cover
Contact Name
Tajerin
Contact Email
marina.sosek@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
marina.sosek@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Buletin Ilmiah Marina : Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
ISSN : 25020803     EISSN : 25412930     DOI : -
Core Subject : Agriculture, Social,
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan merupakan Buletin Ilmiah yang diterbitkan oleh Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, dengan tujuan menyebarluaskan hasil karya tulis ilmiah di bidang Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Artikel-artikel yang dimuat diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pelaku usaha dan pengambil kebijakan di sektor kelautan dan perikanan terutama dari sisi sosial ekonomi.
Arjuna Subject : -
Articles 157 Documents
STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI PATIN DI PROVINSI JAMBI Putinur Putinur; Randi B.S Salampessy; Achmad Poernomo
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 2 (2019): DESEMBER 2019
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (730.811 KB) | DOI: 10.15578/marina.v5i2.8154

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan industri patin dan menentukan strategi prioritas untuk pengembangan industri patin diProvinsi Jambi. Penelitian dilaksanakan pada Bulan November 2018 hingga April 2019 bertempat di Provinsi Jambi (studi kasus di Kabupaten  Muaro Jambi), dilakukan dengan metode SWOT (Strengths Weaknesses Opportunities and Threats) dan AHP (Analytical Hierarchy Process). Teknik pengumpulan data meliputi survei, observasi dan wawancara. Cakupan dalam penelitian ini mulai dari sektor budi daya, sektor pengolahan hingga pemasaran. Responden dalam penelitian ini adalah pelaku usaha, pembuat kebijakan (pemerintah daerah dan pusat), serta pakar (akademisi dan peneliti). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan industri patin pada aspek budi daya diantaranya status kepemilikan lahan, ketersediaan modal, tersedianya tenaga penyuluh perikanan, tingginya  minat usaha, akses pemasaran, dukungan dan kebijakan dari pemerintah, dan kontinuitas bahan baku pakan. Pada aspek pengolahan, faktor yang mempengaruhi diantaranya lokasi unit pengolahan, ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, akses pemasaran, dukungan pemerintah, serta persaingan. Analisis SWOT menghasilkan 8 alternatif strategi untuk budi daya dan 6 alternatif strategi di sektor pengolahan. Berdasarkan hasil analisis AHP, prioritas utama dalam pengembangan patin di Provinsi Jambi adalah meningkatkan pendampingan dan pembinaan kepada pembudi daya (sektor budi daya) dan mengembangkan usaha, diversifikasi dan inovasi produk (sektor pengolahan).Title: Strategies for Pangasius Industry Development in Jambi ProvinceThe aims of this research were to identify internal and external factors and to formulate the alternative strategies in developing the pangasius industry, in Jambi Province. This research was held in November 2018 until April 2019 in Jambi Province (case study in Muaro Jambi district), applied SWOT (Strengths Weaknesses Opportunities and Threats) and AHP (Analytical Hierarchy Process) methods, while the data were obtained through survey, observation and interviews, covering aquaculture, processing and marketing sectors. Respondents in this research were businessmen, policy makers (local and centralgovernments), and experts (academics and researchers). The results indicate that internal and external factors that influence the development of the pangasius industry in the aquaculture were land ownership,capital availability, availability of fisheries extension workers, high business interest, marketing access, support and policy from the government, and continuity of feed raw materials. Whereas in the processing include the location of processing units, the availability of raw materials, labor, marketing access, government support, and competition. SWOT analysis resulted in 8 alternative strategies for the aquaculture sector and 6 alternative strategies for processing sector. Based on AHP analysis, the main priorities for  the development of pangasius industry in Jambi Province were to strengthen assistance and guidance for farmers (aquaculture sector) and business development, diversification and product innovation (processing sector).
KONSUMSI IKAN DAN UPAYA PENANGGULANGAN STUNTING DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Freshty Yulia Arthatiani; Armen Zulham
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 2 (2019): DESEMBER 2019
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (324.817 KB) | DOI: 10.15578/marina.v5i2.8107

Abstract

Konsumsi ikan dianggap sebagai salah satu solusi dalam penanggulangan pemasalahan gizi di Indonesia karena ikan merupakan sumber protein hewani yang dihasilkan oleh sumber daya alam di Indonesia. DKI Jakarta merupakan Ibukota Provinsi Republik Indonesia dengan penduduk yang sangat padat, sebagai pusat bisnis, pusat pemerintahan di Indonesia, yang dihuni oleh berbagai etnis dan golongan yang tinggal di wilayah tersebut. Akan tetapi angka stunting di DKI Jakarta masih cukup tinggi yaitu 23%. Konsumsi ikan di DKI Jakarta tergolong rendah yakni sebesar 25,40 kg/kapita/tahun dibandingkan dengan konsumsi ikan nasional sebesar 47,34 kg/kapita/tahun pada Tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan hasil analisis konsumsi ikan di DKI Jakarta yang dikaitkan dengan wilayah kabupaten/kota dan juga kelas pendapatan rumah tangga. Sumber data yang digunakan adalah SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Tahun 2017 dengan responden berjumlah 5062 rumah tangga. Data analisis dengan menggunakan analisis deskriptif, untuk tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi ikan rumah tangga. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat partisipasi konsumsi ikan di DKI Jakarta sebesar 76,67% dengan besaran konsumsi ikan tertinggi pada wilayah Kepulauan Seribu dan terendah adalah Jakarta Pusat. Oleh karena itu, strategi peningkatan konsumsi ikan yang dapat dilaksanakan adalah dengan peningkatan keterjangkauan dari ikan baik dari sisi harga maupun ketersediaanya. Selain itu, program edukasi dan promosi terhadap seluruh lapisan masyarakat perlu di lakukan. Jakarta Pusat seharusnya menjadi fokus wilayah peningkatan konsumsi ikan di DKI Jakarta karena rendahnya angka konsumsi ikan dan masih tingginya angka stunting di wilayah ini.Titled: Fish Consumption and Stunting Prevention in Jakarta ProvinceFish consumption is one solution to overcome nutritional problems in Indonesia for its animal protein sources. DKI Jakarta is the capital city and business center with a high population density inhabited by various ethnic and groups. However, the child stunting rate in Jakarta has remained high at 23%. Fish consumption in Jakarta is relatively low at 25.40 kgs/capital/year compared to national fish consumption of 47.34 kgs/capital/year in 2017. This study aims to analyze fish consumption in Jakarta associated with areas and household income. Data were taken from SUSENAS (National Socio-Economic Survey) in 2017 with 5062 household respondents. The level of participation and fish consumption were analyzed by using descriptive analysis. The results shows that participation level of fish consumption in DKI Jakarta was 76.67% with the highest number was in the Thousand Islands region and the lowest number was in Central Jakarta. Therefore, the affordability of fish price and availability are necessary strategy to increase fish consumption as well as to encourage education and promotion programs for all levels of society. Central Jakarta should be the focused areas for increasing the fish consumption in DKI Jakarta due to its low number of fish consumption and the high stunting rate in this region. 
Front+Back Matter sekretariat Marina
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 2 (2019): DESEMBER 2019
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3227.091 KB) | DOI: 10.15578/marina.v5i2.8369

Abstract

SISTEM DISTRIBUSI UDANG VANAME DI KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR Lathifatul Rosyidah; Risna Yusuf; Rismutia Hayu Deswati
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2020): JUNI 2020
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (659.467 KB) | DOI: 10.15578/marina.v6i1.8540

Abstract

Sistem distribusi memberikan pengaruh terhadap ketersediaan udang vannamei di pasar lokal Kabupaten Banyuwangi, tetapi belum didukung oleh sistem informasi distribusi udang vaname tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan profil budi daya udang vaname di Kabupaten Banyuwangi dan menganalisis sistem distribusi udang vaname. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode survei di Kabupaten Banyuwangi yang dilakukan pada bulan April 2019. Data primer diambil dengan menggunakan teknik wawancara dan diskusi dengan 40 responden yang bekerja sebagai pembudi daya udang tradisional, semi intensif dan intensif, pedagang pengumpul, supplier atau pemasok, unit pengolahan ikan (UPI), jasa logistik, pegawai Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, serta asosiasi Shrimp Club Indonesia di Banyuwangi (SCI). Data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan temuan-temuan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) petambak udang vaname di Kabupaten Banyuwangi memiliki kapasitas usaha dan kondisi budi daya yang berbeda-beda tergantung pada luasan lahan yang dimiliki, 2) pemasaran udang vaname di Kabupaten Banyuwangi melalui dua sistem, yaitu dari pembudi daya menjual ke supplier untuk dijual ke cold storage di Banyuwangi dan Surabaya. Udang vaname dari pembudi daya dijual ke pedagang pengepul untuk dijual ke pasar lokal di wilayah Banyuwangi, Bali, dan Situbondo. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberi dukungan akses informasi serta perbaikan sarana dan prasarana dari pemerintah sehingga arus distribusi udang vaname dapat berjalan lancar, efektif, dan efisienTittle: Distribution System of Vannamei Shrimp in Banyuwangi Regency, East Java ProvinceThe distribution system influences the availability of vannamei shrimp in local market of Banyuwangi Regency. However, there is less information on shrimp stock availability. This study aimed to describe the profile of vannamei shrimp farming and to analyze its distribution system in Banyuwangi Regency. The study used qualitative approach with a survey method in Banyuwangi Regency during April 2019. The primary data were collected through interview and discussion with 40 respondents of traditional shrimp farmers, semi-intensive and intensive farming methods, collectors, suppliers, fish processing plant, logistic services, government officers, and Indonesian Shrimp Club associations (SCI). Secondary data were collected through literature studies. Data were analyzed with descriptive qualitative to illustrate research findings. The findings showed that; 1) vannamei shrimp farmers in Banyuwangi Regency differ in business capacity and farming condition depending on the farm size, 2) vannamei shrimp in Banyuwangi were marketed in two systems; first, direct selling from the farmers to suppliers for cold storage in Banyuwangi and Surabaya; second, sales from the farmers to collectors for local markets in Banyuwangi, Bali and Situbondo. Therefore, government need to provide information access and infrastructure to support the ease, effectivity and efficiency of vannamei shrimp distribution.
INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA Ernawati Ernawati; Muhammad Rafiy; Surianti Surianti
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2020): JUNI 2020
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (73.522 KB) | DOI: 10.15578/marina.v6i1.7772

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ketersediaan bahan baku dan skala pemasaran industri pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Konawe Selatan. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2017 dan 2018 dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang didistribusikan kepada 21 responden pelaku usaha. Data sekunder diperoleh melalui publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Konawe Selatan. Data diolah melalui analisis deskriptif dan SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan industri pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Konawe Selatan karena bahan baku bersumber dari potensi lokal, namun kelemahannya adalah bahan baku tersebut masih fluktuatif. Kendala bahan baku dialami khususnya oleh industri fermentasi, pengasapan, dan pengeringan ikan. Selain faktor musiman, ketersediaan bahan baku juga terkendala karena bahan baku sebagian besar berasal dari nelayan tradisional dengan struktur armada perikanan yang didominasi oleh nelayan skala kecil. Dengan demikian, pengembangan industri hasil perikanan mensyaratkan perbaikan di sektor hulu melalui sinergitas kebijakan penanganan keterbatasan bahan baku dari berbagai lembaga terkait. Sementara itu, temuan penelitian menunjukkan bahwa 24% unit usaha telah menembus pasar nasional. Ketersediaan bahan baku juga terkendala karena 28% telah menembus pasar regional, sisanya 48% hanya mampu memasarkan produknya di wilayah lokal. Kelompok industri yang hanya menjangkau skala lokal, yaitu industri pelumatan, pengasapan, dan pemindangan, serta beberapa usaha makanan olahan hasil perikanan. Bagi industri yang mengalami jangkauan pasar yang rendah akibat minimnya ketersediaan bahan baku, maka dapat menggunakan bahan baku pengganti namun tetap mempertahankan kualitas produk sesuai dengan selera pasar.Title: Fish Processing Industry in South Konawe Regency,  South East SulawesiThis study aimed to examine the availability of raw materials and the marketing scale of fish processing industry in South Konawe Regency. This research was conducted in 2017 and 2018 using primary and secondary data. Primary data were collected through questionnaires from 21 respondents. Secondary data were collected from Statistics Indonesia, Fisheries and Marine Affairs Office, and Industry and Trade Affairs of South Konawe Regency. Data were analyzed with descriptive analysis and SWOT analysis. The results found that raw material from local sources is the major force of fish processing industry. However, the fluctuating condition of its availability becomes the weakness. Fermentation, smoked fish, and dried fish processing industries suffer from this raw material problems. In addition, the availability of raw materials also largely depends on fishing results from small-scale traditional fishers. Therefore, the development of the fish industries need some specific improvement in the upstream section through the synergy on policies regarding raw material management from related institutions. Meanwhile, the research finding showed that 24% of business units have penetrated national market 28% have penetrated regional market, while the remaining 48% have only penetrated local market. The local industries were pulverized, smoked fish, fish brine, and some other fish processing industries. Those who could only reach small market area due to limited availability of raw materials are able to use substitute materials in a similar quality of market preferences.
PULAU-PULAU KECIL SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA: Review Aspek Teknis, Sosial dan Ekonomi Suharyanto Suharyanto; Armen Zulham; Muhendis Sidqi; Arif Sudianto; Arif Widianto; Suraji Suraji; Didit Eko P
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2020): JUNI 2020
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (85.589 KB) | DOI: 10.15578/marina.v6i1.8934

Abstract

Potensi sumber daya hayati dan non hayati laut di Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) di Indonesia dapat menjadi pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan Indonesia. Saat ini, pertumbuhan ekonomi di kawasan perbatasan tersebut tertinggal dibandingkan di daratan. Potensi ekonomi kawasan PPKT mempunyai multiplier effect yang luas, membuka lapangan kerja, pendapatan, dan devisa jika dikelola dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi PPKT yang dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan. Analisis skoring terhadap variabel-variabel penentu digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi di PPKT. Hasil analisa menunjukkan terdapat 61 PPKT dari 111 pulau yang mempunyai potensi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan. Enam puluh satu PPKT tersebut memiliki keunggulan bervariasi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.Hasil skoring terhadap variabel potensi pada 61 PPKT tersebut menunjukkan adanya 7 (tujuh) kelas prioritas pengembangan PPKT. Hasilnya,Pulau Tokong Belayar, Senua, Mangkai, dan Mantehage termasuk ke dalam PPKT kelas prioritas pertama. Kegiatan wisata bahari direkomendasikan sebagai kegiatan potensial untuk mengembangkan perekonomian PPKT yang dapat menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat setempat serta berpeluang menambah devisa negara.Title: The Small Islands as a Center of the Regional Economic Growth in Indonesian Border Areas: Review of the Technical, Social and Economic AspectsPotency of renewable and non-renewable marine resources of Indonesian small islands could promote economic growth in Indonesian border areas. Currently, the economic growth of border areas have left behind compared with mainland areas. Potency of economy could give multiplier effect, create employment, income, as well as foreign exchanges when the resources are well managed. This study aimed to identify the potency of small islands that can be developed as center of economic growth in the border area. Scoring analysis to determinant variables were used to identify the source of economic growth in the small islands. The finding showed that there were 61 small islands of 111 small islands have the potency to be developed as economic growth center in border areas. Those 61 small islands have 7 (seven) priority classes for small islands development. As the result, the island of Tokong Belayar, Senua, Mangkai, and Mantehage islands were included in first class priority. Finally, marine tourism becomes potential activity to develop the economy of small islands, create new jobs opportunity and income sources for local communities, as well as contribute the increase of foreign exchanges.
RANTAI PASOK DAN SISTEM LOGISTIK UDANG VANAME DI KABUPATEN PINRANG, PROVINSI SULAWESI SELATAN Risna Yusuf; Lathifatul Rosyidah; Achmad Zamroni; Tenny Apriliani
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2020): JUNI 2020
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (363.621 KB) | DOI: 10.15578/marina.v6i1.8494

Abstract

Udang vaname merupakan salah satu komoditas unggulan budi daya di Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Pinrang. Secara umum, jenis udang yang dibudidayakan adalah  udang windu, vaname, udang putih, dan lainnya tersebut, mengalami penurunan produksi dari tahun 2014 sampai tahun 2016 sebesar 4,7%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rantai pasok  udang vaname, dan mengidentifikasi logistik udang vaname di Kabupaten Pinrang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem rantai pasok komoditas udang vaname di Kabupaten Pinrang memiliki tiga tipe rantai pasok, yaitu tipe 1: pembudi daya udang skala tradisional – pedagang kecil – pengecer – pasar; tipe 2: pembudi daya udang skala semi intensif – pedagang kecil – pedagang besar – Unit Pengolahan Ikan (UPI); tipe 3: pembudi daya intensif – pedagang besar– UPI. Ketiga rantai pasok tersebut memiliki nilai farmer share 80%, 94%, dan 90%, dan dikategorikan sebagai rantai pasok  yang efisien. Namun demikian, rantai pasok tipe 1 memiliki margin pemasaran terbesar dibanding rantai pasok lainnya. Pada sistem logistik komoditas, biaya distribusi udang vaname masih tinggi karena ketersediaan pasokan yang terbatas dan belum optimalnya sarana prasarana logistik seperti infrastruktur, alat transportasi yang menyebabkan tingginya biaya distribusi udang di Kabupaten  Pinrang. Oleh karena itu, penerapan manajemen sistem rantai pasok pada kegiatan produksi,  pemasaran, penanganan pascapanen, transportasi dilakukan secara integrasi, sehingga dapat menjamin kelancaran komoditas udang secara efektif dan efisien yang tercermin dari biaya logistik yang rendah, tepat waktu, dan kualitas udang yang bagus. Title: Supply Chain and Logistic System of Vannamei Shrimp  in Pinrang Regency, South Sulawesi ProvinceVannamei shrimp is one of main commodities in South Sulawesi Province, especially in Pinrang Regency. In general, the cultured species which are black tiger, vannamei, white shrimp, and other shrimps, have been decreased in production by 4.7% during 2014 to 2016. The research aimed to analyze the supply chain and logistic system of vannamei shrimp in Pinrang Regency. The research found there were 3 (three) types of vannamei supply chain in Pinrang; type 1: traditional shrimp farmer – middleman – retailer – traditional market; type 2: semi intensive shrimp farmer – small trader – supplier – fish processing unit (UPI); type 3: intensive shrimp farmer – supplier – fish processing unit (UPI). The farmer shares of each supply chain respectively were 80%, 94%, and 90%. These number indicated that the supply chains were efficient. However, type 1 had the biggest margin compared with the other types. On the other hand, the distribution cost of vannamei shrimp in Pinrang Regency were relatively high due to its limited supply, infrastructure and transportation. Therefore, there should be integrated management of supply chain in production, marketing, postharvest handling, and transportation to ensure the effectivity and efficiency of shrimp distribution. This improvement could be reflected in the low cost of logistic, precise delivery time, and good quality of the shrimp product.
MASYARAKAT PESISIR DAN PERILAKUNYA TERHADAP JARINGAN USAHA PERIKANAN: Studi Kasus Daerah Perbatasan di Kabupaten Nunukan Nensyana Shafitri; Armen Zulham; Umi Muawanah
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2020): JUNI 2020
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.148 KB) | DOI: 10.15578/marina.v6i1.8721

Abstract

Masyarakat pesisir di perbatasan Kabupaten Nunukan (Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia) dan Tawau (Sabah, Malaysia) saling ketergantungan diantara keduanya dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan input produksi perikanan. Kajian ini bertujuan menggambarkan hubungan kekerabatan masyarakat Nunukan dengan masyarakat Tawau, dan menganalisis perilaku para pelaku utama pada usaha perikanan. Responden dipilih secara purposive terhadap pemilik usaha penangkapan ikan dan budi daya rumput laut di Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik. Data primer diperoleh melalui wawancara, Focus Group Discussion (FGD), dan observasi dengan metode survei. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan deskripsi tabulasi silang dengan penghitungan sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perekonomian masyarakat perbatasan di Nunukan dipengaruhi oleh sistem kekerabatan dalam menjalankan usaha dan perilaku bisnis. Sistem kekerabatan dibangun untuk menjamin agar usaha yang dijalankan dapat berjalan dengan baik. Perilaku bisnis nelayan dan pembudi daya rumput laut menjamin keberlanjutan peningkatan skala usaha melalui akses sumber daya yang terjamin, pemilihan tenaga kerja yang tepat, pemilihan akses pasar yang sesuai, pemilihan teknologi yang tepat, pemanfaatan sumber modal yang saling menguntungkan, serta pemanfaatan sumber tabungan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah daerah Kabupaten Nunukan diharapkan dapat membentuk asosiasi atau kelompok dagang dan mendorong lembaga keuangan finansial (terutama Bank BRI atau Bank BUMN lain) mempunyai perwakilan di desa-desa produsen rumput laut dan penangkapan ikan.Title: Coastal Community and Its Behavior to Fisheries Business Networks: Case Study of Border Area in Nunukan RegencyCoastal communities in Nunukan Regency (North Kalimantan Province, Indonesia) and Tawau (Sabah, Malaysia) are interdependent in the fullfillment of the basic needs and fishery’s input production. This study aimed to describe the relationship between Nunukan and Tawau coastal community and to analyze the behaviors of the main actors of fishery businesses. Respondents were purposively selected from the owners of fishing boats and seaweed farm in Nunukan and Sebatik Island. Primary data were collected through interviews, group discussion, and survey observation. Data were analyzed with qualitative descriptive method and cross-tabulation with simple calculation. The results found that the economy of community in Nunukan was influenced by relationship system in business activities and behavior. Relationship system was built to ensure the benefit of their businesses. The business behaviors helped to ensure the sustainability and expansion of their businesses through the guarantee of resource access, employee selection, market selection, technology selection, mutual benefit of financial capital sources, and the use of existing savings. Therefore, the government of Nunukan Regency need to establish trade association or groups and to encourage the financial institution (especially government banks) to operate in the village of seaweed and fishing activities. 
PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDI DAYA NASIONAL: KINERJA DAN PERSPEKTIF PENINGKATAN EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS BERBASIS EKOSISTEM Andy Artha Donny Oktopura; Akhmad Fauzi; Ketut Sugama; Heti Mulyati
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2020): JUNI 2020
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.985 KB) | DOI: 10.15578/marina.v6i1.8870

Abstract

Peningkatan jumlah populasi penduduk yang diikuti dengan perlambatan ekonomi dan stagnasi stok dan volume produksi perikanan tangkap menjadi masalah dalam perekonomian nasional. Perikanan budi daya diharapkan menjadi salah satu alternatif penggerak perekonomian nasional di masa datang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi isu dan permasalahan serta menganalisis kinerja pembangunan perikanan budi daya nasional berdasarkan tipologi ekosistem budi daya. Penelitian ini dilakukan di 17 provinsi yang memiliki kontribusi lebih dari lima puluh persen produksi nasional, yang didasarkan pada 3 (tiga) ekosistem, yaitu; air payau, air laut, dan air tawar. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisa efisiensi dan produktivitas adalah Data Envelopment Analysis (DEA). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang bersumber dari forum grup diskusi dan data stastitik. Data luas lahan dan jumlah pembudi daya digunakan sebagai input sedangkan volume produksi dan indeks penerimaan pembudi daya ikan sebagai output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isu dan permasalahan perikanan budi daya bersifat multi dimensi yang dipengaruhi oleh aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Hasil perhitungan nilai efisiensi dan nilai indek Malmquist menunjukkan bahwa masih terjadi inefisiensi pada pembangunan perikanan budi daya nasional, meskipun secara rata-rata terjadi peningkatan produktivitas relatif di masing-masing tipologi ekosistem, yaitu air laut, air payau, dan air tawar rata-rata sebesar 8%, 13%, dan 12%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kinerja pembangunan perikanan budi daya nasional belum optimal selama tahun 2013 – 2017, tetapi berpotensi untuk ditingkatkan di masa datang apabila didukung dengan implementasi kebijakan yang memperkuat efisiensi manajemen sistem produksi dan pengembangan inovasi teknologi.
IZIN LOKASI PERAIRAN SEBAGAI SUMBER PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP): Studi Kasus Wisata Bahari di Pulau Maratua Didit Eko Prasetiyo; Uswatun Chasanah; Muhandis Sidqi; Budi Muhammad Ruslan; Gustiawirman Gustiawirman; Suraji Suraji
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2020): JUNI 2020
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (173.1 KB) | DOI: 10.15578/marina.v6i1.8886

Abstract

Kegiatan wisata bahari di Pulau Maratua memiliki beberapa permasalahan, yaitu kurangnya pemahaman pelaku usaha mengenai kewajiban izin lokasi perairan, kurangnya infrastruktur pendukungwisata bahari, dan rendahnya nilai penerimaan negara yang diperoleh oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi izin lokasi perairan kegiatan wisata bahari di Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) Pulau Maratua terhadap PNBP yang diterima oleh KKP. Penelitian dilakukan di seluruh perairan KSNT Pulau Maratua pada bulan April 2019 sampai dengan bulan Maret 2020 dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data diperoleh dari 15 (lima belas) pelaku usaha wisata bahari. Data primer dikumpulkan melalui wawancara untuk menggali informasi mengenai kewajiban izin lokasi perairan, kegiatan wisata bahari dan pembayaran PNBP, sedangkan data sekunder didapatkan dari kepustakaan dengan mempelajariliteratur, peraturan perundang-undangan, dan laporan yang berhubungan dengan penelitian ini. Analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian didapatkan bahwa kegiatanyang dilakukan KKP untuk meningkatkan pemahaman pelaku usaha dengan melakukan sosialisasi perizinan pemanfaatan ruang laut, pengambilan keterangan, dan pembukaan loket pelayanan perizinanbelum mampu menggerakkan seluruh pelaku usaha wisata bahari untuk mengajukan izin lokasi perairan. Selama kurun waktu 1 (satu) tahun hanya 40 % atau sebanyak 6 (enam) pelaku usaha dari total 15(lima belas) yang telah mengajukan permohonan dan mendapatkan izin lokasi perairan dari Menteri Kelautan dan Perikanan dengan nilai PNBP sebesar Rp238.200.000,00. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kontribusi PNBP, perlu dilakukan sosialisasi dan pembinaan yang lebih intensif, perbaikan inovasi dan kualitas pelayanan perizinan, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, pengelolaan PNBP, menetapkan target dan optimalisasi realisasi PNBP, dan pemberian sanksi.Title: The Water Location Permit as the Non-Tax State Revenue (NTSR): Case Study on Marine Tourism in Maratua Island Marine tourism on Maratua Island has been suffered from several problems, including less understanding of water location permit, lack of adequate infrastructure of marine tourism, and small amount of non-tax state revenue (NTSR) earned by Ministry for Marine Affairs and Fisheries (MMAF) This study aimed to determine the contribution of National Strategic Spesific Area (NSSA) permit to NTSR earned by MMAF. The study was conducted on all waters of NSSA in Maratua Island fromApril 2019 to March 2020 with a qualitative approach. Primary data were collected through interviews from 15 (fifteen) marine tourism entrepreneurs to explore more information on the compulsory oflocation permit, marine tourism activities and NTSR. Secondary data were collected from literature study, regulations, and relevant reports. Data were analyzed with qualitative descriptive method. The results found that MMAF efforts to provide more understanding on water location permit, information gathering, and permit offices have not been able to encourage all marine tourism entrepreneurs to apply water location permit. There were only 40% in 1 (one) year or 6 (six) from a total of 15 (fifteen) entrepreneurs who submitted application and obtained water location permit from the MMAF.Total amount of NTSR collected from those application was IDR238,200,000.00. Therefore, in order to raisethis revenue, it is necessary to provide more intensive assistance, innovation, better quality of permit services, human resource empowerment, management of NTSR, optimum target and expenditure ofNTSR, and punishment for breaches of permit regulation.

Page 10 of 16 | Total Record : 157