Jurnal Justitia : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Ruang lingkup artikel yang diterbitkan dalam JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora berhubungan dengan berbagai topik di bidang Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Internasional, Hukum Administrasi, Hukum Islam, Hukum Konstitusi, Hukum Lingkungan, Hukum Acara, Hukum Antropologi, Hukum Medis , Hukum dan Ekonomi, Sosiologi Hukum dan bagian lain terkait masalah kontemporer dalam Hukum. JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora adalah jurnal akses terbuka yang berarti bahwa semua konten tersedia secara gratis tanpa biaya kepada pengguna atau lembaganya. Pengguna diperbolehkan membaca, mengunduh, menyalin, mendistribusikan, mencetak, mencari, atau menautkan ke teks lengkap artikel, atau menggunakannya untuk tujuan sah lainnya, tanpa meminta izin terlebih dahulu dari penerbit atau penulis.
Articles
33 Documents
Search results for
, issue
"Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora"
:
33 Documents
clear
STRATEGI KOMUNIKASI PETUGAS PEMASYARAKATAN KEPADA TAHANAN DAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI TENGAH PANDEMI COVID-19
Nadia Putri
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (163.46 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i1.32-36
Komunikasi dikatakan berhasil jika komunikan menerima dan memahami pesan atau makna yang disampaikan oleh komunikator. Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat bagi warga binaan yang sebelumnya melakukan kesalahan kemudian dibina agar menyadari kesalahan,memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana tersebut. Dalam lembaga pemasyarakatan sendiri tidak terlepas dari adanya proses komunikasi. Komunikasi yang dijalin baik antara petugas pemasyarakatan dengan narapidana sangat dibutuhkan. Hal ini di karenakan dalam menjalani proses pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan akan terjadi interaksi antara petugas dan narapidana. Narapidana juga dikatakan sebagai makhluk sosial karena mereka menjadi bagian dari masyarakat hanya saja berbeda dengan anggota masyarakat lainnya,karena untuk sementara waktu kebebasan bergerak mereka dicabut namun di dalam lembaga pemasyarakatan itu sendiri narapidana tidak berhak dijadikan lebih buruk dari sebelumnya. Untuk itu komunikasi yang efektif diperlukan dalam berkomunikasi dan berinteraksi antara petugas pemasyarakatan dan narapidana
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA ALAT PELINDUNG DIRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS PT BRILIAN CIPTA NUSANTARA)
Dwi Winda Lestari;
Handoyo Prasetyo
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (204.252 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i1.269-282
Seiring mewabahnya covid-19 ke ratusan negara, membuat dunia menjadi resah, termasuk di Indonesia sehingga menimbulkan aksi pembelian alat kesehatan seperti Baju APD yang sangat dibutuhkan oleh konsumen terutama tenaga kesehatan dan APD mengalami kelangkaan di pasaran. Isu kelangkaan APD mendorong banyak industri dalam negeri yang tentunya berniat baik untuk berpartisipasi memproduksi APD dalam memenuhi kebutuhan konsumen terutama bagi tenaga kesehatan. Namun, masih terdapat Perusahaan yang tidak memenuhi standar mutu keamanan alat kesehatan sehingga memberikan kerugian bagi konsumen. UU Perlindungan Konsumen hadir memberikan payung hukum atas hak konsumen. Dalam penelitian ini, penulis menemukan berbagai permasalahan dan perlu mendapatkan jawaban yakni : (1) Bagaimana Pengaturan Standar Alat Pelindung Diri Berdasarkan Ketentuan Perundang-Undangan Indonesia? (2) Bagaimana Upaya Pemerintah Untuk Memberikan Perlindungan Hukum Yang Optimal Kepada Konsumen Terkait Standar Kualitas Alat Pelindung Diri Yang Digunakan? Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
KENDALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) TAPANULI SELATAN DALAM PENEGAKAN HUKUM MEREHABILISTASI PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA.
Abdul Aziz Abidan;
Muhammad Faisal Harahap
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (217.329 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i1.351-358
Pelaksanaan Asesmen Terpadu, diatur sebagai Tim Asesmen Terpadu melakukan asesmen berdasarkan tertulis dari penyidik. Penyidik mengajukan permohonan paling lama 1x24 jam setelah penangkapan, dengan tembusan kepada Kepala BNN setempat sesuai dengan tempat kejadian perkara. Tim Asesmen Terpadu (TAT) melakukan asesmen maksimal 2x 24 jam, selanjutnya hasil asesmen dari tim dokter dan tim hukum disimpulkan paling lama hari ketiga. Hasil Asesmen dari masing-masing tim asesmen dibahas pada pertemuan pembahasan kasus (case conference) pada hari keempat untuk ditetapkan sebagai rekomendasi Tim Asesmen Terpadu. Penempatan Rehabilitasi narkoba peranan BNN membentuk TAT (Tim Asesmen Terpadu) yang terdiri dari tim hukum dan tim medis. TAT ini merupakan tim yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Kemenkumham, BNN, dan Dinas Kesehatan. Syarat dan Prosedur Permohonan Rehabilitasi Narkoba adalah Bagi yang berstatus tersangka penyalahguna Narkoba diantaranya syarat yang mesti dipenuhi untuk mengajukan syrat permohonan rehabilitasi narkoba yaitu membuat Surat permohonan ke BNN pakai materai. Kendala yang dihadapi BNN (BNNK) dalam mencegah penyalahgunaan narkotika adalah kendala penanggulangan penyalahgunaan narkotika, antara lain pelaksanaan penanggulangan minimal, fasilitas laboratorium distribusi yang kurang memadai, kurangnya perhatian masyarakat untuk memberikan informasi tentang penyaluran dana dan pemanfaatannya. penyalahgunaan narkotika tidak memiliki fasilitas dan infrastruktur untuk menyelidiki perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.
ANALISIS HUKUM TERHADAP REKOMENDASI PBB ATAS PEMBEBASAN NARAPIDANA PADA PENJARA YANG OVERCAPACITY SAAT PANDEMI COVID-19
Azis Idris
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (177.124 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i1.174-184
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa rekomendasi yang dikeluarkan oleh PBB atas pembebasan narapidana pada penjara yang overcapacity saat pandemi Covid-19. Pasca keluarnya Kepmen Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19. Merupakan tindak lanjut oleh Kemenkumham R.I. atas rekomendasi The Office of the united nations High Commisioner for Human Right (OHCHR) atau komisaris tinggi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Komisioner Bachelet. Yang mana menimbulkan pro-kontra dimasyarakat atas kebijakan tersebut. Sehingga dianggap perlu untuk dikaji dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan yang diambil oleh kementerian baik itu keuntungan maupun kerugiannya. Rekomendasi PBB tersebut terdiri dari 5 poin yang keseluruhan telah secara jelas diatur di dalam Standard Minimum Rules for the treatment of prisoners (SMR). Hal ini juga sebabkan oleh strategi Humas yang kurang dalam membendung pemberitaan oleh media. Maka dari itu, jalan tengah yang dapat ditempuh dalam menerapkan rekomendasi PBB tersebut adalah strategi yang matang dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat sebelum Kepmen dilaksanakan di Indonesia.
PENYELANGGARAAN MAKANAN BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PADA RUMAH TAHANAN NEGARA KELAS IIB SERANG SESUAI PERMENKUMHAM NO. 40 TAHUN 2017
Prihambodo Dwi Prasongko
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (449.219 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i1.84-92
Makanan dan minuman yang diberikan kepada warga binaan sangat diatur oleh negara, dimana sebagai pelaksana negara yang mengawasi dan bertugas menjaga adalah petugas pemasyarakatan, Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Serang telah memberikan evaluasi sekaligus pengawasan terhadap pelaksanaan penyelanggaraan makanan sesuai dengan Permenkumham No. 40 Tahun 2017 tentan penyelenggaran makanan bagi warga binaan pemasyarakatan di Lapas dan Rutan. Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Serang sudah memenuhi persyaratan dalam memenuhi penyelenggaraan makanan sesuai dengan instrumen hukum Permenkumham No.40 Tahun 2017 dan telah dilaksanakan dengan baik oleh Unit Pelaksana Teknis ini, Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Serang adalah salah satu contoh Unit Pelaksana Teknis yang memberikan pelayanan dengan standar Permenkumham No.40 Tahun 2017, Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Serang masih memiliki evaluasi diantaranya, Pengarsipan data bagi warga binaan berkebutuhan khusus harus dimiliki dan di data dengan baik oleh petugas dapur yang berkoordinasi dengan tenaga kesehatan dari Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Serang, Penambahan Jumlah petugas dapur yang sesuai kriteria.
PERAN PETUGAS PEMASYARAKATAN PADA PROSES PEMBINAAN NARAPIDANA DENGAN KASUS TERORISME DALAM MEWUJUDKAN REINTEGRASI SOSIAL
Farid Sandhika Quri;
Padmono Wibowo
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (193.942 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i1.222-232
Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan yang berbahaya dan mengancam bagi bangsa dan negara Indonesia. Maraknya kasus terorisme di Indonesia diakibatkan paham radikal yang dianut oleh teroris tersebut. Seorang narapidana dengan kasus terorisme mempunya paham radikal yang sangat tinggi dan mampu mempengaruhi narapidana lain yang berada didalam Lembaga pemasyarakatan. Pembinaan narapidana dengan kasus terorisme terpusat , karena pembinaannya butuh dengan metode khusus secara bersamaan. Peran petugas pemasyarakatan dalam rangka mewujudkan.reintegrasi sosial dengan cara Deradikalisasi yang dilakukan oleh pihak Lembaga pemasyarakatan dibantu dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), selain itu pembinaan mental spiritual narapidana terorisme berbeda dengan narapidana umum, Selain pembinaan kepribadian, pembinaan dengan kemandirian juga harus dilatih pada narapidana terorisme, agar mempunyai keahlian Ketika keluar dari Lapas, dan mampu berintegrasi dengan masyrakat diluar. Perlunya pelatihan bagi petugas pemasyarakatan agar mampu membina narapidana dengan kasus terorisme secara baik dan mampu merubah radikal seorang narapidana terorisme
PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM PELAKSANAAN DIVERSI MENGGUNAKAN SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI BALAI PEMASYARAKATAN
Fitrah Adha Lubis;
Padmono Wibowo
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (165.678 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i1.134-142
Dengan lahirnya Undang1-undang Nomor 11 Tahun 20121tentang Sistem..Peradilan. Pidana.Anak sangat memberikan harapan besar..bagi Kementerian..Hukum dan HAM khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam upaya memperkuat suatu eksistensi Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang berguna dalam menangani di depan hukum terhadap anak yang terkena kasus.Undang-Undang tentang.Sistem.Peradilan Pidana.Anak mengatur secara.jelas.dan.tegas.tentang peran yang harus dilakukan, bahkan pada salah satu peran mempunyai suatu kewajiban yang harus dijalankan oleh Bapas. Dijelaskannya bahwa UU SPPA ini adalah dengan mengedepankan upaya pemulihan secara berkeadilan (restorative Justice) dan menghindarkan anak dari proses1peradilan (diversi). Perlu diingat bahwa anak adalah generasi masa depan bangsa Indonesia. Namun juga perlu dipahami bahwa tidak semuanya jenis tidak pidana itu dapat dilakukan dengan suatu tindakan Diversi. Dalam tuntuntan pidana dibawah tujuh tahun diversi baru bias dilaksanakan dan juga bukan merupakan suatu tindakan pengulangan tindak pidana. Tugas seorang PK Bapas memiliki kewajiban untuk memberikan pendampingan terhadap anak dalam setiap tingkat pemeriksaan apabila perkara anak harus masuk dalam proses peradilan
PERAN PETUGAS PEMASYARAKATAN DALAM POLA HIDUP SEHAT KEPADA NARAPIDANA
Nur Ulfah Insyani
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (287.367 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i1.37-47
Perilaku kehidupan sehat seseorang yang berada didalam penjara sangat berbeda jauh apa bila dibandingkan dengan seseorang yang memiliki perilaku hidup bersih dan sehat diluar penjara. Didalam Rutan Narapidana/Tahanan lebih cenderung hidup bergerombolan diakibatkan karena ruang hunian yang tidak memadai sehingga resiko terjadinya berbagai macam penyakit dapat muncul dengan mudah akibat pola hidup dan kebersihan yang cenderung diabaikan. Permasalahan dalam penelitian ini membahas Peran petugas pemasyarakatan dalam pola hidup sehat kepada narapidan yang bertujuan agar Narapidana/Tahanan dapat memahami pentingnya pola hidup sehat di Rutan yang disosialisasikan oleh petugas pemasyarakatan. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif literatur yang menggunakan kajian pustaka. Hasil penelitian adalah yang didapatkan adalah petugas pemasyarakatan memberikan sosialisasi kepada narapidana agar Narapidana/Tahanan dapat mengetahui bagaimana pola hidup sehat yang baik dan benar,
URGENSI UNDANG-UNDANG FINTECH:PEER TO PEER LENDING (P2P) TERKAIT PANDEMI COVID-19
Adi Kristian Silalahi
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (217.468 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i1.283-304
Tulisan ini membahas tentang perkembangan finansial teknologi khususnya peer to peer lending yang tumbuh subur di Indonesia. Peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dinilai belum bisa memberikan sanksi yang tegas atas pelanggaran yang dilakukan oleh entitas fintech. Bahkan peraturan tersebut tidak mengurangi pertumbuhan fintech ilegal yang semakin banyak di Indonesia. Pelanggaran hukum dalam fintech semakin beresiko dikarenakan adanya pandemi Covid-19 yang masih meningkat hingga sekarang. Penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian normatif dengan melakukan penelitian terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia terkait fintech khususnya peer to peer lending. Peran peraturan setingkat Undang-Undang sangat dibutuhkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap sanksi atas pelanggaran hukum dalam fintech peer to peer lending. Hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa fintech dapat dipercaya dan aman untuk digunakan.
PEMENUHAN HAK HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP) MENURUT UNDANG-UNDANG NO.12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
Idfi Juklia;
Padmono Wibowo
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 1 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (161.829 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v8i1.185-193
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Pasal 14 memuat hak-hak yang harus diterima narapidana tanpa terkecuali, meliputi pelayanan kesehatan, pendidikan perawatan serta pemberian remisi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemenuhan hak narapidana di Lapas Kelas IIA Purwokerto. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa dalam pelaksanaan pemenuhan hak-hal narapidana masih menjumpai beberapa kendala sehingga tidak terlaksana pemenuhan hak narapidana secara optimal.Kendala yang dihadapi pihak Lapas Puwrokerto meliputi keterbatasan petugas, overkapasitas, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai. Oleh karena itu pihak Lapas harus meningkatkan sarana dan prasarana yang memadai agar semua narapidana dapat mendapatkan dan merasakan hak yang sama.