Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara menyajikan informasi mutakhir hasil kajian literatur dan penelitian bidang ilmu filologi dan pernaskahan Nusantara, yang mencakup: Kajian kodokologis, Teori-teori filologi, Edisi teks naskah kuno dan analisisnya, Kajian historis kepengarangan naskah kuno dan karyanya, Kajian multidisiplin berbasis naskah nusantara. Objek yang dijadikan kajian secara khusus bersumber pada naskah-naskah kuno Nusantara baik yang tersimpan di wilayah Nusantara maupun di luar wilayah Nusantara. Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara membuka kesempatan seluas-luasnya bagi peneliti naskah kuno Nusantara dari seluruh wilayah di dunia untuk turut berpartisipasi dalam penulisan artikel ilmiah yang sesuai dengan focus dan scope jurnal.
Articles
153 Documents
STRUKTUR DAN KOMPONEN TIGA SURAT SEGEL TANAH DI PRIANGAN
Tedi Permadi
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 9, No 2 (2018): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (2273.691 KB)
|
DOI: 10.37014/jumantara.v9i2.252
Naskah kuno (manuscript) adalah salah satu bentuk tinggalan budaya masa lampau yang memuat beragam aspek kehidupan. Kandungan isi dan pesan teks naskah kuno secara fungsional berkorelasi dengan masyarakat pendukung budaya di masa lampau, pewaris budaya saat ini, dan generasi yang akan datang. Salah satu bentuk naskah kuno adalah surat segel tanah yang erat terkait dengan kepemilikan dan klaim atas tanah yang tercatat di dalamnya. Objek kajian ini berupa tiga surat segel tanah dari tahun 1903, 1906, dan 1911 yang berasal dari daerah Priangan, Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah metode deksriptif analitis, bertujuan mendeskripsikan struktur dan komponen yang terdapat dalam objek penelitian. Adapun simpulan yang dapat diajukan adalah tidak terdapat adanya kesalahan tulis dan penyimpangan redaksional, terdapat adanya keseragaman struktur dan komponen surat segel tanah yang terdapat pada ketiga teks naskah, baik tata letak maupun isi yang menunjukkan sistem administrasi di tingkat pemerintahan desa sudah tertata baik.
Some Thoughts About Genre in Old Javanese Literature
Peter John Worsley
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 12, No 2 (2021): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1016.528 KB)
|
DOI: 10.37014/jumantara.v12i2.1148
Robson in 1983 and 1988 in his reconsideration of the poetics of kakawin epics and Javanese philology drew readers’ attention to the importance of genre for the history of ancient Javanese literature. Aoyama in his study of the kakawin Sutasoma in 1992, making judicious use of Hans Jauss’s concept of “horizon of expectation”, offered the first systematic discussion of the genre of Old Javanese literary works. The present essay offers a commentary on the terms which mpu Monaguna and mpu Prapañca, authors of the thirteenth century epic kakawin Sumanasāntaka and the fourteenth century Deśawarṇana, themselves, employ to refer to the generic characteristics of their poems. Mpu Monaguna referred to his epic poem as a narrative work (kathā), written in a prakṛt, Old Javanese, and rendered in the poetic form of a kakawin and finally as a ritual act intended to enable the poet to achieve apotheosis with his tutelary deity and his poem to be the means of transforming the world, in particular to ensure the wellbeing of the readers, listeners, copyists and those who possessed copies of his poetic work. Mpu Prapañca described his Deśawarṇana differently. Also written in Old Javanese and in the poetic form of a kakawin—he refers to his work variously as a narrative work (kathā), a chronicle (śakakāla or śakābda), a praise poem (kastawan) and also as a ritual act designed to enable the author in an ecstatic state of rapture (alangö), and filled with the power and omniscience of his tutelary deity, to ensure the continued prosperity of the realm of Majapahit and to secure the rule of his king Rājasanagara. The essay considers each of these literary categories.
Upacara Perkawinan Cina dan Melayu Pada Masa Kesultanan Johor, Riau-Lingga, dan Pahang dalam Naskah Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing
Yovi Ersariadi
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 7, No 2 (2016): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (782.177 KB)
|
DOI: 10.37014/jumantara.v7i2.292
Masyarakat Cina telah lama tinggal di Indonesia dan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Penetrasi budaya juga telah dilakukan agar dapat membaur dengan masyarakat pribumi. Salah satu bentuk penetrasi budaya yang dilakukan oleh masyarakat Cina adalah adat istiadat dalam upacara perkawinan. Kemudian penetrasi budaya ini didokumentasikan dalam naskah Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing. Naskah Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing mendeskripsikan tentang tahapan-tahapan dalam upacara perkawinan adat Cina dan Melayu yang terjadi pada masa Kesultanan Johor, Riau-Lingga, dan Pahang.Upacara perkawinan ini dilakukan oleh anak Kapitan Cina, yaitu Tik Sing dan Nyonyah Kim. Setiap tahapan dalam upacara perkawinan dijelaskan secara rinci oleh pengarang Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melakukan upacara perkawinan adat Cina dan Melayu.
Goyangan Telunjuk Fort Rotterdam kepada Istana Wolio: Transliterasi dan Sigian Tekstual-Historis terhadap Naskah EAP212/6/3 (Abdul Mulku Zahari SR/45/AMZ)
Suryadi Suryadi
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 10, No 1 (2019): Juli
Publisher : Perpustakaan Nasional RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1448.125 KB)
|
DOI: 10.37014/jumantara.v10i1.26
Esei ini membahas sebuah naskah Buton dari koleksi Abdul Mulku Zahari di Baubau, Buton. Naskah itu adalah sebuah surat dari Verenigde Oostindische Compagnie (VOC/Kompeni) kepada Sultan Buton Azimuddin yang dalam katalogisasi yang dibuat oleh Achadiati Ikram dkk. (2001:238) diberi kode SR/45/AMZ. Melalui Proyek “EAP212: Locating, documenting and digitising: Preserving the endangered manuscripts of the Legacy of the Sultanate of Buton, South-Eastern Sulawesi Province, Indonesia” (2009-2010), surat ini sudah didigitalkan. EAP212/6/3 // SR/45/AMZ (selanjutnya akan ditulis EAP212/6/3 saja) hanyalah salah satu dari banyak surat korespondensi antara Keraton Buton/Istana Wolio dan VOC yang tersimpan di Buton, selain di luar negeri, seperti di Leiden dan St. Petersburg (Suryadi 2007a,b; Suryadi, 2010; Katkova, 2011). Menurut Achadiati Ikram dkk. (2001:10-11) korpus ini mencakup “surat pribadi maupun formal, seperti surat-menyurat kenegaraan dan surat antarpejabat mengenai soal pemerintahan, [s]urat dari VOC kepada Sultan [bagian yang paling menarik dari korpus ini], [s]urat-surat pengangkatan, surat rekomendasi, [dan] surat ketetapan.”
Tinjauan Buku: Menilik Cerita Tantri Dalam Kidung Tantri Kediri
Salfia Rahmawati
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 5, No 1 (2014): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (820.992 KB)
|
DOI: 10.37014/jumantara.v5i1.374
Kajian atas teks-teks kidung dewasa ini masih tidak sepopuler kajian atas teks-teks dalam bentuk kakawin maupun macapat. Minimnya penelitian kidung sebagai bentuk syair Jawa kemungkinan disebabkan oleh penggunaan metrum tengahan dalam struktur kidung yang belum begitu diketahui. Penelitian tentang teks kidung yang tercatat oleh KITLV dalam seri Bibliotheca Indonesia hanya dua, yaitu Wangbang Wideya (Robson, 1971) dan Kidung A?li? Darma (Drewes, 1975). Dalam hal ini, hanya Robson yang menunjukkan ketertarikan atas kajian teks kidung. Adapun Drewes dalam penelitiannya lebih fokus pada pembahasan kisah Angling Darma dalam berbagai versi. Suntingan teks yang dikerjakan juga tidak disertai dengan informasi tentang metode penyuntingan sehingga kurang bisa dikatakan sebagai suntingan teks. Revo Arka Giri Soekatno dengan hasil risetnya atas teks kidung Tantri Kediri turut menambah daftar penelitian atas teks-teks kidung. Hal ini patut diapresiasi mengingat masih minimnya penelitian tentang teks kidung. Terlebih lagi, Revo memfokuskan kajiannya pada kidung Tantri Kediri yang meskipun sama-sama merupakan gubahan dari teks prosa Tantri Kamandaka, namun tidak sepopuler kidung Tantri Demung. Khazanah Cerita Tantri di Nusantara Dalam khazanah cerita nusantara, cerita tantri (Tantri Kamandaka) merupakan salah satu yang terkenal sebagai cerita fabel. Label ini diberikan sebab isinya didominasi oleh dongeng-dongeng yang menempatkan hewan sebagai posisi sentral dalam cerita. Cerita ini diadopsi dari kumpulan teks berjudul Pañcatantra yang diperkirakan digubah di Kashmir, India pada abad-abad pertama Masehi oleh seorang brahmana bernama Visnusarman.
Prof. Dr. Poerbatjaraka dan Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI
Nindya Noegraha
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 2, No 1 (2011): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (151.109 KB)
|
DOI: 10.37014/jumantara.v2i1.124
Agastya in den Archipel, merupakan disertasi seorang begawan Jawa Kuno yang cukup terkenal, R.M. Ng. Poerbatjaraka didapat dari Universiteit Leiden (Jurusan bahasa bahasa Arya) pada tahun 1926. Prof. Dr. R.M.Ng. Poerbatjaraka lahir di Surakarta pada 1 Januari 1884, terlahir dengan nama Lesya, merupakan salah satu tokoh pendidikan yang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh para cendekiawan-cendekiawan masa kini, khususnya dalam hal kebudayaan. Pada 25 Juli 1964, sang begawan telah meninggalkan murid-muridnya untuk menghadap Gusti Ingkang Murbeng Jagad. Dunia kebudayaan nusantara berkabung atas meninggalnya Prof. Poerbatjaraka. Ibarat gajah mati meninggalkan gadingnya, Prof. Poerba wafat meninggalkan warisan pengetahuan yang tidak ternilai harganya. Begitu suburnya Prof. Poerba dalam berkarya mulai tahun 1914-1962 telah menghasilkan sebanyak 79 karya tulis yang sangat luar biasa bagi sumbangan ilmu pengetahuan. Hubungan dengan para cendekiawan baik dalam dan luar negeri sangat luas serta sangat dihormati. Manurut informasi, bahwa Prof. Poerba sangat percaya dan menghormati kepada seorang pakar dalam bidangnya, hal ini yang perlu untuk diteladani. Jika ingin meluruskan pendapat seorang pakar, maka beliau menggunakan argumantasi-argumentasi ilmiahnya.
Peranan Sultan Dalam Pengembangan Tradisi Tulis di Kesultanan Buton
Hasaruddin Hasaruddin;
Andi Tenri Machmud
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 3, No 2 (2012): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1261.181 KB)
|
DOI: 10.37014/jumantara.v3i2.415
Kesultanan Buton memiliki banyak peninggalan naskah yang umumnya berada dalam wilayah kraton. Naskah-naskah tersebut ditulis oleh para pembesar kerajaan. Para sultan umumnya memiliki peranan yang cukup besar dalam proses tradisi tulis dalam lingkungan Kesultanan Buton. Hasil karya para sultan tidak hanya berupa naskah yang berbahasa Wolio tetapi juga berbahasa Melayu dan Arab.
I SAKALA DIHYANG: RELASI PRASASTI AKHIR MAJAPAHIT DAN NASKAH-NASKAH MERAPI-MERBABU
Rendra Agusta
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 9, No 2 (2018): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1344.71 KB)
|
DOI: 10.37014/jumantara.v9i2.243
Relasi antara kajian arkeologi dan filologi terkait dalam kajian-kajian relief dan epigrafi. Dalam pembangunan candi, biasanya diikuti pemahatan kisah Sastra Jawa dalam relief candi-candi di Jawa. Proses pemahatan juga sejalan dengan pola kebudayaan di masa lampau. Pada masa kemunduran politik Majapahit itu, terjadi peningkatan jumlah pembangunan tempat suci di pegunungan Jawa. Akhir kekuasaan Majapahit menjadi rentang waktu yang penting sebagai penanda transformasi kebudayaaan. Penelitian ini akan menyajikan pembacaan ulang terhadap inskripsi di Candi Sanggar, sebuah candi yang berada di lereng gunung Bromo. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Filoarkeologi. Sebuah perspektif arkeologi terhadap artefak dan naskah. Penelitian ini berusaha memperlakukan, mendekripsikan, dan menginterpretasikan sebagai teks yang merefleksikan kebudayaan pendukungnya. Penelitian terhadap inskripsi pendek Candi Sanggar yang dihanya menempatkan inskripsi sebagai susunan huruf dan bahasa Jawa Kuna. Hal ini tentu membuka untuk pembacaan lain, yakni menempatkan inskripsi sebagai susunan angka atau simbol. Kajian yang kurang komprehensif tentu menyebabkan terjadinya salah tafsir. Maka tulisan ini menempatkan inskripsi pendek Candi Sanggar dalam interpretasi dengan mempertimbangkan kajian-kajian filologis, utamanya pada naskah-naskah beraksara Buda. Penelitian ini menjajarkan inskripsi Candi Sanggar dengan naskah-naskah koleksi Merapi-Merbabu. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa inskripsi pendek di Candi Sanggar dapat disejajarkan dengan kaidah Sengkalan Dihang. Simpulaninskripsi Candi Sanggar adalah Sengkalan Dihyang berbunyi 75(1,3), 55(3,5), 67(3.3), 57 (3,2).
Babad Awak Salira: Intertekstualitas Naskah Sunda Islami
Isep Bayu Arisandi;
Titin Nurhayati Ma'mun;
Undang Ahmad Darsa
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 12, No 1 (2021): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (830.312 KB)
|
DOI: 10.37014/jumantara.v12i1.1151
This paper shows that the interrelationship between the texts is present in the ancient manuscripts of the archipelago. Babad Awak Salira (BAS) manuscript is a Sundanese manuscript which contains Islamic teachings. The amount of influence contained in Islamic teachings is presented in several stanzas that are bound by rules or meters. The method used in this research is descriptive analysis, with the use of an intertextuality approach in literary works. The analysis using the intertextuality approach shows that the BAS text has links with other texts; Javanese manuscripts and Islamic books. This paper resulted in the findings of several hipogram or text backgrounds that were “borrowed” in the compilation of BAS. At least 11 hipogram were found to be applied, by conversi, expansi, modification, or exerp. This paper shows that an intertextuality approach can be applied to old manuscript objects. Thus, an intertextuality approach will explore and derive borrowed forms from the background text or hipogram. The cultural linkages between Javanese and Sundanese can be recorded in a manuscript. It is seen from the text, that several Javanese macapat metrums are consistently carried over in the BAS manuscript.
Makna Ilustrasi dalam Serat Dewa Ruci: Kajian Kodikologis
Rendrawan Setya Nugrah
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 7, No 1 (2016): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1504.11 KB)
|
DOI: 10.37014/jumantara.v7i1.283
Serat Dewa Ruci merupakan koleksi Perpustakaan Reksapustaka Keraton Mangkunegaran dengan nomor katalog D 16. Dari segi penyajian, Serat Dewa Ruci memiliki kekhasan tersendiri. Pada Serat Dewa Ruci terdapat gambar-gambar penjelas yang biasa disebut ilustrasi. Ilustrasi terletak pada beberapa halaman naskah yang memberikan penjelasan tentang penokohan, alur, dan kejadian dalam cerita. Dari segi penceritaan, Dewa Ruci merupakan nama seorang dewa yang dijumpai oleh Wrekudara. Wrekudara sendiri merupakan tokoh utama dalam cerita ini. Digambarkan Wrekudara sedang mencari air suci atau dalam bahasa Jawa disebut tirta perwita yang membuat dirinya mencapai kesempurnaan hidup. Kisah Wrekudara digambarkan dalam beberapa ilustrasi yang menceritrakan perjalanan Wrekudara mencari tirta paerita. Guna membedah ilustrasi-ilustrasi dalam teks Serat Dewa Ruci perlu adanya suatu kajian, yakni kajian kodikologisyang membahas aspek-aspek di luar teks. Ilustrasi berfungsi menunjukkan bagian-bagian gambar yang dapat menceritakan apa maksud yang ingin disampaikan oleh penulis naskah.