cover
Contact Name
Surya Farid Sathotho
Contact Email
suryafarid@isi.ac.id
Phone
+62818462800
Journal Mail Official
tonil@isi.ac.id
Editorial Address
Jurusan Teater Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Tonil, Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema
ISSN : 14116464     EISSN : 26858274     DOI : DOI: https://doi.org/10.24821/tnl.v19i2
Core Subject : Humanities, Art,
Tonil: Journal of Literature, Theatre, and Cinema Studies, issn: 1411-6464 (print) and issn: 2685-8274 (online), is a scientific journal in the fields of Theatre/Arts creations & studies under the publication banner of Theatre Department, Faculty of Performing Arts in Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta (ISI Yogyakarta). TONIL publication emphasizes its role as a medium for communication, discussion, advocation and literary refinement. TONIL serves as a vessel to accommodate the ideas and criticism from the artists, scientists, practitioners, and also all positions involved in the field of Theatre and Performing Arts
Articles 117 Documents
KONSEP, POLA, DAN IDEOLOGI KETOPRAK TJONTHONG Retno Dwi Intarti
TONIL: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Vol 18, No 1: Maret, 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tnl.v18i1.4634

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan humor dalam Ketoprak Tjonthong yang meliputi konsep, pola, dan ideologinya. Ketoprak Tjonthong merupakan grup ketoprak yang dibentuk di Yogyakarta tahun 2004 dan telah berhasil mementaskan sebanyak 33 lakon dimulai dari Lakon Minggat (2004) sampai dengan Lakon Walidarma (2019). Objek kajian penelitian ini adalah lakon Panguwasa Samodra (2019). Di samping dua lakon lain yang diamati untuk membantu analisis yaitu lakon Baron Sakendher dan lakon Keris Mataram. Adapun analisis tentang konsep humor, pola dan ideologinya akan digunakan teori humor dari Arthur Berger dan kajian struktural. Langkah penelitian yang dilakukan terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pengumpulan data dan tahap analisis data. Data dikumpulkan dengan melakukan studi pustaka dan bedah naskah. Sedangkan tahap analisis data dilakukan dengan melacak peristiwa yang terjadi, klasifikasi data, untuk menemukan konsep humor, pola, dan ideologi Ketoprak Tjonthong. Hasilnya ditemukan sekitar 16 konsep humor lakon Panguwasa Samodra, di antaranya adalah bombast, irony, misunderstanding, pun, repartee, sarcasm, sexual allusion, conceptual surprise, absurd, repetition, ignorance, embarrassment, imitation, clumsiness, chase, dan exaggeration. Selain itu, terdapat tiga pola humor dalam Ketoprak Tjonthong yaitu pola pengkarakteran pemain, pola penamaan tokoh, dan pola pengadegan. Berkaitan dengan ideologi, terdapat tiga hal yang menjadi ciri khas Ketoprak Tjonthong dan selalu menjadi konsep dasar pementasannya yaitu menggarap fenomena sosial masyarakat, mengangkat cerita-cerita baru dalam khasanah ketoprak, dan menggunakan humor satir sebagai presentasi estetisnya.Kata kunci: Ketoprak Tjonthong, konsep humor, pola humor, ideologiThis study aims to explain the humour in Ketoprak Tjonthong, which includes its concepts, patterns, and ideology. Ketoprak Tjonthong is a ketoprak group that was formed in Yogyakarta in 2004 and has successfully performed 33 plays starting from Lakon Minggat (2004) to Lakon Walidarma (2019). The object of this research study is the play Panguwasa Samodra (2019). In addition to the two other plays that were observed to assist the analysis, they were the Baron Sakendher play, and the Keris Mataram play. As for the analysis of the concept of humour, its patterns and ideology, the theory of humour from Arthur Berger and structural studies will be used. The research step consisted of 2 stages, namely the data collection stage and the data analysis stage. First, data were collected by conducting literature studies and text review. At the same time, the data analysis stage was carried out by tracking the events that occurred, classifying the data, to find the humorous concept, patterns, and ideology of Ketoprak Tjonthong. The results found around 16 humorous concepts for the Panguwasa Samodra play, including bombast, irony, misunderstanding, pun, repartee, sarcasm, sexual allusion, conceptual surprise, absurd, repetition, ignorance, embarrassment, imitation, clumsiness, chase, and exaggeration. In addition, there are three humour patterns in Ketoprak Tjonthong, namely the character pattern, the character naming pattern, and the scene pattern. Regarding ideology, three things characterize Ketoprak Tjonthong and have always been the basic concept of its performances, namely working on social phenomena in society, bringing up new stories in the realm of ketoprak, and using satirical humour as its aesthetic presentation.Keywords: Ketoprak Tjonthong, the concept of humour, humour patterns, ideology
MEMAHAMI FUNGSI GOSIP DALAM MASYARAKAT MELALUI FILM PENDEK “TILIK” Fakhirah Inayaturrobbani
TONIL: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Vol 17, No 2: September, 2020
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tnl.v17i2.4353

Abstract

Abstrak: Gosip merupakan fenomena sehari-hari yang sering terabaikan dalam pengkajian ilmiah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku gosip dalam film Tilik menggunakan teori psikologi evolusi Self-Concept Enhancing Tactician (SCENT) model. Teori model SCENT menjelaskan bahwa seseorang mencari dan mengevaluasi rumor dengan tiga tujuan yaitu pengembangan diri, promosi diri dan perlindungan diri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif interpretatif (Denzin) untuk menjelaskan dinamika fungsi gosip dalam film Tilik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku gosip negatif menggunakan gosip sebagai promosi dan perlindungan diri. Promosi diri para pelaku gosip melibatkan emosi bangga sementara itu fungsi perlindungan diri melibatkan emosi takut. Hasil penelitian ini menambah wawasan bagaimana fungsi gosip di masyarakat.Kata Kunci: Gosip, SCENT Model, pengembangan diri, promosi diri, perlindungan diri, Tilik, Denzin Abstract: Gossip is a daily phenomenon but largely neglected in the scientific literature. Therefore, this study aims to analyze the dynamics of gosip activities in the Tilik short movie. The theory used is the Self-Concept Enhancing Tactician (SCENT) model, it shows that a person is looking for information and evaluating that information with three objectives: self-empowerment, self-promotion, and self-protection. The method used in this study was interpretative qualitative approach (Denzin) to explain the function of gosip in Tilik movie. The results of this study indicate that gosip has two prominent functions: self-promotion and self-protection. Self-promotion involves the emotion of pride and self-protection involves the emotion of fear. This research is expected to add insight into how gosip is used in society.Keywords: Gossip, SCENT Model, self-development, self-promotion, self-protection, Tilik, Denzin
Analisis Struktur, Tekstur dan Permasalahan Politis Wayang Beber Jaka Kembang Kuning Wahid Nurcahyono
TONIL: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Vol 17, No 2: September, 2020
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tnl.v17i2.4457

Abstract

Abstrak: Hasil penelitian ini berguna untuk melihat bentuk pementasan serta persoalan yang melingkupi sebuah bentuk kesenian bernama Wayang Beber Panji Jaka Kembang Kuning yang berada di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Dari penelitian ini kita berharap agar  keberadaan kesenian ini tidak akan hilang meski harus mengikuti perkembangan selera masyarakat yang terus berubah. Salah satu usaha yang ditempuh adalah menuliskan struktur dan tekstur pertunjukan ini. Dengan mengetahui struktur dan tekstur serta persoalan lain yang melingkupi, maka generasi penerus pertunjukan ini tidak terbentur pada persoalan yang  menyebabkan pertunjukan ini semakin dijauhi masyarakat. Dalang atau penyaji pertunjukan bisa menggunakan hasil penelitian ini sebagai pedoman untuk menciptakan pertunjukan yang lebih menarik agar tidak selalu terjebak pada bentuk pertunjukan yang membosankan. Akibatnya penonton akan lebih mudah menikmati dan memahami pertunjukan seni tersebut. Akhirnya Wayang Beber sebagai pertunjukan akan tetap eksis karena mampu hadir dalam konteks masyarakatnya.Kata kunci : Struktur, tekstur, stagnasi, wayang beber, konteks. Abstract: The results of this study are useful for observing the form of performances and issues surrounding an art form called Wayang Beber Panji Jaka Kembang Kuning in Pacitan Regency, East Java.  From this research we hope that the existence of this art will not be lost even though we have to keep up with the changing tastes of society.  One of the efforts taken was to write down the structure and texture of this performance.  By knowing the structure and texture as well as other problems that surround it, the next generation of this show will not run into problems that cause this show to be increasingly shunned by the public.  The puppeteers or performance presenters can use the results of this research as a guideline for creating more interesting performances so they don't always get stuck in boring performances.  As a result, the audience will find it easier to enjoy and understand the art performance.  Finally, Wayang Beber as a show will still exist because it is able to be present in the context of its society.Keyword: structure, texture, stagnation, Wayang Beber, context.
THE IMAGINARY LACAN SEBAGAI INSPIRASI PENCIPTAAN SKENARIO FILM PENDEK SEKUEL KEDUA FILM KOPER GENDIS MENCARI JAWAB MENAKAR TANYA Philipus Nugroho Hari Wibowo; Surya Farid Sathotho
TONIL: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Vol 18, No 1: Maret, 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tnl.v18i1.4446

Abstract

Sejauh ini teori psikologi (psikoanalisis) Lacan hanya digunakan sebagaipisau analisis, baik karya teks (sastra), pertunjukan, film maupun karya seni rupa. Berpijak dari hal tersebut, penulis menawarkan interprerstasi lain tentang aplikatif teori psikoanalisis Lacan sebagai dasar penciptaan skenario. Penelitian ini merupakan penelitian terapan berupa penciptaan skenario film pendek dengan pendekatan teori Lacan tentang the imaginary dan kelanjutan pada penciptaan film sebelumnya (sekuel kedua) dari Film Koper Gendis Mencari Jawab Menakar Tanya. Penciptaan skenario dengan pendekatan Lacan ini diharapkan menjadi alternatif baru pada ranah penciptaan skenario film.Kata kunci: The Imaginary, Lacan, skenario film, Koper GendisSo far, Lacan's psychological theory (psychoanalysis) has only beenused as a tool of analysis, whether it be text (literature), performances, films, orworks of art. The author used Lacan's psychoanalytic theory as the basis forscenario creation. This report is applied research in the form of short film scenario creation with Lacan's theory approach of the imaginary and the continuation of the previous film creation (as a second sequel) from Film Koper Gendis Mencari Jawab Menakar Tanya. This scenario creation is expected to be a new alternative in film scenario creation.Keywords: The Imaginary, Lacan, film scenario, Koper Gendis
Semiotika Lakon Wayang Beber Remeng Mangunjaya Elyandra Widharta
TONIL: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Vol 17, No 2: September, 2020
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tnl.v17i2.4354

Abstract

Abstrak: Penelitian ini hendak menjelaskan tentang identifikasi dan karakteristik secara khusus di Gelaran Gunungkidul yang populer dengan nama Remeng Mangunjaya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan teks lakon Wayang Beber Remeng Mangunjaya yang memiliki karakteristik struktur lakon dengan pendekatan semiotika. Dengan analisis melalui pendekatan semiotika lakon, terbukti bahwa secara karakteristik lakon Wayang Beber Remeng Mangunjaya memiliki keunikan sendiri dari teks lakon yang diceritakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kualitatif. Analisis menggunakan metode reduksi data dan sajian data, sehingga diperoleh kesimpulan mengenai semiotika teks lakon Wayang Beber Remeng Mangunajaya.Kata kunci: wayang, beber, remeng, mangunjaya, semiotika, lakon             Abstract: This study intends to explain the identification and specific characteristics of the Gelaran Gunungkidul which is popularly known as Remeng Mangunjaya. The purpose of this study is to explain the text of the Wayang Beber Remeng Mangunjaya play which has the characteristics of the semiotic approach structure. By analyzing the semiotic approach of the play, it is proven that characteristically the text of the Wayang Beber Remeng Mangunjaya has its own uniqueness. The method used in this research is qualitative data analysis. The analysis used the data reduction method and data presentation, in order to obtain conclusions about the semiotics of the Wayang Beber Remeng Mangunajaya play text.Keyword: wayang, beber, remeng, mangunjaya, semiotika, lakon
ANALISIS DAYA TARIK PENONTON MELALUI EXPERIENTIAL MARKETING PADA PERTUNJUKAN DRAMA MUSIKAL HAMLET Amanda Putri Divanti
TONIL: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Vol 18, No 1: Maret, 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tnl.v18i1.5210

Abstract

Selera penonton dalam sebuah seni pertunjukan tidak dapat diukur. Akan tetapi, dengan membuat suatu label dalam pertunjukan yang unik dan memiliki ciri khas dapat menciptakan citra dan identitas tersendiri sehingga dapat menarik minat penonton. Hal itu dapat mencegah penurunan minat penonton terhadap sebuah seni pertunjukan. Apalagi ketika tim pengelola menyentuh sisi emosional penonton untuk menciptakan pengalaman yang tidak terlupakan dengan menggunakan experiential marketing. Experiential marketing dapat memunculkan sensasi penonton ketika menonton sebuah pertunjukan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data akan dilakukan dengan melakukan wawancara secara mendalam terhadap beberapa narasumber, observasi dan dokumentasi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui experiential marketing pada pertunjukan drama musikal Hamlet melalui kelima dimensi experiential marketing. Dimensi sense yang menunjukan visual dari pertunjukan drama musikal Hamlet sehingga menciptakan pengalaman penonton melalui panca indera. Dimensi feel memunculkan rasa positif penonton ketika melihat pertunjukan drama musikal Hamlet. Think memunculkan pikiran kritis terhadap pertunjukan drama musikal Hamlet. Act yaitu hal yang dilakukan yang menghasilkan sebuah pencapaian. Relate menghasilkan sebuah feedback yang baik.Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pencipta karya maupun pengelola acara seni khususnya seni pertunjukan. Serta sebagai referensi bagi peneliti yang akan membahas topik experiential marketing dalam seni pertunjukan.Kata kunci : Experiential Marketing, Seni Pertunjukan, Drama Musikal
KONTEN KREATIF BERBASIS STORI LINGKUNGAN UNTUK MEDIA IKLAN PRODUK BERBAHAN DASAR ECENG GONDOK SEBAGAI UPAYA PENYELAMATAN LINGKUNGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Thohiriyah Thohiriyah; Christianti Tri Hapsari; Rahayu Puji Haryanti
TONIL: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Vol 18, No 1: Maret, 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tnl.v18i1.4603

Abstract

Lebih dari tujuh puluh persen (70%) populasi eceng gondok menutupi permukaan Danau Rawa yang berdampak buruk untuk sisi lingkungan dan ekonomi. Eceng gondok menurunkan populasi biota seperti ikan dan nilai pariwisata. Solusi nyata dibutuhkan untuk menghadapi permasalahan ini. Kelompok masyarakat pegiat usaha UMKM berbasis pemberdayaan masyarakat dan potensi sumber daya alam lokal, Bengok Craft, di Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang dalam hal ini telah mengambil peran untuk menjadi bagian dari solusi atas permasalahan tersebut yakni dengan memproduksi kerajinan eceng gondok mulai dari tas eceng gondok, buku, hingga sandal serta aksesoris lainnya. Banyaknya produksi kerajinan ini kemudian diproses lebih lanjut oleh UMKM Bengok Craft seperti proses finishing dan juga didistribusikan di pasar. Akan tetapi, permasalahan lain muncul yakni pemasaran produk. Produk kerajinan eceng gondok dipasarkan di pasar lokal dengan memanfaatkan media pemasaran daring seperti media sosial dan juga website dengan memanfaatkan media gambar atau foto produk. Konten pada media pemasaran masih belum cukup persuasif dan menarik minat pasar global.Merespon permasalahan ini, tim pengabdi sebagai akademisi memberikan solusiberupa pelatihan penulisan konten kreatif berbasis stori untuk media iklan produk kerajinan Bengok Craft yang melibatkan pengelola UMKM Bengok Craft dan warga desa yang menjadi tim iklan. Hasil dari kegiatan ini adalah peserta pelatihan menghasilkan konten iklan untuk media daring.
MISE EN SCÈNE FILM NYAI KARYA GARIN NUGROHO Surya Farid Sathotho; Philipus Nugroho Hari Wibowo; Nur Annisa Savini
TONIL: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Vol 17, No 2: September, 2020
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tnl.v17i2.4444

Abstract

Nyai  (2016)  merupakan  sebuah  film  karya  Garin  Nugroho  yang  dibuat hanya  dengan  menggunakan  satu  kamera  dan  pengambilan  gambarnya  secara terus menerus tanpa henti (one take) untuk satu film secara penuh. Konsekuensi dari teknik tersebut menyebabkan Film Nyai tak ubahya seperti pementasan teater di atas panggung. Karya ini terinspirasi oleh beberapa karya sastra sekaligus. Untuk melakukan analisis terhadap Film Nyai, menggunakan konsep yang dikenal awal mulanya sebagai sebuah konsep pemanggungan di atas panggung  teater  dan  pada perkembangan  selanjutnya dikenal juga dalam dunia  sinematografi.  Pemahaman  mengenai  mise en scène  ini  sangat  penting untuk  pijakan  melakukan  analisis  terhadap  unsur-unsur  yang  ada  dalam  Film Nyai.Nyai merupakan film dengan idiom pertunjukan teater yang sangat kental. Blocking, Setting, Make Up benar-benar seperti pertunjukan teater di atas panggung. Sedangkan pergerakan, sudut pengambilan dan pemilihan lensa kamera dibuat semirip mungkin dengan pandangan manusia. Kata Kunci: mise en scène, film nyai, garin nugroho   Nyai (2016) is a film by Garin Nugroho which is made using only one camera and with long take technique for full film. As a consequence of this technique, Nyai is very as theater performance ona stage. This work is inspired by several literary works at once. To conduct an analysis of the Nyai, it uses a concept that was known in the beginning as a staging concept on the theater stage and later known in the world of cinematography. This understanding of mise en scène is very important for the basis of analyzing the elements in Nyai. Nyai is a film with a very strong theatrical idiom. Blocking, Setting, Make Up are really like theatre performances. Meanwhile, the movement, angle and selection of the camera lens are made as close as possible to human sight.Key words: mise en scène, nyai, garin nugroho  
THE INFLUENCE OF THREE MEN IN EDNA PONTELLIER’S LIFE IN THE AWAKENING BY KATE CHOPIN: A Psychoanalytic Study Ratna Asmarani
TONIL: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Vol 18, No 1: Maret, 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tnl.v18i1.4806

Abstract

This paper focuses on the life of Edna Pontellier, the female main character in Kate Chopin’s The Awakening. The purpose is to analyse the influence of the three men in Edna Pontellier’s life. The analysis is done using the concept of id, ego, and superego from Freudian psychoanalysis. The result shows that the first man in Edna Pontellier’s life, Mr. Pontellier/her husband, serves as the superego that always directs Edna’s ego. The second man, Robert Lebrun, is her lover who encourages her to win back her ego which makes her able to begin resisting the superego’s demands. The third man, Alcee Arobin, is the woman-seducer who arouses and fullfils her id in the form of sexual desires which has been repressed so far. However, the psychological conflicts that she has to endure lead to her decision to end her own life in her own way. Key words: id, ego, superego, Freudian psychoanalysis.
The Fair and Wise King behind the Sacred Myth of Puak Reflected the Leader Horizon Representation of Kampong Tua Malay Nongsa: Ethnoecological Approach Tomi Arianto
TONIL: Jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Vol 17, No 2: September, 2020
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/tnl.v17i2.4343

Abstract

Longing for a just and wise leader built a horizon of hope for society behind the mythical stories of the king of dreams. Like the fringe warriors in Javanese society, the Malays in Kampong Tua Nongsa have a role model king known as The King of Fuang. This study aimed to reveal the theme of ethnoecology in the Malay community behind the mythical story of Puak sacred in Nongsa, a Batam district. The ethnoecology approach connected a community paradigm that is formed due to natural phenomena. The interaction between humans and nature through the sacred existence of Puak was created by the role model of the king. This study used a qualitative descriptive method with observation data collection techniques and in-depth interviews. Analytical criticism techniques become a meant to reveal the ethnoecology behind the story. The results of this research show that there are two important things to discuss, namely the representation of the just king and cultural products from nature in the form of prohibitions. A king who is a role model for the hope of a community leader in the form of a king who is honest and keeps his promises, a king who does not want to be exalted and exalted, a king who is just and wise, a king who is simple, a king who protects and preserves nature. Meanwhile, the resulting cultural products are in the form of prohibitions on destroying forests, prohibitions on cutting hills, prohibitions on lying, prohibitions on speaking arrogantly, prohibitions on speaking dirty, and prohibitions on wasting wealth.

Page 6 of 12 | Total Record : 117