Claim Missing Document
Check
Articles

PENGAMBILALIHAN WEWENANG WALI NASAB DALAM PERKARA WALI ADHAL PERSPEKTIF PLURALISME HUKUM (Studi Kasus Pandangan Hakim dan Tokoh Masyarakat Kabupaten Pasuruan) Muhamad Hasan Sebyar; A. Fakhruddin
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 1 No. 2 (2019): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (543.52 KB) | DOI: 10.37876/adhki.v1i2.19

Abstract

Rapuhnya hubungan ayah atau keluarga ayah dengan anak gadis adalah salah satu sebab wali adhal. Menurut tokoh masyarakat putusan wali adhal itu membingungkan, karena mengabaikan wali nasab dalam pernikahan, di sisi lain putusan hakim mengizinkan wali adhal demi maslahat agar terhindar dari zina. Perkara wali adhol di Kabupaten Pasuruan pada tahun 2016 termasuk perkara yang sering terjadi hampir tiap bulan. Adanya perbedaan pandangan antara hakim dan tokoh masyarakat Kabupaten Pasuruan tentang wali adhal perlu dianalisis secara mendalam, agar dapat menjadi bahan pertimbangan tentang wali adhal guna mengurangi kasus wali adhal di Pasuruan. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dan kualitatif deskriptif, data hasil wawancara dan dokumentasi dianalisis dengan teori pluralisme hukum. Hasil penelitian menjelaskan bahwa perkara wali adhal jika ditinjau dari teori pluralisme hukum akan muncul tiga dimensi yaitu pertama, jika seorang wali nasab tidak ada atau meninggal maka hakim dengan bukti yang ada berhak mengambilalih kekuasaan wali nasab dan memindahkannya kepada pihak yang berwenang. Kedua, jika wali nasab masih ada pernikahan itu harus dilaksanakan dengan persetujuan wali nasab. Ketika wali nasab enggan atau tidak hadir maka niat untuk menikah hendaknya dibatalkan. Ketiga, jika wali adhol masih ada, namun karena alasan yang tidak dibenarkan hukum enggan untuk menikahkan anaknya, maka hakim dapat mengizinkan wali adhal untuk menghindari zina dan mewujudkan keadilan bagi anak perempuan yang telah dikucilkan.
The Analysis of Islamic Law Maqosid on the Role of Women in Improving Family Welfare Zeni Sunarti; Muhamad Hasan Sebyar
INNOVATIO: Journal for Religious Innovation Studies Vol 20 No 2 (2020)
Publisher : Postgraduate Studies UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.446 KB) | DOI: 10.30631/innovatio.v20i2.115

Abstract

Abstract: The participation of women at work domain, does not only contributes in changing the mindset and economic structure of a region, but also has contributed greatly to family welfare. This research uses descriptive analysis method to analyze and describe the role of women in improving the economic welfare of the family in the perspective of maqashid syariah. Based on the results of the research, it is found that the implication is that the role of women is very positive in improving family welfare and in accordance with the objectives of Islam,; falah (prosperous in the world and the hereafter), and in accordance with the five main elements that must be maintained in Islam, namely hifz ad-din, hifz an. -nafs, hifz al-aql, hifz an-nasl, and hifz al-mall. Keywords: Islamic law, the role of women, family welfare. Abstrak: Partisipasi peran perempuan dalam dalam dunia kerja tidak hanya berkontribusi terhadap berubahnya pola fikir dan tatanan perekonomian suatu daerah, akan tetapi juga telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kesejahteraan keluarga. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk menganalisis dan mendiskripsikan peran perempuan dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga perspektif maqashid syariah. Berdasarkan dari hasil penelitian, ditemukan implikasi bahwa peran perempuan sangat positif dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan sesuai dengan tujuan Islam yaitu falah (sejahtera dunia dan akhirat), serta sesuai dengan lima unsur pokok yang harus dijaga dalam islam, yakni hifz ad-din, hifz an-nafs, hifz al-aql, hifz an-nasl, dan hifz al-mall. Kata-kata kunci: hukum Islam, peran perempuan, kesejahteraan keluarga.
THE ROLE OF WOMEN IN IMPROVING WELL-BEING FAMILY PERSPECTIVE MAQASHID SYARIAH Muhamad Hasan Sebyar
Hukum Islam Vol 21, No 2 (2021): PROBLEMATIKA HUKUM KELUARGA DAN EKONOMI SYARI'AH
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jhi.v21i2.10686

Abstract

The participation of women in the world of work has not only contributed to changing the mindset and economic structure of a region, but has also contributed greatly to family welfare. This research uses descriptive analysis method to analyze and describe the role of women in improving the economic welfare of the family in the perspective of maqashid syariah. Based on the results of the research, it is found that the implication is that the role of women is very positive in improving family welfare and in accordance with the goals of Islam, namely falah (prosperous in the world and the hereafter), and according to the five main elements that must be maintained in Islam, namely hifz ad-din, hifz. an-nafs, hifz al-aql, hifz an-nasl, and hifz al-mall.
Perkawinan Ditinjau dari Moderasi Hukum Yusuf Qardhawy Muhamad Hasan Sebyar
Al-Azhar Islamic Law Review VOLUME 2 NOMOR 2, JULI 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Azhar Gowa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37146/ailrev.v2i2.48

Abstract

Batas minimal usia perkawinan dalam undang-undang perkawinan selalu mendapat kritikan dari beberapa lembaga swadaya masyarakat, yang bersikap modernis dengan melihat aspek ilmu pengetahuan dan teknologi saja. Di sisi lain sikap konservatif mewarnai pemikiran sebagian masyarakat yang dominan melihat dari aspek akhlak dan maqashid saja. Pemahaman hukum haruslah bersifat moderat untuk menciptakan keadilan dan perdamaian dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang–undangan dan pendekatan konseptual. Pendekatan konseptual digunakan untuk mendalami pemikiran Yusuf Al-Qarḍawy tentang moderasi hukum. Pemikiran tersebut digunakan sebagai pisau analisis terhadap problematika batas minimal usia perkawinan di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis moderasi hukum dalam undang-undang perkawinan terkait usia perkawinan dilihat dari sudut pandang Yusuf Al-Qarḍawy. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mencerminkan moderasi hukum dalam putusannya, dengan meletakan open legal policy secara seimbang antara ilmu pengetahuan dan teknologi dan maqashid (tujuan) perkawinan dan nilai-nilai akhlak.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN DI PENGADILAN AGAMA PANYABUNGAN Muhamad Hasan Sebyar
Journal of Indonesian Comparative of Syari'ah Law Vol 5, No 1 (2022): Realitas Hukum Islam
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/jicl.v5i1.7611

Abstract

Jumlah permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Panyabungan naik 27 permohonan atau naik 122,73 % pada tahun 2019-2020. Jumlah permohonan ini setiap tahun semakin bertambah bukan semakin berkurang, jika semangat undang-undang tersebut adalah mengurangi angka perkawinan anak, sepertinya tujuan tersebut belum tercapai. Apasajakah faktor-faktor yang menyebabkan permohonan dispensasi kawin terus meningkat pasca perubahan UU Perkawinan, Peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini untuk menggali faktor-faktor penyebab bertambahnya permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Panyabungan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang mencoba menganalisis 124 putusan dispensasi kawin dari tahun 2019-2021. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Jika dilihat dari segi jumlah, maka faktor-faktor penyebab dispensasi kawin di Pengadilan Agama Panyabungan di dominasi oleh faktor budaya marlojong dan agama yaitu takut melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang agama. Kemudian disusul faktor hamil diluar nikah dan seks di luar nikah. Jika dilihat dari segi usia terendah maka faktor penyebab utama permohonan dispensasi kawin adalah hamil dan seks di luar nikah.
Analisis Perkara Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Panyabungan Muhamad Hasan Sebyar
Al-Azhar Islamic Law Review VOLUME 5 NOMOR 1, JANUARI 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Azhar Gowa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37146/ailrev.v5i1.195

Abstract

Dari tahun 2019 sampai tahun 2020 seluruh Indonesia mengalami peningkatan permohonan dispensasi kawin sebesar 39.332 permohonan (naik 158,19 %). Jika yang menjadi sasaran adalah berkurangnya jumlah perkawinan di bawah usia 19 tahun, maka efektifitas peraturan perkawinan masih jauh dari yang diharapkan. Karena faktanya jumlah permohonan dispensasi kawin terus bertambah setiap tahun. Bukan hanya perkawinan secara resmi yang mengalami peningkatan namun juga ‘perkawinan di bawah tangan’. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah-masalah yang melatarbelakangi perkawinan anak di masyarakat dan solusi dalam mengatasi dampak pasca pemberian dispensasi kawin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor terbesar yang harus diantisipasi adalah adanya pergaulan bebas pada anak-anak yang mengakibatkan ‘pacaran dini’. Pergaulan bebas yang meningkat menunjukkan tingkat kepedulian orang tua atau wali menurun. Penyebab utama pergaulan bebas adalah kepedulian orang tua atau wali yang menurun, kepedulian orang tua atau wali sangat dibutuhkan anak agar dapat terhindar dari berbagai masalah, seperti dalam meningkatkan prestasi anak dan juga masalah lainnya seperti pergaulan bebas. Kontrol orang tua kepada anak akan mempengaruhi kontrol masyarakat, begitu seterusnya hingga ke tingkat negara. Pengadilan Agama perlu melakukan kerjasama dengan institusi-institusi pemerintah untuk mengatasi dampak perkawinan pasca pemberian dispensasi anak seperti dampak putus sekolah dapat bekerjasama dengan Dinas Pendidikan, dampak sosial dapat bekerjasama dengan Dinas Sosial, dampak Ekonomi dapat bekerjasama dengan Dinas Ketenagakerjaan, dampak ketahanan keluarga dapat bekerjasama dengan P2TP2A, dampak psikologi dan kesehatan anak dapat bekerjasama dengan Dinas Kesehatan.
Pecoah Kohon: The Restriction on Inter-Cousins Marriage in Indigenous the Rejang Society Supardi Mursalin; Siti Nurjanah; Abraham Ethan Martupa Sahat Marune; Muhamad Hasan Sebyar; Hina Al Kindiya
JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) Vol 22, No 1 (2023)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Batusangkar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31958/juris.v22i1.9025

Abstract

This study aims to examine the prohibition of Pecoah Kohon in the indigenous marriage Rejang tribe. Pecoah Kohon is a union between a man and woman related by blood, namely one grandmother. In this study, the problem emphasized a customary prohibition on the union, regardless of its non-prohibition by Islam. This qualitative-field analysis used a normative-sociological approach, with the implemented data collection techniques prioritizing interviews and documentation. A purposive sampling technique was also used to determine the informants. The results showed that the survival of Pecoah Kohon tradition was due to the socialization carried out by traditional officials in a systematic, structured, and hierarchical pattern toward the Rejang community. Sanctions were also considered quite strict against customary violations. Moreover, the good communication and cooperation between traditional officials and the community was a strong foundation for the preservation of Pecoah Kohon tradition and the Islamic religious insights of the Rejang community were increased. From this context, the debate about the tradition had various meeting points and solutions. This indicated that Pecoah Kohon supporters believed the tradition did not include prohibitions and cancellations of marriage, with its performance considered a tribute and cultural preservation. Religious experts also understood that Pecoah Kohonwas solely a custom and not a belief exceeding or equalling religion, indicating needless argumentative efforts. 
Analisis Praktek Hibah Pengganti Warisan di Kalangan Umat Islam Indonesia Sukiati; Muhammad Hidayat; Muhamad Hasan Sebyar
Al-Ulum Vol. 23 No. 1 (2023): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30603/au.v23i1.3440

Abstract

This study aims to explore the patterns of Hibah practice as a substitute for inheritance in Indonesian society and the reasons they do so. The research locations include Gayo, Aceh, North Sumatra, Jambi, Madiun, Kediri and Surabaya. In this qualitative study, data were collected through interviews. The participants consisted of ulama, academics, and the community who practice Hibah as a substitute for inheritance. Interviews were transcribed and analyzed through content analysis. This study indicates three patterns of Hibah practice as a substitute for inheritance. First, the Hibah is given at the beginning with a portion of 2:1, which is also considered an inheritance when the parent dies. Second, the Hibah is divided equally as well as the surviving parent gets a share. When someone dies, the assets owned by the parents are divided equally. Third, the Hibah is divided unequally, and after the parent dies, the property becomes a portion of the inheritance calculation. This study concludes that the practice of Hibah is becoming more popular among the people in distributing the inheritance, while Islamic inheritance is increasingly insignificant. The position of religious law which is so important in Indonesian Muslim society is critical.
Pengaruh Peraturan Menteri Perdagangan (PERMENDAG) Nomor 31 Tahun 2023 terhadap Perkembangan E-commerce di Indonesia Zahra Afina Mahran; Muhamad Hasan Sebyar
Hakim Vol 1 No 4 (2023): November : Jurnal Ilmu Hukum dan Sosial
Publisher : LPPM Universitas Sains dan Teknologi Komputer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51903/hakim.v1i4.1440

Abstract

The rapid development of technology has affected human life in many fields. Along with the rapid development of technology, buying and selling or trading activities have also developed into electronic commerce or better known as e-commerce. The government's awareness of the potential of e-commerce encourages the government to develop relevant laws, along with the rapid development of e-commerce in Indonesia. This scientific research uses normative research methods, which include analyzing problems by processing data obtained from statutory regulations (statute approach) as a research foundation. E-commerce business actors who will provide services using electronic systems must register and apply for a commercial transaction license through electronic systems. One of the main objectives of the government requiring e-commerce players to register with the electronic system is to protect all stakeholders, including economic actors and consumers. Minister of Home Affairs Regulation Number 31 of 2023 is a new regulation issued by the Minister of Trade, Zulkifli Hasan. The regulation is an amendment to Regulation of the Minister of Trade Number 50 of 2020 concerning Regulations on Business Licensing, Advertising, Guidance, and Supervision of Business Entities Trading Through Electronic Systems and aims to support micro, small and medium enterprises (MSMEs) and business entities. While Minister of Home Affairs Regulation Number 31 of 2023 has certain impacts on sellers and buyers, it also provides them with opportunities to improve business operations and protect consumer interests. The TikTok Shop feature is one of the reasons why the Minister of Trade issued the regulation as it does not have an official license to operate as an e-commerce platform. By complying with existing regulations, businesses can capitalize on the opportunities offered by the e-commerce ecosystem and contribute to building a fair and legal digital business environment.
ANALISIS PUTUSAN HAKIM NOMOR 1642/Pdt.G/2020/PA.JP DALAM PEMBAGIAN HARTA WARIS ANTARA ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN Muhamad Hasan Sebyar & Purnama Hidayah Harahap
Jurnal AL-MAQASID: Jurnal Ilmu Kesyariahan dan Keperdataan Vol 6, No 2 (2020)
Publisher : UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24952/almaqasid.v6i2.3371

Abstract

This study aims to analyze the decision of the West Jakarta Religious Court judge Number 1642 / Pdt.G / 2020 / PA.JP in the case of a lawsuit on inheritance from the perspective of Qawaid Fiqiyyah. This study uses three approaches, namely a legal approach, a historical approach and a conceptual approach. The results of this study indicate that the legal reasoning used by judges in deciding 1: 1 inheritance between boys and girls is very weak. The distribution of inheritance is not only based on how much he does, but rather on the roles and obligations assumed by each. If boys want the distribution of inheritance to be divided according to Islam, then the judge should decide according to Islamic law للذكر مثل حظ األنثيين, which is 2: 1