cover
Contact Name
Fatkhu Rohmatin
Contact Email
jumantara.perpusnas2010@gmail.com
Phone
+6285748946460
Journal Mail Official
jumantara.perpusnas2010@gmail.com
Editorial Address
Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jln. Medan Merdeka Selatan No. 11 Jakarta Pusat
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara
Published by Perpustakaan Nasional
ISSN : 20871074     EISSN : 26857391     DOI : https://doi.org/10.37014/jumantara
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara menyajikan informasi mutakhir hasil kajian literatur dan penelitian bidang ilmu filologi dan pernaskahan Nusantara, yang mencakup: Kajian kodokologis, Teori-teori filologi, Edisi teks naskah kuno dan analisisnya, Kajian historis kepengarangan naskah kuno dan karyanya, Kajian multidisiplin berbasis naskah nusantara. Objek yang dijadikan kajian secara khusus bersumber pada naskah-naskah kuno Nusantara baik yang tersimpan di wilayah Nusantara maupun di luar wilayah Nusantara. Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara membuka kesempatan seluas-luasnya bagi peneliti naskah kuno Nusantara dari seluruh wilayah di dunia untuk turut berpartisipasi dalam penulisan artikel ilmiah yang sesuai dengan focus dan scope jurnal.
Articles 153 Documents
KRITIK NASKAH (KODIKOLOGI) ATAS NASKAH SEJARAH RAGASELA Wening Pawestri; Undang Ahmad Darsa; Elis Suryani
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 9, No 2 (2018): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (606.876 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v9i2.249

Abstract

Terdapat tiga naskah Sêjarah Ragasela yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor katalog Br 603, 101 a NBR 33 a, dan 101 a NBR 33b. Ketiga naskah Sêjarah Ragasela tersebut menggunakan bahasa dan aksara Jawa. Masing-masing naskah memiliki tebal 35 halaman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian filologi yang fokus pada penelitian kritik naskah (kodikologi). Kritik naskah merupakan pengkajian terhadap komponen fisik naskah atau kodeks yang terdiri dari inventarisasi naskah, deskripsi naskah, kekerabatan antarnaskah, dan penentuan naskah edisi.
Sabdopalon dan Nayagenggong Sebagai VidūṢaka dalam Serat Babad Pati Mohammad Taufiqul Hakim
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 7, No 1 (2016): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.982 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v7i1.280

Abstract

Penelitian ini mendudukkan Serat Babad Pati (selanjutnya disingkat SBP) sebagai teks sastra. Babad, atau sastra babad, diartikan sebagai buku yang membicarakan sejarah suatu daerah dan golongan masyarakat menurut anggapan waktu itu. Melalui gagasan Edward Said, yakni hermeneutika filologi, didapati pemahaman bahwa Sabdopalon dan Nayagenggong berperan sebagai pamong Raden Kembangjaya yang mempunyai sifat jenaka (vidūṣaka). Mereka senantiasa bergurau kala mendampingi sang majikan. Lebih dari itu, Nayagenggong yang juga berperan sebagai ayah Sabdopalon, berkedudukan sebagai yajamāna. Dalam tataran ritual, yajamāna ialah seorang pengatur perang. Sementara, tokoh yang berperan sebagai yajña, atau ‘yang diatur’ di dalam peperangan ialah Raden Kembangjaya, pendiri Kadipaten Pesantenan, cikal bakal Kadipaten Pati. Nayagenggong berjasa atas kemenangan Negeri Carangsoka atas Paranggaruda. Pertapa tua ini menyuruh Raden Sukmayana, Raja Negeri Carangsoka untuk menyerahkan keris Kyai Rambut Pinutung kepada Kembangjaya. Dengan begitu, pemimpin Paranggaruda, Adipati Yujopati dapat dikalahkan dan terciptalah perdamaian dunia.
Demitifikasi Ideologi Gender dalam Dua Teks Bhudistis dalam Sastra Bali Tradisional I Dewa Gede Windhu Sancaya; Cokorda Istri Sukrawati
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 6, No 1 (2015): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1020.158 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v6i1.313

Abstract

Sastra dan agama di Bali memiliki kaitan yang sangat erat. Dalam beberapa hal kedua kata tersebut justru sering digunakan secara bersama-sama, yaitu sastra-agama. Dalam hubungannya dengan agama, teks-teks sastra berbahasa Bali dapat diklasifikasikan menjadi: (1) Teks-teks Siwaistis, (2) Teks-teks Siwa-Bhudistis, (3) Teks-teks Budhistis, dan (4) Teks-teks Islamis. Secara kuantitatif teks-teks Bhudistis tidak terlalu banyak ditemukan dalam sastra Bali. Ada dua teks sastra Bali yang secara eksplisit menyebutkan dirinya sebagai teks Bhudistis, yaitu Geguritan Brayut dan Geguritan Chandrabanu. Yang menarik dan berbeda dari kedua teks tersebut adalah keduanya memberikan peran yang sangat penting (sentral) terhadap wanita di dalamnya, dan sekaligus sebagai tokoh utamanya, yaitu tokoh Men Brayut dalam Geguritan Brayut dan tokoh Dyah Somawati dalam Geguritan Chandrabanu. Kedua tokoh tersebut telah mendemitifikasi ideologi gender yang banyak mewarnai teks-teks Bali tradisional.
Kakawin Nilacandra: Telaah Intertekstual A.A. Gde Alit Geria
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 2, No 1 (2011): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.819 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v2i1.121

Abstract

Dalam karya sastra klasik peninggalan nenek moyang tersimpan berbagai permasalahan kehidupan pada zamannya. Untuk itulah khazanah sastra perlu digali agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat dipahami. Hal ini senada dengan pernyataan R.M.Ng. Poerbatjaraka ketika meresmikan berdirinya Fakultas Sastra Universitas Udayana tahun 1958, yakni: “Bali adalah pulau yang telah terkenal sebagai peti tempat penyimpanan dan pembendaharaan sastra dan budaya lama, maka berdirinya Fakultas Sastra ini dapat dianggap sebagai kunci wasiat untuk membuka pembendaharaan itu secara ilmiah” (Sudartha, 1989:10). Pernyataan tersebut sesungguhnya mengandung dimensi waktu jauh ke depan, agar peti yang mengandung misteri-misteri budaya lama dapat dipelajari dan dipahami oleh generasi penerus bangsa. Sastra klasik Bali memiliki kekhasan tersendiri dan yang terpenting adalah hingga kini masih terpelihara, lestari, dan hidup di Bali. Hal ini dapat dibuktikan dalam tradisi mababasan (pembacaan karya sastra secara bergiliran disertai diskusi). Tradisi mababasan hingga kini dikenal dengan Sekaa Pesantian. Sejalan dengan uraian itu, A. Teeuw (1998:40) mengatakan dimana-mana di pulau Jawa, Madura, Bali, Lombok, di bagian Sumatera dan Sulawesi, sastra memang sebagiannya diturunkan dan disimpan dalam naskah-naskah tertulis, tetapi sastra itu secara wajar dibacakan bersama-sama, antara pembawa dan pendengar; seringkali pula bergiliran perannya, seperti dalam mababasan di Bali dan nembang di Jawa. Di Bali karya-karya sastra Jawa Kuna dan Bali terus terpelihara, dikembangkan, dihayati, diulas serta ditulis kembali hingga kini. Melalui tradisi mababasan inilah masyarakat Bali mengakrabi dan mengapresiasi karya-karya Jawa Kuna dan Bali. Tradisi ini dapat dianggap sebagai ajang ‘kritik sastra’, karena melalui tradisi ini sebuah karya dibacakan, diterjemahkan, diulas serta dikomunikasikan antara anggota sesuai dengan kemampuan masing-masing. Di sini pula terjadi komunikasi dua arah dengan sangat ‘demokratis’ di antara anggota yang hadir, sehingga pada akhirnya akan disepakati adanya sebuah nilai luhur yang tersirat di dalamnya.
MAHIRAKACA; Kaca sebagai Udyana menurut Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca dalam Tradisi Wayang Yogyakarta Manu J. Widyaseputra
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 3, No 2 (2012): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3375.246 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v3i2.412

Abstract

Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca memuat naratif tentang peristiwa utpatti (kelahiran) Srikandi dan Trusthajumena. Peristiwa itu mempunyai peran yang sangat penting dalam viracarita Mahabharata dalam tradisi wayang Yogjakarta, karena pada saat yang bersamaan terjadi peristiwa-peristiwa ilahiah yang kelak sangat menentukan keberadaan Pandhava dalam menghadapi Kaurava di Kuruk?etra. Apabila ditelusuri sampai ke viracarita Mahabharata Asia Selatan, dapat diketahui bahwa peristiwa kelahiran itu merupakan adaptasi dan transformasi dari peristiwa yang sama, yang terdapat dalam viracarita karya Krsna Dvaipayana Vyasa.Dalam Tradisi Wayang Yogjakarta juga dikenal kisah kelahiran Sikhandi, yang disebut Srikandhi, dan kelahiran Dhrstadyumna, yang disebut Trusthajumena. Namun, peristiwa utpatti kedua tokoh itu dalam tradisi Mahabharata Sansekerta mengalami proses adaptasi dan transformasi ke dalam Tradisi Wayang Yogyakarta. Peristiwa utpatti Srikandhi dan Trusthajumena dapat dijumpai dalam Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca. Dalam lampahan ini peristiwa utpatti Srikandhi dan Trusthajumena berlangsung pada saat yang bersamaan, berlainan dengan yang terdapat dalam tradisi Mahabharata Sansekerta. Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca yang akan dibahas pada kesempatan ini didasarkan pada sebuah naskah, yakni Mahabarata Ngayogyakarta IV yang digubah oleh Kangjeng Raden Tumenggung Brangtakusuma. Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca ini terdapat dalam jilid IV Mahabarata Ngayogyakarta tersebut. Lampahan Tumurunipun Taman Maerakaca ini akan dibahas berdasarkan teori estetika Sansekerta yang disusun oleh Bhamaha dalam Kavyalamkara, Dandin dalam Kavyadarsa, dan juga Bharata dalam Natyasastra.
CARA MENJADI KAYA DALAM SĔRAT RAJABRANA Sumarsih Sumarsih
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 9, No 1 (2018): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (614.133 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v9i1.240

Abstract

Sĕrat Rajabrana yang dijadikan sebagai objek kajian berbentuk prosa, ditulis dengan tulisan Jawa cetak, berbahasa Jawa ragam krama, tergolong dalam sastra wulang. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah cara-cara menjadi kaya yang terkandung dalam naskah Sĕrat Rajabrana. Ada 7 cara pokok yang harus dilakukan ditambah 7 cara lagi yang juga harus dilakukan. Ke-14 cara tersebut harus dilakukan dengan teratur (ajeg) disertai dengan kemauan keras dan disiplin yang kuat. Dalam naskah Sĕrat Rajabrana juga disebutkan perilaku-perilaku apa yang menjadi halangan, yang bisa menguntungkan dan merugikan, juga gambaran hak dan kewajiban bagi orang kaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dengan tahapan inventarisasi, deskripsi, transliterasi, dan terjemahan. Hasil penelitian akan mengungkap makna teks dalam Sĕrat Rajabrana mengenai tahapan-tahapan yang ditempuh untuk menjadi kaya.
Konsep Raja Ideal pada Masa Sriwijaya Berdasarkan Bukti-Bukti Tertulis Muhamad Alnoza
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 11, No 2 (2020): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (676.755 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v11i2.1041

Abstract

The king in the Hindu-Buddhist era had such a big role for his people. The ideal king is needed by the people so that the country becomes prosperous. The concept of an ideal king has been known for a long time in the archipelago, even since before Hindu-Buddhist culture developed. In Java and Bali the ideal king is described in the Astabrata Concept. The concept of an ideal king in Srivijaya has never been discussed by researchers, even though Srivijaya was one of the ruling kingdoms in Indonesia during the early Hindu-Buddhist era. This study discusses about concept of the ideal king that developed in Srivijaya based on written data in the form of inscriptions scattered in several conquered Srivijaya areas. The concept of the ideal king of Srivijaya needs to be known to reconstruct how much acceptance of Hindu-Buddhist culture in Indonesia, especially during the Srivijaya era. In answering these problems, research was conducted with archeological methods, which consisted of data collection, analysis and interpretation. Based on this research, it can be seen that the concept of the ideal king of Srivijaya was much influenced by Buddhism, especially the Vajrayana school. The king in Srivijaya depicted as an excellent person, born as a man, diplomat and wealthy.
Adi Buddha dalam Candra Bhairawa Parwa I Nyoman Wahyu Angga Budi Santosa; I Nyoman Darma Putra; I Wayan Suardiana
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 13, No 2 (2022): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37014/jumantara.v13i2.3303

Abstract

This article contained the study of the Ādi Buddha in the Candra Bhairawa Parwa (CBP) it's one of the famous classical literature in Bali. The CBP is a part in a hipogram text of the Śiwāgama or famous title is Pūrwāgama Śāsana. The story of CBP is contained in sargah twelve. Śrī  Candra Bhairawa is the main figure in this story, he practiced the ideal cult called Yoga Sanyāsa. In that devotion, he realized the Ādi Buddha; that is the highest primordial principle in other names Bajradhāra. This study used hermeneutics theory and method of interpretation by Paul Ricoeur to research Ādi Buddha in the CBP. Interpreted the text to know the origin, manifest, and concept realized to the idea of liberating in Yoga Sanyāsa and then to know Ādi Buddha cult in Bali.
Menyoal Kembali Partikel Ta dalam Bahasa Jawa Kuno Dwi Puspitorini
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 13, No 2 (2022): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37014/jumantara.v13i2.1074

Abstract

Old Javanese is known as a language that has a predicate clause pattern (V) preceding the subject (S). Usually, there is a particle ta or its variation between the predicate-subject sequences (V-ta-S). Besides the V-S pattern, the S-V pattern is also found. In this paper, it is shown that the clause pattern in Old Javanese is triggered by the importance of forming a narrative discourse. Particle ta and several other syntactic elements have a role in shaping narrative discourse. Other syntactic elements are the definition of nouns, arguments in the form of nouns (NP) or pronouns, and affective-passive verbs.The source of the data I use for this study is the Old Javanese parwa text, namely Adiparwa edited by Juynboll (1906). According to Molen (2010, 396), parwa is a literary product in itself. Parwa must be viewed as a literary work, just like kakawin. There is a clear story structure aided by lexical, grammatical, and literary structuring tools. In this study, the grammatical elements used for the purpose of building the story are shown.
Jakarta Abad XIX dalam Kolofon Naskah Melayu Koleksi A.B. Cohen Stuart di Perpusnas RI Siti Deviyanti
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 13, No 2 (2022): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37014/jumantara.v13i2.3356

Abstract

As a note written directly by the copyist/owner of the manuscript outside the text of the manuscript, the colophon can serve as a source of information about the history of its manuscript. Not only that, colophons can also function as a source of past knowledge outside the manuscript’s tradition. This is as shown by the colophons contained in the Malay manuscripts collection of A.B. Cohen Stuart stored in the National Library of Indonesia. This research on colophon manuscripts was carried out using descriptive methods and philological work steps to analyze data sources in the form of colophons. The results of the analysis, it can be concluded that 38 Malay manuscripts from the collection of Cohen Stuart are estimated to have been collected during his duty as conservator at Bataviaasch Genootschap, Batavia (Jakarta) in 1862-1871. These manuscripts were copied and/or owned by as many as 22 copyists/owners who lived in 16 villages in Jakarta in the period 1863-1869, except for two manuscripts which are estimated to be dated to the 1840s. Most of the manuscripts were copied for commercial purposes, i.e. for rent or sale. In addition, this colophon analysis also reveals some of the history of the city of Jakarta in the 19th century, including the structure of government, the villages in Batavia, as well as the formation of the Betawi ethnicity and the livelihoods of its people.