cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : 25491628     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 15, No 2: 2020" : 5 Documents clear
Bentuk Kehilangan dan Tahap Berduka dalam Novel Lost Karya Rizal Afif dan Nia Janiar Dyna Berliana; Ken Widyatwati; Marta Widyawati
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 15, No 2: 2020
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.15.2.%p

Abstract

Loss is almost always experienced by individuals, resulting in difficulties in going through the stages of grieving. This research examines the novel Lost (2015) by Rizal Afif and Nia Janiar entitled Lost. In conducting the analysis, the author uses narrative structure theory (Burhan Nurgiyantoro) and Kubler Ross's theory of grief. This research is qualitative research that uses the literature study method. The forms of loss in these two stories are the loss of a mother, the loss of a friend, the loss of a father's role, and the loss of a husband. The stages that the main characters go through in dealing with the loss of a loved one include denial, anger, bargaining, depression, and acceptance. Losing a loved one happens to every individual regardless of gender, age and profession. This novel wants to convey that after experiencing loss, each individual needs to try to reach the stage of acceptance as a form of self-recovery, although in their own way and time period.Kehilangan hampir selalu dialami oleh individu hingga berdampak pada kesulitan untuk melewati tahapan berduka. Penelitian ini mengkaji novel Lost (2015) karya Rizal Afif dan Nia Janiar yang berjudul Lost. Dalam melakukan analisis, penulis menggunakan teori struktur naratif (Burhan Nurgiyantoro) dan teori dukacita (grief) dari Kubler Ross. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode studi pustaka Bentuk - bentuk kehilangan dalam dua cerita ini, yaitu kehilangan ibu, kehilangan sahabat, kehilangan peran ayah, dan kehilangan suami. Tahapan yang dilalui tokoh-tokoh utama dalam menghadapi kehilangan orang yang dicintai tersebut berupa penolakan, marah, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan. Kehilangan orang yang dicintai terjadi pada setiap individu tanpa mengenal gender, usia, dan profesi. Novel ini ingin menyampaikan bahwa setelah mengalami kehilangan, tiap individu perlu berusaha untuk sampai pada tahap penerimaan sebagai bentuk recovery diri meskipun dengan cara dan jangka waktunya masing – masing
Makhluk Nyata Dunia Maya: Fenomena Alienasi Diri Para Non-Biner sebagai Dampak Ketaksaan Gender Dinara Tsafina Asmarani; Vania Pramudita Hanjani
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 15, No 2: 2020
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.15.2.%p

Abstract

The phenomenon of self-alienation that is rampant in marginalized communities has become an issue of great concern. This bitter reality confirms the values and norms of heteronormativity that ensnare individuals with identities outside the binary in invisible shackles. In this case, the shackles do not come without cause; the concepts of shame and institutional power are believed to be the underlying factors of self-alienation. Through a comprehensive review of the literature, this research utilizes Michel Foucault's theory, which reveals that the body will always obey because there is power that supervises and regulates it. Therefore, we find a struggle of the complexity of problems in societal dynamics and heternormativity. This research uses participant observation techniques on a number of individuals with gender identities outside the binary spectrum, so that it will present varied perspectives and perceptions of the societal norms formed by the awareness of non-binary gender identities. The research found that the phenomenon of self-alienation among non-binary individuals is largely motivated by conservatism and inherent heteronormativity, leading to shame and bodily conformity. The combination of these reasons transforms into a binding factor that increasingly entangles individuals, thus causing the silencing of self-identity.Fenomena alienasi diri yang marak terjadi di kelompok masyarakat   yang   termarginalisasi   telah   menjadi isu yang penuh sorotan. Realitas pahit ini menegaskan nilai dan norma heteronormativitas yang menjerat individu dengan identitas di luar biner dalam belenggu tidak kasat mata. Dalam kasus ini, belenggu tersebut datang bukan tanpa sebab, konsep rasa malu dan kekuasaan institusi diyakini menjadi faktor yang melatar-belakangi terjadinya alienasi diri. Melalui peninjauan literatur secara komprehensif, penelitian ini menggunakan teori Michel Foucault yang mengungkap bahwa tubuh akan selalu patuh karena ada kekuasaan yang mengawasi dan mengaturnya. Oleh karena itu, kami menemukan adanya pergulatan kompleksitas permasalahan dalam dinamika sosial-masyarakat dan heternormativitas. Penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipan terhadap sejumlah individu dengan identitas gender di luar spektrum biner, sehingga akan menyajikan sudut pandang dan persepsi yang bervariasi mengenai norma masyarakat yang terbentuk akan adanya kesadaran identitas gender non-biner. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa fenomena alienasi diri yang terjadi di kalangan individu non-biner secara garis besar dilatar-belakangi oleh konservatisme dan heteronormativitas yang melekat sehingga memunculkan rasa malu dan kepatuhan tubuh terhadapnya. Kombinasi dari beberapa alasan tersebut menjelma sebagai faktor pengikat yang semakin menjerat individu, sehingga menyebabkan pembungkaman identitas diri menjadi semakin kuat.
Potret Kucing sebagai Hasil Fantasi Patriarki dari Puisi “Ngiau” Karya Sutardji Calzoum Bachri Muhammad Hamdan Mukafi; Triyanti Wahyuningsih
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 15, No 2: 2020
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.15.2.%p

Abstract

Literary works are able to evolve their meaning in relation to the presence of an illustration embedded in them. Like the poem "Ngiau" by Sutardji Calzoum Bachri, which in this research is side by side with the illustration of a cat. The poem is able to absorb realist meanings aesthetically reflecting on the presence of cat illustrations embedded in it. Moreover, the illustration also reinforces the representation of reality that boils down to the perpetuation of patriarchy. In this case, the poem that comes with an illustration has a problematic representation of patriarchy that requires a long analysis of it. Aesthetically, the illustrative cat reinforces the fantastical representation of the patriarchal context in the poem "Ngiau". Cats are commonly known as highly populated creatures that can live in long alleys. This context makes patriarchy something that has been reflected in perpetuity because of the cat's attitude that places itself as the holder of a structure over the mouse as its prey, like a man who controls a woman's choice of things. The representation is meant to see how a concept of patriarchy has lived latently and blurred who is human and who is animalKarya sastra mampu mengevolusikan maknanya berkaitan dengan kehadiran suatu ilustrasi yang disematkan kepadanya. Seperti puisi “Ngiau” karya Sutardji Calzoum Bachri yang dalam penelitian ini berdampingan dengan ilustrasi kucing. Puisi tersebut mampu menyerap makna-makna realis secara estetik bercermin pada kehadiran ilustrasi kucing yang disematkan kepadanya. Terlebih, ilustrasi yang hadir sekaligus menguatkan representasi realita yang bermuara pada langgengnya patriarki. Dalam hal ini puisi yang hadir bersama suatu ilustrasi memiliki sebuah problematika representasi patriarki yang membutuhkan analisis panjang terhadapnya. Secara estetik, kucing yang hadir secara ilustratif menguatkan representasi fantasi dari konteks patriarki dalam puisi “Ngiau”. Kucing umum dikenal sebagai makhluk yang berpopulasi tinggi dan bisa hidup di gang-gang panjang. Konteks ini membuat patriarki sebagai sesuatu yang telah tercermin langgeng oleh sebab sikap kucing yang menempatkan dirinya sebagai pemegang suatu struktur di atas tikus sebagai mangsanya, seperti laki-laki yang menguasai pilihan perempuan atas suatu hal. Representasi tersebut dimaksud untuk melihat bagaimana sebuah konsep patriarki telah hidup dengan laten dan mengaburkan siapa manusia siapa hewan.
Perbandingan Puisi “Doa” Karya Chairil Anwar dan Puisi “Doa” Karya Amir Hamzah Alanafsi Wahdini Hilma; Fajrul Falah
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 15, No 2: 2020
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.15.2.%p

Abstract

Sastra bandingan merupakan cabang ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh antara karya sastra satu dengan karya sastra lain, atau antara karya sastra dengan karya di luar sastra. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kesamaan tema dalam puisi ”Doa” karya Chairil Anwar dan puisi ”Doa” karya Amir Hamzah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dari kedua puisi tersebut. Sumber data yang digunakan yaitu puisi ”Doa” karya Chairil Anwar dan puisi ”Doa” karya Amir Hamzah. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah teori sastra bandingan. Hasil penelitian menunjukkan dua puisi tersebut sama-sama digunakan oleh pengarang sebagai media untuk mengungkapkan penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan pengalaman spiritual. Kedua puisi tersebut sama-sama ditulis oleh penyair yang memiliki latar belakang agama Islam dan sama-sama menyebut Tuhan dengan sebutan kekasih. Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam penggambaran penghayatan dan pengalaman spiritual kedua penyair tersebut. Perbedaan penggambaran tersebut dapat dikaitkan dengan latar belakang dan pengalaman hidup Chairil Anwar dan Amir Hamzah.
Getir Kehidupan Idola di Jepang dalam Trilogi “Sarishinohara” Karya Mikito-P Ismawati Barokah; Dian Annisa Nur Ridha
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 15, No 2: 2020
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.15.2.%p

Abstract

This research examines the representation of idol life in Mikito-P’s “Sarishinohara” song trilogy whose titles consist of “Sarishinohara”, “Yonjuunana”, and “Akaito” using the Roland Barthes semiotic model theory. The purpose of this study is to determine the physical structure and inner structure of the song lyrics of the “Sarishinohara” trilogy, then analyze the denotation, connotation, and myth contained in the music video according to the Roland Barthes semiotic model. The research method uses qualitative research methods or is written in descriptive form. Based on the results of data analysis, it is known that the negative side of idol life in Japan is in the form of mental pressure experienced by idols, limitations in relationships, and negative public behavior towards idols

Page 1 of 1 | Total Record : 5