cover
Contact Name
Mohammad Noviani Ardi
Contact Email
jurnaladhki@gmail.com
Phone
+6281359100363
Journal Mail Official
jurnaladhki@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
ADHKI: Journal of Islamic Family Law
ISSN : -     EISSN : 2715050x     DOI : -
ADHKI Journal of Islamic Falimy Law is a journal published by the Indonesian Islamic Family Law Lecturer Association, its focus and scope related to Islamic Family Law Issues.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 84 Documents
PROBLEMATIKA DAN MOTIVASI MENIKAHI WANITA MANAPOUSE DEMI KEUTUHAN RUMAH TANGGA MENURUT PERSEPSI MASYARAKAT KABUPATEN MUARA JAMBI Siti Marlina; A. A. Miftah; Rahmi Hidayati; Dian Mustika
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 1 No. 2 (2019): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (445.406 KB) | DOI: 10.37876/adhki.v1i2.15

Abstract

Marriage is anyone's right as long as the marriage is in accordance with the Shari'a, women who are no longer menstruating are called menopause and in this phase women experience various changes, with this change the groom is expected to understand the problematics of marrying menopause women for the sake of continuing family integrity, to give an idea to a bride, especially a man who wants to marry a menopausal woman (who is no longer reproducible), this study aims to find out the problems and motivations of marrying a menopausal woman (not to be reproduced) and to know the review of Law No. 1 of 1974 and Islamic Law concerning marrying women manouse, this research is a qualitative research with an empirical normative sociological approach by using the interview method, with the technical writer asking the spouse directly as a respondent and from the results of the interview the writer is the data. The results of this study can be concluded First Problematics marrying menopausal women are: not getting offspring, changes in intimate partner relationships. and social impact in the community Second Motivation to marry menopausal women as follows: because they really want to get married, earn a living, undergo worship, have friends in old age and friends.
SISTEM KEWARISAN ADAT BATAK DI TAPANULI SELATAN Fatahuddin Aziz Siregar
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 1 No. 2 (2019): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.863 KB) | DOI: 10.37876/adhki.v1i2.16

Abstract

setiap masyarakat adat mengatur cara peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris, sebab terkait dengan kebutuhan primer dalam memenuhi hajat hidup, bahkan berhubungan juga dengan martabat suatu keluarga dalam komunitasadatnya. Sebagai masyarakat yang menghitung garis kekerabatan dari pihak laki-laki, maka menurut adat Batak di Tapanuli Selatan harta juga hanya diwariskaan kepada kerabat laki-laki terutama anak laki-laki yang dipandang sebagai penerusmarga dan kebanggaan keluarga. System ini menempatkan anak perempuan sebagai pihak yang kebutuhan hidupnya sepenuhnya menjadi tanggungan suaminya sehingga tidak berstatus sebagai ahli waris. Sekalipun demikian ada instrument lain yang memberi ruang bagi anak perempuan untuk turut menerima porsi bagian tertentu dari harta yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Anak perempuan bias menerima olong ate, pemberian kasih sayang yang mengandalhan kerelaan pihak anak laki-laki untuk melepas sebagian haknya agar anak perempuan dapat tersantuni. Saat ini olong ate mendapat pemaknaan baru, jika pada awalnya berhantung kepada keinginan baik anak laki-laki yang pada umumnya justru tidak menunjukkan kepedualiannya dan sama sekali tidak menyisakan sedikitpun harta, saat ini olonh ate menjadi suatu keharusan bagi anak laki-laki untuk memberi bagian yang layak kepada anak perempuan sekaipun tidak setara dengan bagian anak laki-laki.
PERNIKAHAN DINI WANITA YANG BERSATUS PEWARIS HARTA “TUNGGU TUBANG” (Studi Kasus Pada Masyarakat Suku Semendo Darat Ulu Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan) Mahdi, Imam Mahdi
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 1 No. 2 (2019): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (540.208 KB) | DOI: 10.37876/adhki.v1i2.17

Abstract

Pernikahan usia dini pada masyarakat suku Semendo, Muara Enim Sumatera Selatan cukup Tinggi, bagi perempuan yang memegang status tunggu tubang, menurut hukum Negara dan agama dilarang. Data statistik tahun 2017 penduduk suku semendo yang terdiri dari 3 kecamatam berjumlah 41.261 jiwa dan 100% beragama Islam. Tunggu tubag adalah istilah adat untuk menyebutkan anak perempuan tertua dalam keluarga yang akan mewarisi harta kekayaan secara turun temurun dari nenek moyang mereka, memang harta tunggu tubang (harta tua) berupah rumah, sawah dan kebun tidak dibagi, menjadi hak penguasaan anak perempuan tertua. Hasil penelitian terjadinya pernikahan dini, dikarenakan beberapa faktor antara lain: orang tua wanita ingin lebih cepat mewariskan harta tunggu tubang, agar ada yang membantu dalam pekerjaan fisik pengurusan harta warisan, wanita yang memegang status tunggu tubang sengaja sekolahnya dibatasi hanya tamat SD/MI, karena kalau sekolah cukup tinggi orang tuanya takut anaknya tidak akan mau mewarisi harta tunggu tubang seperti orang tua mereka. Oleh karena itu pada masyarakat suku Semendo masih berlaku kebiasaan untuk menjodohkan anak perempuan mereka. Uniknya pada masyarakat ini walaupun banyak perkawinan usia dini, jarang terjadi perceraian. Tulisan ini juga menunjukan bahwa praktik pernikahan usia dini yang dianggap akan banyak menimbulkan masalah seperti kekerasan, atau eksploitasi anak dan perempuan tidak terjadi. orang tua yang menikahkan anaknya yang masih berusia muda khususnya yang berstatus tunggu tubang akan merasa terhormat. Penelitian ini menyarankan kepada Pemerinta untuk mengadakan intervensi agar regulasi perkawinan dan perlindungan anak dan perempuan dilaksanakan dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat
MOTIVASI METRAE DAN NYALENE PADA MASA PERTUNANGAN DI KALANGAN MASYARAKAT MADURA PERSPEKTIF ‘URF Jalil, Abdul Jalil; Kholisatun
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 1 No. 2 (2019): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (660.312 KB) | DOI: 10.37876/adhki.v1i2.18

Abstract

Madura region with diverse cultural backgrounds which become its specialty always ignores the attention of researchers to uncover, as it has become unique on most of Madura Island, especially Pamekasan at the time of engagement, a man who has been engaged in carrying out the tradition of carrying out traditions in the form of metrae and nyalene. Metrae and nyalene are usually done by the community in the last 10 months of Ramadan, together with the obligation to issue zakat fitrah for Muslims and end before the Eid Al-Fitr prayers. The submission of pertra and salenan is usually done by the parents of the male fiance, but there is a small portion of the men who are engaged to visit the residence of the female fiance with petra and salenan. Petra and salenan in the form of rice or money worth the petra and the salenan, sometimes in the form of a piece of cloth, a set of clothes or enough money to buy clothes. The tradition of metrae and nyalene is carried out, because it is driven by the desire to help each other and help reduce the burden of the female fiancee, to strengthen the bond of friendship between the two, the love that is being knitted can be bound until the time to hold a marriage contract. By submitting petra and salenan mean to imply that engagement prepared forwarded. Metrae and nyalene both form, scope and motivation of the implementer are included in the 'urf saheeh , namely, customs that apply in the midst of society and do not conflict with the Qur'an and Hadith texts, do not violate religious principles, do not contradict with reason and human mind, does not eliminate prosperity and does not bring harm even, to carry out and preserve this tradition, including carrying out religious principles in the form of help to help
PENGAMBILALIHAN WEWENANG WALI NASAB DALAM PERKARA WALI ADHAL PERSPEKTIF PLURALISME HUKUM (Studi Kasus Pandangan Hakim dan Tokoh Masyarakat Kabupaten Pasuruan) Muhamad Hasan Sebyar; A. Fakhruddin
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 1 No. 2 (2019): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (543.52 KB) | DOI: 10.37876/adhki.v1i2.19

Abstract

Rapuhnya hubungan ayah atau keluarga ayah dengan anak gadis adalah salah satu sebab wali adhal. Menurut tokoh masyarakat putusan wali adhal itu membingungkan, karena mengabaikan wali nasab dalam pernikahan, di sisi lain putusan hakim mengizinkan wali adhal demi maslahat agar terhindar dari zina. Perkara wali adhol di Kabupaten Pasuruan pada tahun 2016 termasuk perkara yang sering terjadi hampir tiap bulan. Adanya perbedaan pandangan antara hakim dan tokoh masyarakat Kabupaten Pasuruan tentang wali adhal perlu dianalisis secara mendalam, agar dapat menjadi bahan pertimbangan tentang wali adhal guna mengurangi kasus wali adhal di Pasuruan. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dan kualitatif deskriptif, data hasil wawancara dan dokumentasi dianalisis dengan teori pluralisme hukum. Hasil penelitian menjelaskan bahwa perkara wali adhal jika ditinjau dari teori pluralisme hukum akan muncul tiga dimensi yaitu pertama, jika seorang wali nasab tidak ada atau meninggal maka hakim dengan bukti yang ada berhak mengambilalih kekuasaan wali nasab dan memindahkannya kepada pihak yang berwenang. Kedua, jika wali nasab masih ada pernikahan itu harus dilaksanakan dengan persetujuan wali nasab. Ketika wali nasab enggan atau tidak hadir maka niat untuk menikah hendaknya dibatalkan. Ketiga, jika wali adhol masih ada, namun karena alasan yang tidak dibenarkan hukum enggan untuk menikahkan anaknya, maka hakim dapat mengizinkan wali adhal untuk menghindari zina dan mewujudkan keadilan bagi anak perempuan yang telah dikucilkan.
KUALITAS USIA PERKAWINAN, MOTIF, FAKTOR DAN DAMPAKNYA DI KABUPATEN WONOSOBO Mahfudz, Mahfudz Junaedi
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 1 No. 2 (2019): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.449 KB) | DOI: 10.37876/adhki.v1i2.20

Abstract

Lembaga perkawinan masih dipercaya sebagai proses awal dalam membentuk peradaban manusia, karena dengan perkawinan akan melahirkan generasi berkualitas dan beradab sehingga diperlukan kesiapan secara holistik. Namun demikian, proses terbentuknya perkawinan banyak dipengeruhi oleh faktor internal dan eksternal kondisi yang melingkupinya, terutama oleh ajaran dan keyakinan agama, sosio-kultural, kualitas sember daya manusia, lingkungan hidup, tata kelola pemerintahan dan kesenjangan wilayah sebagai kondisi objektif daerah. Wonosobo sebagai salah satu kota kabupaten di Jawa Tengah dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi dengan menempati posisi keempat dengan kisaran 11,32%. Tahun 2018 angka kemiskinan di Wonosobo pada kisaran 17, 58 %. Bonus demografi dengan indikator kualitas manusia pada setiap tahapan umur dalam tumbuh kembangnya dipengaruhi oleh ekonomi, pendidikan formal, pola asuh, kesehatan dan budaya. Dengan kondisi objektif semacam inilah, fenomena tingginya perkawinan usia muda di Wonosobo dengan motif dan latar belakangnya. Penelitian ini dengan fokus permasalah (1) bagaimana motif dan faktor yang mempengaruhi perkawinan usia muda, (2) bagaimana siklus kehidupan yang perlu dipersiapkan oleh keluarga muda, dan (3) mengapa perkawinaan usia muda masih tinggi di Wonosobo. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adaah field research dengan mendasarkan sumber data dan analisa data secara holistik dari lembaga-lembaga/instansi terkait, seperti data Bapeda, dinas PPKBPPPA (BKKBN), Kementerian Agama Kabupaten Wonosobo, Pengadilan Agama Wonosobo serta pihak-pihak terkait langsung maupun tidak langsung data kependudukan, maupun informan pelaku perkawinan usia muda. Hasil penelitian yang diharapkan adalah untuk mengetahui motif dan latar belakang perkawinan usia muda, sehingga ditemukan solusi dalam memberikan kebijakan, program dan sosialisasinya. Untuk memberikan informasi dan pentingnya mempersipakan penting dan strategi siklus kehidupan dalam 1000 hari pertama kehidupan, dan menemukan akar permasalahan masih tingginya perkawinan usia muda di Wonosobo. Sehingga diperlukan sinergitas semua stakeholder dalam mencarikan solusi dan alternatif pemecahannya
REFORMASI GAYA BERUMAH TANGGA MELALUI MODEL KELUARGA SAKINAH DALAM MENCEGAH PERCERAIAN (Studi di Kelurahan Candirenggo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang) Hasan, Sudirman; Zuhriah , Erfaniah Zuhriah
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 1 No. 2 (2019): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (925.672 KB) | DOI: 10.37876/adhki.v1i2.21

Abstract

Kecamatan Singosari adalah salah satu wilayah di Kabupaten Malang yang mempunyai angka perceraian tertinggi nomor dua di Kabupaten Malang. Penyebab terbanyak kasus perceraian menurut data dari Pengadilan Agama Kabupaten Malang tahun 2015 adalah karena tidak harmonis lagi dan tidak tanggung jawab. Dari data tersebut, masyarakat kelurahan Candirenggo harus dibina dan didik dengan melakukan reformasi gaya berumah tangga bahwa tujuan berumah tangga selain membentuk keluarga bahagia, juga bertujuan lain, yaitu keluarga yang kekal. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi untuk memperoleh data berupa data primer dan data sekunder. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya berumah tangga masyarakat Kelurahan Candirenggo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang selama ini cukup variatif. Setidaknya ada tiga gaya berumah tangga. Pertama, keluarga terdidik, pasangan suami istri yang sama-sama berkarir. Tipe kedua adalah tipe keluarga yang menempatkan istri di rumah. Tipe ketiga adalah tipe bebas. Kemudian perlu adanya reformasi gaya berumah tangga melalui model keluarga sakinah dalam mencegah perceraian di Kelurahan Candirenggo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang yang dilakukan dengan beberapa tahap.
PERSEPSI PIMPINAN BADAN KONTAK MAJELIS TAKLIM, AISYIAH, WANITA SYARIKAT ISLAM, FATAYAT NU, DAN KERUKUNAN WANITA ISLAM DI KOTA MANADO TENTANG POLIGAMI Nusri, Nusri Taroreh; Ahmad Rajafi
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 1 No. 2 (2019): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.912 KB) | DOI: 10.37876/adhki.v1i2.23

Abstract

Persepsi muslimah yang menjabat sebagai pimpinan ormas Islam di Kota Manado seperti Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Aisyiah, Wanita Serikat Islam, Fatayat NU, dan Kerukunan Wanita Islam (KWI) tetang poligami adalah fokus dalam penelitian ini, mengingat Kota Manado adalah wilayah muslim minoritas di Indonesia. Hasilnya adalah, bahwa semua pimpinan sepakat bahwa poligami adalah salah satu ajaran agama Islam yang tertuang di dalam al-Qur'an, namun implementasinya di era ini yang perlu ditelaah keabsahannya. Hal ini mengingat bahwa poligami di era ini lebih didominasi oleh kehendak nafsu seksual semata yang menjurus pada kemudharatan dan bukan untuk jalan kemaslahatan. Oleh karenanya, mereka sepakat bahwa aturan hukum di Indonesia tentang perkawinan yang menegaskan monogami terbuka sebagai asas perkawinan sangat responsif, dan izin istri adalah jalan poligami yang sehat jika diinginkan.
PENOLAKAN UMAT TERHADAP RISALAH KENABIAN DAN RELEVANSINYA DENGAN PENOLAKAN MUSLIM TERHADAP UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Nasution, Khoiruddin
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 2 No. 1 (2020): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37876/adhki.v2i1.26

Abstract

The people reject the prophetic treatise, just as some Indonesian people reject the enactment of Law No.1 of 1974 on Marriage (UUP). The question is whether there is relevance between these two objections. The results of research show there is relevance between the two. The relevance found was that both were rejected because they brought a change. People reject change, the same as some Indonesian society also rejects change. The people want establishment, the same as some Indonesian want establishment. The background of rejection is lack of understanding of the changes brought about. So the task of the prophets throughout his life is to understand the people. Most of the prophets succeeded in understanding and finally the people accepted the message of the prophetic message, but some were not understood. In line with the duties of the prophets, the task of observers, thinkers, and experts in Indonesian Islamic Family Law is to understand Indonesian society about the status of the UUP. That the UUP and related regulations are Indonesian Islamic sharia. That the UUP and related regulations are Indonesian Islamic law. That the UUP and related regulations are the same status as fiqh, fatwa, jurisprudent and interpretation, both the results of ijtihad, both the results of thought, are equally the results of understanding nash (istinbath). Even the UUP is actually a result of collective thought (ijmâ‘), while fiqh, fatwa, jurisprudence are the result of individual thought (ijtihad fardi). Although there is a collective fatwa, the number of mujtahids involved is still very limited compared to the experts involved in formulating and stipulating UUP.
PRAKTIK PEMBAGIAN HARTA WARIS DI KAMPUNG ADAT PEDUKUHAN JALAWASTU KABUPATEN BREBES Dzakkii, Muhamad; Mohammad Noviani Ardi
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 2 No. 1 (2020): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37876/adhki.v2i1.28

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembagian harta warisan dalam masyarakat Dusun Jalawastu dan menganalisis pelaksanaan pembagian harta warisan ditinjau dari hukum Islam. Metode yang digunakan dalam menganalisis permasalahan tersebut adalah deskriptif-kualitatif, yaitu mendeskripsikan fenomena pelaksanaan pembagian harta warisan dalam masyarakat Dusun Jalawastu dengan langsung mewawancarai masyarakat Dusun Jalawastu. Tahap berikutnya yaitu menganalisis praktik pembagian harta warisan ditinjau dari hukum Islam. Hasil penelitian menyatakan praktik pembagian harta warisan pada masyarakat Dusun Jalawastu masih menggunakan adat kebiasaan yaitu membagikan harta warisan hanya kepada anak, tidak ada bagian yang diberikan kepada ahli waris lain. Dalam pembagiannya, masyarakat Dusun Jalawastu memberikan bagian lebih terhadap anak yang mengurusi pewaris sebelum ia meninggal dunia. Pembagian semacam ini tidak sesuai dengan pembagian yang telah diatur di dalam al-Qur’an secara sistematis. Akan tetapi tetap hukumnya sah karena dalam setiap pembagian sudah melalui kerelaan dari pihak keluarga sehingga tidak menimbulkan pertikaian.