Articles 
                105 Documents
            
            
                        
            
                                                        
                        
                            PRO-KONTRA KEBIJAKAN SYARIAT ISLAM DI BUMI SERAMBI MEKKAH 
                        
                        Deni Setiawan; 
Zuly Qodir; 
Hasse Jubba                        
                         DIALEKTIKA Vol 13, No 1 (2020): DIALEKTIKA : Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial 
                        
                        Publisher : IAIN Ambon 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33477/dj.v13i1.1398                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
The struggle of the people of Aceh to get the legitimacy of implementing Islamic law has been ongoing from the government of President Sukarno. Finally, this long cycle pays off with the enactment of Law Number 11 of 2006 concerning the Government of Aceh, which discusses the birth of Islamic Sharia Qanun. Instead, it experienced a lot of rejection after the implementation of the Islamic Sharia Qanun. Inversely related to the Aceh Qanun before it was passed which received support from the community. Since 2006, the pros and cons of implementing Sharia Syariah Qanun has been ongoing. The fundamental problem that must be sought for a solution is the attitude of the discriminatory implementers and Qanun material that is not comprehensive. This study will discuss the implementation of Islamic Sharia Qanun, as well as several factors that contribute to the emergence of the rejection of the application of Islamic Sharia Qanun. The output of this research is to provide government recommendations to resolve the issue of upholding the Islamic Sharia Qanun in Aceh.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Agama dan Masa Depan Kebangsaan Indonesia 
                        
                        M Asrul Pattimahu                        
                         DIALEKTIKA Vol 13, No 1 (2020): DIALEKTIKA : Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial 
                        
                        Publisher : IAIN Ambon 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33477/dj.v13i1.1362                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Kehidupan kebangsaan di Indonesia adalah suatu realitas multikultural. Fakta itu dibuktikan tidak hanya dengan melihat secara kasat mata bahwa Indonesia dihuni oleh berbagai latar belakang agama dan etnis yang penuh dengan kekayaan budaya. Kebangsaan Indonesia adalah produk dari keragaman etnis dan agama itu sendiri. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis masa depan dan kelanjutan kehidupan kebangsaan Indonesia ditengah kuatnya kompetisi entitas termasuk entitas agama dan kebangsaan. Sebagai bangsa yang lahir dari kesadaran keberagaman, Indonesia harus tetap memupuk pola kehidupan sosial yang menjadi dasar kelahiran bangsanya sendiri dengan menyadari hal-hal sebagai berikut; Pertama, agama dan negara (bangsa) harus tetap diletakkan dalam relasi untuk saling mengisi. Indonesia harus dibangun diatas nilai-nilai luhur keagamaan. Kedua, banga Indonesia harus menyadari bahwa agama dan negara adalah masalah yang telah didamaikan pendiri bangsa sejak awal pembentukkan Indonesia sebagai negara-bansa. Ketiga, moralitas bangsa Indonesia merupakan moralitas yang di produksi dari moralitas agama sehingga kehidupan sebagai bangsa tetap tumbuh dalam kesadaran natural, bukan kasadaran yang dipaksakan. Kata Kunci : Agama, bangsa, keberagaman, moralitas
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Dialektika Islam dan Budaya Lokal: Strategi Bertahan Komunitas Bawakaraeng di Sulawesi Selatan 
                        
                        Mustaqim Pabbajah                        
                         DIALEKTIKA Vol 13, No 1 (2020): DIALEKTIKA : Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial 
                        
                        Publisher : IAIN Ambon 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33477/dj.v13i1.1392                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Agama dan Budaya telah menjadi satu kesatuan dalam berbagai praktik sosial keagamaan di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk memotret kembali hubungan dialektis antara Islam dan budaya lokal orang Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan. Pengumpulan data dalam studi melalui observasi partisipatif dan studi literatur terkait objek kajian studi ini, kemudian dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Studi ini menunjukkan tiga potret dialektika Islam dan budaya lokal dalam praktik ritual komunitas Bawakaraeeng. Pertama, bahwa kebiasaan orang Bugis-Makassar untuk melaksanakan serangkaian ritual di puncak Gunung Bawakaraeng merupakan budaya lokal masyarakat yang terus berproses dialektis dengan ajaran Islam, sehingga dikenal dengan stilah Haji Bawakaraeng. Kedua, potret budaya masyarakat di Sulawesi Selatan, baik sebelum datangnya Islam maupun pasca kedatangan Islam memperlihatkan hubungan dialektis yang dinamis. Ketiga, dalam proses dialektika dengan ajaran Islam sebagai upaya strategis dalam mempertahankan keberlangsungan praktik ritual komunitas Bawakaraeng. Studi ini sebagai pelengkap studi yang ada, sehingga disarankan studi lanjutan dengan pendekatan yang lebih kontekstual dan komprehensif dalam rangka pemetaan budaya lokal di era Indonesia komporer.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            Being Social Justice Role Model: Menggali Jejak Relasi Mutualisme Sultan Muhammad Kaharuddin III dan GMIT Baitani Sumbawa Besar 
                        
                        Yaspis Edgar Nugroho Funay                        
                         DIALEKTIKA Vol 13, No 1 (2020): DIALEKTIKA : Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial 
                        
                        Publisher : IAIN Ambon 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33477/dj.v13i1.1391                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Tulisan ini hendak menggali sejarah dan menganalisa kekuatan hubungan mutualisme Sultan Muhammad Kaharuddin III dan GMIT Baitani Sumbawa, sebagai salah satu kekuatan main actor atau role-model dalam menyikapi dampak negatif dari perkembangan sosial di tanah Sumbawa melalui kacamata sosiologi agama. Hubungan antarmanusia di Sumbawa Besar diakui sebagai satu dari sedikit daerah yang mengalami transisi dan cukup berhasil. Walaupun demikian, relasi antarmanusia dengan konteks beranekaragam seperti Sumbawa Besar selalu berpotensi rawan konflik, sebab jurang identitas dan rasa kemanusiaan yang semakin memudar. Tulisan ini mengambil kesimpulan sementara bahwa Sultan Muhammad Kaharuddin III dengan gaya memimpinnya saat itu dapat dijadikan patron terbaik, yang dapat diikuti masyarakat dalam menyikapi dan menyaring dampak negatif dari lompatan budaya dan perkembangan zaman hingga saat ini. Tindakan disengaja dari seorang aktor sosial tersebut selalu memiliki alasan atas aktivitas-aktivitasnya, yang kemudian mampu dielaborasikan secara diskursif dengan konteks permasalahan di masa kini. Menggunakan perspektif sosiologi agama tulisan ini mengkaji pengembangan teori aktor sosial dalam konteks masyarakat sipil yang beranekaragam di Sumbawa besar. Seraya menyadari bahwa kesenjangan konteks saat itu dan masa kini akan sangat berpegaruh besar, pada bagian akhir tulisan ini, mengeksplorasi sejauh mana relasi antarmanusia dapat berkembang ke tingkat yang lebih tinggi. Kata Kunci: Aktor sosial, GMIT Baitani, Rekonsiliasi, role-model, dan Sultan Kahariddin III.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            NILAI KEBERSAMAAN PADA TRADISI BELALLE’ DIASPORA MELAYU SAMBAS 
                        
                        Zaenuddin Hudi Prasojo; 
Marliah Lia                        
                         DIALEKTIKA Vol 13, No 1 (2020): DIALEKTIKA : Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial 
                        
                        Publisher : IAIN Ambon 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33477/dj.v13i1.1395                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Masyarakat Melayu dikenal mempunyai berbagai macam tradisi yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk Melayu Sambas. Salah satu warisan tersebut adalah tradisi belalle’. Tulisan ini membahas tentang tradisi belalle’ tersebut yang merupakan wujud rasa kebersamaan dan kekeluargaan antar sesama masyarakat Melayu Sambas walaupun menjadi diaspora di wilayah Kubu Raya. Tradisi ini dilaksanakan secara rutin setiap musim sawah berlangsung setiap tahunnya. Semakin baik seseorang mengenal orang lain, semikin baik pula hubungan emosional mereka dan akan semakin baik dan berpengaruh pula kepada rasa persatuan dan kesatuan. Tradisi Belalle’ tetap dilakukan oleh masyarakat Melayu di Desa Sungai Rengas karena mereka sadar bahwa hidup ini memerlukan bantuan orang lain. Dalam tradisi Belalle’ tidak hanya masyarakat Melayu yang melakukannya, akan tetapi etnis Madura pun ikut melakukan tradisi tersebut. Mereka bersama-sama dalam menjalankan tradisi tersebut tanpa memandang latar belakang etnis dari mereka. Dijelaskan juga dalam tulisan ini bahwa nilai kebersamaa yang ada dalam tradisi belalle’ adalah bersumber dari ajaran Islam. Selanjutnya dijelaskan pula nilai-nilai Islam yang terkandung dalam tradisi Belalle’ yang terkait dengan nilai kebersamaan yang dilakukan oleh masyarakat Melayu di Desa Sungai Rengas. Selain itu, tulisan ini juga menjelaskan tentang keistimewaan yang terdapat dalam tradisi belalle’ sehingga masyarakat Melayu masih menjalankan warisan nenek moyang mereka yang ada sejak ratusan tahun lalu
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            PERUBAHAN SOSIAL KEHIDUPAN PEREMPUAN SEKS KOMERSIL PRA DAN PASCA PENUTUPAN LOKALISASI DI KEBOBANG, MALANG 
                        
                        Nur Afni Khafsoh                        
                         DIALEKTIKA Vol 13, No 1 (2020): DIALEKTIKA : Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial 
                        
                        Publisher : IAIN Ambon 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33477/dj.v13i1.1396                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Penutupan lokalisasi di sejumlah tempat di Jawa Timur melahirkan perubahan, termasuk lokalisasi Kebobang di Kecamatan Malang. Perubahan terjadi pada bidang sosial, budaya, ekonomi dan struktur masyarakat lokalisasi. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif, dengan menyajikan gambaran fenomena penutupan lokalisasi dan perubahan sosial, yang terjadi sebelum penutupan lokalisasi dan setelahnya. Hasil penelitian ini adalah meski penutupan sudah dilakukan pemerintah, praktik prostitusi masih dijalankan meskipun tidak secara terang-terangan. Tiga bidang yang paling mengalami perubahan adalah bidang ekonomi, kesehatan serta keamanan yang dirasakan langsung warga lokalisasi, meliputi perempuan seks komersil, mucikari, pedagang, dan penyedia jasa lainnya.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            KONVERSI HUKUM ADAT DALAM SISTIM HUKUM SUMBERDAYA LAUT DI INDONESIA 
                        
                        M Ridwan                        
                         DIALEKTIKA Vol 13, No 2 (2020): DIALEKTIKA: Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial 
                        
                        Publisher : IAIN Ambon 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33477/dj.v13i2.1816                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Abstract: The Unitary State of the Republic of Indonesia is an archipelagic country, has marine resources, developed to help the region achieve economic, social and political goals. This study focuses on phenomena arising from the management of Indonesia's marine fisheries resources. The implementation of the law creates conflicts of interest between the regions and the central government. This study uses a juridical approach based on a statutory approach and a conceptual approach based on constructiveness principles with data collection techniques for legal materials taken from various literatures in the form of statutory regulations, principles, theories, concepts. ¬ concepts and / or opinions of legal and social experts. The results of the research show that the material contained in the laws and regulations related to the management of marine fisheries resources has not provided the greatest benefit for the prosperity of the people so that the conversion of sasi customary law is needed to find laws that are in accordance with the characteristics of Indonesia as an archipelagic country.
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            PEMAHAMAN PLURALISME AGAMA BAGI PENYIAR AGAMA DALAM MEMBANGUN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA 
                        
                        Ali Litiloly                        
                         DIALEKTIKA Vol 13, No 2 (2020): DIALEKTIKA: Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial 
                        
                        Publisher : IAIN Ambon 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33477/dj.v13i2.1810                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
This study aims to determine the importance of understanding religious pluralism for religious preachers in building harmony adherents of various religions. This research method used literature study while the technical analysis used descriptive technical analysis. Religious plurality is an empirical reality that is created outside of human authority (a necessity). This is what causes religious pluralism to become a historical reality that cannot be avoided from the reality of human life in many countries in the world including in Indonesia. In understanding religious pluralism, Alwi Shihab, John Hick and Faul Knitter agree that tolerance in religion is considerably needed to discover the human values that exist in each religion to induce the forming of harmony in religious communities. Therefore comprehending religious pluralism is important to be understood by all religious preachers so that the concepts of religious plurality and national plurality can be taken into account in determining subjects and methods of spreading religion either in the religious temples or in the community in order to avoid unrest and socio-religious conflict. Key word: Religious Pluralism, Religious Preacher, Religious harmony
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            TINJAUAN HUKUM TERHADAP ILLEGAL FISHING DI KABUPATEN SELAYAR LEGAL REVIEW OF ILLEGAL FISHING IN SELAYAR 
                        
                        Andi Mutiara Muthia; 
Yulia A Hasan                        
                         DIALEKTIKA Vol 13, No 2 (2020): DIALEKTIKA: Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial 
                        
                        Publisher : IAIN Ambon 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33477/dj.v13i2.1817                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana dalam perkara tindak pidana Illegal Fishing dalam putusan nomor 12/Pid.Sus/2017/Pn Slr dan mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana tersebut. Hasil penelitian diperoleh melalui penelitian lapangan dan kepustakaan termasuk data yang diambil secara langsung dari Pengadilan Negeri Selayar melalui wawancara dengan hakim yang memutus perkara tersebut. Disamping itu, penulis juga melakukan studi kepustakaan yang berhubungan dengan objek penelitian yang kemudian dikaji dengan menggunakan tekhnik kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hakim tidak mengimplementasikan UU Perikanan karena para terdakwa hanya di dakwa dengan dakwaan alternatif yang dimana hakim bebas menjatuhkan dakwaan mana yang terbukti di pertanggungjawabkan oleh terdakwa. Selain itu, dasar terjadinya penangkapan ikan secara illegal dengan menggunakan (bahan peledak) yang telah di atur dalam UU. Adapun kekuasaan hakim dalam membutus perkara terdapat pada pasal 53 UU Kehakiman. Hakim seharusnya merujuk pada peraturan pasal 9 UU Perikanan. Permen No. 71/permenkp/2016 memang tidak mengatur tentang bom sebagai alat tangkap yang dilarang, adapun menurut penulis berdasarkan pasal 84 dan pasal 85 UU Perikanan yang bersangkutan tidak dapat di pidana berdasarkan pasal tersebut karena menggunakan bom yang menyebabkan rusaknya keberlanjutan sumberdaya ikan, berarti para terdakwa terbukti telah melakukan Illegal Fishing karena bertentangan dengan Undang-Undang Perikanan. Kata kunci: Implementasi, Illegal Fishing, Undang-Undang Perikanan
                                
                             
                         
                     
                    
                                            
                        
                            MOMEN HISTORY PENYINGKIRAN ‘MASYARAKAT ADAT’ DI SULAWESI TENGAH 
                        
                        Ferry Rangi                        
                         DIALEKTIKA Vol 13, No 2 (2020): DIALEKTIKA: Jurnal Pemikiran Islam dan Ilmu Sosial 
                        
                        Publisher : IAIN Ambon 
                        
                             Show Abstract
                            | 
                                 Download Original
                            
                            | 
                                
                                    Original Source
                                
                            
                            | 
                                
                                    Check in Google Scholar
                                
                            
                                                                                            
                                | 
                                    DOI: 10.33477/dj.v13i2.1818                                
                                                    
                        
                            
                                
                                
                                    
This article is to describe how colonial power, military unrest at the start of independence, national and international development agendas have excluded the 'indigenous peoples' of their ancestral land in Central Sulawesi. Through the ethnographic method reveals the historical moments of the exclusion. And to see the weakness of the concept of 'indigenous people' that has been used so far to fight for their rights. Key words: Indigenous people, development, agenda, climate change