cover
Contact Name
Firmansyah Putra
Contact Email
ljc.hukum@unja.ac.id
Phone
+6285267376700
Journal Mail Official
firmansyahputra@unja.ac.id
Editorial Address
https://online-journal.unja.ac.id/Limbago/editor
Location
Kota jambi,
Jambi
INDONESIA
Limbago: Journal of Constitutional Law
Published by Universitas Jambi
ISSN : -     EISSN : 27979040     DOI : https://doi.org/10.22437/limbago
Core Subject : Humanities, Social,
Limbago: Journal of Constitusional Law (ISSN Online 2797-9040) merupakan terbitan ilmiah berkala bidang hukum konstitusi dan tata negara. Jurnal ini diterbitkan oleh Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi sebagai media publikasi ilmiah dan diseminasi hasil penelitian bidang hukum tata negara dan konstitusi. Nama "LIMBAGO" berarti Lembaga dalam Bahasa Melayu, nama ini dipilih untuk merespons dinamika dan perubahan sosial. Terbit tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Februari, Juni dan Oktober, Limbago: Journal of Constitusional Law menggunakan model open access journal dengan sistem double blind peer review. Limbago: Journal of Constitusional Law berkomitmen menjadi forum diskusi dan pengkajian isu-isu kontemporer berkaitan dengan hukum tata negara dan konstitusi di Indonesia dan perspektif global.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 2 No. 1 (2022)" : 10 Documents clear
Analisis Yuridis Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Oleh Presiden Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sari Febriyanti; Kosariza Kosariza
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.717 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.16896

Abstract

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) merupakan salah satu jenis hukum yang posisinya setingkat keberadaannya dengan undang-undang dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Perppu ditetapkan oleh presiden dengan persyaratan tertentu yang diwajibkan oleh UUD 1945, dalam praktiknya, kehadiran Perppu banyak dipersoalkan mengenai urgensi dan eksistensi dikeluarkannya perppu dalam keadaan genting yang memaksa, keberadaan Perppu naik turun disesuaikan dengan politik hukum pemerintahan yang berlaku, serta dalam hal ini juga perlu untuk dilihat kedudukan dan prosedur pembentukan Perppu sesuai dengan Politik Hukum yang berlaku, berdasarkan permasalahan diatas maka penulisan menarik dua rumusan masalah sebagai berikut, Pertama, Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan?, Kedua, .Prosedur Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan? Selanjutnya Penulisan ini menggunakan metode Yuridis Normatif dikarenakan adanya kekaburan norma dalam pembentukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, sehingga diperoleh dua point utama, yaitu kedudukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dalam hierarki peraturan perundangan-undangan, dalam hal ini perppu berkedudukan sejajar dan setingkat dengan undang-undang, hal ini dapat dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah Konstitusi yang menegaska bahwa Perppu juga dapat dilakukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi selanjutnya mengenai proses pembentukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, proses pembentukan perpu dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dikarenakan kebutuhan hukum yang mendesak, sehingga proses pembentukannya lebih mudah, Kata Kunci : Presiden, Perppu, Kedudukan dan Prosedur Pembentukan.
Analisis Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Honorer Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Khusnul Ikhsana; Kosariza Kosariza
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.658 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.17386

Abstract

The purpose of this study is to 1) To analyze the legal arrangements for honorary workers based on Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus. 2) To analyze the legal protection of honorary workers based on Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus . The formulation of the research problems are: 1) What are the legal arrangements for honorary workers based on Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus? 2) How is the legal protection for honorary workers based on Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus? Honorary and State Civil Apparatus. The approach used is the statutory approach, conceptual approach and case approach. The technique of collecting legal materials is by conducting a systematization and then doing a qualitative descriptive analysis and drawing conclusions in a deductive way. Based on the results of the study, it can be concluded that, after the enactment of Law Number 5 of 2014 the arrangement of Honorary Personnel remains as Honorary Personnel. Not all Honorary Personnel can be appointed as CPNS based on Government Regulation Number 48 of 2005. However, Honorary Personnel who were appointed under 2005 have the opportunity to be appointed as CPNS according to the provisions stipulated in PP Number 48 of 2005 as amended several times recently. with Government Regulation Number 56 of 2012, while for Honorary Personnel whose appointments were above 2005 have the opportunity to be appointed as PPPK and/or CPNS after the provisions that regulate further on this matter.
Analisis Terhadap Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan M. Thalib; Syamsir Syamsir; Iswandi Iswandi
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (585.659 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.17451

Abstract

Abstract The purpose of this study is to determine and analyze the authority of the BPK in the Indonesian constitutional system based on the laws and regulations and to determine and analyze the authority of the BPK in conducting audits of state financial management and the laws and regulations in Indonesia. The research method used is a normative juridical method and the approach used is a conceptual approach and a normative approach. The results of the research are the basis for the formation of the BPK before the amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. also to DPD, DPRD, Central Government/Regional Government, Other State Institutions, Bank Indonesia, BUMN, Public Service Agency, BUMD, Foundation, and other institutions or bodies. The BPK is authorized by the 1945 Constitution to examine state finances and is responsible for managing state finances managed by state administrators. With the regulatory authority that is expressly delegated by legislators (legislative delegation of rule-making power) to BPK, then BPK can be said to have a very large and broad authority, covering the fields of regulation (legislative), implementation (executive), even the imposition of sanctions (judicial). This means who is at fault and responsible, and how much state financial losses must be accounted for, is determined by a BPK decision. Suggestions Expand full support from the government to BPK to make policy regulations that support the optimization of the role of BPK as an independent financial supervisory agency so that BPK has the flexibility and authority to realize its control function at every level of government in the scope of taxation and it is necessary to hold management training so that financial management more effective and efficient. This needs to be done to improve the image of BPK in the eyes of the Indonesian people. Keywords: Authority, Supreme Audit Agency. Abstrak Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan BPK dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan dan Untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan BPK dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan negara peraturan perundang-undangan di Indonesia. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normative dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual (Conceptual Approach) dan pendekatan perundang-undangan (normative approach). Hasil penelitian adalah Dasar Pembentukan BPK Sebelum Perubahan UUD NRI Tahun 1945 Sebelum adanya perubahan UUD NRI Tahun 1945, kedudukan BPK diakui dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dalam hal ini Lingkup Kewenangan BPK pasca perubahan UUD 1945 menjadi lebih luas, selain dapat memberikan pendapat kepada DPR, tetapi juga kepada DPD, DPRD, Pemerintahan Pusat/Pemerintahan Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, Yayasan, dan Lembaga atau badan lain. BPK diberi wewenang oleh UUD 1945 untuk memeriksa keuangan negara dan tanggung jawab atas pengelolaan keuangan negara yang dikelola oleh para penyelenggara negara. Dengan adanya kewenangan regulasi yang secara tegas didelegasikan pembentuk undang-undang (legilslative delegation of rule-making power) kepada BPK, maka BPK dapat dikatakan memiliki kewenangan yang sangat besar dan luas, mencakup bidang-bidang pengaturan (legislatif), pelaksanaan (eksekutif), bahkan juga penjatuhan sanksi (yudikatif). Artinya siapa yang bersalah dan bertanggung jawab, dan berapa kerugian keuangan negara yang wajib dipertanggungjawabkan, ditentukan dengan keputusan BPK. Saran Diperluaskan dukungan yang penuh dari pemerintah kepada BPK untuk membuat regulasi kebijakan yang mendukung optimalisasi peran BPK sebagai lembaga pengawas keuangan yang mandiri sehingga BPK memiliki keleluasaan dan kewenangan untuk mewujdkan fungsi kontrolnya di setiap level pemerintahan dalam ruang lingkup perpajakan dan perlu diadakannya training management agar pengelolaaan keuangan libih efektif dan efisien. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan citra BPK di mata masyarakat Indonesia. Kata Kunci : Kewenangan, Badan Pemeriksa Keuangan.
Pemilihan Kepala Desa dengan Menggunakan Sistem E-votting di Desa Ranggo Kecamatan Limun Kab Sarolangun Dedi Irawan; Firmansyah Putra
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.841 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.17542

Abstract

1.untuk mengetahui tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala desa mrnggunakan sistem E-votting di desa Ranggo kecematan limun 2.untuk mengetahui pelaksanaan pemilihan kepala Desa menggunakan sistem E- votting di desa ranggo Kecamatan limun kabupaten sarolangun
Analisis Kewenangan Mahkamah Agung Dalam Judicial Review Terhadap Peraturan Perundang-Undangan di Bawah Undang-Undang Dio Siaga Putra Pulungan; Ansorullah Ansorullah
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.109 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.17590

Abstract

This study aims to determine and analyze the authority of the Supreme Court in judicial review of the laws and regulations under the law and the legal consequences of the authority of the Supreme Court to instruct the makers of the regulations, in order to cancel the legal consequences caused by the laws and regulations. tested. The research method used is a normative juridical research type. The results of the study show that 1) The right of judicial review of laws and regulations at a lower level or under the law is the authority of the Supreme Court. The nature of the Supreme Court's Judicial Rights Decision, which is ex nunc or pro future, namely decisions that apply to the future. The Supreme Court in its decision stated that the statutory regulations requested for review were (1) invalid regulations or (2) not applicable to the public and (3) ordered the relevant agencies to revoke them; 2) the legal consequences of the RI Supreme Court decision Number 57/P/HUM/2019 against PKPU No. 3/2019 and PKPU No. 4/2019 that regarding the order to the KPU agency to revoke PKPU No. 3/2019 and PKPU No. 4/2019 which has been canceled within the 90-day deadline, is a logical consequence when a rule has been overturned by the Supreme Court. This provision is a form of affirmation of administrative actions that must be taken by the KPU that issued the regulation. The revocation must be carried out immediately, without the administrative action of the revocation, the Supreme Court's decision Number 57/P/HUM/2019 which has been declared to have no binding legal force is no longer enforceable.Keywords: Authority, Supreme Court, Judicial Review.
Analisis Hukum Tentang Pemanggilan Anggota Dpr Yang Diduga Melakukan Tindak Pidana Pasca Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 76/Puu-Xii/2014 Wahyu Wahyu saputra; Ridham Priskap
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (497.02 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.17635

Abstract

It is deemed necessary to examine the mechanism for taking action against DPR members who commit acts of corruption based on several considerations, namely first, that the DPR RI is currently in the highest position in the list of corruption cases. Second, efforts to eradicate corruption are a shared commitment that must be a priority. Based on this, the writer draws two formulations of the problem, namely How is the process of summoning members of the DPR by law enforcement officials after the issuance of the Constitutional Court's decision Number 76/PUU-XII/2014? And what are the legal implications of the decision of the Constitutional Court Number 76/PUU-XII/2014 on the process of summoning members of the DPR who are suspected of committing criminal acts? Furthermore, the author uses a normative juridical research method, so that two main points are obtained, namely, first, Article 245 before being submitted to the Constitutional Court, when law enforcement officials will conduct an examination of members of the DPR must obtain written permission, which means that the investigators will experience difficulties. stating that the examination must have a presidential permit does not answer the substance of the case application, because article 245 before being submitted to the Constitutional Court contains an examination permit from the MKD. Meanwhile, the decision of the case contains permission from the president. Keywords: Legal Analysis, DPR, Corruption
Analisis Pembentukan Badan Usaha Milik Desa Sebelum Dan Sesudah Di Undangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Iznan Habib Kashogi; Dasril Radjab; Bustanuddin Bustanuddin
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.409 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.17655

Abstract

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) diharapkan dapat meningkatkan perekonomiandan pelayanan umum kepada masyarakat di desa. Undang-Undang Nomor 6 Tahun2014 tentang Desa, menyebutkan BUMDes sebagai badan usaha. Badan usaha yangdimaksud tidak ditentukan secara khusus dalam Undang-Undang Desa. Hal inimenimbulkan berbagai masalah dalam pendirian maupun usaha BUMDes dimasyakarat desa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa status BUMDes sebelumdan sesudah diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang CiptaKerja, serta implikasinya karena dalam Pasal 117 Undang-Undang Cipta Kerjamengubah Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Desa yang sebelumnya menyebutBUMDes sebagai badan usaha diubah menjadi badan hukum. Penelitian inimenggunakan metode penelitian doctrinal research. Sumber bahan hukum yangdigunakan dalam penelitian ini meliputi bahan-bahan hukum primer, bahan-bahanhukum sekunder serta bahan-bahan hukum tersier dan metode analisis yangdigunakan metode analisis dedukatif. Dapat disimpulkan bahwa status BUMDessebelum diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja adalah badan usaha yangberbentuk badan hukum karena BUMDes telah memenuhi karakteristik dari badanhukum. Kemudian status badan hukum BUMDes dipertegas dalam Undang-UndangCipta Kerja yang membuat BUMDes dapat memiliki sifat seperti badan hukum yanglain pada umumnya dan BUMDes dapat disahkan sebagai badan hukum. Kata Kunci : Pembentukan, BUMDes, Badan Usaha, Badan Hukum
Analisis Kewenangan Kepala Daerah Dalam Menentukan Formasi Pengadaan dan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Wira Karnova Sandi; Irwandi Irwandi
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.774 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.17682

Abstract

Abstract This study aims 1) to determine and analyze the authority of regional heads in determining the formation of procurement and appointment of civil servants in the regions; 2) to find out and analyze the legal implications of regulations relating to the authority of the Regional Head (Governor, Regent/Mayor) in carrying out personnel management/ASN. The research method used is a normative juridical research type. The results of the study show that 1) Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government, there are fundamental changes, especially those related to regional personnel management/administration, and apparently there is no single article that regulates the administration of personnel management affairs for civil servants. country in the area. In this regard, through Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus, there are regulations relating to the authority of Regional Heads (Governor, Regent/Mayor) in carrying out personnel management/ ASN, which in its implementation is not further elaborated through Government Regulations. Number 11 of 2017 concerning the Management of Civil Servants; 2) legal implications for regulations relating to the authority of Regional Heads (Governor, Regent/Mayor) in conducting personnel management/ASN that the authority to determine the formation of Civil Servant procurement within the Regional Government is intended to address the problem so that there is no funding gap from the government to each region, because some of the funding for regional personnel (civil servants in the regions) comes from APBN revenues provided through the General Allocation Fund (DAU). Keywords: Authority, Regional Head, Procurement And Appointment Formation, Regional Civil Servants. Abstrak Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan kepala daerah dalam menentukan formasi pengadaan dan pengangkatan pegawai negeri sipil di daerah; 2) untuk mengetahui dan menganalisis implikasi hukum terhadap pengaturan yang berkaitan dengan kewenangan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) dalam menyelenggarakan manajemen kepegawaian/ASN. Metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, terdapat perubahan yang mendasar terutama yang berkaitan dengan manajemen/administrasi kepegawaian daerah, dan ternyata tidak ada satu pun pasal yang mengatur tentang penyelenggaraan urusan bidang manajemen kepegawaian bagi pegawai negeri sipil negara di daerah. Berkenaan dengan hal itu pula, melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ada pengaturan yang berkaitan dengan kewenangan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) dalam menyelenggarakan manajemen kepegawaian/ ASN, yang dalam implementasinya tidak dijabarkan lagi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil; 2) implikasi hukum terhadap pengaturan yang berkaitan dengan kewenangan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) dalam menyelenggarakan manajemen kepegawaian/ASN bahwa wewenang penetapan formasi pengadaan Pegawai Negeri Sipil yang berada pada Pemerintahan Daerah dimaksudkan adalah untuk mengatasi masalah agar tidak terjadi kesenjangan pendanaan dari pemerintah kepada masing-masing daerah, sebab sebagian pendanaan kepegawaian daerah (Pegawai negeri sipil di daerah) berasal dari pendapatan APBN yang diberikan melalui Dana Alokasi Umum (DAU). Kata kunci: Kewenangan, Kepala Daerah, Formasi Pengadaan Dan Pengangkatan, Pegawai Negeri Sipil di daerah.
Studi Komparatif Kewenangan Presiden Dalam Pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Sebelum Dan Sesudah Amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Gemmy Anugerah Prasetya; Meri Yarni; Muhammad Eriton
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.206 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.17700

Abstract

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai kewenangan Presiden dalam mengangkat Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan untuk mengetahui bagaimana tahapan mekanisme pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Tipe penelitian yang digunakan termasuk jenis penelitian yuridis normatif, yang mengacu pada norma-norma hukum, asas-asas hukum, sistematika hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum yang berhubungan dengan permasalahan pengaturan kewenangan Presiden dalam pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan aturan mengenai mekanisme pengankatan Kepala kepolisian Republik Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Bedasarkan hasil pembahasan, bahwa setelah bergulirnya masa order baru dan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, bahwa dalam pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Presiden harus meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dahulu sebagai cerminan dari sistem pemerintahan Indonesia yaitu sistem pemerintahan Presidensil dengan prinsip check and balances. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tidak terdapat aturan mengenai bagaimana calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang telah mendapat persetujuan DPR tetapi tidak ditetapkan oleh Presiden. Adapun mekanisme yang seharusnya, bahwa calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang telah melakukan fit and poper test dan telah mendapat persetujuan dari DPR haruslah dilantik/ditetapkan oleh Presiden.
Kewenangan Pemerintah Dalam Penetapan Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan topan jaya putra; Muhammad Amin
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.644 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.17871

Abstract

Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan pemerintah pusat terhadap penetapan karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar ditinjau dari peraturan perundang-undangan; 2) untuk mengetahui dan menganalisis implikasi hukum kewenangan pemerintah pusat terhadap penetapan karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar terhadap aspek hak asasi manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) kewenangan pemerintah pusat terhadap penetapan karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar ditinjau dari peraturan perundang-undangan diharapkan adanya harmonisasi kebijakan perlindungan hak kesehatan dan hak ekonomi secara bersamaan sehingga terjadi usaha penyelamatan nyawa dan kesehatan warga negara, dibanding penyelamatan ekonomi pemilik modal saja; 2) implikasi hukum kewenangan pemerintah pusat terhadap penetapan karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar terhadap aspek hak asasi manusia bahwa pembatasan Hak Asasi Manusi dalam keadaan darurat dapat diperbolehkan secara hukum, namun hak asasi manusia yang dapat dilakukan pembatasan yakni hak asasi manusia yang masuk dalam golongan derogable right (hak yang dapat dibatasi pemenuhannya), tidak dibenarkan pembatasan terhadap hak asasi manusia yang masuk dalam golongan non-derogable right (hak yang tidak dapat dibatasi pemenuhannya dalam keadaan apapun). . Kata kunci: Kewenangan, Pemerintah, Penetapan Karantina Wilayah, Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Page 1 of 1 | Total Record : 10