cover
Contact Name
Agus Sumpena
Contact Email
agus.sumpena@unpad.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
actadiurnal@unpad.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
ACTA DIURNAL : Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan
ISSN : 26143542     EISSN : 26143550     DOI : -
Core Subject : Social,
Acta Diurnal adalah jurnal Hukum Kenotariatan dan ke-PPAT-an yang diterbitkan oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, terbit secara berkala setiap tahunnya. Artikel yang dimuat pada Acta Diurnal adalah Artikel narasi yang merupakan sebuah karya ilmiah hasil penelitian atau gagasan konseptual yang berkaitan dengan ilmu hukum khususnya berbagai masalah seputar kenotariatan dan ke-PPAT-an.
Arjuna Subject : -
Articles 34 Documents
Consumer Protection and Responsibility of Business Actors in Electronic Transactions (E-Commerce) Rahmah, Dian Maris; Suparto, Susilowati
ACTA DIURNAL Vol 2, No 2 (2019): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 2, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The use of electronic transaction (E-commerce) in trading has an impact on the international community in general and Indonesian society in particular. For Indonesia, this is related to a very important legal issue which is primarily in providing protection to parties who make transactions through the internet. This departs from the reality that consumers in e-commerce always bear the risk that is greater than the business actor. Presumably it is rather difficult to protect consumer rights in commercial activities of this model, because business actors tend to choose the standard contract whose substance is only determined by themselves. This is a normative study with the statute approach method. The results are basically Law on Consumer Protection (UUPK) in Indonesia has been very effective in regulating consumer rights, so if there are things that violate the law carried out by business actor, consumers can claim their rights. It’s just that in this kind of transaction the consumers are passive and surrenders to the events that happen to them considering that this transaction is very difficult for consumers to claim for their rights; Business actors must fulfill their responsibilities as regulated in Article 9 of the Law on Information and Electronic Transaction (UU ITE) concerning contractual responsibility and product liability as well as Article 17 paragraph (2) of the UU ITE concerning the principles of responsibility, namely responsibility for mistakes, responsibility for negligence and principles of responsibility without errors; and the provisions concerning the prohibition of standard contract are far from the values and objectives made. As a legal issue in the context of consumer protection regarding the court in resolving cases related to disputes in standard contract, it cannot be separated from the issue of the low public trust in the integrity of the court to settle the dispute
PENERAPAN PRINSIP KEMANDIRIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT PERTAMEDIKA SEBAGAI INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN PT AGRO MEDIKA NUSANTARA Syahbaniar, Alia Putri; Gultom, Elisatris; Afriana, Anita
ACTA DIURNAL Vol 2, No 1 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 1, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan dibentuknya Holding Rumah Sakit Badan Usaha Milik Negara. Pembentukan holding rumah sakit BUMN pada kenyataannya menimbulkan masalah yang dialami oleh PT Agro Medika Nusantara sebagai anak perusahaan yang menjalankan ketentuan dalam perjanjian kerjasama pengelolan rumah sakit Agro Medika Nusantara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemandirian rumah sakit Agro Medika Nusantara dalam pengelolaan rumah sakit berdasarkan perjanjian kerjasama antara PT Pertamedika dengan PT Agro Medika Nusantara dan menemukan jawaban tanggung jawab PT Pertamedika terhadap kerugian yang diderita PT Agro Medika Nusantara dalam holding rumah sakit BUMN. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis kualitatif berdasarkan data kepustakaan dlengkapi data primer yang kemudian dituliskan secara deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Perjanjian kerjasama pengelolaan rumah sakit dalam holding rumah sakit BUMN menyebabkan penerapan prinsip kemandirian good corporate governance rumah sakit Agro Medika Nusantara terganggu, salah satu dampaknya menimbulkan kerugian. PT Pertamedika tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh PT Agro Medika Nusantara karena PT Pertamedika hanya mengelola rumah sakit berdasarkan perjanjian kerjasama. Ketentuan dalam perjanjian kerjasama perlu ditinjau kembali untuk menyesuaikan kebijakan rumah sakit Agro Medika Nusantara agar kemandirian rumah sakit tidak terganggu dan tanggung jawab PT Pertamedika sebagai induk perusahaan terhadap kerugian yang diderita PT Agro Medika Nusantara perlu diatur secara jelas dalam perjanjian kerjasama.
STATUS HAK ATAS TANAH YANG DIJADIKAN MODAL PERSEROAN TERBATAS TANPA PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH Harnis, Widya; Suryanti, Nyulistiowati; Rubiati, Betty
ACTA DIURNAL Vol 1, No 2 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 1, Nomor 2, Juni 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

ABSTRAKPemasukan tanah sebagai modal perseroan terbatas harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Ketidaksesuaian pemasukan tanah ke dalam perseroan terbatas dapat menimbulkan masalah terhadap status kepemilikan hak atas tanah, karena adanya perbedaan antara data fisik dan data yuridis dengan kenyataan yang merugikan pemegang hak sebenarnya. Tulisan ini merupakan hasil dari penelitian yang telah selesai dilakukan untuk mengkaji pemasukan tanah ke dalam perseroan terbatas dan status hak atas tanah yang dijadikan modal perseroan terbatas tanpa pendaftaran peralihan hak. Sebagai bagian dari penelitian yuridis normatif yang dianalisis secara yuridis kualitatif, hasil yang didapat yaitu pemasukan tanah ke dalam perseroan terbatas harus dilakukan dengan RUPS, dibuat dengan akta inbreng oleh PPAT yang berwenang untuk dilakukan pendaftaran peralihan hak. Status tanah yang dijadikan modal perseroan terbatas tanpa dilakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah dianggap sebagai milik orang yang namanya tercatat dalam sertipikat, bukan bagian dari harta kekayaan perseroan terbatas. Namun, pereroan terbatas dapat menggugat kebenaran data sertipikat dengan membuktikan adanya itikad baik dalam perolehan hak atas tanah atau penguasaan nyata yang menunjukan hubungan antara tanah dengan perseroan terbatas karena sertipikat hak atas tanah merupakan alat bukti yang kuat. Kata kunci: inbreng, pendaftaran tanah, status tanah.ABSTRACTThe remittance of capital in the form of transitional land, must be in accordance with Act No. 40 Year 2007 On limited liability company and Government Regulation Number 24 year 1997. Mismatch of land revenue into the company may give rise to problems regarding the status of ownership rights over the land because of a mismatch between the data physical and juridical data with reality, so that the holders of rights can actually be harmed. This paper is the result of research that has been done to examine the inclusion of land into a limited liability company and the status of land rights, which provided the capital limited liability company which is done without any transitional registration entitlements. As part of the juridical normative research who analyzed the normative juridical basis, results obtained, namely the inclusion of land into the capital of the company must be made with the general meeting of shareholders, made with participation certificate capital into a limited liability company by land deed official authorities, and registration is performed inbetween the right to reverse the name, as well as the status of the land was made capital of the company without the registration done right to transition behind the name still is considered to belong to the person whose name was recorded in the certificate, not part of the property of the company. However, limited pereroan can sue the truth with the certificate data to prove the existence of goodwill in the acquisition of land rights or real mastery that shows the relationship between the land with limited liability because land rights certificate is strong evidence.Keywords: inbreng, land register, status of land rights.
KEWENANGAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN OLEH BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) Yustianti, Surti
ACTA DIURNAL Vol 1, No 1 (2017): ACTA DIURNAL, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

AbstrakStudi ini menganalisis kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan  yang di atur dalam UU No. 21 Tahun 2011 yang sebelumnya dilakukan oleh Bank Indonesia sesungguhnya untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip itikad baik pada perbankan dalam rangka mencegah resiko terhadap adanya tindak pidana  perbankan. Pengawasan dan pengaturan perbankan setelah keluarnya UU OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Bank Indonesia sebagai bank sentral hanya berperan sebagai regulator kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas moneter. Permasalahan dalam penelitian ini adalah  mengenai konsep hukum pengaturan dan pengawasan sektor perbankan oleh OJK dan bagaimana hubungan hukum dengan Bank Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah  yuridis normatif, selanjutnya data yang digunakan data sekunder dan data primer, pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual, dan komporatif. Kewenangan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia yang dialihkan ke OJK  hanya yang berkaitan dengan microprudential, dan pengaturan  perbankan oleh Bank Indonesia  tetap  dilakukan oleh Bank Indonesia  hanya macroprudential, sedangkan pengaturan perbankan oleh OJK tidak sepenuhnya secara indenpenden. Kata Kunci : Bank Indonesia, hubungan hukum, kewenangan, Otoritas Jasa  Keuangan.     AbstractThis study analyzes the regulatory and supervisory authority of banks conducted by the Financial Services Authority set out in Law no. 21 of 2011 which was previously undertaken by Bank Indonesia in fact to apply the principles of prudence and good faith principles to banks in order to prevent the risk of banking crime. Banking supervision and regulation after the issuance of the OJK Law (Financial Services Authority), Bank Indonesia as the central bank only acts as a monetary policy regulator to maintain monetary stability. The problem in this research is about the concept of law of regulation and supervision of banking sector by OJK and how the legal relationship with Bank Indonesia. The type of research used is juridical normative, then the data used secondary data and primary data, the approach in this study using conceptual approach, and komporatif. Bank Indonesia's regulatory and supervisory duties transferred to OJK are only related to microprudential, and the banking arrangements by Bank Indonesia are still conducted by Bank Indonesia only macroprudential, while the regulation of banking by OJK is not fully independent.Keywords: authority, Bank Indonesia, legal relations and the Financial Services Authority
ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI KAWASAN WISATA DALAM PERSPEKTIF PENERAPAN ASAS TATA GUNA TANAH Fauziah, Layla Mardiyani; Kurniati, Nia; ., Imamulhadi
ACTA DIURNAL Vol 2, No 1 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 1, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

ABSTRAKAlih fungsi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya yang direncanakan menjadi fungsi lain yang membawa dampak terhadap lingkungan serta potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan wisata harus sesuai dengan prinsip penatagunaan tanah dan perencanaan tata ruang. Dijumpai alih fungsi lahan yang tidak memperhatikan penatagunaan tanah dan perencanaan tata ruang wilayah. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan asas tata guna tanah dalam pengaturan pelaksanaan alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan wisata dan bagaimana akibat yang timbul dalam alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan wisata. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian menggunakan data sekunder yang selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian bahwa pengaturan pelaksanaan alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan wisata di Kabupaten Garut didasarkan pada Peraturan Bupati Nomor 52 tahun 2017 tentang Penataan Kawasan Wisata Darajat. Dalam pelaksanaan di lapangannya masih dijumpai pengusaha yang melanggar persyaratan alih fungsi lahan. Pemerintah Daerah Kabupaten Garut kurang melakukan pengawasan dan tidak ada sanksi tegas terhadap para pengusaha yang melanggar persyaratan alih fungsi lahan yang sudah ditentukan. Dampak positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan social masyarakat, sedangkan dampak negative berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan.Kata kunci: alih fungsi lahan pertanian; asas tata guna tanah; kawasan wisata.ABSRACTLand conversion is the transformation of the entirety or a part of the use of the land from its original purpose to a different purpose which brings an impact toward the environment and the potential of the land. Conversion of agricultural land to a tourism area must comply with the principle in land stewardship and land use planning. There are many land conversion which do not comply with these said principles. The issue adressed in this study is how well the implementation of land stewardship in the conversion of agriculutral land to a tourism area and what is the consequences that may arise from the conversion of agricultural land to a tourism area. This study uses juridical normative method which is a study that relies on secondary data. analyses it based on legal theory and relevant legal instruments. The study found that the implementation of conversion of agricultural land to a tourism area in Garut District is based on Regent Regulation Number 52 Year of 2017 concerning Land Use Planning in Darajat Tourism Area. In its implementation, private sectors still do not comply with the regulation in converting lands. The government of Garut District does not adequately monitor the conversion and does not implement strict punishment to perpetrators who violate the regulation. The conversion creates two consequences. The positive impact includes economy and social growth. The negative impact includes the preservation of the environment.Keyword: conversion of agricultural land; land use principle; tourism area.
IMPLIKASI HUKUM PELANGGARAN KOEFISIEN DASAR BANGUNAN PADA RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT DALAM KAWASAN INDUSTRI TERHADAP PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP Dwiharyani, Ellyna; ., Imamulhadi; Priyanta, Maret
ACTA DIURNAL Vol 1, No 2 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 1, Nomor 2, Juni 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

ABSTRAKUndang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang sebagaimana Pasal 29 mengamanatkan penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) pada kawasan perkotaan. Penyediaan RTH salah satunya RTH Privat didorong penyediaannya dalam kawasan industri. Kota Cimahi merupakan salah satu kota yang harus mewujudkan proporsi RTH kawasan perkotaan dan terdapat perusahaan industri dalam kawasan industrinya yang belum dapat menyediakan RTH Privat sesuai ketentuan akibat pendirian bangunan pabrik sebelum terbentuknya Kota Cimahi. Penelitian ini bertujuan menganalisis implikasi hukum dari pelanggaran koefisien dasar bangunan pada ruang terbuka hijau privat dalam kawasan industri di Kota Cimahi dan pengendalian yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cimahi dalam hal pelanggaran koefisien dasar bangunan pada ruang terbuka hijau privat dalam kawasan industri di Kota Cimahi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil yakni pertama, implikasi hukum dari pelanggaran koefisien dasar bangunan pada ruang terbuka hijau privat dalam kawasan industri di Kota Cimahi adalah perlunya penertiban yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cimahi berupa penyesuaian bangunan pabrik Perusahaan Industri dilakukan dengan memberikan ketentuan-ketentuan pada saat permohonan IMB baru atau IUI baru untuk taat pada persyaratan teknis dan persyaratan administratif bangunan gedung serta penyediaan RTH Privat pada bangunan pabrik dengan luasan sesuai arahan persyaratan teknis dari Pemerintah Kota Cimahi. Kedua, pengendalian dari pelanggaran koefisien dasar bangunan pada ruang terbuka hijau privat dalam kawasan industri Kota Cimahi terdiri dari upaya preventif dan upaya represif.Kata kunci: implikasi hukum, koefisien dasar bangunan, ruang terbuka hijau.ABSTRACTThe Law Number 26 of 2007 concerning Spatial Planning has mandated in its Article 29, to provide open green space (OGS) in city area. All construction developer in city area supports the act to provide OGS. Cimahi city is one of many cities that has specific portion of area meant for industry. Industrial company are encouraged to be able to contribute to the act of providing Private OGS. This research aims to understand the legal implication on the breach of building coverage ratio in private open green space in the industrial area of Cimahi City to the conservation of the function of living environment and also the spatial control efforts made by the Cimahi City Government in case of such breach occurrence. This research use descriptive-analytical method with juridical-normative approach. Based on the research conducted, the result is: first, the legal implication on the breach of Building Coverage Ratio (BCR) in private open green space in industrial area in Cimahi City resulted into the necessity of the Cimahi City Government to enact regulation. The enactment of the regulation is in the form of adjustment of factory buildings owns by the Industrial Company, through the given provisions at the time of new Building Permit (IMB) or Industrial Business License (IUI) application, where the applicant has to comply to the technical and administrative requirements of building construction provided as well as the obligation to provide Private OGS in industrial buildings with the measurement in accordance with the technical specification from the Cimahi City Government. Second, the control efforts to the breach of BCR in Private OGS in Cimahi City industrial area composed of preventive and repressive efforts.Keywords: building coverage ratio, legal implication, open green space.
PEMBIAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH MELALUI SITUS CROWDFUNDING “PATUNGAN.NET” DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Indriasri, Alivia; Suryanti, Nyulistiowati; Afriana, Anita
ACTA DIURNAL Vol 1, No 1 (2017): ACTA DIURNAL, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

ABSTRAKKeterbatasan mengakses bantuan permodalan merupakan salah satu persoalan yang dihadapi sebagian besar pelaku usaha, termasuk UMKM. Pada praktiknya, saat ini berkembang kegiatan penggalangan dana masyarakat secara online melalui situs crowdfunding yang ditujukan untuk pembiayaan UMKM. Tulisan ini merupakan hasil dari penelitian yang telah selesai dilakukan untuk mengetahui dan mengkaji legalitas pembiayaan UMKM yang bersumber dari penggalangan dana secara online melalui situs Patungan.net serta sejauh mana tanggung jawab pengelola situs Patungan.net sebagai perantara pelaku UMKM selaku pemilik proyek dan suporter dalam hal tidak ada kontrak yang menjadi dasar hubungan hukum dalam pembiayaan UMKM. Sebagai bagian dari penelitian yuridis normatif yang dianalisis secara yuridis normatif, hasil yang didapat sebagai kesimpulan yaitu bahwa pembiayaan UMKM yang bersumber dari penggalangan dana masyarakat melalui situs crowdfunding Patungan.net tidak legal karena berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Tanggung jawab pengelola situs Patungan.net sebagai perantara dengan suporter tidak hanya terbatas pada kewajiban menyerahkan donasi yang terkumpul kepada pelaku UMKM apabila penggalangan dana berhasil mencapai target atau kewajiban untuk mengembalikan donasi yang terkumpul kepada masing-masing suporter apabila penggalangan dana gagal mencapai target, tetapi adanya lastgeving antara pengelola situs dengan pelaku UMKM yang terjadi dengan sendirinya sesuai ketentuan Pasal 1793 KUHPerdata, maka harus bertanggung jawab melaporkan transparansi dana yang terkumpul selama penggalangan dana berlangsung berdasarkan Pasal 1802 KUHPerdata.Kata kunci: Crowfunding, Pembiayaan, Usaha Mikro Kecil Menengah.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN FINANCIAL TECHNOLOGY P2P LENDING DALAM KEGIATAN PENAGIHAN PINJAMAN UANG YANG MELANGGAR ASAS PERLINDUNGAN KONSUMEN DIKAITKAN DENGAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Hatami, Raka Fauzan; Gultom, Elisatris; Afriana, Anita
ACTA DIURNAL Vol 2, No 2 (2019): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 2, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kehadiran perusahaan fintech P2P lending sebagai lembaga jasa keuangan baru membuat konsumen dapat melakukan pinjaman uang dengan mudah. Akan tetapi, keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut justru merugikan konsumen karena cara penagihan pinjaman uang yang dilakukan tidak sesuai dengan asas keamanan dan keselamatan dalam perlindungan konsumen. Konsumen diintimidasi dan data-data pribadi disebarluaskan apabila tidak membayar tepat waktu. Tindakan tersebut tidak hanya dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar di OJK saja, tetapi juga yang illegal. OJK dan Bareskrim Polri kesulitan untuk melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif dan spesifikasi penelitian berupa deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang pertama dilakukan dengan cara melihat beberapa literatur-literatur, karya ilmiah sarjana, dan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh data sekunder, serta studi lapangan berupa wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum dalam rangka perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan belum optimal karena regulasi hukum yang ada untuk melindungi konsumen terhadap tindakan yang dilakukan perusahaan fintech P2P lending belum cukup baik. Dibutuhkan suatu regulasi hukum dan koordinasi yang memadai diantara pihak-pihak terkait untuk melakukan penegakan hukum dalam rangka melindungi konsumen terhadap perusahaan-perusahaan fintech P2P lending yang melanggar hak-hak dari konsumen.
PENGGUNAAN NAMA DESA TRUSMI PADA MEREK DAGANG TERDAFTAR DIKAITKAN DENGAN HAK EKONOMI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS Nabilah, Ilvi; Sudjana, U.; Rafianti, Laina
ACTA DIURNAL Vol 2, No 1 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 1, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pendaftaran atas suatu merek dagang,  salah satu syaratnya tersebut dalam Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar jika merupakan nama umum. Kota Cirebon memiliki daya tarik bagi para wisata salah satunya karena karya batiknya, desa Trusmi yang berada di dalam wilayah Kota Cirebon merupakan desa penghasil batik. Terdapat salah satu perajin yang mendaftarkan nama Trusmi sebagai merek dagang. Tujuan penelitian ini menentukan kesesuaian pendaftaran merek dagang terdaftar Batik Trusmi dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, serta menentukan pemanfaatan hak ekonomi berkaitan penggunaan nama desa sebagai merek dagang. Penelitian dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu menelaah bahan pustaka dan data primer yang diperoleh secara langsung dari masyarakat. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 yaitu Tidak dapat didaftarkannya sebuah merek yang merupakan suatu tanda yang telah menjadi milik umum. Tanda milik umum ini merupakan tanda yang terdiri dari tanda atau indikasi yang menunjukkan kelaziman atau kebiasaan terkait dengan bahasa yang dikenali secara nasional yang digunakan dalam praktik perdagangan yang jujur(generic term). Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 menyebutkan bahwa suatu merek tidak dapat didaftar jika merek tersebut merupakan nama umum dan atau lambang milik umum. Bahwa Trusmi adalah nama umum atau public domain yang seharusnya tidak dapat didaftarkan sebagai merek. Secara ekonomi hal tersebut akan berakibat penurunan pendapatan yang akan berujung pada penurunan kesejahteraan masyarakat Desa Trusmi yang sejak dahulu menggeluti usaha sebagai perajin batik.
PERTANGGUNGJAWABAN SUAMI ISTERI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HARTA BERSAMA PADA PERKAWINAN DENGAN PERJANJIAN KAWIN Inayatillah, Revi; Judiasih, Sonny Dewi; Afriana, Anita
ACTA DIURNAL Vol 1, No 2 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 1, Nomor 2, Juni 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

ABSTRAKPerkawinan yang sah tidak saja  membawa akibat ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita saja yang menyatu, akan tetapi terciptanya harta benda suami dan isteri dalam perkawinan. Salah satu bentuk harta benda perkawinan berupa harta bersama. Harta bersama merupakan harta benda yang diperoleh suami dan isteri selama perkawinan berlangsung, dengan tidak mempermasalahkan pihak mana yang menghasilkannya. Dengan adanya Putusan Mahakamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 dibolehkannya perjanjian kawin dibuat setelah perkawinan berlangsung. Dapat menjadi masalah apabila terjadinya perjanjian kredit dengan jaminan harta bersama, yang dikemudian hari baru dibuat perjanjian perkawinan yang diperbolehkan dengan adanya putusan Mahkamah Kostitusi. Artikel ini merupakan hasil dari penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif kemudian dianalisis secara normatif kualitatif. Disimpulkan bahwa suami/istri tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban apabila tidak menyatakan persetujuan dalam perjanjian kredit dengan jaminan harta bersama. Perjanjian kawin pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 belum memberikan kepastian hukum bagi pihak ketiga dikarenakan para pihak dikhawatirkan tidak beritikad baik dalam pembuatan perjanjian kawin. Untuk memberikan kepastian bagi pihak ketiga selaku pemberi fasilitas kredit bagi pasangan suami dan istri dan dapat dipertanggungjawabkan, maka pasangan suami istri seharusnya melakukan pendaftaran pencatatan perjanjian perkawinan guna memenuhi asas publisitas.      Kata kunci: harta bersama, perjanjian kawin, perjanjian kredit, perkawinanABSTACTLegitimate marriages not only bring the consequences of an inner bond between a man and a woman merely but the creation of the husband and wife’s property in the marriage. One form of marital property is a common property. Mutual property is a property acquired by a husband and wife during marriage, without questioning which party produces them. With the Constitution of the Constitution Number 69 / PUU-XIII / 2015, a marriage agreement was made after the marriage took place. It can be a problem when a credit agreement with a joint property collateral, which was later made a marriage agreement allowed with the verdict of the Constitutional Court. This article is a result of research using a normative juridical approach method then normatively analyzed qualitatively. It is concluded that husbands and wives can not be held accountable when not expressing consent in a credit agreement with the guarantee of common property that the spouse does not express agreement in a credit agreement with a joint property guarantee. The marriage agreement after the Constitutional Court Decision Number 69 / PUU-XIII / 2015 has not given legal certainty for third parties as the parties are feared not to have good faith in the making of a marriage agreement. To provide certainty for a third party as a credit facility for couples and spouses and to be accountable, spouses should register registration of marriage agreements in order to fulfill the publicity basis.Keywords: credit agreement, marriage, marriage agreement, mutual property

Page 2 of 4 | Total Record : 34