cover
Contact Name
Mochamad Yusuf Putranto
Contact Email
selisik@univpancasila.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
selisik@univpancasila.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Selisik : Jurnal Hukum dan Bisnis
Published by Universitas Pancasila
ISSN : 24604798     EISSN : 26856816     DOI : -
Jurnal Selisik merupakan media yang diterbitkan oleh Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca sarjana Universitas Pancasila. Pada awal berdirinya Jurnal Selisik dikhususkan pada ragam gagasan hukum dan bisnis. Hal ini tidak lepas dari pengkhususan program studi di PMIH, yakni Hukum Dan Bisnis. Sejalan dengan perkembangan dan pengembangan PMIH, yakni dibukanya program studi baru mengenai Hukum Konstitusi dan Tata Kelola Pemerintahan, maka tema dan fokus Jurnal Selisik juga mengalami perluasan, diantaranya Hukum, Bisnis, Hukum Konstitusi dan Tata Kelola Pemerintahan sebagai basis susbtansi kajiannya.
Arjuna Subject : -
Articles 156 Documents
Sistem Pembangunan Berkelanjutan Terhadap Tata Kelola Pertambangan Achmad Haris Januari
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 2 (2015): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (559.259 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i2.631

Abstract

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bukanlah suatu konsep yang sederhana tentang bagaimana proses pembangunan generasi saat ini mampu menopang generasi yang akan datang, melainkan juga menawarkan suatu paradigma asasi terhadap prinsip-prinsip yang harus dijadikan dasar dalam upaya pengintegrasian perlindungan lingkungan hidup dalam setiap aktivitas pengelolaan lingkungan hidup. Kemerosotan kualitas lingkungan hidup sejak era UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sampai dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, adalah sebagai akibat kesemerawutan terhadap tata kelola pertambangan yang tidak berbasis pada konsepsi sustainable development dan eco-development. Disamping itu, adanya kewajiban perusahaan pemegang IUP Produksi untuk melakukan pemurnian (smelter) disinyalir akan menambah produksi limbah berbahaya dalam dunia pertambangan modern. Walaupun dari perspektif ekonomi, proses pemurnian dalam produksi pertambangan akan menghasilkan nilai lebih. Oleh karenanya dalam penelitian ini akan dikaji tiga hal isu penting dalam tata kelola pertambangan yaitu, pertama perbandingan konsep tata kelola pertambangan terhadap penguatan konsep welfare state dalam perspektif UU No. 11 Tahun 1967 tentang KKPP dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, kedua sinkronisasi asas-asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terhadap model tata kelola pertambangan masa kini, ketiga sinkronisasi kebijakan pemurnian (smelter) terhadap asas-asas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Politik Hukum Participating Interest dalam Pengelolaan Migas (Pendekatan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945) M Ilham F Putuhena
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 2 (2015): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (534.661 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i2.632

Abstract

Particitipating Interest (PI) daerah sebagai bagian dalam Kontrak Kerja Sama pada Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya. Dengan berbentuk keikutsertaan badan usaha termasuk BUMD dengan mengakomodasi penyertaan BUMD paling banyak 10%. Banyak daerah yang meminta kepada pemerintah pusat untuk memperoleh hak partisipasi atau participating interest (PI) di blok minyak dan migas (migas) yang berada di wilayahnya, pemerintah daerah tidak setuju jika hanya diberikan 10% dan meminta hingga lebih. Hal ini disebabkan karena BUMD dari pemerintah daerah yang akan mendapatkan participating interest (PI) akan bekerjasama dengan sawasta. Disatu sisi Pemerintah juga berencana melarang adanya kerjasama swasta terhadap BUMD yang akan mengajukan participating interest (PI) daerah. Dari perdebatan pandangan tersebut maka penulis menganggap perlu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai Participating Interest (PI) dengan menggunakan pendekatan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945, untuk mengetahui Bagaimanakah Arah Politik Hukum pengaturan Participating Interest dalam pengelolaan Migas, dan Apa Model Participating Interest yang konstitusional dalam pengelolaan Migas yang dapat mendorong kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Yuridis Normatif, dimana Data diperoleh dari studi kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas Dalam Proses Right Issue Di Bursa Efek Indonesia Sugeng
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 2 (2015): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (547.378 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i2.633

Abstract

Peranan pasar modal sangat strategis dalam perekonomian suatu negara. Di satu sisi, pasar modal merupakan sumber alternatif pembiayaan bagi dunia usaha, sementara di sisi lain, pasar modal berfungsi sebagai wahana berinvestasi bagi masyarakat. Perusahaan yang sudah terdaftar di pasar modal adakalanya membutuhkan dana segar untuk membiayai kegiatan perusahaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penawaran saham terbatas atau Right issue. Pelaksanaan Right Issue di pasar modal selama ini masih menggunakan Peraturan Bapepam-LK Nomor: IX.D.1, tentang HMETD; Peraturan Bapepam-LK Nomor: IX.D.2, tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penerbitan HMETD; dan Peraturan Bapepam-LK Nomor: IX.D.3, tentang Pedoman dan Isi Prospektus dalam Rangka Penerbitan HMETD. Bagi pemegang saham yang tidak menggunakan haknya dalam pelaksanaan Right Issue maka persentase kepemilikan sahamnya akan berkurang (terdilusi). Aspek keterbukaan informasi merupakan asas hukum pasar modal yang berlaku secara universal, yang menjadi bagian penting dalam upaya pelindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Pelaksanaan Right Issue dengan menggunakan peraturan yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) baru menjamin ketertiban secara prosedural. Otoritas pasar modal yang baru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu menerbitkan peraturan baru yang lebih menjamin substansi perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas, otoritas pasar modal harus menegakkan hukum secara lebih progresif, bukan hanya mengacu pada UUPM, UUPT, dan UU OJK, melainkan juga pada penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) yang konsisten.
Meninjau Kembali Hak Pengelolaan dalam Rancangan Undang-Undang Pertanahan Myrna A. Safitri
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 2 (2015): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (546.089 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i2.634

Abstract

Salah satu aspek hukum penting dalam RUU Pertanahan Indonesia yang saat ini tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat adalah pengurusan tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara (dikenal sebagai tanah negara). Hak Pengelolaan adalah salah satu dasar hukum bagi pemanfaatan tanah negara. Meskipun disebut, ‘hak’, Hak Pengelolaan pada dasarnya bukan hak privat atas tanah tetapi kewenangan publik negara yang dilimpahkan kepada instansi Pemerintah atau pemerintah daerah untuk memanfaatkan tanah bagi dirinya atau pihak lain. Pelaksanaan Hak Pengelolaan telah bergeser, dari kewenangan publik menjadi aspek penguasaan privat instansi pemegangnya. Oleh sebab itu, Hak Pengelolaan ditafsirkan sama dengan hak atas tanah pemerintah. Artikel ini mendiskusikan apakah Indonesia masih memerlukan Hak Pengelolaan, jika ya seberapa jauh RUU Pertanahan harus mengatur ketentuan hukum bagi Hak Pengelolaan ini. Untuk menjawab hal itu maka artikel ini membahas: (i) konsep dan instrumen penilaian kewenangan menguasai negara atas tanah; (ii) pergeseran tujuan Hak Pengelolaan dan faktor ekonomi dan politik yang memengaruhinya; (iii) pengaturan HPL dalam RUU Pertanahan; (iv) rekomendasi mengenai konsep hukum dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas pengaturan Hak Pengelolaan dalam RUU Pertanahan.
Fenomena Gerakan Radikalisme ISIS Dalam Hukum Internasional Dian Purwaningrum Soemitro
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 1 No 2 (2015): Desember
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.58 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v1i2.635

Abstract

Fenomena gerakan kelompok ISIS yang kian menjalar, diyakini sebagai tin-dakan yang bertujuan meneror masyarakat internasional dengan berusaha membentuk Negara Islam untuk menghancurkan agama-agama atau keyaki-nan yang bertentangan dengan Islam murni versi mereka. Ironisnya, mereka mengabsahkan kekerasan untuk menindas kaum minoritas dan menyerang rezim atau pemerintahan yang tidak sejalan dengan ideologi dan interpretasi keras atas Islammenurut kelompok mereka. ISIS sendiri sebelumnya meru-pakan bagian dari Al Qaidah yang sudah dinyatakan sebagai organisasi terorisme terlarang di dunia, namun dalam perkembangannya kemudian berpisah karena dianggap bertentangan dan tidak sejalan dengan Al-Qaidah lantaran telah berbelok dari misi perjuangan nasional dengan menciptakan perang sektarian di Irak dan Suriah. Didirikan pada tahun 2013, dalam kurun waktu singkat gerakan ini telah menimbulkan banyak korban jiwa, harta dan menyerang teritorial negara negara lainnya. Oleh karena sangat meresahkan, gerakan ISIS tersebut mendapat kecaman baik negara-negara barat dan negara-negara Islam lainnya. PBB sendiri sebagai organisasi internasional yang tugas utamanya adalah menjaga perdamaian dan keamanan internasional, melalui badan utamanya yakni Dewan Keamanan telah mengeluarkan resolusi guna melawan pergerakan ISIS. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menganalisa dan membahas mengenai pengenaan sanksi dan dapat dituntutnya ISIS ke forum Pengadilan Internasional, menilik status ISIS sebagai suatu gerakan atau kelompok tersistem, apakah dapat dikategorikan sebagai suatu subyek hukum internasional (Pemberontak/Belligerent) atau hanya gerakan kelompok terorisme terorganisir semata. Penulisan ini berusaha meninjau dari sumber-sumber hukum internasional yang ada dan berlaku sampai dengan saat ini, mengenai status ISIS tersebut, dimana dalam artikel ini juga tidak hanya melihat dalam perspektif hukum internasional saja, namun juga mengkaji dalam paparan hubungan internasional dalam paradigma politik antar negara yang tengah berlangsung saat ini.
Selisik Undang-Undang Pengampunan Pajak Bustamar Ayza
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 2 No 1 (2016): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.197 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v2i1.636

Abstract

Undang-undang Pengampunan Pajak menimbulkan kontroversi yang banyak dibicarakan oleh penguasa, pengamat dan pakar. Pro dan kontra terjadi, sampai pengesahan undang-undang tersebut pada akhir Juni yang lalu. Berawal dari adanya isu, bahwa banyaknya harta Warga Negara Indonesia di luar negeri terutama di Singapura, sementara itu 2015, penerimaan pajak tidak mencapai target, sehingga pemerintah Indonesia untuk mencari solusinya. Sementara itu bocornya Dokumen Panama, yang diantaranya terdapat nama-nama warga negara dan korporasi Indonesia ikut disebut dalam dokumen tersebut, merupakan dorongan kuat bagi pemerintah Indoneia untuk mempercepat proses pembahasan Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak menjadi undang-undang. Di dalam konsep Rancangan Undang-undang tersebut terdapat klausul tidak langsung bahwa harta hasil korupsi juga dimungkinkan untuk ikut pengampunan pajak. Hal yang demikian banyak ditantang oleh para pakar
Status Hukum Bank Pembangunan Daerah Gunawan Widjaja
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 2 No 1 (2016): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (399.816 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v2i1.637

Abstract

Peran Bank Pembangunan Daerah (BPD) bagi pembangunan masyarakat daerah sampai saat ini masih sangat diperlukan, walaupun keberadaan BPD yang secara de yure sudah dihapus oleh Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan). Tulisan ini menganalisis status hukum dari BPD sekarang ini dan harta kekayaannya. Hasil analisis yang diberikan di sini menunjukkan bahwa BPD tidaklah identik dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan juga terjadi kesalahan mendasar dalam penerapan tindak pidana korupsi terhadap pemberian kredit oleh BPD.
Bolehkan Notaris Melakukan Penyuluhan Hukum Pasar Modal Melalui Media Internet? Laurensius Arliman S
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 2 No 1 (2016): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.663 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v2i1.638

Abstract

Penyuluhan hukum adalah salah satu kegiatan penyebarluasan informasi dan pemahaman terhadap norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum masyarakat sehingga tercipta budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat atau patuh terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum, salah satu bentuk penyuluhan hukum ini dilakukan oleh notaris. Notaris juga bekerja dalam Pasar Modal, namun di dalam memberikan penyuluhan hukum pasar modal terkait akta yang dibuatnya tidak boleh dilakukan melalui media internet (website dan blog), karena hal ini untuk menjamin kerahasian minuta akta para pihak, sesuai dengan aturan di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Jika aturan ini tetap dilanggar maka notaris akan diberikan sanksi secara kode etik oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia, administratif, perdata dan bahkan pidana.
Dinamika Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Setelah Hadirnya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan No. 30 Tahun 2014 Diani Kesuma
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 2 No 1 (2016): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.987 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v2i1.639

Abstract

Hadirnya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan khususnya dengan adanya Pasal 53 yang mengatur mengenai Objek sengketa tata usaha negara berupa Keputusan bersifat Fiktif Positif telah merubah konsep Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat Fiktif negatif pasal 3 Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang PERATUN, yaitu dengan tidak dijawabnya permohonan seseorang/ Badan Hukum Perdata yang diajukan kepada pemerintah, maka pada awalnya dianggap mengeluarkan Keputusan berisi penolakan berubah menjadi permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara Hukum. Dengan ditentukannya waktu yang wajib ditaati baik oleh Badan Pejabat Pemerintah maupun Pengadilan Tata Usaha Negara disertai dengan adanya sanksi administratif (pasal 80 ayat (2), telah mencerminkan adanya pembenahan penyelenggaraan pemerintah dalam meningkatkan Good Governance (pemerintahan yang baik).
Perlindungan Hukum Terhadap Buruh Perempuan Di Tempat Kerja Uli Parulian Sihombing
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 2 No 1 (2016): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/selisik.v2i1.640

Abstract

Perempuan termasuk ke dalam kelompok rentan pelanggaran HAM seperti kelompok disabilitas, anak-anak dan kelompok-kelompok lainnya. Di lain pihak, buruh/pekerja perempuan rentan terhadap kekerasan, pelecehan dan pelanggaran hak-hak atas kesehatan reproduksi di tempat kerja. Oleh karena itu harus ada tindakan afirmasi untuk perlindungan buruh/pekerja perempuan di tempat kerja. Penulis akan menilai bagaimanakah aturan-aturan hukum yang ada berhubungan dengan perlindungan buruh perempuan di tempat kerja menurut teori hukum feminist. Berdasarkan Pasal 76 ayat (3) b Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13/2003 menjelaskan pekerja/buruh perempuan harus menjaga moral selama kerja lembur, pasal ini tidak sesuai dengan prinsip non-diskriminasi dan bias jender menurut perspektif teori hukum feminist.

Page 2 of 16 | Total Record : 156