cover
Contact Name
Afandi Sitamala
Contact Email
asitamala@untirta.ac.id
Phone
+62254-280330
Journal Mail Official
jurnalnuranihk@untirta.ac.id
Editorial Address
Faculty of Law, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Jl. Raya Jakarta, KM. 4, Pakupatan, Kota Serang, Provinsi Banten. Telp. (0254) 280330 Ext. 218, Fax.: (0254) 281254
Location
Kab. serang,
Banten
INDONESIA
Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 26557169     EISSN : 26560801     DOI : http://dx.doi.org/10.51825/nhk
Core Subject : Humanities, Social,
Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum Nurani Hukum : Jurnal Ilmu Hukum also known as Nurani Hukum is national peer review journal on legal studies. The journal aims to publish new work of the highest calibre across the full range of legal scholarship, which includes but not limited to works in the law and history, legal philosophy, sociology of law, Socio-legal studies, International Law, Environmental Law, Criminal Law, Private Law, Islamic Law, Agrarian Law, Administrative Law, Criminal Procedural Law, Commercial Law, Constitutional Law, Human Rights Law, Civil Procedural Law and Adat Law. Nurani Hukum: Jurnal Ilmu Hukum is published by Faculty of Law, University of Sultan Ageng Tirtayasa in Collaboration with Pusat Kajian Konstitusi Perundang-Undangan dan Pemerintahan (PKKPUP). periodically published in December and June and the approved and ready to publish in the website and hardcopy version will be circulated at every period. Therefore, all articles published by Nurani Hukum: Jurnal Ilmu Hukum will have unique DOI number. In 2021, the Nurani Hukum requires English as its main language, and therefore accepts journals only in English.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 111 Documents
KENDALA DALAM PENGAMANAN KAWASAN HUTAN KONSERVASI SUAKA MARGASATWA LAMANDAUBERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA. Yulianti Yulianti
Nurani Hukum Vol 1, No 1 (2018): Vol. 1 No. 1 Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v1i1.4814

Abstract

Perlindungan Konsumen Terhadap Penggunaan Klausula Baku Tentang Pemberian Kuasa dalam Perjanjian Kredit Bank di PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. Kantor Cabang Khusus Banten Dika Ratu Marfu'atun
Nurani Hukum Vol. 3 No. 1 Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v3i1.8464

Abstract

Kegiatan usaha utama bank berupa menarik dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Bentuk perjanjian kredit perbankan adalah berbentuk perjanjian standar yang syarat-syaratnya ditentukan oleh pihak bank. Pasal 18 ayat (1) UUPK memberikan syarat-syarat pembuatan klausula baku yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasal 18 ayat (1) huruf d UUPK dinyatakan pelarangan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha secara sepihak baik langsung maupun tidak langsung, pada prakteknya masih ada pelaku usaha yang mencantumkan mengenai pemberian kuasa secara sepihak, salah satunya dalam perjanjian Kredit Guna Bhakti di Bank BJB dalam Pasal 11 terdapat klausula pemberian kuasa secara sepihak oleh konsumen kepada pelaku usaha. Pemberian kuasa merupakan suatu perjanjian, tetapi pemberian kuasa tidak boleh dilakukan secara sepihak, hal ini bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf d UUPK, maka seharusnya perjanjian tersebut batal demi hukum karena tidak sesuai dengan syarat sah perjanjian yaitu sebab suatu yang halal, sedangkan Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara khusus mengenai pemberian kuasa secara sepihak tetapi lebih ke unsur kepercayaan serta mengatur tentang pemberian kredit. Pada dasarnya para debitur tidak merasa dirugikan dengan adanya pencantuman klausula baku tentang pemberian kuasa secara sepihak, karena selama ini Bank BJB tidak pernah melakukan hal-hal di luar dari batas kewenangan karena pihak bank BJB berdasarkan asas kepercayaan, tetapi klausula tentang pemberian kuasa secara sepihak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 18 ayat (1) huruf d UUPK.
The Tax Dispute Settlement According To Justice And Court System In Indonesia Rustian Mushawirya
Nurani Hukum Vol. 2 No. 2 Desember 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v2i2.6549

Abstract

This research is motivated by an inconsistency in the regulation of the existence of tax justice in the Indonesian justice system, where the tax court is an appeal court against a decision in the field of tax dispute. A taxpayer who objects to the amount of tax that must be paid, can file a claim to the Directorate General of Taxes as the decision maker of tax disputes in the first stage. Legal problems are born from inconsistencies that occur in the concept of legal authority on the basis of the position held by the tax court and the Directorate General of Taxes on the Indonesian state system. Tax Justice is within the scope of the judicial body, while the Directorate General of Taxes is within the scope of the Executive body. This difference gave birth to a tendency towards partiality of the Directorate General of Taxes in deciding tax disputes because the disputed object was a decision of the government itself.This study uses legal materials as a research instrument, by carrying out several approaches namely the conceptual, the legal, and the case approach. This study aims to find the suitable theoretical and juridical foundation to create a tax justice system that is independent and give the legal certainty and protection to thethe interests of the people. The results of the study show that the tax court which is within the scope of the state administrative court must have the authority to try since the first stage and the stage of the appeal, which will end in the Supreme Court. This is done to avoid conflicts of interest within the executive body itself which results in the absence of legal protection for the people.KEYWORDS: tax justice, court, dispute, legal protection
Peran Fikih Indonesia dalam Modernisasi Hukum Islam (Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974) Muhamad Muslih
Nurani Hukum Vol. 2 No. 1 Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v2i1.5477

Abstract

There are several views of thought that hinder the process of developing Islamic law, even they argue that Islamic law cannot be developed. Joseph Schacht (1955) argued that the purpose of Muhammad SAW was appointed as a Prophet not to create a new legal system, but to guide humans to be able to go to heaven. Muhammad Khalid Mas'ud (1955), Asaf Ali Asghar Fyzee (1955), and Yahya Harahap (2003) argue that the process of modernizing Islamic law cannot be done by everyone, because it requires certain skills to do it and there are limits to objects that cannot be modernized. Islamic law is not a law in the sense of modern law.This study aims to prove that Islamic law in Indonesia always develops according to the needs of the society. Hasbi Ash-Shiddieqy (1975) argue that Islamic law is an attempt by legal experts to apply the Sharia to the needs of the society. ‘Fikih Indonesia’ initiated by Hasbi Ash-Shiddieqy has an important role in the process of modernizing Islamic law in Indonesia.The research method used in this research is Descriptive Qualitative and research data sources are classified as Library Research. The approach used is a Socio-Legal and Normative Juridical Approach. Primary data sources are Hasbi Ash-Shiddieqy's books and Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Secondary data sources used are all writings, journals, books, articles, and other sources that are relevant to the discussion.The results of this study that Islamic law in Indonesia always develops according to the needs of the society. In terms of history, the role of ‘Fikih Indonesia’ initiated by Hasbi Ash-Shiddieqy has a very important role in the process of modernizing Islamic law in Indonesia. Because ‘Fikih Indonesia’ became the idea of the Draft Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. So there are many similarities between Undang-undang No. 1 Tahun 1974 and ‘Fikih Indonesia’. Keywords: Islamic Law, Modernization, Fikih Indonesia
Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa Investasi Ahmad Fajar Herlani
Nurani Hukum Vol. 3 No. 2 Desember 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v3i2.9205

Abstract

In investment activities between investors, the investment destination country (host country), the investment country of origin (home country) has different interests. In the course of investment activities, these interests often clash due to various factors in the recipient country. Conflicting interests will become a conflict for the parties and can harm materially and immaterial. The settlement of the conflict must be resolved with a win-win solution not to harm either party so that investors do not withdraw their capital from the recipient country. It is hoped that investment dispute resolution forums available in Indonesia or outside Indonesia can be used to resolve conflicts that occur with a win-win solution.Dalam kegiatan investasi antara investor, negara tujuan investasi (host country), negara asal investasi (home country)  mempunyai kepentingan yang berbeda. Dalam berjalannya kegiatan investasi seringkali kepentingan tersebut saling berbenturan karena berbagai faktor di Negara penerima. Kepentingan yang saling berbenturan akan menjadi konflik bagi para pihak dan bisa merugikan secara materil maupun immateril. Penyelesaian konflik tersebut harus diselesaikan dengan win-win solution tidak merugikan salah satu pihak sehingga investor tidak menarik modalnya dari Negara penerima. Diharapkan forum penyelesaian sengketa investasi yang tersedia di Indonesia ataupun diluar Indonesia dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dengan win-win solution.
Kedudukan Lembaga Negara Independen Berfungsi Quasi Peradilan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Eki Furqon
Nurani Hukum Vol. 3 No. 1 Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v3i1.8523

Abstract

The development of the concept of state institutions has given rise to the idea of creating an independent state institution that has a quasi-judicial function, aiming to maximize the expected achievements by taking into account that an independent state institution is a state institution that is free from intervention from other parties. However, the quasi-judicial function in independent state institutions is not fully equal or equal to the function in state institutions which are under the branch of judicial power. For this reason, this paper was made with the aim of seeing how the position of an independent state institution functions as a quasi-judicial system in the Indonesian constitutional system.The method used in this research is descriptive qualitative using library data as the main data. The author uses normative juridical research methods with due regard to existing legal rules and is directly related to the research topic this time.Research results show that, an independent state institution that functions as a quasi-judiciary has a foothold in the constitution in Article 24 Paragraph (3) which means that the constitution requires the existence of a state institution outside the state institution in the judicial branch of power to participate in the judicial function as long as it is regulated by law . Independent state institutions function as a quasi-judicial system such as the KPPU, KPI, Information Commission, Bawaslu, and the Ombudsman in their arrangements to have the authority to settle cases or disputes in their respective fields, which means there is a quasi-judicial function within these institutions.Perkembangan konsep kelembagaan negara telah melahirkan ide penciptaaan lembaga negara independen yang memiliki fungsi quasi peradilan, bertujuan untuk memaksimalkan capaian yang diharapakan dengan memperhatikan bahwa lembaga negara independen adalah lembaga negara yang terbebas dari intervensi pihak lain. Meskipun demikian, fungsi quasi peradilan yang ada dalam lembaga-lembaga negara independen tidak sepenuhnya setara atau sama dengan fungsi yang ada pada lembaga negara yang berada dibawah cabang kekuasaan yudikatif. Untuk itu, tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk melihat bagaimana kedudukan lembaga negara independen berfungsi quasi peradilan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.Metode yang digunakan pada penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dengan menggunakan data kepustakaan sebagai data utama. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan memperhatikan aturan hukum yang ada dan berkaitan langsung dengan topik penelitian kali ini.Hasil Peneltitian menunjukan bahwa, lembaga negara independen berfungsi quasi peradilan memiliki pijakan pada konstitusi pada Pasal 24 Ayat (3) yang mana bermakna bahwa konstitusi menghendaki adanya lembaga negara diluar daripada lembaga negara dalam cabang kekuasaan yudikatif untuk turut memiliki fungsi mengadili sepanjang diatur dengan undang-undang. Lembaga negara independen berfungsi quasi peradilan seperti KPPU, KPI, Komisi Informasi, Bawaslu, dan Ombudsman dalam pengaturannya memiliki kewenangan untuk melakukan penyelesaian perkara atau sengketa yang ada di masing-masing bidangnya yang berarti terdapat fungsi quasi peradilan di dalam lembaga-lembaga tersebut.
Omnibus Law : Dalam Perspektif Hukum Responsif Pudjo Utomo
Nurani Hukum Vol. 2 No. 1 Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v2i1.8168

Abstract

One of the problems with investing in Indonesia is legal certainty in the field of licensing. The number of overlapping regulations, and bad services, have an impact on the lack of investor interest. Therefore it is necessary to regulate investment regulations and legal systems. This research is analytical descriptive with normative juridical approach. This study finds legislation related problems and synchronization problems, with reference to the concept of responsive law. It was concluded, the need to formulate a model of law that could bridge and at the same time resolve regulatory issues with the establishment of the Omnibus Law / Omnibus Law.Salah satu masalah berinvestasi di Indonesia adalah kepastian hukum bidang perizinan. Jumlah peraturan yang tumpang tindih, dan pelayanan buruk, berdampak pada kurangnya minat investor. Oleh karena itu perlu untuk mengatur peraturan dan sistem hukum investasi. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Studi ini menemukan masalah legislasi terkait dan masalah sinkronisasi, dengan merujuk pada konsep hukum responsif. Disimpulkan, perlunya merumuskan model undang-undang yang bisa menjembatani dan sekaligus menyelesaikan masalah regulasi dengan pembentukan Undang-Undang Omnibus/ Omnibus Law.
PERADILAN GACACA SEBAGAI SUATU SISTEM ALTERNATIF PERADILAN UNTUK MEMBANTU MEMPROSES HUKUM PELAKU GENOSIDA DI RWANDA Belardo Prasetya Mega Jaya
Nurani Hukum Vol 1, No 1 (2018): Vol. 1 No. 1 Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v1i1.4815

Abstract

Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Pemenuhan Hak Masyarakat Adat Sefa Martinesya
Nurani Hukum Vol. 3 No. 1 Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v3i1.8466

Abstract

Pemenuhan dan pengakuan masyarakat adat seharusnya bertalian dengan substansi hak asasi manusia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Artinya, adanya pengukuhan dalam konstitusi tidak hanya sebatas pengakuan hak konstitusional masyarakat adat, melainkan juga harus menjamin terpenuhinya hak-hak konstitusional tersebut. Fakta di lapangan saat ini menunjukan bahwa hukum negara saat ini mengabaikan hukum adat yang sebenarnya telah diterapkan oleh masyarakat adat secara turun-temurun, sehingga mengakibatkan adanya pengambilalihan hutan adat secara paksa oleh negara dengan cara ditetapkan/diperuntukan/diterbitkan hak-hak pemanfaatannya kawasan hutan adat kepada pihak-pihak lain untuk perusahaan hutan/perkebunan/pertambangan atau transmigrasi. Hal ini bertentangan dengan amanat konstitusi, yaitu Pasal 18 ayat (2) UUDNRI 1945. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab pemerintah terhadap pemenuhan hak masyarakat adat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, dengan sumber data sekunder sebagai data utama, selanjutnya data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif.
Tinjauan Hukum Investasi Dampak Judicial Review Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Devi Andani
Nurani Hukum Vol. 2 No. 2 Desember 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v2i2.8431

Abstract

Studi ini menekankan pada tinjauan hukum investasi dampak judicial review Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan mengikuti tipologi penelitian hukum normatif, data penelitian dikumpulkan dengan cara studi pustaka dan dokumen, direlevansikan dengan teori yang berkaitan serta dituliskan secara deskriptif dan dianalisa secara kualitatif. Hasil studi ini menunjukkan Negara memberikan fasilitas bagi investor asing, yaitu mengenai hak atas tanah. Untuk HGU diberikan maksimal jangka waktu 95 tahun, HGB 80 tahun, dan hak pakai diberikan waktu 70 tahun serta dapat diperpanjang dimuka. Ketentuan tersebut tentu memberikan dampak positif bagi iklim investasi di Indonesia untuk menarik minat investor asing dalam menanamkan modalnya. Namun di sisi lain, ketetntuan UUPM tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ketentuan UUPM tersebut dinilai melanggar Pasal 33 UUD 1945 sehingga melalui judicial review Mahkamah Konstitusi membatalkan ketentuan tersebut. Melalui judicial review tersebut dinilai merupakan sebuah kemunduran ketentuan investasi di Indonesia. Hak atas tanah merupakan suatu yang penting bagi investor asing, maka dari itu pembatalan atas UUPM tersebut merupakan suatu hal yang tidak dapat menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan begitu maka uapay Indonesia untuk membangun perekonomian dinilai tidak dapat tercapai. Hal itu juga mengindikasikan kepastian hukum di Indonesia juga susah didapat dengan ketentuan perundang-undangan yang cepat berubah atau dapat dibatalkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi melalui judicial review.

Page 3 of 12 | Total Record : 111