cover
Contact Name
Bambang Joyo Supeno
Contact Email
-
Phone
+6281336355089
Journal Mail Official
magistralawreview@gmail.com
Editorial Address
Program Studi Hukum Program Magister Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Semarang Jl. Pemuda No. 70 Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
MAGISTRA Law Review
ISSN : -     EISSN : 27152502     DOI : -
Core Subject : Social,
MAGISTRA Law Review, selanjutnya disebut MaLRev adalah jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Hukum Program Magister, Fakultas Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang. MaLRev diterbitkan dua kali dalam satu tahun pada bulan Januari dan Juli. Ditujukan sebagai sarana publikasi bagi akademisi, peneliti, dan praktisi di bidang hukum dalam menerbitkan artikel hasil penelitian (riset) maupun artikel telaah konseptual (review). Ruang lingkup kajian meliputi: Hukum Tata Negara; Hukum Administrasi; Hukum Pidana; Hukum Perdata; Hukum Internasional; Hukum Acara; Hukum Adat; Hukum Bisnis; Hukum Kepariwisataan; Hukum Lingkungan; Hukum Dan Masyarakat; Hukum Informasi Teknologi Dan Transaksi Elektronik; Hukum Hak Asasi Manusia.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 78 Documents
PEMBAHARUAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS DAN PERANNYA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI Aniek Tyaswati W.L; Sri Retno Widyorini
MAGISTRA Law Review Vol 3, No 02 (2022): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35973/malrev.v3i2.3202

Abstract

Salah satu bagian dari pembangunan hukum dapat dilakukan dengan jalan  peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan antara lain mengadakan pembaharuan, kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu.  Undang-Undang  Nomor.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) merupakan salah satu contoh usaha pembaharuan hukum tersebut . Pembaharuan hukum Perseroan Terbatas melalui UU Nomot 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas  harus diarahkan bukan hanya pembaharuan substansi hukumnya, melainkan juga memungkinkan hukum itu bekerja sebagaimana diharapkan oleh pelaku pasar. Pembaharuan ekonomi dilakukan bukan sekedar memperbaharui hukum materiilnya, melainkan juga bagaimana hukum itu dapat bekerja, bagaimana pelaku ekonomi dapat mengakses hukum itu Pembaharuan hukum tersebut  harus tetap mencakup tiga komponen besar yaitu : pengembangan hukum, perbaikan pendidikan hukum, dan penyempurnaan system informasi hukum. Dengan demikian bekerjanya ketiga komponen  tersebut secara kait mengait diharapkan dapat memberi jawaban tantangan dan sasaran pembangunan ekonomi.
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PROTOKOL KESEHATAN COVID-19 Muhamad Arfiyanto
MAGISTRA Law Review Vol 3, No 02 (2022): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35973/malrev.v3i02.3174

Abstract

Kesadaran hukum merupakan keadaan di mana tidak terdapat benturan-benturan hidup dalam masyarakat. Covid-19 merupakan penyakit dengan tingkat penularan yang tinggi, tetapi masyarakat belum memiliki kesadaran hukum yang penuh untuk melindungi diri sebelum ke orang lain. Dalam rangka Penanganan COVID-19, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menerbitkan peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang rendah akan kesadaran hukum untuk mematuhi peraturan pemerintah. Dengan kurangya kesadaran hukum masyarakat dalam mematuhi aturan pemerintah, mengakibatkan terus bertambahnya korban yang terpapar virus covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kesadaran hukum masyarakat dalam pelaksanaan protokol kesehatan Covid-19 menimbulkan masalah terhadap penyebaran virus yang ada di masyarakat. Metode Penelitian menggunakan pendekatan yuridis sosiologis menggunakan data primer dan sekunder. Analisi data menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan kurangnya kesadaran hukum masyarakat dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memicu tidak efektifnya usaha pemerintah untuk mengurangi penyebaran Covid-19 di Indonesia. Upaya peningkatan kesadaran hukum dapat dilakukan dengan preventif dengan melakukan pembinaan, memberikan imbauan serta edukasi terhadap masyarakat dan represif yaitu pemidaan terhadap masyarakat yang melanggar.
PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA DILIHAT DARI ASPEK HUKUM (Studi Kasus Museum Jawa Tengah Ranggawarsita) Mohammad Solekhan
MAGISTRA Law Review Vol 4, No 01 (2023): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/malrev.v4i01.3661

Abstract

Museum sebagai sarana untuk melestarikan benda-benda cagar budaya perlu diperkenalkan kepada masyarakat dan museum juga sebagai sarana untuk mengenalkan peristiwa peradaban budaya suatu bangsa kepada masyarakat. Tujuan pendirian museum menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Museum, adalah: mempunyai tugas pengkajian, pendidikan, dan kesenangan.Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan lokasi penelitian ada di Museum Jawa Tengah Ranggawarsita Kota Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat tentang benda-benda cagar budaya sebagai koleksi yang ditinggalkan oleh orang-orang dulu serta untuk bahan edukasi bagi masyarakat yang berkaitan dengan peninggalan kebudayaan zaman dulu. Hasil penelitian yang diperoleh adalah Museum Jawa Tengah Ranggawarsita sebagai salah satu museum yang dimiliki oleh negara, menyajikan berbagai macam koleksi benda-benda cagar budaya yang ada di Jawa Tengah. dengan jumlah koleksi sebanyak 59.802 buah, yang di bagi menjadi 10 katagori, yaitu: numismatika/heraldika sebanyak 44.966 benda, ethnografika sebanyak 6.810 benda, keramologika sebanyak 1.200 benda, arkelologika sebanyak 5.211 benda, biologika sebanyak 620 benda, seni rupa sebanyak 397 benda, historika sebanyak 318 benda, geologika sebanyak 201, filologika sebanyak 37 benda, dan teknologika sebanyak 42 benda.
OPTIMALISASI PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN TERHADAP PENGAWASAN KLIEN PEMASYARAKATAN DI BALAI PEMASYARAKATAN KELAS I SEMARANG Yosy Yudha Kusuma
MAGISTRA Law Review Vol 4, No 01 (2023): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/malrev.v4i01.3633

Abstract

Salah satu tugas Pembimbing Kemasyarakatan adalah melaksanakan pengawasan terhadap klien pemasyarakatan, namun pengawasan yang dilaksanakan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dinilai belum optimal karena berbagai kendala yang akan diteliti dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji Optimalisasi Peran Pembimbing Kemasyarakatan Terhadap Pengawasan Klien Pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas I Semarang, dan Untuk mengetahui dan mengkaji kendala-kendala yang dihadapi oleh Pembimbing Kemasyarakatan Terhadap Pengawasan Klien Pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas I Semarang dan upaya untuk mengatasinya. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian berupa metode Yuridis Empiris. Spesifkasi penelitian yang dipakai adalah analisis deskrptif analitis. Pengumpulan data menggunakan wawancara dan studi dokumen. Dari penelitian yang dilakukan, penulis mendapatkan hasil sebagai berikut : (1) Pengawasan klien pemasyarakatan pada saat asimilasi selama covid-19 di Bapas Kelas I Semarang yakni dilaksanakan secara virtual ataupun daring melalui telepon, video call, sms ataupun whatsapp. Bapas Semarang memiliki aplikasi Siwasklija atau Sistem Pengawasan Klien Jarak Jauh Selain dengan metode daring PK melakukan kunjungan ke rumah klien pemasyarakatan setiap 1 (satu) bulan sekali (2) Kendala-kendala dalam Pengawasan Klien Pemasyarakatan adalah Tinggi rendahnya jumlah klien pemasyarakatan Bapas Kelas I Semarang yang mendapat kebijakan asimilasi dan integrasi sangat berpengaruh terhadap pembimbingan dan pengawasan yang dilakukan oleh PK, kondisi SDM dalam hal pengawasan kepada klien sangat terbatas ditambah dengan terus menambahnya jumlah klien yang mendapatkan kebijakan asimilasi dan integrasi ditengah masa pandemi Covid-19.
PEMBARUAN UU PRAKTIK KEDOKTERAN KAITANNYA DENGAN KRIMINALISASI DOKTER PADA KASUS MALPRAKTIK DI INDONESIA Fikri Maulana Dewa Putra
MAGISTRA Law Review Vol 4, No 01 (2023): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/malrev.v4i01.3677

Abstract

UU Praktik Kedokteran yang pada intinya bertujuan untuk melindungi dokter sebagai tenaga kesehatan, sekaligus memberikan perlindungan kepada masyarakat sebagai penerima praktik pelayanan kesehatan. Untuk menangani kasus malpraktik ini, kemudian UU Praktik Kedokteran mengatur bagaimana masyarakat dapat menuntut kerugian terhadap praktik pelayanan dokter yang dianggap merugikan. Sayangnya, meskipun tindakan malpraktik dapat diancam dengan pidana, hingga saat ini tidak terdapat batasan dan definisi yang jelas dalam UU Praktik Kedokteran maupun Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenai malpraktik sehingga menyebabkan mudahnya dokter dituntut secara pidana. Pada penelitian kali ini, metode yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Penelitian ini menyimpulkan penting diadakan pembaruan hukum melalui pengaturan standar pelayanan kedokteran baik dalam UU Praktik Kedokteran, kemudian diimplementasikan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatan, serta adanya standar prosedur operasional yang diatur oleh internal organisasi profesi serta penting rasanya melakukan pembaruan melalui peningkatan peran organisasi profesi dalam menindak dugaan malpraktik yang dilakukan oleh dokter.
UPAYA PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN DAN FASILITAS KESEHATAN DI PEDESAAN TERKAIT UNDANG-UNDANG KESEHATAN Hadrianus Diosko Paska
MAGISTRA Law Review Vol 4, No 01 (2023): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/malrev.v4i01.3585

Abstract

Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan sarana layanan kesehatan dan fasilitas layanan umum yang memadai. Kenyataannya daerah pedesaan cenderung memiliki pelayanan dan fasilitas kesehatan yang tidak memadai dan akses pelayanan kesehatannya terbatas. Dengan menggunakan metode artikel review dari artikel sebelumnya atau data sekunder dan literatur, pada penelitian ini diketahui bahwa kapasitas manajemen yang bervariasi dari pemerintah daerah telah berkontribusi terhadap buruknya kinerja sistem kesehatan secara umum. Hal ini diperparah dengan ketidakjelasan peran dan tanggung jawab di berbagai tingkatan pemerintahan. Standar kualifikasi tenaga kesehatan, termasuk kompetensi teknis, belum ditetapkan. Bimbingan teknis dan pemantauan belum optimal. Kondisi jalan yang tidak layak, distribusi dokter, perawat, dan bidan yang tidak merata di daerah berdampak pada mereka dan juga yang disorot adalah fasilitas yang kurang memadai. Pemerintah harus meningkatkan pelayanan kesehatan di pedesaan agar sesuai dengan undang-undang kesehatan yang berlaku dengan mengeluarkan kebijakan dan pedoman pelayanan kesehatan, meningkatkan kerjasama lintas program atau sektor terkait, peningkatan infrastruktur puskesmas sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan melakukan 
PERAMPASAN KEMERDEKAAN TERHADAP ANAK SEBAGAI TUNTUTAN JAKSA UNTUK PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA ANAK KORBAN Satria Bagus Budi Jiwandono; Markus Suryo Utomo
MAGISTRA Law Review Vol 4, No 01 (2023): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/malrev.v4i01.3579

Abstract

Tindak pidana yang dilakukan oleh Anak sebagai pelaku kejahatan dengan korban yang juga masih kategori Anak khususnya tindak pidana kesusilaan (pencabulan dan persetubuhan) dalam praktek peradilan dianggap belum mampu memberikan perlindungan yang memadai kepada korban karena tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dan pidana yang dijatuhkan Hakim kepada pelaku sering dianggap belum memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya karena dianggap tidak sebanding dengan trauma dan penderitaan seumur hidup yang dialami korban. Metode pendekatan menggunakan Yuridis Empiris, Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa perlindungan hukum kepada Anak Korban karena tuntutan tersebut baik formil maupun materiil dan juga dilihat dari aspek tujuan hukum itu sendiri telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada yang secara formal terdapat pengaturannya di dalam pasal 71 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, selain itu dari sudut pandang sosiologis maupun filosofis hukumnya yaitu mendasarkan pada rasa keadilan dan kemanfaatan untuk kepentingan Anak korban dan keluarganya maka tuntutan Jaksa dimaksud yang di dalamnya terkandung aspek perampasan kemerdekaan terhadap Anak pelaku kejahatan sudah dirasakan sebanding dengan trauma dan penderitaan seumur hidup yang dialami oleh Anak korban dalam menghadapi masa depannya.
LEGAL STANDING PENYANDANG DISABILITAS DALAM UU NO.8 TAHUN 2016 TENTANG DISABILITAS Anastasia Bintari kusumastuti
MAGISTRA Law Review Vol 4, No 01 (2023): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/malrev.v4i01.3588

Abstract

Legal standing para penyandang disabilitas terabaikan keberadaannya dalam perundangan-undangan di Indonesia sejak beberapa dekade pasca kemerdekaan. Baru pada tahun 1997 dalam UU No.4 Tahun 1997 keberadaan para penyandang disabilitas mulai secara legal mendapatkan pengakuan eksplsit di dalam Undang-undang dengan istilah “Penyandang cacat”. Dalam UU No. 8 Tahun 2016, penggunaan istilah ”Penyandang cacat” diganti dengan istilah “Penyandang disabilitas”. Perubahan istilah dan penempatannya dalam UU mengandung permasalahan pergeseran legal standing para penyandang disabilitas di dalam perundangan. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk membahas legal standing penyandang disabilitas dalam UU No.8 tahun 2016. Pendekatan yang dipakai adalah yuridis normatif yakni naskah UU dikaji dengan hermeneutik filosofis sebagai alat penafsiran dengan membandingkan Undang-undang lainnya dan sumber-sumber sekunder melalui refleksi kritis untuk memperoleh pemahaman legal standing penyandang disabilitas dalam UU No.8 Tahun2016. Sebagai kesimpulan, disampaikan pemahaman komprehensif tentang legal standing penyandang disabilitas dalam UU No.8 tahun 2016 dan rekomendasi bagi pembuat undang-undang dan kebijakan.
Pelaksanaan Bimbingan Kemandirian Terhadap Klien Pemasyarakatan Tindak Pidana Penipuan Sebagai Upaya Pencegahan Residif Di Balai Pemasyarakatan Kelas I Semarang Ariani, Yuni Rosa
MAGISTRA Law Review Vol 4, No 02 (2023): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/malrev.v4i02.3971

Abstract

Tingkat kriminalitas di Indonesia yang semakin tinggi khususnya pada narapidana tindak pidana Penipuan utamanya disebabkan oleh faktor ekonomi yang didorong oleh desakan kebutuhan dan minimnya keahlian atau keterampilan yang dimiliki oleh pelaku tindak pidana. Hukum pidana sendiri selama ini lebih berfokus kepada penyelesaian suatu tindak pidana yang telah terjadi dan bukan berfokus pada pencegahannya sehingga terhadap suatu tindak pidana seringkali terjadi pengulangan (residif). Oleh karena hal tersebut, pencegahan yang dapat dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan sesuai dengan Konsep Pemasyarakatan adalah dengan pemberian bimbingan kepribadian dan kemandirian. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ditemui adanya beberapa hambatan yang dialami oleh petugas Pembimbing Kemasyarakatan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang tugas Pembimbing Kemasyarakatan beserta faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan bimbingan kemandirian di Bapas Kelas I Semarang. Dapat disimpulkan bahwa pemberian bimbingan kemandirian atau pelatihan kerja yang efektif dapat mengurangi angka pengulangan tindak pidana klien pemasyarakatan di Bapas Kelas I Semarang. Kata kunci : Balai Pemasyarakatan; Bimbingan Kemandirian; Pencegahan Residivis; Penipuan.
Upaya Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Formal Ke Informal Pada Masa Pandemi Covid-19 Wdayanti, Widayanti; Sunarto, Sunarto
MAGISTRA Law Review Vol 4, No 02 (2023): MAGISTRA Law Review
Publisher : PSHPM Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/malrev.v4i02.4166

Abstract

Indonesia merupakan negara dengan populasi terbanyak di dunia.jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami kenaikan signifikan hingga tahun 2021 sebanyak 272.248,5 ribu jiwa. Mei 2022 merupakan awal mula corona virus atau covid 19. Keadaan tersebut mengubah struktur ekonomi dan sosial secara global khususnya kabupaten karanganyar. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui 1) faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat yang lebih memilih berkerja informal dimasa pandemi covid-19 kabupaten karanganyar, 2) upaya hukum yang dilakukan dalam mengatasi masyarakat pada masa pandemi covid-19. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yaitu mengkaji ketentuan yang berlaku sesuai dengan fenomena di lapangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data sekunder dan data primer. Data sekunder didapat dari peraturan perundang-undangan yang masih berlaku, laporan pemerintah dari badan pusat statistik kabupaten karanganyar, serta beberapa jurnal atau literatur terdahulu yang sesuai dengan topik penelitian yang dibahas. Sedangkan data primer dalam penelitian ini yaitu wawancara dengan salah satu staf di dinas perdagangan, tenaga kerja, koperasi, dan usaha kecil menengah kabupaen karanganyar. Hasil penelitian  menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih kerja di sektor informal antara lain modal kerja, umur, dan waktu kerja. Sedangkan upaya pemerintah kabupaten karanganyar dalam mengatasi masalah perselisihan tenaga kerja khususnya pekerja yang terdampak pandemi covid-19 hingga pekerja tersebut dirumahkan dan pemutusan hubungan kerja di kabupaten karanganyar yaitu dengan memberikan edukasi kepada masyarakat serta memberikan intensitas masyarakat berupa bantuan langsung tunai atau pelatihan. Saran yang diberikan peneliti berdasarkan hasil dan pembahasan yaitu pemerintah sebagai lembaga mediator sebaiknya memberikan edukasi dan peraturan yang jelas kepada masyarakat yang terdampak pandemi covid-19.