafsiran yang berbeda dengan para pemikir lainnya. Dalam artikel ini, penulis berupaya merekonstruksi struktur metodologi penafsiran Alquran Nurcholish, posisinya dalam keilmuan tafsir, dan manfaatnya bagi pengembangan tafsir di Indonesia. Dalam kajian ini, penulis menemukan bahwa struktur bangun metodologi penafsiran Alquran Nurcholish bersifat eklektik: memanfaatkan pendekatan tekstual yang sudah mapan dalam metodologi penafsiran kaum  Sunni dan pendekatan kontekstual yang digagas oleh banyak pemikir pembaruan pada era modern.
TULANG SULBI DALAM TINJAUAN TAFSIR DAN OSTEOLOGI Nirwana Dewi; Afrizal Nur
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara Vol 4, No 2 (2018)
Publisher : Asosiasi Ilmu Alqur'an dan Tafsir se-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1407.281 KB) | DOI: 10.32495/nun.v4i2.68

Abstract

Tulang sulbi mempunyai keistimewaan dan keajaiban, yaitu tentang kebenaran tulang sulbi yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an (yakhruju min bain ash-Sulbi wa at-Tharā’ib), Al-Qur’an Surat. Ath-Thariq [86]:7, dan hadits Nabi Muhammad SAW 1400 tahun silam, serta penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan tentang fakta tulang sulbi tersebut. Dilihat dari sisi anatomi tubuh manusia, ash-Shulbi wa at-Tarā’ib (tulang punggung dan tulang dada) ini mencakup tulang belakang yang terdiri dari 7 tulang belakang leher, 12 tulang dada, 5 tulang lumbar, 5 tulang ekor, dan 5 tulang pinggul. As-Solb (tulang sulbi) dimulai dari pundak.Tulang sulbi adalah: tulang belakang dada + tulang lumbar + pangkal punggung, setara: 12+5+5= 22 tulang belakang. Adapun at-Tarā’ib bukan merupakan tulang rusuk dada sebagaimana diketahui pada umumnya, melainkan pengkhususan, 4 tulang rusuk dari bagian kanan dada, 4 tulang rusuk dari bagian kiri dada yang mengikuti tulang selangka ditempat pemakaian kalung. Kemudian yang paling menarik adalah, tulang sulbi mempunyai keistimewaan dan keajaiban, yaitu tentang kebenaran tulang sulbi yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan yang telah disabdakan Nabi Muhammad SAW di dalam hadits, serta penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan tentang fakta tulang sulbi tersebut.
Tafsir Alternatif Non- Homofobik AL-Razi Terhadap Ayat-Ayat ‘Terkait’ Sejarah Homoseksualitas Dalam Alquran Muhammad Dluha Lutfillah
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Asosiasi Ilmu Alqur'an dan Tafsir se-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.033 KB) | DOI: 10.32495/nun.v2i2.61

Abstract

Artikel ini hanya ingin membawa satu dari dua tafsir al-Razi terhadap al-A’raf (7):80 dan al-‘Ankabut (29):28—dua ayat Alquran yang dipahami berbicara tentang homoseksualitas, ke permukaan dan mengelaborasi kekuatan argumennya dari sisi linguistik dan sastra. Tafsir ini kemudian saya sebut tafsiralternatif al-Razi terhadap isu tersebut. Tafsir ini memungkinkan adanya homoseksualitas di era-era sebelum masa hidup Nabi Luth. Dengan kata lain, tafsir ini tidak berusaha menolak (kemungkinan) homoseksualitas di masa awal sejarah, dan oleh karenanya, eksistensi historis homoseksualitas. Karakter tafsir semacam inilah yang membuat saya menyebutnya tafsir nonhomofobik terhadap ayat-ayat (yang dianggap berbicara tentang) sejarah homoseksualitas. Tujuan kedua artikel ini adalah menguji kekuatan argumen tafsir alternatif non-homofobik ini dari sisi linguistik dan sastra—yang terakhir ini terbatas pada aspek sastra kisah dalam Alquran, mengingat dua ayat tersebut adalah bagian dari kisah. Elaborasi ini memusatkan diri pada tiga kata yang sama-sama ada dalam dua ayat tersebut; sabaqa (mendahului),bi (dengan—makna asal), fahisyah (yang buruk). Dari sisi linguistik, penggunaan kata sabaqa yang menggunakan bi sebagai penghubungnya dengan objek berupa kata sifat jarang sekali (untuk tidak mengatakan tidak pernah) dilakukan oleh masyarakat pengguna Bahasa Arab. Oleh karena itu, pemaknaannya tidak bisa disamakan, atau dengan kata lain, harus ditakwilkan. Hasil takwilfrasa ini menyamakan makna bi (yang asalnya bermakna dengan)dengan fi (yang bermakna dalam)—penggunaan umum dalam masyarakat pengguna Bahasa Arab. Pemaknaan utuhnya tidak mengarah pada “mengawali” seperti umumnya makna sabaqa, tapi “melebihi”. Dari sisi sastra, Alquran kelihatan ingin seolaholah mencela homoseksualitas dengan memutus akar historisnya dengan sejarah manusia, mengatakannya tidak setua sejarah manusia. Karena hanya seolah-olah, Alquran tidak melakukanitu. Ia ingin mengatakan bahwa perilaku homoseksualitas yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth sudah keterlaluan, dan oleh karenanya harus dihentikan. Konsekuensi logisnya, Alquran tidak mengatakan sebelum kaum Nabi Luth tidak ada homoseksualitas, dan oleh karenanya kemungkinan akan hal itu masih ada. Selain itu juga dimungkinkan ada perilaku homoseksualitas yang tidak keterlaluan, dan karenanya tidak dilarang (untuk tidak langsung mengatakan diperbolehkan).
The ‘Discovery of Writing’ in The Qur’an: Tracing An Epistemic Revolution in Late Antiquity Angelika Neuwirth
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Asosiasi Ilmu Alqur'an dan Tafsir se-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7956.545 KB) | DOI: 10.32459/nun.v2i1.2

Abstract

The present article is to take the Qur’an seriously as a literary text, the first literary text in Arabic language to be almost immediately put to writing and thus to become the trigger of the Islamic “culture of the Book” that soon after was to emerge. To enter the discourse of the Qur’an as a literary text demands first of all to tackle the essential question what the Qur’an is in terms of genre: a compilation of diverse previously circulating traditions, or the transcript of a historically real drama of the emergence of a community. This paper wishes to enter the discussion from another angle, looking at the Qur’an from a perspective which makes it possible to focus its epistemic potential, the dynamics that eventually triggered a fundamental renewal of the Late Antique world. This is a cultural turn which was achieved through the Qur’anic negotiation and re-interpretation not only of the neighboring monotheist traditions but no less of the ancient Arabic lexicon of concepts.
Catatan Kritis Angelika Neuwirth Terhadap Kesarjanaan Barat dan Muslim atas Alquran: Menuju Tawaran Pembacaan Alquran Pra-Kanonisasi Lien Iffah Naf’atu Fina
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Asosiasi Ilmu Alqur'an dan Tafsir se-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7096.588 KB) | DOI: 10.32459/nun.v2i1.3

Abstract

Tulisan ini adalah overview pemikiran Neuwirth. Titik tekannya pada bagaimana ia memosisikan gagasannya di tengah belantara kesarjanaan Muslim dan Barat. Untuk tujuan ini, kritik dan apresiasi yang dia lontarkan baik kepada para sarjana Alquran di kalangan Muslim dan non-Muslim akan dipaparkan. Pemosisian ini menjadi basis legitimasinya atas signifikasi tawaran pendekatannya atas Alquran.
Menimbang Hermeneutika Sebagai Mitra Tafsir Faisal Haitomi
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara Vol 5, No 2 (2019)
Publisher : Asosiasi Ilmu Alqur'an dan Tafsir se-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (764.039 KB) | DOI: 10.32495/nun.v5i2.90

Abstract

Untuk memahami kandungan al-Qur’an, kaum muslimin telah mempunyai ilmu tersendiri dan ini sudah di anggap mapan yaitu ilmu tafsir. Namun dewasa ini muncul ilmu yang belum pernah di kenal sebelumnya yaitu hermeneutika sebagai alat bantu untuk memahami al-Qur’an. Oleh karena geneologinya dari dunia barat dan di fungsikan untuk menafsirkan Bibel, tak pelak lagi hermeneutika menjadi perdebatan hebat di kalangan ulama. Sebut saja seperti Nashr Hamid Abu Zayd, Fazlur Rahman, Hasan Hanafi yang membuka kemungkinan untuk menerapkan hermenutika di dalam menafsirkan al-Qur’an. Di dalam bukunya “ Kaidah Tafsir” Quraish Shihab juga memberi komentar yang sama terhadap kebolehan hermeneutika dalam menafsirkan al-Qur’an meskipun dia membatasi dalam penggunaanya. Kemudian kelompok yang menolak penggunaan hermeneutika dalam menafsirkan al-Qur’an di antaranya Adian Husaini dan Muhammad Imarah. Dari Hasil penelitian yang penulis lakukan, di dapati bahwa ada beberapa bentuk hermeneutika bisa tetapi dijadikan sebagai mitra tafsir dalam menafsirkan ayat al-Qur’an untuk menguak makna yang terkandung di dalam al-Qur’an. Sehingga dengan menguak makna yang terkandung di dalamnya, maka al-Qur’an akan tetap dalam fungsinya sebagai petunjuk bagi manusia dan tetap pada maqam Shalih li kulli zaman wa al makan.
Tafsir Alquran Bahasa Madura: Mengenal Tapsèr Sorat Yaa-siin (BhasaMadhura) Karya Muhammad Irsyad Fawaidur Ramdhani; Ahmad Zaidanil Kamil
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Asosiasi Ilmu Alqur'an dan Tafsir se-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1118.424 KB) | DOI: 10.32495/nun.v5i1.103

Abstract

This article points to review one the Quranic interpretationwritten by Muhammad Irsyad. This interpretation which he called Tapsèr Sorat Yaa-siin (Bha>sa Madhura>) almost disappear in the middle of the Quranic interpretationdiscussions in Indonesia. Basically, there is no much different to other ordinary interpretation, both in terms of writing, presentation of the systematic or the method used. This interpretation was written in Madurese language in the Latin script and typed by the typewriter. As for verses, written by handwriting. The method used in this interpretation is the maud}u>‘i@ surah method, while Surah Yasin as the focus of interpretation. Tapsèr Sorat Yaa-siin (Bha>sa Madhura>) has two nuances (type), those are the scientific and social type. During the interpretation process, Muhammad Irshad utilized the scientific perspective to uncover the scientific Quran and at the same time to respond several mythologies that is still rooted in Madurese society. According to Irsyad’s view, the Quran not only acts as a guide, but also as a source of all knowledge. It is not only sacred, but also scientific. Humans should use their minds to uncover scientific messages contained in the Quran.
Implementasi Hermeneutika Amina Wadud atas Bias “Politik Gender” dalam Syari’at: Rekonstruksi Aurat pada Pria Suheri Suheri; Robbin Dayyan Yahuda
Nun : Jurnal Studi Alquran dan Tafsir di Nusantara Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Asosiasi Ilmu Alqur'an dan Tafsir se-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1206.641 KB) | DOI: 10.32495/nun.v5i1.98

Abstract

Political Gender bias hints at the marginality of women under the control of men. Women seem to never move from the shackles of male dominance in all aspects, not least Syari’at religion. Imam Mazhab organize the woman’s nakedness on all parts of the body except the face, palms and soles of the feet. And the opposite, men strip the body, except between the navel to the knee. Ideal moral distortion is clearly appear at this point, where the prevention of adultery against the fornication is contrary to the facts. Surveys prove that 7 parts of a man’s body which not used in the limits of the genitals, potentialy stimulate women sexual. Thus, the reconstruction of the male aurat is necessary for potential change in Gender Politics bias.This study seeks to launch a new discourse for overcome Gender Political bias in Shari’ah. The study is based on hermeneutics of suspicious that initiated by Amina Wadud as one of the initiators of gender equality. Methods of data analysis are qualitative, referring to previous research results and mixed with other data sources. Three variables are presented in this study: first, the explanation of Amina Wadud’s hermeneutics. Second, the disclosure of gender-bias evidence in Shari’ah. Third, the implementation of Amina Wadud’s Hermeneutic on the Political bias in Shari’ah, which contains the reconstruction offer on the Male aurat. The novelty side of the study lies in the reconstruction of male aurat and the use of Amina Wadud’s Hermeneutic as a blow to the analysis of male problems, where prior research has only focused on women’s issues.

Page 5 of 13 | Total Record : 123