cover
Contact Name
Unang arifin
Contact Email
bcsms@unisba.ac.id
Phone
+6282321980947
Journal Mail Official
bcsms@unisba.ac.id
Editorial Address
UPT Publikasi Ilmiah, Universitas Islam Bandung. Jl. Tamansari No. 20, Bandung 40116, Indonesia, Tlp +62 22 420 3368, +62 22 426 3895 ext. 6891
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Bandung Conference Series : Medical Science
ISSN : -     EISSN : 28282205     DOI : https://doi.org/10.29313/bcsms.v2i2
Core Subject : Humanities, Health,
Bandung Conference Series: Medical Science (BCSMS) menerbitkan artikel penelitian akademik tentang kajian teoritis dan terapan serta berfokus pada Kedokteran dengan ruang lingkup Age, ASI, BPJS Kesehatan, CGT, Dokter layanan primer, Fungsi diastolic, Gender, Hepatitis A dan B, Interval Anak Balita, ISPA, JKN, Nyeri leher, Origin, Paritas, Pasien, Denyut Nadi, Imunisasi, Perawat, Phlebitis, PHBS, pneumonia Abortus Spontan, Pola Menstruasi, rumah sakit Pendidikan, Sektor Informal Pengetahuan, Shift kerja malam, sindrom koroner akut, Status Gizi Mahasiswa kedokteran, status sosio ekonomi, Tekanan Darah, Tingkat Stres, Troponin T , Type of occupation, ventrikel kiri, dan Wanita Premenopause. Prosiding ini diterbitkan oleh UPT Publikasi Ilmiah Unisba. Artikel yang dikirimkan ke prosiding ini akan diproses secara online dan menggunakan double blind review minimal oleh dua orang mitra bebestari.
Articles 494 Documents
Kesepakatan Hasil Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) dengan Pemeriksaan Mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) dalam Penegakkan Diagnosis Tuberkulosis Paru Nida Aulia Fadhilah; Heni Muflihah; Winni Maharani
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6976

Abstract

Abstract. Tuberculosis (TB) case finding is a significant part of TB control. The rapid molecular test Xpert MTB/RIF diagnostic method has better sensitivity than acid-fast bacilli (AFB) microscopic examination. The availability of Xpert MTB/RIF in the rural area is still limited. Therefore, AFB examination remains in use for TB diagnostic. This study aimed to assess the agreement on the results of TCM and BTA examinations. This is an analytic observational using secondary data. The subjects were pulmonary TB patients who underwent Xpert MTB/RIF and AFB examinations at the time of diagnosis at the UPTD Cigayam Health Center in 2021-2022. The data collection included gender, age, and the results of Xpert MTB/RIF and AFB examinations. The agreement between the TCM and BTA examination results was analyzed using Cohen Kappa. The results showed major characteristics that 39 patients (26.5%) were aged 18-25 years old and 94 patients (64%) were male. A total of 648 specimens were the Xpert MTB/RIF examination while a total of 235 specimens had AFB examination. Out of 147 subjects, 129 patients (81.6%) had TCM result Rifampicin sensitive, 63 patients (42.9%) had AFB result for AFB +2. The analysis of agreement on the results of the TCM and BTA examinations showed a substantial agreement (cohen cappa 0.70). This study concludes that results of Xpert MTB/RIF and AFB had a strong agreement t. Therefore, both methods can be used for the diagnosis of pulmonary TB. Abstrak. Penemuan kasus Tuberkulosis (TB) merupakan bagian utama dari penanggulangan TB. Metode diagnostik tes cepat molekuler (TCM) memiliki sensitifitas lebih baik dari pemeriksaan mikroskopik basil tahan asam (BTA). Ketersediaan TCM di daerah masih terbatas, sehingga pemeriksaan BTA masih digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesepakatan hasil pemeriksaan TCM dan BTA. Penelitian ini merupakan observasional analitik menggunakan data sekunder. Subjek penelitian adalah pasien TB paru yang melakukan pemeriksaan TCM dan BTA pada saat diagnosis di UPTD Puskesmas Cigayam tahun 2021-2022. Data penelitian meliputi jenis kelamin,usia serta hasil pemeriksaan TCM dan BTA. Kesepakatan antara hasil pemeriksaan TCM dan BTA di analisis menggunakan Cohen Kappa. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik terbanyak subjek berusia 18-25 tahun sebanyak 39 orang (26,5%) dan laki laki sebanyak 94 orang (64%). Total pemeriksaan TCM berjumlah 648 sampel sedangkan BTA berjumlah 235 sampel. Total subjek berjumlah 147 orang dengan hasil TCM terbanyak adalah Rifampisin sensitif yaitu 129 orang (81,6%), sedangkan kategorik terbanyak hasil pemeriksaan mikroskopik adalah BTA +2 berjumlah 63 orang (42,9%). Analisis kesepakatan hasil pemeriksaan TCM dan BTA menunjukan substantial agreement (Cohen Cappa 0,70). Kesimpulan penelitian ini adalah kedua pemeriksaan memiliki kesepakatan hasil pemeriksaan yang kuat. Oleh karena itu,kedua metode pemeriksaan tersebut masih dapat digunakan untuk diagnosis TB paru.
Hubungan Derajat Kegiatan Fisik Serta Konsumsi Air Terhadap Kejadian Konstipasi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung Maulina Isnaini Sugiantoro; Mirasari Putri; Samsudin Surialaga
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6978

Abstract

Abstract. This literature study was conducted to collect data on whether there is an incidence of constipation in students of the Faculty of Medicine at the Islamic University of Bandung due to several factors causing constipation, namely low levels of physical activity and low water consumption. where Constipation is reduced bowel movements associated with hard stools and difficulty having bowel movements (BAB). Several factors that can increase constipation are physical activity and lack of water consumption. A low level of physical activity will reduce intestinal peristalsis, while less water consumption will decrease the stretch response of the stomach and increase fecal water uptake in a person's low hydration situation. This literature study uses an observational analytic research design with a cross sectional study method on willing respondents, namely students of the Faculty of Medicine, Bandung Islamic University in 2021. Physical activity levels were measured using the International Physical Activity Questionnaires (IPAQ) questionnaire, water consumption levels were measured using daily adequacy rates RI Ministry of Health fluids and constipation variables were measured using the Patient Assessment of Constipation-Symptomp (PAC-SYM) questionnaire. The conclusion of this study is that there is no significant relationship between the level of physical activity and water consumption on the incidence of constipation in students of the Faculty of Medicine, Islamic University of Bandung Keywords: Consipation, Water consumption, Level of physical activity Abstrak. Studi litelatur ini dilakukan untuk mengumpulkan data apakah terdapat kejadian konstipasi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung yang disebabkan karna beberapa faktor penyebab dari konstipasi yaitu derajat aktivitas fisik yang rendah dan konsumsi air putih yang rendah. dimana Konstipasi adalah berkurangnya pergerakan usus yang berasosiasi dengan keadaan feses yang keras dan sulit untuk melakukan Buang Air Besar (BAB). Beberapa faktor yang dapat meningkatkan konstipasi adalah aktifitas fisik dan konsumsi air putih yang kurang. Tingkat aktifitas fisik yang kurang akan menurunkan gerak peristaltik usus sedangkan konsumsi air yang kurang akan menurunkan respon regang lambung dan meningkatkan ambilan air feses dalam situasi hidrasi seseorang yang rendah. Studi litelatur ini menggunakan desain penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional study pada responden yang bersedia yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung tahun 2021. tingkat aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner International Physical Activity Questionnaires (IPAQ), tingkat konsumsi air putih diukur menggunakan angka kecukupan harian cairan Kemenkes RI dan variabel konstipasi diukur menggunakan kuesioner Patient Assesment of Constipation-Symptomp (PAC-SYM). Simpulan penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat aktifitas fisik dan konsumsi air terhadap kejadian konstipasi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung Kata Kunci: Konstipasi, Konsumsi air, Tingkat aktifitas fisik
Hubungan Antara Kebiasaan Merokok terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronis Nanda Sinya Dwi Putri; Afrita Amalia Laitupa; Syafarinah Nur Hidayah; Anik Purnawati
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.7023

Abstract

Abstract. Chronic obstructive pulmonary disease is a disease caused by exposure to exposure and causes airway limitations to enter and leave the lungs. In 2019, WHO reported 3.23 million COPD deaths and is the third leading cause of death in the world. Chronic obstructive pulmonary disease in Indonesia is quite high which is caused by smoking activities, this is a problem in the surrounding environment. assume is one of the main risk factors for COPD and smoking activation is a habit in Indonesia. Writing this literature review uses databases from Pubmed, Google Scholar, Science Direct in the form of full text articles and journals in English and Indonesian with the year of publication 2012-2022. Writing this literature review aims to determine whether there is a relationship between smoking habits and the severity of COPD. Based on scientific articles that have been reviewed, there are signs of a relationship between smoking and the severity of COPD disease. is thought to affect reduced oxygen levels in the body caused by harmful substances contained in cigarettes. The relationship between smoking and COPD is a dose response that is related to the duration of smoking and the number of cigarettes consumed each day, which in turn will affect the severity of COPD. Abstrak. Penyakit paru obstruktif kronis merupakan penyakit yang disebabkan oleh paparan pajanan dan menyebabkan keterbatasan saluran napas untuk masuk dan keluar dari paru. Pada tahun 2019, WHO melaporkan 3,23 juta kasus kematian PPOK dan merupakan penyebab kematian nomer tiga di dunia. Penyakit paru obstruktif kronis di Indonesia cukup tinggi yang disebabakan oleh aktivitas merokok hal ini menjadi permasalahan di lingkungan sekitar. Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya PPOK dan aktivatas merokok menjadi kebiasaan di Indonesia. Penulisan literature review ini menggunakan database dari Pubmed, Google Scholar, Science Direct berupa artikel dan jurnal full text bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dengan tahun penerbitan 2012-2022. Penulisan literature review ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan kebiasaan merokok terhadap tingkat keparahan penyakit PPOK. Berdasarkan artikel-artikel ilmiah yang sudah di telaah menunjukan terdapat hubungan merokok dengan tingkat keparahan penyakit PPOK. Merokok dapat mempengaruhi berkurangnya kadar oksigen di dalam tubuh yang disebabkan oleh zat-zat berbahaya yang terkandung di dalam rokok. Hubungan merokok dengan penyakit PPOK adalah dose response yang berhubungan dengan durasi lama merokok dengan jumlah batang rokok yang dikomsumsi setiap hari sehingga nantinya akan mempengaruhi derajat keparahan penyakit PPOK.
Efektivitas Antioksidan Terhadap Pencegahan Katarak Salsabila Roudotul Farihah; Santun Bhekti Rahimah; Raden Ganang Ibnusantosa
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.5939

Abstract

Abstract. Cataract is a degenerative process, in which the lens of the eye becomes cloudy, which can lead to reduced vision and blindness. The cloudiness of the lens is caused by a biochemical reaction that causes protein coagulation in the lens. Antioxidants can be used as an alternative treatment to delay and/or prevent disease progression and are believed to be able to prevent cataracts by neutralizing free radicals. This research aims to find out the effect of antioxidant administration on cataract sufferers in the elderly. The method used is the Scoping Review technique. The research sample is in the form of articles, which are taken from 3 databases namely SpringerLink, Science Direct and PubMed. The steps taken are selecting relevant articles using inclusion and exclusion criteria. The results of the articles obtained as a whole were 15,960 articles, and then on the inclusion criteria screening, 422 articles were obtained. There are 5 duplicate articles were deleted. In the process of screening for discrepancies in article titles and abstracts based on PICOS, critical appraisal with CASP and JBI obtained 3 articles, then data extraction and results reporting were carried out. The preparation procedure using the Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analyses (PRISMA) method was used to describe the literature search flow. The results obtained were published in the period 2012-2022. The results showed that there was an effect of consumption of vitamin C, vitamin E, beta-carotene, and B vitamins on reducing the incidence of age-related cataracts and consumption of vitamin E and selenium supplements did not have a significant effect on the incidence of age-related cataracts. Keywords: Antioxidant, Cataract, Elderly Abstrak. Katarak adalah proses degeneratif, di mana lensa mata menjadi keruh sehingga dapat menyebabkan menurunnya kemampuan pengelihatan hingga kebutaan. Kekeruhan pada lensa tersebut disebabkan terjadinya reaksi biokimia yang menyebabkan adanya koagulasi protein di dalam lensa. Antioksidan dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk menunda dan/atau mencegah perkembangan penyakit dan dipercaya mampu untuk mencegah katarak dengan menjadi penetralisir radikal bebas. Penelitian bertujuan untuk mengeksplorasi artikel yang meneliti efektivitas antioksidan terhadap pencegahan katarak pada lansia. Metode yang digunakan adalah scoping review, sampel penelitian berupa artikel-artikel yang diambil dari 3 database yaitu SpringerLink, Science Direct dan Pubmed. Artikel yang relevan dipilih menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi. Hasil artikel yang didapatkan secara keseluruhan yaitu 15.960 selanjutnya skrining kriteria inklusi didapatkan 422 artikel, menghapus 5 artikel duplikasi, skrining ketidaksesuaian judul artikel dan abstrak berdasarkan PICOS, critical appraisal dengan CASP dan JBI didapatkan 3 artikel, melakukan ekstraksi data, dan melaporkan hasil. Prosedur penyusunan menggunakan metode Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analyses (PRISMA) digunakan untuk menggambarkan alur pencarian literature. Hasil yang diperoleh dipublikasikan pada kurun waktu tahun 2012-2022. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh konsumsi vitamin C, vitamin E, beta-karoten, dan vitamin B terhadap penurunan insiden katarak terakit usia dan konsumsi suplemen vitamin E dan selenium tidak memberikan efek yang signifikan terhadap insiden katarak terkait usia. Kata Kunci: Antioksidan, Katarak, Lansia
Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dengan Status Gizi pada Anak Usia 2-5 Tahun di Puskesmas Karang Tengah Kabupaten Cianjur Putri Rizkia; Nanan Sekarwana; Ratna Damailia
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6007

Abstract

Abstract. Nutritional status is an essential indicator of children's growth. Intake of macronutrients is one factor that can affect children's nutritional status. Lack of nutrient intake will affect children's nutritional status of children which can hinder growth and development of children. Problems that can arise from these conditions require knowledge of the factors associated with undernutrition and overnutrition, and one example is the factor of nutrient intake. This study aimed to determine the relationship between the intake of macronutrients and nutritional status in children aged 2-5 years at the Karang Tengah Health Center, Cianjur Regency. This study used a cross-sectional analytic observational method. The number of samples taken was 50 people with consecutive sampling. The research instrument was a 24-hour food recall questionnaire. The statistical test used was the Chi-Square with a significant level of ɑ = 0.05. The results showed that of the 50 samples, there were 5 children (10%) with less macronutrient intake, 32 children (64%) with sufficient macronutrient intake, and 13 children (26%) with more macronutrient intake. Most of the children have good nutritional status (70%). The results of the Chi-Square test showed that there was a relationship between the intake of macronutrients and obtained a value of p = 0.027. There is a significant relationship between the intake of macronutrients and nutritional status in children aged 2-5. Abstrak. Status gizi merupakan salah satu indikator yang penting bagi pertumbuhan anak. Asupan zat gizi makro merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak. Ketidakseimbangan asupan zat gizi akan mempengaruhi status gizi anak yang dapat menghambat tumbung kembang anak. Permasalahan yang dapat timbul dari kondisi tersebut memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya gizi kurang dan gizi lebih, salah satu contohnya adalah faktor asupan zat gizi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi makro dengan status gizi pada anak usia 2-5 tahun di puskesmas karang tengah kabupaten cianjur. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik jenis cross-sectional. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 50 orang dengan consecutive sampling Instrumen penelitian ini adalah kuesioner food recall 24 jam. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square dengan tingkat signifikan ɑ = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan dari 50 sampel terdapat 5 anak (10%) dengan asupan zat makro kurang, 32 anak (64%) dengan asupan zat makro cukup dan 13 anak (26%) dengan asupan zat makro lebih. Sebagian besar anak memiliki status gizi baik (70%). Hasil uji Chi-Square menunjukan ada hubungan antara asupan zat gizi makro diperoleh nilai p = 0,027. Ada hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi makro dengan status gizi pada anak usia 2-5 tahun.
Aktivitas Antibakteri Secara In Vitro Ekstrak Metanol Biji Mahoni terhadap Escherichia Coli Tresna Ridha Nurramadhani; Usep Abdullah; Winni Maharani
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6008

Abstract

Abstract. Escherichia coli is a gram-negative bacilli one of the causative agent of gastrointestinal infections. The decrease of the sensitivity of E.coli to antibiotics has led to the need for alternatives in treatment, including the use of mahogany seeds (Swietenia mahagoni) which are one of the traditional plants that contain flavonoids, alkaloids that antimicrobials. The purpose of this study was to determine the effect of methanol extract of mahogany seeds on the activity of E.coli bacteria. This research is an in vitro laboratory experiment using the well method with six group that is four groups of mahagony seeds methanol extract with concentration of 100%, 75%, 50%, 25% group, gentamicin as the positive control and aquadest as the negative control. The samples were incubated in an incubator at 37°C for 24 hours. The inhibition zone was measured. In this study, there was no average inhibition zone of the methanol extract of mahogany seeds at various concentrations, the positive control was 27.9 mm. It can be concluded that the methanol extract of mahogany seeds is not effective as an antibacterial with low inhibition (resistant). The results of low inhibition might owed to the extraction method, the solvent used, the concentration of the extract which is not large enough, the ecological factors where the plant grows Abstrak. Escherichia coli adalah bakteri basil gram negatif salah satu agen penyebab infeksi gastrointestinal. Terjadinya penurunan persentase kepekaan E.coli terhadap antibiotik menyebabkan perlu adanya alternatif dalam pengobatan, diantaranya melalui pemanfaatan biji mahoni (Swietenia mahagoni) sebagai salah satu tanaman tradisional yang memiliki kandungan flavonoid, alkaloid yang berfungsi sebagai antimikroba. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak metanol biji mahoni terhadap aktivitas bakteri E.coli. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium secara in vitro menggunakan metode sumuran terdiri dari 6 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok berisi koloni bakteri diberi lubang sumuran yang diinjeksi ekstrak metanol biji mahoni dengan konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25%, gentamisin sebagai kontrol positif dan aquadest sebagai kontrol negatif. Sampel diinkubasi dalam suhu 37ºC selama 24 jam. Kemudian dilakukan pengukuran zona hambat. Hasil penelitian ini tidak ditemukan rata-rata zona hambat dari kelompok esktrak metanol biji mahoni pada berbagai konsentrasi, namun pada kontrol positif terdapat zona hambat sebesar 27,9 mm. Berdasarkan hasil yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol biji mahoni metode sumuran belum efektif sebagai antibakteri. Hasil daya hambat yang rendah dapat dikarenakan metode ekstraksi, pelarut yang digunakan, konsentrasi ekstrak yang kurang besar, faktor ekologi tempat pertumbuhan tanaman
Tingkat Stres dan Indeks Massa Tubuh Reyhan Abhari; Siska Nia Irasanti; RB. Soeherman Herdiningrat
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6052

Abstract

Abstract. During the Covid-19 pandemic there has been an increase in stress in Indonesia compared to before. Stress can have an impact on various parties, especially medical students who are known to have high levels of stress related to academic, environmental, and other problems. This stress can trigger the release of stress hormones through the hypothalamus-pituitary-andrenal axis, so that it can increase food intake which is the cause of an increase in body mass index in individuals. The research sample was taken using a probability sampling technique with a simple random sampling type, totaling 228 respondents and the respondents were selected using a lottery method so that there were 107 respondents by random sampling using the Chi-Square analysis method. The results showed that there was no relationship between stress levels and body mass index in first year students of the 2022 class of the Faculty of Medicine, Unisba, as evidenced by the p-value of p = 0.166 (p> 0.05). There are other factors that can affect the increase in body mass index including genetics, hormones, lifestyle, environment, and level of education. Abstrak. Pada masa pandemi Covid-19 telah terjadi peningkatan dari stres di Indonesia dibanding sebelumnya. Stres dapat memberikan dampak kepada berbagai pihak, terkhusus kepada mahasiswa kedokteran yang diketahui memiliki tingkat stres yang tinggi terkait dengan masalah akademik, lingkungan, dan lain-lain. Stres tersebut dapat memicu keluarnya hormon stres melalui aksis hipotalamus-pituitari-andrenal, sehingga dapat meningkatkan asupan makan yang menjadi penyebab terjadinya peningkatan indeks massa tubuh pada individu. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik probability sampling dengan jenis simple random sampling yang berjumlah 228 responden dan dilakukan pemilihan responden menggunakan metode undian sehingga terdapat 107 responden secara random sampling dengan metode analisis Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat stres dengan indeks massa tubuh pada mahasiswa tingkat satu angkatan 2022 Fakultas Kedokteran Unisba, terbukti dengan nilai p-value p=0.166 (p>0,05). Terdapat faktor lain yang dapat memengaruhi peningkatan indeks massa tubuh diantaranya genetik, hormonal, gaya hidup, lingkungan, dan tingkat pendidikan.
Hubungan Tingkat Penghasilan Orangtua dengan Kejadian Stunting pada Balita usia 0 – 59 Bulan Nabila Fasiha Firmania; Dony Septriana; Ahmad Djojosugito
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6340

Abstract

Abstract. According to the World Health Organization (WHO) stunting is a chronic growth disorder which is the main cause of toddlers being short compared to children of their age. This disease does not only have an impact on the physical, but affects other aspects such as cognitive decline, inhibited physical activity and is more susceptible to degenerative diseases. According to the 2018 National Health Research (Riskesdas), one of the causes of stunting is the level of parental income which can affect children's growth due to inadequate nutritional intake. Based on this description, the problems in this study are formulated as follows: (1) What is the income level of parents of toddlers with stunting? (2) What is the incidence of stunting in toddlers at the Soreang Health Center? (3) What is the relationship between parents' income levels and the incidence of stunting in toddlers aged 0-59 months at the Soreang Health Center? The researcher used an analytic observational method with a cross-sectional approach which was carried out at the Soreang Community Health Center in Bandung Regency using a parental income level form. A sample of 48 respondents used the consecutive sampling method with bivariate and univariate analysis techniques with the chi-square test. The results of the study show that parents have a low income level of 31% and toddlers who experience stunting reach 45%. The results of the statistical analysis show that there is a relationship between parents' income levels and stunting toddlers (p value = <0.001). The conclusion from this study is that the level of parental income influences the incidence of stunting in toddlers aged 0-59 months. Abstrak. Menurut World Health Organization (WHO) stunting adalah gangguan pertumbuhan kronis yang menjadi penyebab utama balita menjadi pendek dibandingkan dengan anak seumurnya. Penyakit ini tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi mempengaruhi aspek lain seperti penurunan kognitif, aktivitas fisik terhambat dan lebih rentan terpapar penyakit degenerative. Menurut Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) 2018 salah satu penyebab stunting adalah tingkat penghasilan orangtua yang dapat mempengaruhi pertumbuhan anak karena asupan nutrisi yang tidak memadai. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebegai berikut: (1) Bagaimana tingkat penghasilan orangtua pada balita dengan kejadian stunting? (2) Bagaimana kejadian stunting pada balita di Puskesmas Soreang? (3) Bagaimana hubungan tingkat penghasilan orangtua terhadap kejadian stunting pada balita usia 0 – 59 buan di Puskesmas Soreang?. Peneliti menggunakan metode obervasional analitik dengan pendekatan cross-sectional yang dilakukan di Puskesmas Soreang Kabupaten Bandung dengan menggunakan formulir tingkat penghasilan orangtua. Sampel sebanyak 48 responden menggunakan metode consecutive sampling dengan teknik analisis bivariat dan univariat dengan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat penghasilan rendah pada orangtua 31% dan balita yang mengalami stunting mencapai 45%. Hasil analisis statistik diketahui ada hubungan tingkat penghasilan orangtua dengan balita stunting (p value = <0,001). Simpulan dari penelitian ini adalah tingkat penghasilan orangtua berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita usia 0 – 59 bulan.
Beban Kerja dan Kelelahan Kerja pada Pekerja Tatalaksana di Unisba Pradipto Atyanto Wibowo; Santun Bhekti Rahimah; Ismet Muchtar Nur
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6656

Abstract

Abstract. The workload is something that arises from the interaction between the needs of the work environment that is used as a workplace, and the skills and perceptions of workers. The work environment has a different workload for each worker, depending on the type of work. Fatigue is a common condition experienced by most workers after doing work. Each worker has a different workload and risk of fatigue. Universitas Islam Bandung management workers are employees who are under the auspices of kopsyakardos at Unisba. The purpose of this research is to find out the relationship between workload and work fatigue in Unisba management officers in 2022. This research is a quantitative analytic study that uses a cross-sectional research design. The sampling technique used total sampling, as many as 66 Unisba management officers. using the chi-square test, and analyzing with SPSS 25 software. Using two questionnaires, namely a workload assessment tool to determine the level of workload on workers and the KAUPK2 Questionnaire to assess work fatigue in workers. Based on the results of the study, it was found that respondents with moderate workload and fatigue were 3,27% people, respondents with a moderate workload but very tired were absent, respondents with a heavy workload but tired were 59,01% people, respondents with a heavy workload but very tired. as many as 37,7% people. Based on the results it is known that p = 0.263, thus the p-value < 0.05 where there is no significant relationship between workload and work fatigue in Unisba management workers in 2022. Fatigue experienced by workers will have an impact on the loss of willingness to work which causes the workforce to stop working. Abstrak. Beban kerja adalah sesuatu yang timbul dari interaksi antara kebutuhan lingkungan kerja yang digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan dan persepsi pekerja. Lingkungan kerja memiliki beban kerja yang berbeda untuk setiap pekerja, tergantung pada jenis pekerjaan. Kelelahan merupakan kondisi yang umum dialami oleh sebagian besar pekerja setelah melakukan pekerjaan, Setiap pekerja mempunyai beban kerja dan resiko kelelahan yang berbeda. Pekerja tatalaksana Unisba adalah pegawai yang berada pada di bawah naungan kopsyakardos pada Unisba. Tujuan peneltian ini adalah mengetahui hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada petugas tatalaksana Unisba Tahun 2022. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif yang menggunakan desain penelitian yang bersifat cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling, sebanyak 66 orang petugas tatalaksana Unisba. menggunakan uji chi – square, dan dianalisis dengan software SPSS 25. Menggunakan dua kuisoner yaitu alat ukur penilaian beban kerja untuk mengetahui tingkat beban kerja pada pekerja dan Kuesioner KAUPK2 untuk menilai kelelahan kerja pada pekerja. Berdasarkan hasil penelitian diketahui responden yang beban kerja sedang dan kelelahan kerja lelah sebanyak 3,27% orang, responden beban kerja sedang namun kelelahan kerja sangat lelah tidak ada, responden beban kerja berat namun kelelahan kerja lelah sebanyak 59,01% orang, responden beban kerja berat namun kelelahan kerja sangat lelah sebanyak 37,7% orang. Berdasarkan hasil diketahui bahwa p=0,263 dengan demikian p value < 0,05 dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja tatalaksana unisba tahun 2022. Kelelahan yang dialami tenaga kerja akan berdampak pada hilangnya kemauan bekerja yang menyebabkan tenaga kerja berhenti bekerja.
Studi Literatur: Kecemasan pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Maulya Listrianti; Herry Garna; Gilang Mutiara
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.6243

Abstract

Abstract. Diabetes mellitus is a common metabolic disorder associated with elevated blood glucose levels or hyperglycemia. Diabetes mellitus is a chronic disease so it can cause anxiety which can affect blood sugar control. This study aims to determine the effect of anxiety levels on people with type 2 diabetes mellitus from previous studies. The research method used is a literature study that originates from articles, journals, and books that aim to compile theories in this study which were published in 2012–2022. The results of the study show that there is an effect of anxiety on the condition of people with diabetes mellitus, namely unbalanced blood sugar control, this is due to increased blood sugar levels caused by the release of the ACTH hormone which is produced when anxiety occurs. The percentage of anxiety in people with diabetes mellitus is related to changes in health conditions and lifestyle to achieve therapeutic success. Abstrak. Diabetes melitus adalah gangguan matabolisme umum yang terkait dengan kadar glukosa darah yang meningkat atau hiperglikemia. Diabetes melitus ialah penyakit kronis sehingga dapat menimbulkan kecemasan yang dapat memengaruhi kontrol gula darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kecemasan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dari penelitian-penelitian terdahulu. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur yang bersumber dari artikel, jurnal, dan buku yang bertujuan untuk menyusun teori dalam penelitin ini yang dipunlikasi pada tahun 2012–2022. Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kecemasan terhadap kondisi penderita diabetes melitus, yaitu kontrol gula darah yang tidak seimbang, hal tersebut dikarenakan peningkatan kadar gula darah yang diakibatkan pengeluaran hormon ACTH yang dihasilkan ketika terjadi cemas. Persentase kecemasan pada penderita diabetes melitus berkaitan dengan perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup untuk mencapai keberhasilan terapi.