cover
Contact Name
Jurnal Hukum
Contact Email
legalitas.unbari@gmail.com
Phone
+6285266065048
Journal Mail Official
legalitas.unbari@gmail.com
Editorial Address
Jl. Slamet Ryadi, Kec. Telanaipura, Broni, Kodepos: 36122, Phone: 0741-667084
Location
Kota jambi,
Jambi
INDONESIA
Legalitas: Jurnal Hukum
ISSN : 20850212     EISSN : 25978861     DOI : https://www.doi.org/10.33087/legalitas
Core Subject : Social,
Legalitas: Jurnal Hukum is a peer-reviewed open access journal that aims to share and discuss current issues and research results. This journal is published by Center for Law Research and Development, Master of Law Program, Batanghari University, Legalitas: Jurnal Hukum contains research results, review articles, scientific studies from legal practitioners academics covering various fields of legal science, criminal law, civil law, administrative law, constitutional law, law Islamic business and law and other fields of study relating to law in the broadest sense. This journal is published twice a year, in June and December.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 12, No 1 (2020): Juni" : 11 Documents clear
Tugas dan Fungsi Kepolisian Untuk Meningkatkan Kepercayaan Publik terhadap Penegak Hukum Elvi Alfian
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 12, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v12i1.192

Abstract

Tugas pokok dan fungsi Polri, selain sebagai pengayom masyarakat juga sebagai penegak hukum. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di negri ini dari hari ke hari grafiknya terus mengalami penurunan. Tingkat ketidak puasan masyarakat terhadap penegakan hukum di negri ini semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dengan jelas dari hasil survei yang dilakukan. Dan yang terpenting adalah bagaimana Polri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga dapat diterima oleh masyarakat sehingga dapat menjaga keamanan dan ketertiban dengan memperoleh dukungan maksimal dari masyarakatTujuan penelitian ini untuk  Untuk menganalisa bagaimana tugas dan fungsi kepolisian untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap penegak hukum dan Untuk menganalisa apa yang menjadi faktor penghambat bagi kepolisian untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum untuk meningkatkan kepercayaan publik. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji undang- undang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1.Tugas dan Fungsi Kepolisian Sebagai Penegak Hukum Menurut UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dilihat pada Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 mengenai fungsi Kepolisian. Fungsi kepolisian adalah “salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan kemanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Faktor penghambat kepolisian dalam melaksanakan tugasnya dalam penegakan hukum yaitu : a. Faktor hukumnya sendiri; b.Faktor penegak hukum, yaitu pihak- pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; c.Faktor sarana atau fasilitas; d.Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum terasebut berlaku atau diterapkan; e. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.
Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung dan Demokratis Sebagai Bentuk Perwujudan Hak Asasi Politik Masyarakat di Indonesia Sarbaini Sarbaini
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 12, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v12i1.197

Abstract

Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Menurut UUD secara tersurat dan tersirat, warga negara berhak memilih diantaranya Kepala Daerah. Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) adalah pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langung, umum, bebas dan rahasia oleh mayarakat setempat maka pemilukada secara langsung sangat erat kaitannya dengan demokrasi di mana kedaulatan terletak ditangan rakyat. Seharusnya rakyat adalah subyek yang menentukan, bukan obyek yang ditentukan, baik dalarn lingkup perpolitikan nasional maupun lokal (daerah). Masyarakatpun telah sangat paham banhwa Indonesia bukan Negara kerajaan (monarki), tetapi Negara modern yang mendasarkan politiknya adalah sistern demokrasi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia upaya pemilihan kepala daerah secara langsung ini telah berlangsung atau telah dilakukan sejak tahun 2005, yang didasarkan pada ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung selama ini, nuansa yang paling menonjol adalah maraknya sengketa pemilihan kepala daerah yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Selain itu juga maraknya kepala daerah yang terpilih dalam pemilihan kepala daerah secara langsung yang terjerat kasus korupsi. Kabar tentang kepala daerah yang tersandung kasus korupsi tak pernah berhenti mengalir. Ironisnya, setiap minggu selalu ada kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Umumnya, terjeratnya para kepala daerah itu terkait erat dengan proses pemilihan kepala daerah yang sudah menelan biaya cukup banyak. Pemilihan kepala daerah secara langsung memiliki korelasi yang sangat erat dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dengan pemilihan kepala daerah secara langsung, rakyat dapat menentukan sendiri pemimpin di daerahnya, sehingga terjalin hubungan yang erat antara kepala daerah dengan rakyat yang dapat mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan partisipatif.
Kebijakan Kriminal Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Narkotika Di Kota Palembang Ruben Achmad; Neisa Angrum Adisti
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 12, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v12i1.193

Abstract

Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan kriminal dalam pencegahan dan penindakan  kejahatan narkotika di Indonesia dan kebijakan kriminal dalam pencegahan dan penindakan kejahatan narkotika khususnya di Kota Palembang. Kebijakan kiminal pencegahan dan penanggulangan narkotika di Indonesia dilakukan dengan 2 (dua ) cara yaitu kebijakan Penal dan Non penal. Temuan dari analisis hasil penelitian aspek penal terhadap narkotika dan psikotropika, merupakan bahan masukan untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan penanggulangan penyalahgunaan narkotika dikemudian hari.mSelain dengan peraturan perundang-undangan upaya penanggulangan dan pecegahan  Narkotika dilakukan secara sinergi beberapa lembaga yang terkait satu sama lain ,P4GN adalah Pemberantasan Peredaran Gelap  Narkoba dan Perkusor yang merupakan  suatu program penanggulangan pencegahan narkotika. Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) adalah upaya sistematis berdasarkan data penyalahgunaan narkoba yang tepat dan akurat, perencanaan yang efektif dan efisien dalam rangka mencegah, melindungi dan menyelamatkan warga negara dari ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba untuk itu diperlukan kepedulian dari seluruh instansi pemerintah dalam upaya tersebut dengan mendorong satgas di instansi pemerintah menjadi pelaku P4GN secara mandiri. Upaya yang paling tepat dalam pencegahan dan penyalahgunaan narkotika adalah upaya demand yang menitik beratkan pada perbaikan pelaku yaitu penyuluhan dan juga rehabilitasi. Dibandingkan penjara , rehabilitasi lebih tepat dilaksanakan bagi pengguna narkotika. Dikarenakan efek negatif penjara yang belum tentu memperbaiki keadaan pelaku . Namun pada kenyataannya , hakim sangat jarang memutus dengan putusan rehabilitasi
Rumah Susun Komersial yang Komprehensif dengan Prinsif Pengelolaan yang Ideal yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Dan Penghuni Satuan Rumah Susun Nuraini Zachman
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 12, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v12i1.198

Abstract

Pembangunan Rumah Susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, dan pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Banyak  rumah susun dibangun dan ribuan orang tinggal di dalamnya. Akan tetapi tidak semua orang mengetahui aspek Hukum tinggal di rumah susun. Sayangnya eskalasi pembangunan rumah susun juga diikuti dengan eskalasi konflik antara penyelenggara rumah susun dan pemilik/penghuni, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan rumah susun. Apakah ini berarti pengaturan perundang-undangan yang telah dibuat Pemerintah dan DPR belum mampu mengakomodir hak dan kewajiban masing-masing pihak, dikarenakan minimnya akses terhadap aturan-aturan yang diperuntukkan bagi keduabelah pihak (penyelenggara rumah susun dan pemilik/penghuni rumah susun). permasalahan yang timbul dalam Pengelolaan Rumah Susun yang penulis teliti dari rumah susun komersial, dikarenakan pembangunan rumah susun komersial yang marak berlangsung saat ini menimbulkan eskalasi konflik dibidang pengelolaan rumah susun, dan tampak jelas tidak memberikan perlindungan hukum kepada Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) yang merupakan entitas yang penting dan memiliki peran yang besar dalam sebuah rumah susun.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pembakaran Hutan Di Provinsi Jambi Ferdricka Nggeboe; Reza Iswanto; Sriayu Indah Puspita
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 12, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v12i1.194

Abstract

Pembakaran hutan di Provinsi Jambi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan sehingga mengakibatkan kabut asap yang begitu tebal yang menyelimuti Provinsi Jambi. Oleh karena itu, selain akibat dari kebakaran hutan tersebut yaitu mengakibatkan kabut asap yang tebal, kebakaran hutan juga mengakibatkan berbagai macam makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan mengalami kepunahan sehingga terhadap pelaku kebakaran hutan tersebut harus dipertanggungjawabkan secara pidana mengingat bahaya yang ditimbulkannya begitu besar. Namun, walaupun telah banyak menimbulkan kerugian terhadap masyarakat Provinsi Jambi, tetapi belum ada satu perusahaan yang dijatuhkan sanksi pidana, hanya berupa penyegelan terhadap perusahaan. Selain itu juga, faktor yang mempengaruhi terwujudnya pertanggungjawaban pidana pelaku pembakaran hutan di Provinsi Jambi adalah belum ada ketegasan dari pemerintah Provinsi Jambi maupun aparat penegak hukum untuk menjatuhkan sanksi pidana, bahkan pemerintah Provinsi Jambi dan penegak hukum masih belum dapat membuktikan kesalahan para pelaku pembakaran hutan dan lahan. Untuk itu, upaya yang akan datang terkait dengan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pembakaran hutan di Provinsi Jambi adalah pemerintah Provinsi Jambi maupun aparat penegak hukum harus bertindak tegas terhadap pelaku pembakaran hutan berupa penjatuhkan sanksi pidana, dan juga berupaya melakukan penyuluhan hukum sekaligus melibatkan masyarakat setempat untuk pelaporan terkait dengan ada pelaku pembakaran hutan agar mendapatkan sanksi pidana sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 32  Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tinjauan Yuridis Terhadap Penolakan Pembayaran Utang Oleh Kreditor Pada Saat Permohonan Pailit Diajukan (Studi Kasus: Kepailitan PT. Hendratna Plymood) Nur Fauzia
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 12, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v12i1.199

Abstract

Suatu usaha tidak selalu berjalan dengan baik dan lancar, sering kali keadaan keuangan pelaku usaha tersebut sudah sedemikian rupa hingga sampai pada suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mampu lagi membayar utang- utangnya yang telah jatuh tempo. Para Kreditor yang mengetahui bahwa Debitor tidak mampu lagi membayar utang-utangnya akan berusaha untuk terlebih dahulu mendapatkan pelunasan atas piutangnya. Para kreditor mungkin saja memaksa debitornya untuk menyerahkan barang-barang guna pelunasan hutang-hutangnya, atau dapat juga debitor diminta untuk melakukan perbuatan yang hanya menguntungkan satu atau beberapa kreditor saja sedangkan kreditor yang lainnya dirugikan. Tindakan Kreditor atau perlakuan Debitor yang demikian jelas akan memberikan ketidakpastian bagi Kreditor lain yang beritikad baik yang tidak ikut mengambil barang-barang Debitor sebagai pelunasan piutangnya, sehingga piutang Kreditor yang beritikad baik tersebut tidak terjamin pelunasannya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dibutuhkan suatu lembaga yang dapat menyelesaikan masalah dan dapat memberikan  suatu  kepastian  hukum,  sehingga  kejadian-kejadian sebagaimana disebut di atas dapat dicegah. Salah  satu  contoh  kasus  penyelesaian  utang  Debitor  terhadap  Kreditor melalui kepailitan yang dalam prosesnya kurang tepat dalam menerapkan ketentuan syarat permohonan pailit dalam UU No.37 Tahun 2004 adalah kasus kepailitan PT. Hendratna Plywood dengan para Kreditornya yaitu PT. Ocean Global Shipping dan PT. Samudra Naga Global. Dimana PT. Hendratna Plywood membayar hutangnya kepada salah satu Kreditornya, yakni PT. Samudra Naga Global pada saat 14 (empat  belas)  hari  setelah  permohonan pailit  didaftarkan  di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dengan adanya pembayaran tersebut, syarat kepailitan dalam UU No. 37 Tahun 2004 yaitu adanya 2 (dua) kreditor atau lebih dan suatu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih menjadi tidak terpenuhi lagi. Lebih lanjut hal tersebut menimbulkan  permasalahan  yaitu  dimana  PT.  Hendratna  Plywood  yang  telah membayar utangnya menuntut agar kepailitan dibatalkan. Sedangkan PT. Ocean Global Shipping menuntut agar PT. Hendratna Plywood tetap dipailitkan meskipun utang terhadap salah satu Kreditor telah dibayar  lunas. Namun pada akhirnya Pengadilan  Niaga  pada  Pengadilan  Negeri  Jakarta  Pusat  dengan  putusan  No. 16/2010. Pailit/PN.Niaga.Jkt.Pst menjatuhkan putusan pailit kepada PT. Hendratna Plywood dengan segala akibat hukumnya.
Penalaran Hukum dan Penemuan Kebenaran Indah Febriani
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 12, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v12i1.190

Abstract

Tulisan ini mengkaji korelasi antara penalaran hukum dengan penemuan kebenaran, masing-masing dipandang sebagai independent variable dan dependent variable. Dengan menggunakan penalaran yang berbasis pada logika baik induksi maupun deduksi, diduga manusia dapat menemukan kebenaran. Permasalahan yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah apakah penerapan penalaran induksi maupun deduksi yang diterapkan pada ilmu hukum (jurisprudence), yang tidak tergolong dalam kelompok ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial dapat memmbantu manusia menemukan kebenaran?. Penerapan kedua penalaran itu di bidang hukum melahirkan suatu bentuk penalaran hukum atau legal reasoning. Namun penerapan kedua penalaran itu pada hukum bukanlah pekara mudah, hal ini disebabkan ilmu hukum memiliki sifat khas atau sui generis yang berbeda dengan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Sifat khas ilmu hukum itu adalah preskriptif (seharusnya) dan sekaligus ilmu terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, Ilmu Hukum mempelajari nilai, asas, norma keberlakuan hukum, dan tujuan hukum. Untuk mewujudkan tujuan hukum itu maka diciptakanlah cara-cara atau sarana untuk mencapai tujuan itu. Cara itu diwujudkan dalam bentuk tata cara atau prosedur yang harus dilakukan oleh subjek hukum dalam menciptakan norma-norma hukum yang berlandaskan pada nilai dan asas hukum. Dengan demikian penemuan kebenaran tidak lain adalah menciptakan norma-norma yang berfungsi untuk mewujudkan tujuan hukum itu. Norma hukum tersebut dapat diwujudkan berupa penyataan hukum (rechtsbeslissing) yang terwujud dalam norma hukum umum dan norma hukum individuil. Bagi Hans Kelsen norma umum harus diwujudkan terlebih dahulu sehingga ia menjadi landasan bagi perwujudan norma individuil, sebaliknya bagi Ter Haar adanya norma umum dapat lahir berbarengan dengan terwujudnya norma individuil.  Dengan perkataan lain dari norma individuil lantas dapat ditarik kesimpulan adanya norma umum. Bila pandangan Kelsen yang lebih menekankan penalaran deduksi yang bertitik tolak dari norma umum dalam rangka mewujudkan norma individuil mendominasi tradisi hukum Eropah  Kontinental, maka pandangan Ter Haar yang merupakan tokoh Hukum Adat Indonesia yang lebih menekankan pola penalaran induksi yang mendominasi dalam tradisi hukum Anglo Saxon. Bila ilmu alam dan ilmu sosial yang tergolong dalam “science” mengandung makna verifikasi empiris, sebaliknya ilmu hukum yang bersifat sui generis mengandung makna verifikasi preskriptif. Verifikasi empiris mengharuskan bahwa konsekwensi-konsekwensi dari suatu sebab harus terjadi sesuai dengan kenyataan yang dapat dialami, akan tetapi dalam hukum keharusan itu musti terjadi (preskriptif) menurut apa yang telah ditentukan. Keharusan yang musti terjadi itu baru dapat terwujud bila ada campur tangan manusia, oleh sebab itulah keharusan dalam hukum itu berbeda dengan keharusan alami, ia lebih tepat disebut keharusan moral (sollen). Adanya campur tangan manusia dalam keharusan moral dapat menyebabkan keharusan itu dapat terwujud atau tidak dapat terwujud. Bila perwujudan keharusan itu sesuai dengan tujuan hukum maka itulah telah diketemukan kebenaran, sebaliknya bila perwujudan keharusan itu tidak sesuai dengan tujuan hukum maka tidak atau belum diketemukan kebenaran.
Bimbingan Keagamaan Islam terhadap Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Jambi Ruslan Abdul Gani
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 12, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v12i1.195

Abstract

Bimbingan agama di Lembaga  Pemasyarakatan  menjadi salah satu faktor penting dalam pembinaan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan agama, khususnya Islam, merupakan sarana mengimplementasikan akidah, akhlak serta nilai-nilai yang telah ditentukan oleh agama Islam.[1] Bimbingan keagamaan Islam juga membantu warga binaan untuk menjadi makhluk sosial, yang berpengaruh positif kepada orang lain. Meskipun pengaruh bimbingan agama tidak terjadi secara langsung, tetapi ia menjadi salah satu faktor penentu bagi setiap perubahan perilaku manusia ketika hidup bermasyarakat, Fungsi pembinaan ini dapat dilihat jika warga binaan Lembaga Pemasyarakatan kelak bebas dari hukuman. Fungsi Pemidanaan tidak lagi sekedar pemenjaraan, tetapi juga merupakan suatu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Pelaksanaan bimbingan keagamaan Islam terhadap warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA  Jambi  sudah  dilakukan akan tetapi  dalam pelaksanaan  masih  ditemui   beberapa kendala, maka diperlukan upaya yang  dilakukan dalam mengatasi kendala  dalam pembimbing Keagamaan Islam terhadap Warga binaan di Lembaga Pemasarakatan  Kelas II A  Jambi yang bertujuan mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat dan lingkungannya dan dapat hidup secara wajar seperti sediakala.[1]Juntika Nurihsan, Achmad Akur Sudianto, Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMA, Jakarta; Grasindo, 2005. hal.25
Kemampuan POLRI Mempersiapkan Teknis Personil Penyidik Tindak Pidana Lingkungan Hidup Sumaidi Sumaidi
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 12, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v12i1.200

Abstract

Salah satu tindak pidana adalah Pengrusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang sampai saat ini  sangat membawa dampak bagi masyarakat, maka dari itu diperlukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus yang tergolong tindak pidana lingkungan hidup.Kemampuan penegak hukum sangat penting dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap tindak pidana lingkungan hidup. Penyidik lingkungan hidup, selain diharapkan memiliki kemampuan teknis yang memadai dalam pengumpulan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, juga diharapkan memiliki pemahaman yang baik atas peraturan perundang-undangan yang berlaku, sekaligus mampu menjaga integritas, kredibilitas, dan kode etik dalam melaksanakan tugas utamanya, yaitu mencari kebenaran dan menegakkan keadilan demi melindungi kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Perbandingan Sejarah Positivisme Hukum di Indonesia Sebagai Penentu Politik Hukum Dimasa yang Akan Datang Sigit Somadiyono
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 12, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v12i1.191

Abstract

Terdapat tiga sistem hukum yang hidup dan berkembang serta berlaku di masyarakat Indonesia. ketiga sistem hukum tersebut adalah sistem hukum Islam, sistem hukum adat dan sistem hukum civil. Ketiga sistem itu saling “bersaing” untuk menjadi satu-satunya hukum yang berlaku di Indonesia. Walaupun begitu, ketiga sistem hukum tersebut sebenarnya bisa saling melengkapi dan bisa diharmonisasi. Tetapi Indonesia harus memiliki satu role model yang disepakati serta bisa menjadi panduan dalam merumuskan peraturan perundang-undangan yang berkeadilan. Tulisan ini menjelaskan bagaimana hukum adat dan hukum Islam tetap berlaku dan hidup dimasyarakat bisa mengisi kekosongan hukum dari sistem hukum civil. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dan menggunakan berbagai pendekatan yakni pendekatan undang-undang, perbandingan dan sejarah. Tulisan ini menyimpulkan bahwa walaupun pluralisme hukum yang berlaku di masyarakat dapat tumbuh dan saling melengkapi, tetapi pluarisme tersebut akan berdampak pada katidakpastian hukum serta arah perkembangan hukum yang tidak jelas ke depannya. Unifikasi dan kejelasan pengaturan terhadap ketiga sistem tersebut akan menjadi salah satu jawaban atas pluralisme hukum di Indonesia sehingga tercipta keadilan dan ketertiban di masyarakat.

Page 1 of 2 | Total Record : 11