Jurnal Riset Psikologi
Jurnal Riset Psikologi (JRP) adalah jurnal peer review dan dilakukan dengan double blind review yang mempublikasikan hasil riset dan kajian teoritik terhadap isu empirik dalam sub kajian Psikologi Sosial, Pendidikan, dll. JRP ini dipublikasikan pertamanya 2021 dengan eISSN 2798-6071 yang diterbitkan oleh UPT Publikasi Ilmiah, Universitas Islam Bandung. Semua artikel diperiksa plagiasinya dengan perangkat lunak anti plagiarisme. Jurnal ini ter-indeks di Google Schoolar, Garuda, Crossref, dan DOAJ. Terbit setiap Juli dan Desember.
Articles
97 Documents
Hubungan Antara Employee Engagement dan Perilaku Cyberloafing pada Karyawan Generasi Y dan Z
Sabila Nadhirah Kurnia;
Oki Mardiawan
Jurnal Riset Psikologi Volume 3, No. 2, Desember 2023, Jurnal Riset Psikologi (JRP)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29313/jrp.v3i2.2753
Abstract. This study aims to examine the relationship between employee engagement and cyberloafing behavior among Generation Y and Z employees in Bandung City. The theoretical concepts used are the theory by Shuck et al. (2014) to explain the concept of employee engagement and Blau et al. (2006) to explain the concept of cyberloafing. The research employed a non-experimental quantitative method in the form of a cross-sectional survey study with a total of 233 respondents. The measuring instruments used in this study were The Employee Engagement Scale (EES) developed by Shuck et al. (2016), which was adapted into Indonesian by Astari et al. (2022), and a cyberloafing measuring instrument constructed by the researchers based on Blau et al.’s (2006) theory. The data analysis technique used was Spearman Rank correlation test analysis. The result of this study revealed a negative relationship between employee engagement and cyberloafing behavior among Generation Y and Z employees in Bandung City (rs = -0.341). This indicates that the higher the level of employee engagement among Generation Y and Z employees, the lower their level of cyberloafing behavior. Abstrak. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui kekuatan hubungan employee engagement dengan perilaku cyberloafing pada karyawan generasi Y dan Z di Kota Bandung. Konsep teori yang digunakan yakni teori Shuck et al. (2014) untuk menjelaskan konsep employee engagement dan teori Blau et al. (2006) untuk menjelaskan konsep cyberloafing. Metode yang digunakan adalah penelitian kuantitatif non eksperimental berupa studi survei cross-sectional dengan jumlah responden sebanyak 233 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Employee Engagement Scale (EES) milik Shuck et al. (2016) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Astari et al. (2022) dan alat ukur cyberloafing yang dikonstruksi oleh peneliti berdasarkan teori Blau et al. (2006). Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis uji korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang negatif di antara employee engagement dan perilaku cyberloafing pada karyawan generasi Y dan Z di Kota Bandung (rs = -0.341). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat employee engagement karyawan generasi Y dan Z, maka semakin rendah tingkat cyberloafing yang dimiliki.
Pengaruh Psychological Well-Being terhadap Work Engagement pada Karyawan Direktorat Operasional
Tsabita Putri Islamy;
Widawati, Lisa
Jurnal Riset Psikologi Volume 3, No. 2, Desember 2023, Jurnal Riset Psikologi (JRP)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29313/jrp.v3i2.2764
Abstract. Psychological well-being is the level of happiness achieved in the absence of psychological disorders, which is indicated through the ability of individuals to maximize their psychological functioning (Ryff, 1989). Work engagement is an appreciation followed by positive thinking and feelings of fulfillment related to work (Schaufeli et al., 2002). This study aims to examine the influence of psychological well-being on work engagement in employees of the operational directorate of PTPN VIII Ciater. This study uses a causality quantitative approach with cross-sectional data and multiple regression analysis techniques. A total of 59 employees of the operational directorate of PTPN VIII Ciater were selected as subjects in this study. The measuring instruments used were Ryff's Psychological Well-Being Scale (RPWB) developed by Ryff (1989) and adapted by Fadhil (2021) and the Utrecht Work Engagement Scale (UWES) developed by Schaufeli and Bakker (2004) and adapted by Aryanti et al. (2020). The results showed that 81.4% of employees have high psychological well-being and 86.4% of employees have high work engagement. Psychological well-being has a positive influence on work engagement by 94.2%. All dimensions of psychological well-being have a positive influence on work engagement. Abstrak. Psychological well-being adalah tingkat kebahagiaan yang dicapai dengan tidak adanya gangguan psikologis, yang diindikasikan melalui kemampuan individu untuk memaksimalkan fungsi psikologisnya (Ryff, 1989). Work engagement yaitu penghayatan yang diikuti dengan pemikiran positif dan perasaan terpenuhi yang berhubungan dengan pekerjaan (Schaufeli et al., 2002). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh psychological well-being terhadap work engagement pada karyawan direktorat operasional PTPN VIII Ciater. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif kausalitas dengan data cross-sectional dan teknik analisis regresi berganda. Sebanyak 59 karyawan direktorat operasional PTPN VIII Ciater dipilih menjadi subjek pada penelitian ini. Alat ukur yang digunakan adalah Ryff's Psychological Well-Being Scale (RPWB) yang dikembangkan oleh Ryff (1989) dan kemudian diadaptasi oleh Fadhil (2021) serta Utrecht Work Engagement Scale (UWES) yang dikembangkan oleh Schaufeli dan Bakker (2004) dan kemudian diadaptasi oleh Aryanti et al. (2020). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 81.4% karyawan memiliki psychological well-being yang tinggi dan 86.4% karyawan memiliki work engagement yang tinggi. Psychological well-being memberikan pengaruh positif pada work engagement sebanyak 94.2%. Keseluruhan dimensi psychological well-being memberikan pengaruh positif terhadap work engagement.
Studi Deskriptif Pengguna Secondary Account Twitter di Indonesia
Dzaki Dwitama;
Fanni Putri Diana
Jurnal Riset Psikologi Volume 3, No. 2, Desember 2023, Jurnal Riset Psikologi (JRP)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29313/jrp.v3i2.2765
Abstract. High Internet usage coupled with the increasing use of social media in Indonesia is a phenomenon that needs to be understood thoroughly. Some users use multiple accounts (secondary accounts) when accessing social media. This study seeks to explain the phenomenon of Twitter secondary account usage in Indonesia. A total of 2414 samples were collected from across Indonesia. This study analyzed age, gender, number of secondary accounts used, place of residence, and motivation based on the usability and gratification paradigm. To measure motivation, the researcher used the "Motivation to Use Twitter" measurement tool which was adapted to the Indonesian language. This research is descriptive research with a quantitative approach. Descriptive statistical analysis techniques and Pearson's chi-square correlation were used to identify the relationship between motives and demographic characteristics.Twitter secondary account users in Indonesia are dominated by 18-24 year old females from Java Island who use two secondary accounts. An association was found between age and motivations for self-expression and distraction. Associations were also found between gender and self-expression, sociability and disruption motives. Finally, this study found associations between the number of secondary accounts used and self-expression and sociability motives. Abstrak. Penggunaan Internet yang tinggi dibarengi dengan meningkatnya penggunaan media sosial di Indonesia menjadi fenomena yang perlu dipahami secara menyeluruh. Beberapa pengguna menggunakan banyak akun (akun sekunder) saat mengakses media sosial. Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan fenomena penggunaan secondary account Twitter di Indonesia Sebanyak 2414 sampel dikumpulkan dari seluruh Indonesia.Penelitian ini menganalisis usia, jenis kelamin, jumlah akun sekunder yang digunakan, tempat tinggal, dan motivasi berdasarkan paradigma kegunaan dan gratifikasi. Untuk mengukur motivasi peneliti menggunakan alat ukur “Motivasi Menggunakan Twitter” yang disesuaikan dengan bahasa Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik analisis statistik deskriptif dan korelasi chi-square Pearson digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara motif dan karakteristik demografi. Pengguna akun sekunder Twitter di Indonesia didominasi oleh perempuan berusia 18-24 tahun asal Pulau Jawa yang menggunakan dua akun sekunder. Terdapat hubungan antara usia dan motivasi untuk ekspresi diri dan gangguan. Asosiasi juga ditemukan antara gender dan ekspresi diri, kemampuan bersosialisasi dan motif gangguan. Terakhir, penelitian ini menemukan hubungan antara jumlah akun sekunder yang digunakan dan ekspresi diri serta motif bersosialisasi
Studi Kontribusi Perceived Organizational Support terhadap Employee Well-Being
Alfiyyah Fitri Ramadhani;
Ali Mubarak
Jurnal Riset Psikologi Volume 3, No. 2, Desember 2023, Jurnal Riset Psikologi (JRP)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29313/jrp.v3i2.2766
Abstract. Perceived organizational support is the employee's perception of the extent to which the organization values contributions and cares about their well-being. Employee well-being is employee welfare consisting of subjective well-being, workplace well-being, and psychological well-being. This research aims to find out the description and contribution of perceived organizational support to employee well-being in lecturers at religion-based tertiary institutions in the city of Bandung. This study uses a quantitative method with multiple regression analysis. The measurement tool used to measure perceived organizational support variables is a survey of perceived organizational support developed by Eisenberger et al (1986). To measure employee well-being variables using the employee well-being scale developed by Zheng et al (2015). The results of this study indicate that 89.6% of lecturers have high perceived organizational support and 98.9% of lecturers have high employee well-being. This study shows the results that perceived organizational support affects employee well-being by 27.4%. Partially, the dimensions of evaluative judgment attributes to the organization on perceived organizational support have a positive and significant effect on employee well-being, while the dimensions of actions affecting the perceived organizational support do not have a significant effect on employee well-being. Abstrak. Perceived organizational support merupakan persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi dapat menghargai kontribusi dan peduli mengenai kesejahteraan mereka. Employee well-being merupakan kesejahteraan yang dimiliki karyawan yang terdiri dari subjective well-being, workplace well-being, dan psychological well-being. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui gambaran dan kontribusi perceived organizational support terhadap employee well-being pada dosen perguruan tinggi berbasis agama di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Alat ukur yang digunakan dalam mengukur variabel perceived organizational support adalah survey of perceived organizational support yang dikembangkan oleh Eisenberger et al (1986), untuk mengukur variabel employee well-being menggunakan employee well-being scale yang dikembangkan oleh Zheng et al (2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 89,6% dosen memiliki perceived organizational support yang tinggi dan 98,9% dosen memiliki employee well-being yang tinggi. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa perceived organizational support berpengaruh terhadap employee well-being sebesar 27,4%. Secara parsial, dimensi evaluative judgement attributes to the organization pada perceived organizational support memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap employee well-being, sedangkan dimensi actions affecting the pada perceived organizational support tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap employee well-being.
Pengaruh Work Life Balance terhadap Employee Well-Being pada Guru SLB
Shafa Arina Darmawan;
Dinda Dwarawati
Jurnal Riset Psikologi Volume 3, No. 2, Desember 2023, Jurnal Riset Psikologi (JRP)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29313/jrp.v3i2.2952
Abstract. Work life balance is the ability to balance the demands of one’s work and personal life. Employee well-being is a comprehensive model of subjective, workplace and psychological well-being. The purpose of this study is to see how much influence work life balance has on employee well-being on special needs teachers. The study used quantitative methods with data collection through questionnaires and multiple regression data analysis. The research population is special needs teachers in Bandung, with a sampling technique that is cluster random sampling obtained 218 sample teachers. Measuring instrument was carried out using a work life balance scale developed by Fisher et al. (2009) and adapted by Gunawan et al. (2019), then the employee well-being scale developed by Zheng et al. (2015b) and adapted by Rahmi et al. (2021). The results showed that 62% of special needs teachers had high work life balance and 69% of special needs teachers had high employee well-being. Simultaneously, work life balance affects employee well-being by 27.4%. Partially, the two dimensions of work life balance, namely personal life with interference work and personal life enhancement of work have a significant effect on employee well-being. Meanwhile, the other two dimensions, namely work interference with personal life and work enhancement of personal life, have no significant effect on employee well-being. Abstrak. Work life balance adalah kemampuan individu dalam menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Employee well-being merupakan kesejahteraan individu pada kehidupan, pekerjaan dan psikologisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris mengenai pengaruh work life balance terhadap employee well-being pada guru SLB. Metode penelitian kuantitatif dengan pengumpulan data melalui kuesioner serta analisis data regresi berganda. Populasi dalam penelitian ini adalah guru SLB di Kota Bandung. Sampel sebesar 218 guru dengan teknik cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah work life balance dari Fisher et al. (2009) dan telah diadaptasi oleh Gunawan et al. (2019). Serta alat ukur employee well-being scale yang dikembangkan oleh Zheng et al. (2015b) dan telah diadaptasi oleh Rahmi et al. (2021). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 62% guru SLB memiliki work life balance yang tinggi dan 69% guru SLB memiliki employee well-being yang tinggi. Secara simultan, work life balance berpengaruh terhadap employee well-being sebesar 27,4%. Sedangkan secara parsial, dua dimensi work life balance yaitu personal life with interference work dan personal life enhancement of work berpengaruh signifikan terhadap employee well-being. Sementara dua dimensi lainnya yaitu work interference with personal life dan work enhancement of personal life tidak berpengaruh signifikan terhadap employee well-being.
Pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Kekerasan dalam Pacaran Pada Mahasiswa di Kota Bandung
Andina Laura Ariadne
Jurnal Riset Psikologi Volume 3, No. 2, Desember 2023, Jurnal Riset Psikologi (JRP)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29313/jrp.v3i2.2954
Abstract. Dating violence is defined as the act of how often an individual gets violent treatment on the basis of intention and coercion which can cause physical, psychological and sexual injuries by their partners. Emotional intelligence is defined as an individual's ability to recognize and control emotions, have self-motivation, be sensitive to the emotions of others, and the ability to establish relationships with others. This study aims to see the effect of emotional intelligence onvictim Dating violence on college students in the city of Bandung.Then, This research is a causality study with a quantitative approach involving 75 men and 264 women as respondents. This study uses two measuring tools, namely,The Revised Conflict Tactics Scales 2 to measure courtship violence and Emotional Intelligence Inventory (EII) to measure emotional intelligence. The data analysis used is multiple linear regression. The results obtained are that there is an influence of emotional intelligence on victims of dating violence on students in the city of Bandung. The most widely accepted type of violence is emotional and verbal abuse in the form of an overprotective attitude and possessive. Abstrak. Kekerasan dalam pacaran didefinisikan sebagai tindakan seberapa sering individu mendapatkan perlakuan kekerasan atas dasar kesengajaan dan paksaan yang dapat menyebabkan luka secara fisik, psikologis, dan seksual oleh pasangannya. Kecerdasan emosi didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk mengenali dan mengontrol emosi, memiliki motivasi untuk diri sendiri, peka terhadap emosi orang lain, dan kecakapan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat pengaruh kecerdasan emosi terhadap korban kekerasan dalam pacaran pada mahasiswa di Kota Bandung. Kemudian, Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas dengan pendekatan kuantitatif yang melibatkan 75 orang laki-laki dan 264 orang perempuan sebagai responden. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur yaitu, The Revised Conflict Tactics Scales 2 untuk mengukur kekerasan dalam pacaran dan Emotional Intelligence Inventory (EII) untuk mengukur kecerdasan emosi. Analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil yang didapatkan adalah terdapat pengaruh kecerdasan emosi terhadap korban kekerasan dalam pacaran pada mahasiswa di Kota Bandung. Jenis kekerasan yang paling banyak diterima adalah kekerasan emosional dan verbal dengan bentuk sikap overprotective dan posesif.
Studi Deskriptif Mengenai Career identity Pada Mahasiswa Program MBKM di Universitas Islam Bandung
Syahrani Zalfa;
Dewi Sartika;
Rizka Hadian Permana
Jurnal Riset Psikologi Volume 3, No. 2, Desember 2023, Jurnal Riset Psikologi (JRP)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29313/jrp.v3i2.2996
Abstract. College students are part of early adulthood who are in the transition from adolescence to adulthood, with an age range of 18 to 25 years, and are faced with various developmental tasks, one of which is related to career development. A fundamental component is needed in the form of career identity. Building career identity is based on two behavioral elements in the form of exploration and commitment. The Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM) program is part of the implementation of career exploration for students. However, there are still students of the Unisba MBKM program who have progressive exploration but low commitment after implementing the program. This study aims to obtain an empirical picture of career identity in MBKM program students at Unisba. Data collection was carried out online with cluster random sampling technique. The method used in this research is a descriptive study (N = 86; 24% male; 76% female) respondents. The measuring instrument used is the utrecht management of identity commitments scale of 10 items that have been adjusted into the career domain by Stringer & Kerpelman (2010) based on the dimensions of identification with commitment and exploration in depth. Research on career identity shows 27 students (31%) are in the low category, and 59 students (69%) are in the high category. In the identification with commitment dimension, 84 students (98%) were in the high category, and the exploration in-depth dimension, 79 (92%) students were in the high category. This study contributes to the literature on career identity and other contributions described. Abstrak. Mahasiswa merupakan bagian dari dewasa awal yang berada pada transisi dari remaja menuju dewasa, dengan rentan usia 18 hingga 25 tahun yang dihadapkan pada berbagai tugas perkembangan salah satunya berkaitan dengan perkembangan karier. Untuk mencapai karier tersebut diperlukan komponen mendasar berupa identitas karier. Membangun career identity dilandasi oleh dua elemen perilaku berupa eksplorasi dan komitmen. Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) merupakan bagian dari pelaksanaan eksplorasi karier bagi para mahasiswa. Namun, masih ditemukan mahasiswa program MBKM Unisba yang memiliki eksplorasi yang progresif namun komitmen karir yang rendah setelah melaksanakan program. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran empiris mengenai career identity pada mahasiswa program MBKM di Unisba. Pengambilan data dilaksanakan online melalui google form dengan teknik cluster random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif (N= 86; 24% laki-laki; 76% perempuan) responden. Alat ukur yang digunakan adalah The Utrecht Management of Identity Commitments Scale sebanyak 10 item yang telah disesuaikan ke dalam domain karier oleh Stringer & Kerpelman (2010) berdasarkan dimensi identification with commitment dan exploration in depth. Hasil penelitian mengenai career identity menunjukkan sebanyak 27 mahasiswa (31%) dalam kategori rendah, dan 59 mahasiswa (69%) dalam kategori tinggi. Pada dimensi identification with commitment sebanyak 84 mahasiswa (98%) kategori tinggi, dan pada dimensi exploration in-depth sebanyak 79 (92%) mahasiswa kategori tinggi. Studi ini berkontribusi untuk literatur mengenai career identity dan kontribusi lain yang dijelaskan.
Pengaruh Flow Terhadap Subjective Well-Being pada Musisi Komunitas Musik KlabJazz
Muhammad Daffa Aprisa Youhan
Jurnal Riset Psikologi Volume 3, No. 2, Desember 2023, Jurnal Riset Psikologi (JRP)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29313/jrp.v3i2.3297
Abstract. Jazz music is a genre of music that is complex and difficult to play, jazz players are required to be able to play notes spontaneously and play improvisation in them. When a person feels flow, he will feel happiness and satisfaction in his life thereby increasing SWB. However, based on interviews, jazz music is not music that is commonly listened to so that when musicians are worried about it, they are not prosperous. Other research also shows that music can also influence a person's negative affect. The research was conducted on Jazz musicians in the KlabJazz community who performed at 6 events held by KlabJazz. The subjects consisted of 32 KlabJazz musicians. The research method used is non-experimental causality method. The measuring instrument used to measure flow is the Flow State Scale-2 developed by Jackson et al (2008) adapted by Triandita & Rosiana (2017) and the measuring instrument for measuring SWB is SPANE and SWLS developed by Diener et al. (2009) available online at the website eddiener.com. The data analysis technique used is simple linear regression analysis. The results of the study found that there was a positive influence of Flow on SWB with an R square of 0.359 or 35.9% with the results on the SWB aspect of the affective aspect that all participants got positive results but on the cognitive aspect there were 13 subjects who got low results, so it was written that flow has a greater influence on the emotional aspect than the cognitive aspect Abstrak. Musik Jazz merupakan genre musik yang kompleks dan sulit untuk dimainkan, pada jazz pemain dituntut untuk dapat memainkan nada secara spontan dan bermain improvisasi didalamnya. Ketika seseorang merasakan flow maka dirinya akan merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya sehingga meningkatkan SWB. Namun berdasarkan wawancara, musik jazz bukan merupakan musik yang umum didengarkan sehingga ketika musisi cemas akan hal tersebut maka dirinya tidak sejahtera. Penelitian lain menunjukkan bahwa musik juga dapat mempengaruhi afek negatif seseorang. Penelitian dilakukan pada musisi Jazz pada komunitas KlabJazz yang tampil pada 6 acara yang diadakan oleh KlabJazz. Subjek terdiri dari 32 orang musisi KlabJazz. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kausalitas non eksperimental. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur flow adalah Flow State Scale-2 yang dikembangkan oleh Jackson et al (2008) yang diadaptasi oleh Triandita & Rosiana (2017) dan alat ukur untuk mengukur SWB adalah SPANE dan SWLS yang dikembangkan oleh Diener et al. (2009) yang telah tersedia secara online pada website eddiener.com. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana. Hasil penelitian yang ditemukan adalah adanya pengaruh positif dari Flow terhadap SWB dengan R square sebesar 0,359 atau sebesar 35,9% dengan hasil pada SWB aspek afektif semua partisipan mendapatkan hasil positif namun pada aspek kognitif terdapat 13 subjek yang mendapatkan hasil rendah, sehingga disimpulkan bahwa flow memiliki pengaruh yang lebih besar pada aspek emosi daripada aspek kognitif
Celebrity Worship : A Scoping Review
Kusmawan, Putri Fitriani Diah;
Yunita Sari
Jurnal Riset Psikologi Volume 4, No. 1 Juli 2024, Jurnal Riset Psikologi (JRP)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29313/jrp.v4i1.3753
Abstract. Celebrity worship as a type of worship of people who are widely famous and attract the attention of the public as well as the media. In recent years celebrity culture and entertainment have grown rapidly to become extremely popular among people of all ages. Fans have shown their admiration and devotion to celebrities, as well as a strong desire to follow their every action. The purpose of this study is to explore the development of topics related to celebrity worship. Scoping the review to map the topic of celebrity worship, six databases were explored in the literature review. In writing the literature review, 60 article titles were found and then 13 articles that fit the criteria were selected. The findings showed that celebrity worship is related to demographic factors such as age and gender, mental health conditions, eating disorder behaviors and body image, impulse buying, social relationships, and social media. The results of the review can be used to help researchers understand the various factors related to celebrity worship. Abstrak. Celebrity worship sebagai suatu jenis pemujaan terhadap orang yang terkenal secara luas dan menarik perhatian publik juga media. Dalam beberapa tahun terakhir budaya selebritas dan hiburan telah berkembang pesat menjadi sangat populer di kalangan orang-orang dari segala usia. Para penggemar telah menunjukkan kekaguman dan pengorbanan mereka kepada para selebriti, serta keinginan yang kuat untuk mengikuti setiap tindakan mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi perkembangan topik-topik yang berkaitan dengan celebrity worship. Scoping review dimaksudkan untuk memetakan topik celebrity worship, enam database ditelusuri dalam tinjauan literatur. Dalam penulisan tinjauan literatur, 60 judul artikel ditemukan kemudian terpilih 13 artikel yang sesuai dengan kriteria. Temuan menunjukkan bahwa celebrity worship berkaitan dengan faktor demografi yaitu usia dan gender, kondisi kesehatan mental, perilaku gangguan makan dan citra tubuh, impulse buying, relasi sosial, serta media sosial. Hasil tinjauan tersebut dapat digunakan untuk membantu peneliti memahami berbagai faktor yang berkaitan dengan celebrity worship.
Studi Kontribusi JOb Insecurity terhadap Turnover Intention pada Buruh Wanita di PT. X
Asri Siti Nurizati;
Ali Mubarak
Jurnal Riset Psikologi Volume 4, No. 1 Juli 2024, Jurnal Riset Psikologi (JRP)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29313/jrp.v4i1.3758
Abstract. Job insecurity is the perception, feeling of helplessness, and anxiety felt by employees facing the possibility of losing their job (De Witte, 1999). Roodt (2004) defines turnover intention as an employee's intention to leave the organization consciously and deliberately by the employee to leave the organization. This research aims to find out how job insecurity and turnover intention among female workers at PT. X. The hypothesis in this research is that job insecurity makes a significant contribution to turnover intention among female workers. The measuring instrument used is the job insecurity scale, developed by De Witte (2014) and adapted by the researchers themselves. The measuring instrument to measure turnover intention is scale developed by Bothma & Roodt (2013) which was also adapted by researchers themselves. The research results show that there are 51.9% of female workers who have high job insecurity, and 48.1% of female workers who have high turnover intention. Job insecurity contributed 67.9% to turnover intention in this study. Abstrak. Job insecurity merupakan persepsi, perasaan tidak berdaya, dan kecemasan yang dirasakan karyawan menghadapi kemungkinan kehilangan pekerjaan. [1]. Roodt (2004) mendefinisikan turnover intention sebagai niat karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sadar dan disengaja oleh karyawan untuk meninggalkan organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana job insecurity dan turnover intention pada buruh wanita di PT. X. Hipotesis dalam penelitian ini adalah job insecurity memberikan kontribusi yang sigrnifikan terhadap turnover intention pada Buruh Wanita. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur job insecurity yang dikembangkan oleh De witte (2014) dan diadaptasi sendiri oleh peneliti, lalu alat ukur yang digunakan untuk mengukur turnover intention yaitu alat ukur yang dikembangkan oleh Bothma & Roodt (2013) yang juga diadaptasi sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 51,9% Buruh wanita yang memiliki job insecurity yang tinggi, dan 48.1% buruh wanita yang memiliki turnover intention yang tinggi. job insecurity memberikan kontribusi sebesar 67,9% terhadap turnover intention dalam penelitian ini.