cover
Contact Name
Harls Evan Siahaan
Contact Email
evandavidsiahaan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
kurios@sttpb.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Kurios
ISSN : 2615739X     EISSN : 26143135     DOI : -
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi dan Pendidikan Agama Kristen dengan nomor ISSN: 2614-3135 (online), ISSN: 2406-8306 (print), yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa Jakarta.
Arjuna Subject : -
Articles 362 Documents
Sikap Etis Gereja Terhadap Perceraian dan Pernikahan Kembali Kalis Stevanus
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 4, No 2 (2018): Oktober 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v4i2.80

Abstract

This paper aims to expose the ethical attitude of the church in dealing with divorce and remarriage in order to be useful as an input for the pastoral ministry in taking handle with those who are going to divorce, has been divorced or who has remarried. By using an analytical descriptive on texts such Matthew 5:32; 19: 9; Mark 10: 11-12; Luke 16:18, and 1 Corinthians 7: 10-11, then the following results are obtained: First, Christian marriage is a monogamous and wholly partnership(indestructible); second, adultery destroys the foundation of marriage, but it should not be a legal reason for divorce; third, divorce never recommended or ordered; fourth, only the separation is allowed, not the divorce due to the goal of reconciliation; fifth, remarriage with the person who has been divorced is a transgression; sixth, the settlement of divorce and remarriage issues that have occurred is the responsibility of the believers communally (whole) to regain those who have separated from their partners.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk memaparkan sikap etis gereja dalam menyikapi perceraian dan pernikahan kembali agar bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pelayanan pastoral gereja dalam menangani anggota warganya yang hendak bercerai, telah bercerai atau yang menikah kembali. Dengan penggunaan metode analisis-deskriptif terhadap teks-teks seperti: Matius 5:32; 19:9; Markus 10:11-12; Lukas 16:18 dan 1 Korintus 7:10-11, maka diperoleh hasil: Pertama, pernikahan Kristen merupakan persekutuan yang bersifat monogami dan seumur hidup (tak terceraikan); kedua, perzinahan merusak fondasi pernikahan, tapi hal itu tidak boleh dijadikan alasan legal untuk bercerai; ketiga, perceraian tidak pernah dianjurkan maupun diperintahkan; keempat, hanya perpisahan yang diperbolehkan, bukan perceraian dengan tujuan untuk rekonsiliasi; kelima, pernikahan kembali dengan orang yang sudah bercerai merupakan pelanggaran (kesalahan); keenam, penyelesaian masalah perceraian dan pernikahan kembali yang telah terjadi adalah tanggung jawab warga gereja secara komunal (keseluruhan) untuk mendapatkan kembali mereka yang telah berpisah dari pasangannya.
Analisis Kisah Para Rasul 15 Tentang Konflik Paulus dan Barnabas serta Kaitannya dengan Perpecahan Gereja Sonny Eli Zaluchu
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 4, No 2 (2018): Oktober 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v4i2.83

Abstract

AbstractThe separation of Paul and Barnabas in Acts 15 is often used as a ground of foundation for the occurrence of separation or precisely, division, in the church and ministry. This article attempts to review the root causes of the conflict between Paul and Barnabas as a reflection for the church in dealing with and managing conflict. The separation of Paul and Barnabas as a biblical foundation for supporting church division/service for the noble purpose of evangelism is not right and out of biblical paradigm. The ongoing conflict between Paul and Barnabas was not a conflict that gave rise to hostility, rivalry or an attitude of attack as the phenomenon commonly encountered in church or ministry. The separation of Paul and Barnabas is a strategic decision that results in expanding the range of the spread of the gospel of Christ.AbstrakPerpisahan Paulus dan Barnabas di dalam Kisah Para Rasul 15 sering menjadi alasan bagi terjadinya permisahan, atau tepatnya perpecahan, di dalam gereja dan pelayanan. Artikel ini mengulas akar masalah konflik Paulus dan Barnabas sebagai refleksi bagi gereja dalam menghadapi dan mengelola konflik yang mengarah pada perpecahan. Menggunakan perpisahan Paulus dan Barnabas sebagai patron alkitabiah untuk mendukung perpecahan gereja atau pelayanan dengan alasan demi pekabaran Injil, rasanya kuranglah tepat. Konflik yang berlangsung antara Paulus dan Barnabas bukanlah konflik yang melahirkan sikap permusuhan, persaingan atau sikap saling serang sebagaimana fenomena yang umum ditemui di dalam perpecahan gereja/pelayanan. Perpisahan Paulus dan Barnabas adalah sebuah keputusan strategis yang menghasilkan perluasan jangkauan penyebaran Injil Kristus.
Menelusuri Jejak dan Upaya Menghubungkan Sains dan Agama Paulus Eko Kristianto
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 4, No 2 (2018): Oktober 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v4i2.85

Abstract

Looking for a connection between science and religion to be a struggle of its own throughout history. Many thinkers and schools of thought try to formulate them, among them critical realism, anti-reductionism, creationism, and intelligent design. The hypothetical alignment connection is expected to provide transcontinental, trans-contextual, and global expanse of connections. The stretch here refers to the religion is supposed to illuminate science and vice versa. Science and religion must be strived to enter in the same best condition because both have sought the truth in various ways. If necessary, the connection is attempted to enter into integration, although occasionally it can enter into conflict methodology.AbstrakMencari hubungan antara sains dan agama menjadi pergumulan sendiri sepanjang sejarah. Banyak pemikir dan aliran pemikiran mencoba merumuskannya, di antaranya realisme kritis, anti reduksionisme, kreasionisme, dan intelligent design. Hubungan kesejajaran hipotetis diharapkan tersedianya bangunan hubungan bersifat transkontinental, transkontekstual, dan bentangan-bentangan global. Bentangan di sini merujuk pada agama diharapkan harus menerangi sains, dan sebaliknya. Sains dan agama harus diupayakan masuk dalam kondisi yang sama-sama terbaik karena keduanya telah mencari kebenaran dengan berbagai jalan. Bila perlu, hubungan itu diupayakan masuk pada integrasi, walaupun sesekali bisa masuk ke metodologi konflik.
Mengaktualisasikan Amanat Agung Matius 28:19-20 dalam Konteks Era Digital Handreas Hartono
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 4, No 2 (2018): Oktober 2018
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v4i2.87

Abstract

Great comission is a mandate that Jesus gave to His disciples before He ascent to the heaven. This mandate has often been implemented to be a mere act of evangelization, how to make people believe in Jesus for their salvation sake. The world where church lived today has changed by applying advanced technology in all human life aspect, for generally called the era of digitalization. There were some different challenges and needs of todays church with the early church who received that mandate in the first century. Thus this is an article aimed to explain how to actualize a great commission according to Matthew 28:19-20 in a different world today, which called the era of digital. This article used a qualitative method with an analytical approach to the text of Matthew 28:19-20, and a descriptive of the era of digital today as a context of actualizing that great commission. As a conclusion, the church ought to apply the advanced technology with digitization to reach out people in the world where unreached yet.AbstrakAmanat agung merupakan sebuah mandat yang Yesus berikan kepada murid-murid-Nya sebelum Ia naik ke surga. Perintah ini sering diimplementasikan dengan sekadar tindakan penginjilan, bagaimana membuat orang menjadi percaya Yesus demi keselamatannya. Dunia di mana gereja hidup sekarang telah berubah oleh karena kemajuan teknolgi yang merambah seluruh aspek hidup manusia, yang biasa disebut dengan era digitalisasi. Oleh sebab itu ada perbedaan tantangan dan kebutuhan yang dialami oleh gereja sekarang dengan gereja mula-mula di abad pertama. Maka dengan demikian, artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana mengaktualisasikan amanat agung dalam Matius 28:19-20 dalam konteks dunia di era digital. Artikel ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis atas teks Matius 28:19-20, dan deskriptif atas konsep dunia di era digital sebagai konteks untuk mengaktualisasikan amanat agung tersebut. Sebagai kesimpulan, gereja harus mengaplikasikan kemajuan teknologi digitalnya untuk menjangkau orang-orang yang selama ini belum terjangkau.
Kurikulum Pendidikan Kristen bagi Orang Dewasa di Gereja Hasugian, Johanes Waldes
KURIOS Vol. 5 No. 1 (2019): April 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v5i1.96

Abstract

Christian educators have got the important task to teach adults in the church, especially how to design and develop the Christian education curriculum creatively. Christian education curriculum has its function as a guide to help Christian educators to teach adults in the church so that they might be able to comprehend their self-image or self-concept, their role and task as adults distinctively and significantly in their daily life and their relation amid society. The curriculum is anticipatory essentially. Therefore Christian educator is enhanced to reduce failure and to enlarge achievement in teaching adults in the church.  Abstrak Dalam membelajarkan orang dewasa di gereja, pendidik Kristen memiliki tugas penting, khususnya mendesain dan mengembangkan kurikulum pembelajaran pendidikan Kristen secara kreatif. Kurikulum pembelajaran pendidikan Kristen berfungsi sebagai pedoman untuk menolong pendidik Kristen dalam membelajarkan orang-orang dewasa dalam gereja sehingga dengan demikian mereka semakin memahami gambar atau konsep diri, peran dan tanggung jawabnya sebagai orang dewasa secara lebih jelas dan mantap dalam kehidupan sehari-hari dan dalam relasinya dengan masyarakat sekitar. Kurikulum bersifat antisipatori, oleh karenanya pendidik Kristen dimampukan untuk meminimalisir kegagalan dan memperbesar keberhasilan dalam tugas pengajarannya bagi warga jemaat dewasa di gereja. Artikel ini menguraikan pemahaman dan praktik pembelajaran pendidikan Kristen orang dewasa di gereja, serta bagaimana gereja mendesain dan mengembangkan kurikulum pembelajaran bagi orang dewasa.
Pengudusan Progresif Orang Percaya Menurut 1 Yohanes 1:9 Nurnilam Sarumaha
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 5, No 1 (2019): April 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v5i1.90

Abstract

One of God's will in human life is to live in holiness, even though it is not an easy thing to maintain a holy life perfectly. However, holiness can be progressive. This study aims to show the importance of progressive sanctification of believers. By using a descriptive method of analysis of the biblical text, especially 1 John 1: 9, it can be concluded that believers must progressively sanctify. Sanctification is progressively a reflection of the growth of the Christian faith toward maturity.AbstrakSalah satu kehendak Tuhan dalam hidup manusia adalah hidup di dalam kekudusan, sekalipun bukanlah hal yang mudah mempertahankan hidup yang kudus secara sempurna. Namun demikian, kekudusan itu dapat bersifat progresif. Kajian ini bertujuan untuk menunjukkan pentingnya pengudusan secara progresif orang percaya. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis terhadap teks Alkitab, khususnya 1 Yohanes 1:9, maka dapat disimpulkan bahwa orang percaya harus mengalami pengudusan secara progresif. Pengudusan secara progresif merupakan refleksi pertumbuhan iman Kristen menuju kedewasaan.
Implikasi Penggunaan El dan YHWH dalam Kekristenan Masa Kini Eben Munthe
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 5, No 1 (2019): April 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v5i1.92

Abstract

The use of the terms El and YHWH relating to the name of God or God in the Bible produces a lot of discussion, in which groups eventually tend to maintain YHWH or Yahweh as names that cannot be replaced. The group is usually called Yahweism, or the admirers of the name Yahweh. This article provides a literature review with a qualitative approach to the texts of the Scriptures concerning the use of the term name. With descriptive and analytical methods, the conclusion is that the use of El and YHWH in the Old Testament refers to the same person so that it is not necessary to debate its use. El refers to revelation in general, while YHWH shows special revelation in the context of the election and salvation of a nation or people. AbstrakPenggunaan istilah El dan YHWH berkaitan dengan nama Allah atau Tuhan dalam Alkitab menghasilkan banyak diskusi, di mana pada akhirnya muncul kelompok yang cenderung mempertahankan YHWH atau Yahweh sebagai nama diri yang tidak boleh diganti. Kelompok tersebut biasa disebut Yahweisme, atau para pengagum nama Yahweh. Artikel ini memberikan kajian literature dengan pendekatan kualitatif pada teks-teks Kitab Suci berkenaan dengan penggunaan istilah nama tersebut. Dengan metode deskriptif dan analisis, maka diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan El dan YHWH dalam Perjanjian Lama merujuk pada satu pribadi yang sama sehingga tidak perlu diperdebatkan penggunaannya. El menunjuk pada pewahyuan secara umum, sementara YHWH menunjukkan pewahyuan khusus dalam konteks pemilihan dan keselamatan sebuah bangsa atau umat.
Fungsi Gereja Sebagai Entrepreneurship Sosial dalam Masyarakat Majemuk Erman Sepniagus Saragih
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 5, No 1 (2019): April 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v5i1.89

Abstract

There is a tendency that the church has not been maximal in carrying out its social functions when viewed from the issue of a pluralistic community context. The church must actively transform the deacon, specifically alleviating the social problems surrounded. This study aimed to describe the model of transformation deaconal mission into the form of Christian entrepreneurs. By using literature review and descriptive methods, the conclusions obtained is: The church must be able to foster a sense of solidarity starting from inside the church to outside through the economic empowerment of her people.AbstrakAda kecenderungan bahwa gereja belum maksimal dalam menjalankan fungsi sosialnya ketika ditinjau dari persoalan konteks masyarakat majemuk. Gereja harus giat bertransformasi diakonia, secara khusus pengentasan masalah sosial yang berada disekitarnya. Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan model transformasi misiologis diakonial dalam bentuk entrepreneur kristiani. Dengan menggunakan kajian literatur dan metode deskriptif, maka kesimpulan yang diperoleh adalah: Gereja harus dapat menumbuhkan rasa solidaritas dimulai dari jemaat hingga ke luar gereja melalui pemberdayaan ekonomi uma
Evaluasi terhadap Tata Ibadah Kontekstual Gereja Kristen Jawa Ayub Widhi Rumekso
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 5, No 1 (2019): April 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v5i1.91

Abstract

The worship of the people of the Javanese Christian Church cannot be separated from the liturgy. The liturgy gives an introduction, views, and attitudes of the Christian faith to the Javanese Christian Church amid its existence. Throughout the history of the MPD liturgies, the I, II, III, and lectionary variations of the I and II liturgical models have been developed. The process of birth and development of the GKJ liturgy are important elements of research to find an explanation, why GKJ people still have a distance from the realities of life that exist in society. The results found in this study indicate that the GKJ liturgy that has been built has not been placed on the reality of the struggle and hopes of the people amid community and cultural life. The current GKJ's view of the liturgy has a similar meaning to the religious rituals of the people that shape the identity of the people, but there is no critical step capability to build up their worship with praxis so that it can be lived in and have an impact on the lives of the people and the community. Abstrak Peribadahan umat Gereja Kristen Jawa tidak bisa dilepaskan dari liturgi. Liturgi memberikan pengenalan, pandangan, serta sikap iman Kristen kepada umat Gereja Kristen Jawa di tengah keberadaannya. Sepanjang sejarah liturgi GKJ telah dikembangkan model liturgi GKJ formula I, II, III, dan leksionari variasi I dan II. Proses kelahiran dan pengembangan liturgi GKJ merupakan unsur-unsur penting penelitian dalam rangka mencari penjelasan, mengapa umat GKJ masih memiliki jarak dengan kenyataan kehidupan yang ada di tengah masyarakat. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa liturgi GKJ yang telah dibangun belum diletakkan pada kenyataan pergumulan dan harapan umat di tengah kehidupan masyarakat dan budayanya. Pandangan GKJ masa kini tentang liturgi memiliki persamaan makna dengan ritual keagamaan masyarakat yang membentuk jatidiri umat, tetapi belum ada kemampuan langkah kritis konkrit untuk membangun tata peribadahannya dengan praksis sehigga dapat dihayati dan memberikan dampak bagi kehidupan umat maupun masyarakatnya.
Pendidikan Anak dalam Keluarga Berdasarkan Kolose 3:21 Ezra Tari; Talizaro Tafonao
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 5, No 1 (2019): April 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v5i1.93

Abstract

This article aimed to describe the education of children in the family based on Colossians 3:21. This study used a sociological criticism approach by conducting a study of the text of Colossians 3:21 to analyze the Bible's view of children's education in the family. The conclusion of this textual study is educating children without violence. Paul reminded fathers in educating children to prioritize love as the basis for education in the family. The love of a father will be reflected in the lives of every child through communication and imprinted in an attitude of obedience and respect for parents. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mendreskripsikan pendidikan anak dalam keluarga berdasarkan Kolose 3:21. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kritik sosiologis dengan melakukan kajian terhadap teks Kolose 3:21untuk meng-analisis pandangan Alkitab tentang pendidikan anak dalam keluarga. Kesimpulan dalam kajian terhadap teks tersebut adalah mendidik anak tanpa adanya kekerasan. Paulus mengingatkan para ayah dalam mendidik anak-anak lebih mengutamakan kasih sayang sebagai dasar pendidikan dalam keluarga. Kasih sayang seorang ayah akan tercermin dalam kehidupan setiap anak melalui komunikasi dan terpatri dalam sikap taat dan menghormati orang tua.

Page 4 of 37 | Total Record : 362