cover
Contact Name
Zuraidah
Contact Email
zuraidahsyahdan@gmail.com
Phone
+6282266660590
Journal Mail Official
zuraidahsyahdan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Program Studi Ilmu Hukum Universitas Majalengka Jl. K.H Abdul Halim No 103 Majalengka, Jawa Barat, 45418.
Location
Kab. majalengka,
Jawa barat
INDONESIA
Journal Presumption of Law
Published by Universitas Majalengka
ISSN : -     EISSN : 26567725     DOI : doi.org/10.31949/jpl
Core Subject : Social,
Journal Presumption of Law (JPL) is a peer-reviewed journal published since 2019 and open-access journal (E-ISSN: 2656-7725; URL: https://ejournal.unma.ac.id/index.php/jpl/index) that aims to offer a national and international academic platform for cross-border legal research on legal policies and regulatory issues, particularly in developing and emerging countries. These may include, but are not limited to, various fields such as civil law, criminal law, constitutional and administrative law, customary institution law, religious jurisprudence law, international regime law, legal pluralism governance, and another section related to contemporary issues in legal scholarship. Frequency & Publisher : 2 issues/year (April and October) | Faculty of Law Universitas Majalengka.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 87 Documents
TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI TOKO ONLINE DITINJAU DARU UNDANG – UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Yeni Nuraeni; Ana Septiana
Journal Presumption of Law Vol 1 No 2 (2019): Volume 1 Nomor 2 Tahun 2019
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v1i2.91

Abstract

Transaksi jual beli melalui toko online ini menjadi alternatif yang menarik dan sangat diminati pembeli, karena lebih mudah mencari barang yang diinginkan, dapat membandingkan harga, kemudian membayar yang dapat dilakukan cukup mudah hanya dengan transfer, dan hanya menunggu barang datang tanpa harus keluar rumah sehingga lebih mudan dan simpel karna dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja dimanapun berada, namun dibalik kemudahan tersebut menimbulkan suatu permasalahan. Salah satu diantaranya apabila muncul suatu perbuatan wanprestasi dari salah satu pihak dalam transaksi tersebut, kemudian bagaimana pertanggungjawaban salah satu pihak apabila melakukan wanprestasi dan masalah lain seperti tidak ada kewajiban dari pihak penjual untuk melakukan konfirmasi kepada pembeli. Oleh karena itu pemerintah harus turut berperan sebagai sarana untuk memecahkan berbagai problem sosial tersebut. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui bagaimana Legalitas perjanjian jual beli online.Untuk Mengetahuiakibathukumyang timbul apabila salah satu dari pihak penjual atau pembeli melakukan wanprestasi dan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak jual beli melalui toko online. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Setelah data sekunder dan primer terkumpul, kemudian diadakan analisis secara kualitatif Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa perjanjian Jual beli melalui toko online pada dasarnya sama dengan jual beli konvensional yang dimana kedua belah pihak melakukan sebuah kesepakatan dan perjanjian jual beli online pun tidak lepas dari adanya kealpaan antara penjual maupun pembeli. Adapun perlindungan hukum pada perjanjian jual beli online ini pada dasarnya juga sama dengan perjanjian pada umumnya. Karena dalam perjanjian jual beli online ini juga terdapatnya dokumen perjanjian yang dimana dokumen ini berupa dokumen elektronik yang dapat di jadikan sebagai alat bukti yang sah
FENOMENA BUDAYA POLITIK PAROKIAL DAN PERWUJUDANDEMOKRASI PANCASILA DALAM PERSFEKTIF HUKUM TATA NEGARA Otong Syuhada
Journal Presumption of Law Vol 2 No 1 (2020): Volume 2 Nomor 1 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i1.336

Abstract

Budaya politik juga dapat diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Namun Budaya politik parokial (parochial political culture) yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah). Budaya politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah. Dalam budaya politik ini masyarakat tidak merasakan bahwa mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Setelah data sekunder dan primer terkumpul, kemudian diadakan analisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa terbentuknya pemerintahan yang baik (good Governance) serta pemerintahan yang bersih (Clean Governmance) berawal dari bagaimana proses pelaksanaan dalam sistem keterpilihan baik legislatif maupun eksekutif dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah demokrasi yang sesungguhnya, keterlibatan setiap anggota masyarakat dalam proses pemilihan umum adalah sebuah keniscayaan dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Beranjak dari pemahaman tersebut, maka budaya politik masyarakat menjadi sebuah variabel yang sangat menentukan dalam mewujudkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil, makmur dan sejahtera sejalan dengan cita-cita negara Republik Indonesia yang tertuang didalam konstitusi (UUD RI 1945).
ANALISIS YURIDIS MENGENAI IMPLEMENTASI MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA MAJALENGKA DALAM PERKARA PERCERAIAN BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Rani Dewi Kurniawati
Journal Presumption of Law Vol 2 No 1 (2020): Volume 2 Nomor 1 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i1.337

Abstract

Setiap sistem hukum pasti mempunyai maksud dan tujuan, diantara tujuan dari sekian banyak tujuan sistem hukum adalah tercapainya sebuah keadilan. Karena rasa keadilan diantara orang bersengketa itu tidaklah sama khususnya pada sengketa perceraian, sehingga sulit untuk memuaskan rasa keadilan bagi kedua belah pihak yang bersengketa. Solusi yang terbaik adalah dengan perdamaian melalui mediasi. Akan tetapi kenyataan praktik yang dihadapi, jarang dijumpai bahwa mediasi perkara perceraian berhasil walaupun kedudukan hukum mediasi di Pengadilan Agama sudah cukup jelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi, efektivitas serta faktor ketidak berhasilan dalam melaksanakan mediasi di Pengadilan Agama Majalengka. Penelitian ini menggunakan deskriptif analisis, yaitu menggambarkan permasalahan yang berkaitan dengan objek penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Setelah data sekunder dan primer terkumpul, kemudian diadakan analisis secara kualitatif. Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Majalengka sudah berusaha mengupayakan perdamaian. Akan tetapi dalam prakteknya di pengadilan ditemukan ada ketidaksesuaian antara teori dengan praktek di pengadilan. Seperti, proses mediasi seharusya tertutup, para pihak tidak memilik hak untuk memilih. Mengenai tingkat kefektivan pemberlakuan perma ini bisa dikatakan belum begitu efektif, karena dalam pelaksanaanya. Perkara perceraian yang masuk dalam Mediasi di tahun 2019 ada 219 perkara, yang berhasil di mediasi ada 24 perkara, artinya mediasi yang dilakukan dan tidak berhasil ada 195 perkara. Faktor ketidakberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Majalengka disebabkan karena faktor yang datang dari para pihak yang berperkara dan dari dalam peradilan. Faktor yang datang dari para pihak salah satunya adalah salah satu pihak tidak hadir. Kemudian, faktor yang datang dari peradilan adalah kurangnya keterampilan mediator, dan tempat mediasi ditentukan oleh pengadilan yang bisa jadi membuat para pihak tidak nyaman.
KEBERADAAN PIDANA ADAT DALAM MAZHAB SEJARAH DIHUBUNGKAN DENGAN POSITIVISME HUKUM Ateng Sudibyo
Journal Presumption of Law Vol 2 No 1 (2020): Volume 2 Nomor 1 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i1.338

Abstract

Hukum pidana adat berikut sanksi-sanksi adat diupayakan untuk dihapus dari sistem hukum di Indonesia dan diganti oleh peraturan perundang-undangan sehingga prosedur penyelesaian perkara-perkara pidana pada umumnya disalurkan melalui peradilan umum. Akan tetapi, kenyataannya sampai sekarang masih terdapat hakim-hakim yang mendasarkan putusannya pada hukum adat atau setidak-tidaknya pada hukum yang dianggap sebagai hukum adat dengan penafsirannya atas dasar Pasal 5 ayat 3 UU No. 1/Drt/1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan Dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Setelah data sekunder dan primer terkumpul, kemudian diadakan analisis secara kualitatif Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa Aksiologi hukum pidana adat merupakan bahan hukum asli Indonesia yang sudah sepatutnya dijadikan sumber hukum positif. Namun, hingga saat ini hukum Indonesia masih menerapkan hukum Hindia Belanda. Eksistensi hukum pidana adat Indonesia berada pada tataran dogmatik hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Oleh karena itu hukum pidana adat secara holistik menjiwai seluruh lapisan ilmu hukum yang pada hakikatnya hukum pidana adat tidak diragukan kapabilitasnya sebagai karakteristik praktek hukum di Indonesia. Dengan demikian eksistensi hukum pidana adat di masa yang akan datang, harus tetap mempunyai peranan yang penting, terutama dalam pembentukan hukum nasional yang akan datang.
TINJAUAN YURIDIS TENTANG EFEKTIVITAS JUDICIAL REVIEW OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI Otto Restu Fadjar
Journal Presumption of Law Vol 2 No 1 (2020): Volume 2 Nomor 1 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i1.339

Abstract

Mahkamah Konstitusi tugas dan kewenangan yang diembannya di Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari pelaksana kekuasaan kehakiman, adalah melakukan Judicial Review terkait pengujian konstitusionalitas Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hanya saja dalam praktiknya model pengaturan yang demikian justru rentan menimbulkan sejumlah persoalan hukum. Contohnya, kewenangan Mahkamah Konstitusi ternyata justru berpeluang untuk mematahkan atau menggugurkan putusan-putusan perkara judicial review yang berada di Mahkamah Agung dalam perkara yang saling berkaitan. Metode yang penulis gunakan pada pendekatan ini adalah Pendekatan secara Yuridis Normatif yaitu pendekatan atau penelitian hukum dengan menggunakan metode pendekatan/teori/konsep dan metode analisis yang termasuk dalam disiplin ilmu hukum dogmatis Pelaksanaan Putusan MK Nomor 09/PUU-VII/2009 dan Putusan MK Nomor 24/PUU-XII/2014 tidak efektif dan tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Akibat ketidak patuhan atau tidak efektivnya Putusan Mahkamah Konstitusi dengan kembali berlakunya ketentuan pasal-pasal yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XVII/2019 yang menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Karena tidak ada kejelasan tujuan tentang ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang tersebut.
KEBEBASAN BERKONTRAK TERHADAP PERJANJIAN STANDAR BAKU DALAM MENCAPAI KEADILAN BERKONTRAK Wiwin Widiyaningsih
Journal Presumption of Law Vol 2 No 1 (2020): Volume 2 Nomor 1 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i1.340

Abstract

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang dipergunakannya sebagai landasan keberadaan perjanjian baku dalam mengatur hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen, namun dalam kenyataannya sangat jarang para pihak yang mengadakan perjanjian mempunyai posisi tawar seimbang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan asas kebebasan berkontrak dalam mewujudkan keadilan para pihak dan untuk mengetahui kedudukan perjanjian baku agar dapat mencapai keadilan bagi kedua belah pihak. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asas kebebasan berkontrak dalam pelaksanaan perjanjian baku seringkali menjadi alasan pembenar bagi pelaku usaha kepada konsumen sehingga menimbulkan ketidakadilan. Adanya ketidakseimbangan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen menyebabkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian baku lebih menguntungkan pelaku usaha dan merugikan konsumen. Oleh karena itu diperlukan pembatasan penerapan asas kebebasan berkontrak dalam kontrak baku dengan memberlakukan aturan yang melarang beberapa klausul tertentu untuk dimasukkan dalam kontrak baku, serta melakukan pengawasan terhadap penggunaan kontrak baku dalam kegiatan bisnis.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT ANTARA BANK BPR DENGAN NASABAH (Studi di Perumda BPR Majalengka). Lela Sri Nurlaela
Journal Presumption of Law Vol 2 No 1 (2020): Volume 2 Nomor 1 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i1.341

Abstract

Dewasa ini pembangunan ekonomi di Indonesia terletak pada sektor perbankan,dalammelakukankegiatansehari-hari masyarakat sangat membutuhkan bank dalam melakukankegiatantransaksikeuangan, dengan adanya fasilitas Kredit yang tersedia pada Perumda BPR Majalengka, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan kredit di Perumda BPR Majalengka. Dalam pratek Perjanjian Kredit Perumda BPR Majalengka menggunakan prinsip kehati-hatian berdasarkan asas kredit yang sehat dan setiap kredit yang diberikan ada jaminannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, identifikasi masalah yang penulis ambil antara lain, bagaimana pelaksanaan Perjanjian Kredit antara Perumda BPR Majalengka dengan debitur dan bagaimana akibat hukum yang dilakukan apabila terjadi Wanprestasi. Metode penelitian yang digunakan yaitu teknik wawancara dengan pihak-pihak terkait dalam Perjanjian Kredit, dengan menggunakan metode yuridis-normatif, yaitu penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang mengutamakan data kepustakaan yakni data sekunder. Dalam pelaksanaan perjanjian Kredit antara Perumda BPR Majalengka dengan Debitur. Perjanjian Kredit harus dibuat dengan akta otentik dalam bentuk perjanjian baku yaitu suatu Perjanjian yang sebelumnya telah dipersiapkan dan ditetapkan isi atau klausul-klausulnya oleh pihak Perumda BPR Majalengka dalam suatu surat Perjanjian Kredit yang demikian pada hakekatnya kehendak yang sebenarnya belum terwujud dalam Perjanjian Kredit. Debitur mencicil Kredit tiap bulannya sesuai dengan kesepakatan Perjanjian. Masalah yang dihadapi oleh Debitur adalah sebagian besar Debitur tidak bisa membayar angsuran Kredit tersebut dikarenakan usaha Debitur yang menurun dan adanya keadaan memaksa, sehingga Debitur lalai dalam mencicil Kredit dan terjadi Wanprestasi. Sanksi yang diberikan yaitu berupa denda. Untuk mengatasi hal tersebut maka pihak Perumda BPR Majalengka memberi pemberitahuan terlebih dahulu melalui telepon dan memberikan pernyataan lalai atau surat peringatan, juga adanya upaya penyehatan seperti perubahan jadwal pembayaran, penghapusan bunga, jika upaya tersebut masih tidak diindahkan maka pihak Bank akan menyita jaminan yang sesuai dalam perjanjian Kredit.
REKONSTRUKSI POSITIVISME DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Otong Syuhada
Journal Presumption of Law Vol 2 No 2 (2020): Volume 2 Nomor 2 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i2.796

Abstract

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengembalikan posisi/kedudukan Ketetapan MPR ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, kedudukan dari Ketetapan MPR telah dihapuskan dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia. Hal ini memunculkan pertanyaan dan permasalahan baru dengan adanya Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif (doktriner) atau penelitian hukum kepusatakaan, karena yang dilakukan adalah meneliti bahan hukum pustaka atau data sekunder belaka untuk mengetahui dan mengkaji perihal konstitutionalitas ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Sedangkan bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa Ketetapan MPR merupakan salah satu dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Penempatan Ketetapan MPR kembali dalam hierarki peraturan perundang-undangan setelah sebelumnya dihapuskan dalam hierarki peraturan perundang-undangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menimbulkan permasalahan seperti ketetapan MPR yang merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang tidak dapat dilakukan pengujian baik oleh Mahkamah Konstitusi ataupun Mahkamah Agung dan Rekonstruksi hierarki peraturan perundang-undangan penting dilakukan agar menjamin konsistensi dan keselarasan norma-norma pada berbagai tingkatan peraturan perundang-undangan.
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM RAHASIA DAGANG DALAM KERJASAMA FRANCHISE RESTO PASTA KANGEN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG (Studi di Resto Pasta Kangen Majalengka) Rani Dewi Kurniawati; Rian Kurniadi
Journal Presumption of Law Vol 2 No 2 (2020): Volume 2 Nomor 2 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i2.797

Abstract

Saat ini permasalahan di bidang hak kekayaan intelektual menjadi salah satu permasalahan yang kompleks yang terjadi dalam dunia perdagangan baik nasional maupun internasional. Hal ini ditandai dengan keseriusan pemerintah dalam menangani permasalahan tersebut dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Bisnis franchise di bidang kuliner belakangan ini sudah menjadi pilihan bagi seseorang yang ingin membuka suatu usaha dengan praktis dan tinggal menjalankan saja. Banyaknya usaha franchise tentu saja dibarengi dengan usaha menjaga cita rasa dari makanan tersebut, salah satu cara menjaganya dengan melindungi rahasia dagang yang dimiliki. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis bertujuan untuk mengkaji bagaimana pelaksanaan rahasia dagang dalam kerjasama Franchise Pasta Kangen dikaitkan dengan UU No 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, dan mengkaji upaya perlindungan hukum Pasta Kangen guna untuk memperjelas hubungan hukum antara franchisee dan franchesor agar tidak merugikan salah satu pihak. Adapun teori yang menjadi landasan bagi penulis yaitu Teori Negara Hukum, Teori Hukum Dagang, Teori Perlindungan Hukum, Teori Hak Milik, Teori Kontrak, Teori Perbuatan Melawan Hukum, Teori Kepentingan, dan Teori Perikatan. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode yuridis-normatif, penelitian hukum normatif yang merupakan penelitian dengan mengutamakan data kepustakaan yakni data sekunder, primer, tersier.
KAJIAN HUKUM TERHADAP PELAKU TABRAK LARI YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN BERDASARKAN PASAL 310 AYAT (4) DAN 312 UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN JO PASAL 359 KUHP Riky Pribadi; Diki Maryana
Journal Presumption of Law Vol 2 No 2 (2020): Volume 2 Nomor 2 Tahun 2020
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v2i2.798

Abstract

Kecelakaan lalu lintas yang pelakunya tidak bertanggung jawab, dengan membiarkan korbannya begitu saja tanpa menghentikan kendaraannya sering di sebut dengan tabrak lari. Namun ada beberapa faktor yang kerap dijadikan alasan bagi pelaku tabrak lari, yakni, pelaku takut dihajar masa, enggan berurusan dengan hukum yang terlalu berbelit-belit, dan terjadi di tempat yang sepi, sehingga besar kemungkinan untuk melarikan diri. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Pengambilan data dilakukan melalui studi kepustakaan dalam rangka memperoleh data sekunder, baik yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier. Untuk mendukung penelitian yang telah dilakukan, dilaksanakan pula penelitian lapangan dalam rangka memperoleh data primer yang menunjang data sekunder. Adapun teknis analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hukum positif yang mengatur mengenai tindak pidana tabrak lari dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 diatur secara terpisah, yakni kelalaian yang menyebabkan kecelakaan diatur dalam Pasal 310 ayat (4) dan tindakan melarikan diri dalam Pasal 312. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tabrak lari merupakan perbarengan tindak pidana (Concursus). Oleh sebab itu jika dikaitkan dengan teori negara hukum Pancasila maka, negara tidak dikehendaki hanya membatasi fungsinya untuk pembuatan peraturan-peraturan pidana saja, melainkan lebih jauh lagi yaitu bagaimana melindungi dan menangani permasalahan tabrak lari yang menimbulkan korban meninggal dunia. Jika kita kaitkan dengan teori pertanggungjawaban pidana, unsur-unsur kesalahan pelaku tabrak lari harus dihubungkan dengan tindak pidana yang dilakukan.