cover
Contact Name
Harls Evan Siahaan
Contact Email
evandavidsiahaan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
kurios@sttpb.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Kurios
ISSN : 2615739X     EISSN : 26143135     DOI : -
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi dan Pendidikan Agama Kristen dengan nomor ISSN: 2614-3135 (online), ISSN: 2406-8306 (print), yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa Jakarta.
Arjuna Subject : -
Articles 25 Documents
Search results for , issue "Vol. 10 No. 1: April 2024" : 25 Documents clear
Mentoring sebagai percakapan mendalam untuk menemukan panggilan menjadi pendeta Munster, Cindy Cecilia Tumbelaka-van; Dawa, Mariani Febriana Lere
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.478

Abstract

This article is about the church's mentoring process for those who become her prospective pastors. There is a tendency for this mentoring process to be more directed towards coaching, where the church conveys more information that the prospective new pastor needs to pay attention to. However, mentoring requires a more profound vision to approach a minister, not only coaching but also a journey of inner clarity to understand better and experience the reality of "inner calling" within a prospective pastor. This process of inner clarity requires intersubjective conversations, which ultimately strengthen internal conversations that increasingly make people understand their existence better: where they come from, where they are going, and what their fundamental obligations are in the present. In this article, the “going on a journey of inner clarity” method will be called currere. If this process could be fostered in the mentoring process, it would create a kind of personal curriculum that––from the depths of one's existence––will create sustainable self-formation that is authentic. This continuous self-formation will make one's pastorate continue to grow towards "increasingly becoming a charisma" and not merely a ministerial position. AbstrakTulisan ini adalah tentang proses mentoring yang dilakukan oleh pihak gereja bagi mereka yang menjadi calon pendeta. Kecenderungannya, proses mentoring ini lebih mengarah ke pembinaan, di mana pihak gereja lebih banyak mengalirkan informasi yang perlu diperhatikan oleh pihak calon pendeta baru. Akan tetapi, untuk mendekati autentisitas kependetaan, proses mentoring memerlukan visi yang lebih mendalam; bukan sekadar pembinaan, namun juga suatu perjalanan penjernihan batin untuk lebih memahami dan mengalami realitas “panggilan” di dalam diri seorang calon pendeta. Proses penjernihan batin ini memerlukan percakapan intersubjektif yang pada akhirnya memperkuat konversasi internal yang semakin membuat orang lebih memahami keberadaan dirinya, dari mana ia berasal, ke mana ia menuju, dan apa-apa yang menjadi ikatan-ikatan kewajiban riilnya pada masa kini. Dalam artikel ini, metode “menempuh perjalanan penjernihan batin” itu akan disebut currere. Jika proses ini dapat terbina secara teratur dalam mentoring, akan menciptakan semacam kurikulum personal yang – dari kedalaman eksistensi seseorang – membentuk formasi diri berkelanjutan yang bersifat autentik dan membuat kependetaan seseorang terus bertumbuh ke arah “semakin menjadi karisma”, dan bukan semata-mata jabatan ministerial.
Religious and sustainability: Studi integrasi antara pentakostalisme, populisme, dan politik Sitorus, Pontus; Pasaribu, Jonias
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.487

Abstract

As part of the world community, Pentecostals must consider their role in achieving the Sustainable Development Goals (SDGs). This role must be carried out in various aspects, including socio-political with a populism approach to unify the identity of Pentecostalism. This research integrates Pentecostalism, politics, and populism to achieve sustainable development. The research method used is descriptive qualitative with a constructive theological approach. The research results show that Pentecostalism populism in politics has a cheerful face in efforts to achieve sustainability. The universalism of the Sustainable Development Goals (SDGs) must be combined with a more internal view and involve the Pentecostal community in the struggle for hegemony over the concept of sustainable development. Populism, which often mobilizes support through emotional issues and religious identity, can be integrated with sustainability strategies through religious communities providing spiritual and moral support. Integration between Pentecostalism, populism, and politics to achieve effective and inclusive sustainable development while recognizing the challenges and need for adaptation in the face of global social, political, and economic change. AbstrakPentakostal sebagai bagian dalam masyarakat dunia ditantang untuk memikirkan peranannya dalam mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs). Peranan tersebut mesti dilakukan dalam berbagai aspek, termasuk sosial-politik dengan pendekatan populisme sebagai sarana pemersatu identitas Pentakostalisme. Tujuan penelitian ini adalah mengintegrasikan antara Pentakostalisme, politik, dan populis sebagai sarana untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan teologi konstruktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populisme Pentakostalisme dalam politik berwajah positif dalam upaya mencapai sustainability. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB harus dipadukan dengan pandangan yang lebih internal dan melibatkan komunitas Pentakostal dalam perjuangan mendukung dan menolak hegemoni atas konsep pembangunan berkelanjutan. Populisme, yang seringkali memobilisasi dukungan melalui isu-isu emosional dan identitas religius, dapat diintegrasikan dengan strategi keberlanjutan melalui komunitas agama yang menyediakan dukungan spiritual dan moral. Integrasi antara Pentakostalisme, populisme, dan politik sebagai sarana untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang efektif dan inklusif, sambil mengakui tantangan dan kebutuhan adaptasi dalam menghadapi perubahan sosial, politik, dan ekonomi global.
Biarkan tubuhmu bergerak: Memahami tubuh melalui pemberlakuan gestur dalam Ibadah Minggu GPIB Arliandy, Putra
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.741

Abstract

This article contains field research on the experiences of liturgists in involving their bodies through communal and personal body gestures in the liturgy, the meaning of these gestures, and understanding of the body through movements carried out in one of the GPIB churches in Depok. The research used a descriptive-qualitative method with observation instruments at three weekly worship schedules for one month and semi-structured interviews with liturgical practitioners encountered throughout the observation. The interview focused on three themes: the liturgist's interpretation of communal bodily gestures, the liturgist's experience of personal gestures and the meaning attached to these gestures, and the liturgist's understanding of the body, which is born from the experience of liturgy. The results of this research show the types of bodily involvement in the GPIB liturgy, both in the form of communal and personal gestures, as well as their meaning, the significance of the application of physical gestures in worship and a picture, in a limited way, of how members of the GPIB congregation understand the body. It is hoped that the results of this research will ultimately be a consideration for Calvinist churches to start giving more significant space to applying bodily gestures, especially personal gestures, as a form of liturgical language. AbstrakArtikel ini memuat penelitian lapangan tentang pengalaman para pelaku liturgi dalam melibatkan tubuh mereka melalui gestur tubuh komunal dan personal dalam liturgi, pemaknaan terhadap gestur-gestur tersebut, serta pemahaman tentang tubuh melalui gerakan yang dilakukan di salah satu gereja GPIB di Kota Depok. Penelitian menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan instrumen observasi pada tiga kali jadwal ibadah di setiap minggu dalam satu bulan, serta wawancara semi terstruktur kepada para pelaku liturgi yang dijumpai sepanjang observasi. Wawancara berfokus pada tiga tema, yaitu interpretasi pelaku liturgi ter-hadap gestur tubuh komunal, pengalaman pelaku liturgi dalam gestur personal serta pemaknaan yang dilekatkan pada gestur tersebut, dan pemahaman pelaku liturgi mengenai tubuh yang lahir dari pengalaman berliturgi. Hasil dari penelitian ini menampilkan jenis-jenis keterlibatan tubuh dalam liturgi GPIB, baik dalam bentuk gestur komunal maupun personal, serta pemaknaannya, signifikansi pemberlakuan gestur tubuh dalam ibadah serta gambaran, secara terbatas, tentang bagaimana warga jemaat GPIB memahami tubuh. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah pertimbangan bagi gereja-gereja Calvinis untuk mulai memberi ruang yang lebih besar pada pemberlakuan gestur tubuh, khususnya gestur-gestur personal, sebagai salah satu bahasa liturgis.
"Aku mengandung": Meninjau pernyataan Batsyeba dalam 2 Samuel 11:5 melalui kajian teologi feminis Pradita, Yola
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.748

Abstract

Something is fascinating about Bathsheba's passivity in 2 Samuel 11. She spoke and said, "I am Pregnant". This statement is important to review because it describes Bathsheba's feelings and actions, considering that she has often interpreted them with a negative label. The author is interested in examining this statement according to feminist theological studies by considering its socio-cultural, religious, and economic context. It employs a qualitative research technique with a descriptive approach. The research results show that Bathsheba's statement is the strength and courage of a woman who can "step outside" her zone. He is a victim, but his statement is a victory even though Batsyeba appeared as a woman who enters the messianic lineage.   Abstrak Ada hal yang menarik dari kepasifan Batsyeba dalam narasi 2 Samuel 11, ia berbicara dan mengatakan “Aku Mengandung”. Pernyataan tersebut penting untuk ditinjau karena menggambarkan perasaan dan tindakan Batsyeba mengingat selama ini ia kerap diinterpretasikan dengan label negatif. Penulis tertarik ingin meninjau pernyataan ini menurut kajian teologi feminis dengan mempertimbangkan konteks sosial budaya, agama dan ekonomi yang melatarbelakanginya. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernyataan Batsyeba adalah sebuah kekuatan dan keberanian seorang perempuan yang mampu “melangkah ke luar” dari zonanya. Ia adalah korban tapi pernyataannya adalah kemenangan bahkan Batsyeba tampil sebagai seorang perempuan yang masuk ke dalam garis keturunan mesianik
From Mentorship to Mastery: Investigating Paul's method for lay leadership formation in the early church Sanderan, Rannu; Lilo, Deflit Dujerslaim; Sampe, Naomi
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.751

Abstract

The article aims is to shed light on the process of regenerating the laity into church-serving lay leaders. This article constitutes a literature review employing a qualitative approach to explore 2 Timothy 2:2, focusing on trustworthy, capable, and committed lay leadership as successors of truth. This analysis involves reading and interpreting the text 2 Timothy 2:2 while referencing relevant literature on Christian leadership and applying Paul's model of lay leadership to Timothy, aiming to contribute to developing a pattern of lay leadership for contemporary churches. This article examines the concept of lay leadership, emphasizing the leader's ability to inspire and motivate lay individuals to develop their potential and become future leaders. It underscores the importance of setting a positive example, building trust, and empowering followers to achieve change. This article employs this theory to explain how Paul mentored Timothy into a competent congregational leader for the Lord. According to the findings, Paul used a laity leadership approach to prepare Timothy for leadership in the early Christian church. He demonstrated leadership by emulating the life and attitude of the Lord Jesus. He instructed him of faith, duty, and ministry, entrusted him with ministry and leadership responsibilities, and encouraged him to be independent and mature in his leadership. Paul developed Timothy's leadership potential and prepared him to lead the Lord's congregation through this process. The conclusion emphasises the significance of transformative leadership in developing lay leaders who can effectively serve the church. 
Pendidikan agama Kristen deliberatif sebagai implementasi pendidikan yang membebaskan: Kajian tentang student centered learning Lasino, Lasino
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.761

Abstract

This study stems from the need for a more interactive and liberating approach to Christian Religious Education, adopting the Student-Centered Learning (SCL) framework, which emphasizes active student engagement, self-reflection, and the development of critical skills. This research explores the implementation and effectiveness of deliberative Christian religious education in promoting deep understanding and relevant life skills among students. The research method used is descriptive qualitative with an exegetical and expository approach to collect and analyze data in depth. The study results indicate that the SCL approach effectively increases student motivation and engagement and supports the development of independence and creativity. However, challenges such as teacher and student adaptation and limited resources require specific strategies and training to effectively implement this approach in Christian Religious Education. AbstrakPenelitian ini berangkat dari kebutuhan pendekatan pembelajaran yang lebih interaktif dan membebaskan dalam Pendidikan Agama Kristen, dengan mengadopsi kerangka Student Centered Learning (SCL) yang menekankan pada keterlibatan aktif siswa, refleksi diri, dan pengembangan keterampilan kritis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelajahi implementasi dan efektivitas pendidikan agama Kristen deliberatif dalam mempromosikan pemahaman mendalam dan keterampilan hidup yang relevan di antara siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan eksegetis dan eksposisi untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan SCL efektif dalam meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa/i serta mendukung pengembangan kemandirian dan kreativitas. Namun, tantangan seperti adaptasi guru dan siswa/i serta keterbatasan sumber daya memerlukan strategi dan pelatihan khusus untuk mengimplementasikan pendekatan ini secara efektif dalam konteks Pendidikan Agama Kristen.
Tidak ada kutuk pada makanan: Dialektika 1 Samuel 14:24-46 dan tradisi kappunan dalam konteks kultural Mamasa Ressa, Yosia Polando; Arulangi, Ronald
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.812

Abstract

Culture is one factor that shapes the characteristics of the Christian faith in a region. However, not all cultural elements can be compromised with the Christian faith. There is always an effort to create a dialogue between tradition and the Christian faith so that tradition can enrich the appreciation of the Christian faith in the local context. This paper offers a contextual dialogical approach between the kappunan tradition and the text of 1 Samuel 14:24-46. The method used is the cross-textual reading hermeneutic or cross-cultural method. As a result, this research shows that the kappunan tradition should not be based on the belief that food brings curses, but rather that food is a blessing for those who receive and are grateful for it, and will not even bring disaster to those who reject it. Apart from that, the kappunan tradition cannot be a means of judgment but rather a reminder that accepting food from other people is a form of love and appreciation for the hospitality of different people. AbstrakBudaya merupakan salah satu faktor yang membentuk karakteristik iman Kristen di sebuah wilayah. Namun, tidak semua unsur budaya dapat begitu saja dikompromikan dengan iman Kristen. Selalu ada upaya untuk mendialogkan tradisi dan iman Kristen agar tradisi dapat memperkaya penghayatan iman Kristen dalam konteks lokal. Tulisan ini menawarkan pendekatan dialogis kontekstual antara tradisi kappunan dengan teks 1 Samuel 14:24-46. Metode yang digunakan adalah metode hermeneutik cross-textual reading atau silang budaya. Hasilnya, penelitian ini menunjukkan tradisi kappunan seharusnya tidak didasarkan pada keyakinan bahwa makanan mendatangkan kutuk, melainkan makanan adalah berkat bagi yang menerima dan mensyukurinya, bahkan tidak akan mendatangkan musibah bagi yang menolaknya. Selain itu, tradisi kappunan tidak dapat menjadi alat penghakiman, melainkan sebagai pengingat bahwa menerima makanan dari orang lain merupakan wujud kasih dan penghargaan atas keramahtamahan dari orang lain.
Revolusi hijau dalam pendidikan kristiani: Menghidupkan ecophilia dalam spiritualitas keseharian Sihombing, Elsina; Sianturi, Julius; Simamora, Lince
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.854

Abstract

Christian religious education in Indonesia must integrate the concept of ecophilia (love for the environment) to overcome the increasingly severe environmental crisis. This research aims to develop strategies for implementing ecophilia in Christian education and evaluating its impact on student attitudes and behavior, as well as collaboration throughout the school community in environmentally friendly practices. Using a qualitative approach with thematic analysis, this research found that integrating ecophilia in the curriculum and school activities increased ecological awareness and the formation of students' character who care about the en-vironment. Through active participation in environmental programs, the school community becomes an effective agent of change, reflecting faith manifested in concrete actions. The results of this research provide a concrete framework for integrating ecological responsibility into daily spi-rituality in Christian religious education, creating an ecologically and spiritually responsible generation. Through this approach, Christian schools can become a model for other communities in implementing ecophilia and strengthening daily spirituality through concrete actions that reflect love and concern for the environment.   Abstrak Pendidikan agama Kristen di Indonesia harus mengintegrasikan konsep ecophilia (cinta kasih terhadap alam) untuk mengatasi krisis lingkungan yang semakin parah. Penelitian ini bertujuan mengembang-kan strategi implementasi ecophilia dalam pendidikan kristiani dan meng-evaluasi dampaknya terhadap sikap dan perilaku siswa, serta kolaborasi seluruh komunitas sekolah dalam praktik ramah lingkungan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui analisis tematik, penelitian ini menemukan bahwa integrasi ecophilia dalam kurikulum dan aktivitas sekolah menunjukkan peningkatan kesadaran ekologis dan pembentukan karakter siswa yang peduli lingkungan. Komunitas sekolah, melalui par-tisipasi aktif dalam program lingkungan, menjadi agen perubahan yang efektif, mencerminkan iman yang terwujud dalam tindakan nyata. Hasil penelitian ini memberikan kerangka kerja konkret untuk mengintegrasi-kan tanggung jawab ekologis ke dalam spiritualitas keseharian dalam pen-didikan agama Kristen, menciptakan generasi yang bertanggung jawab secara ekologis dan spiritual. Melalui pendekatan ini, sekolah Kristen dapat menjadi model bagi komunitas lainnya dalam menerapkan ecophilia dan memperkuat spiritualitas sehari-hari melalui tindakan nyata yang mencerminkan kasih dan kepedulian terhadap lingkungan.
Merayakan harmoni ilahi dalam pembacaan Mazmur 133: Refleksi Teologi Pentakostal-Karismatik Napitupulu, Pieter Anggiat
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.869

Abstract

This article offers a theological idea about religious harmony in both the Christian environment and the context of inter-religious relations. This idea responds to the outbreak of conflicts among religious adherents, both within the church and in relations with adherents of other religions. These conflicts often end in anarchic and sadistic behavior in the name of religion. Using a literature analysis method that refers to several previous research results on similar topics, this study shows the need to build harmony starting from within the church. The reading of Psalm 133 is an offer that concludes this research, that reflection on this verse can make a spirit that creates harmony in the body of Christ and, of course, in relations between Christians and other religions.   Abstrak Artikel ini menawarkan sebuah gagasan teologis tentang harmonisasi kehidupan beragama, baik di dalam lingkungan kekristenan maupun dalam konteks relasi antarumat beragama. Gagasan ini merespons merebaknya konflik yang terjadi di antara para pemeluk agama, baik di lingkungan gereja maupun hubungannya dengan pemeluk agama lain. Konflik tersebut tidak jarang berujung pada perilaku anarkis hingga sadis yang mengatasnamakan agama. Dengan menggunakan metode analisis literatur yang merujuk dari beberapa hasil riset terdahulu dengan topik serupa, penelitian ini memperlihatkan perlunya membangun harmonisasi yang dimulai dari dalam gereja. Pembacaan Mazmur 133 menjadi tawaran yang menyimpulkan riset ini, bahwa refleksi atas nas ini dapat mengonstruksi spirit yang membangun harmoni dalam tubuh Kristus, dan niscaya pada relasi antara umat kristiani dan agama lainnya.  
Kejahatan dan penderitaan: Studi psiko-teologis berdasarkan konsep kejahatan John Culp Siregar, Risma
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.892

Abstract

Evil and suffering are phenomena often central to the studies of theology and psychology, particularly given the high prevalence of these aspects across various world regions, including Indonesia. This research aims to integrate insights from theology and psychology through John Culp's reciprocal approach to addressing and understanding evil and suffering to support the recovery and growth of individuals experiencing trauma. The research method employed is qualitative, involving the analysis of the concept of reciprocity in theology according to John Culp and psychological research on evil and suffering, which are then integrated into the Psycho-theological Reciprocal model. The findings indicate that this integrative approach enriches the understanding and response to evil and suffering, offering a holistic and practical framework for supporting individual recovery, which considers not only theological and psychological aspects but also social and spiritual ones, enabling sustainable and transformative growth for affected individuals. AbstrakKejahatan dan penderitaan merupakan fenomena yang sering menjadi fokus dalam studi teologi dan psikologi, terutama mengingat prevalensi tinggi kedua aspek ini di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengintegrasikan wawasan dari teologi dan psikologi melalui pendekatan resiprokal ala John Culp dalam menangani dan memahami kejahatan dan penderitaan, dengan tujuan mendukung pemulihan dan pertumbuhan individu yang mengalami trauma. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, melibatkan analisis konsep resiprokalitas dalam teologi menurut John Culp dan penelitian psikologis tentang kejahatan dan penderitaan, yang kemudian diintegrasikan dalam model psiko-teologi Resiprokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan integratif ini memperkaya pemahaman dan respons terhadap kejahatan dan penderitaan, menawarkan kerangka kerja yang holistik dan efektif dalam mendukung pemulihan individu, yang tidak hanya memperhatikan aspek teologis dan psikologis, tetapi juga sosial dan spiritual, memungkinkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan transformatif bagi individu yang terdampak.  

Page 1 of 3 | Total Record : 25