cover
Contact Name
Tri Mulyaningsih
Contact Email
trimulya@unram.ac.id
Phone
+62274-512102
Journal Mail Official
jik@ugm.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.ugm.ac.id/jikfkt/about/editorialTeam
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Ilmu Kehutanan
ISSN : 01264451     EISSN : 24773751     DOI : https://doi.org/10.22146/jik.28284
Focusing on aspects of forestry and environments, both basic and applied. The Journal intended as a medium for communicating and motivating research activities through scientific papers, including research papers, short communications, and reviews
Articles 206 Documents
Pengaruh Beberapa Karakteristik Kimia dan Fisika Tanah pada Pertumbuhan 30 Famili Uji Keturunan Jati (Tectona grandis) Umur 10 Tahun Daryono Prehaten; Sapto Indrioko; Suryo Hardiwinoto; Mohammad Na'iem; Haryono Supriyo
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.055 KB) | DOI: 10.22146/jik.34109

Abstract

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat memengaruhi pertumbuhan adalah sifat kimia dan fisika tanah. Beberapa famili jati yang ditanam pada lokasi yang berbeda diduga mempunyai respon pertumbuhan yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan (tinggi dan diameter) tanaman jati dari 30 famili yang ditanam pada dua lokasi yang berbeda, secara khusus untuk mengetahui pengaruh karakteristik sifat kimia dan fisika tanah pada pertumbuhan jati di dua lokasi tersebut. Metode penelitian yang dilakukan untuk mengukur pertumbuhan 30 famili jati yaitu tinggi total tanaman dan diameter setinggi dada. Sampel tanah diambil dengan terlebih dahulu membuat lubang profil tanah berukuran 1 m × 1 m dengan kedalaman 1 meter kemudian sampel diambil dari kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, 20-40 cm, dan 40-60 cm. Sifat kimia yang diamati adalah pH H2O, C Organik, N total, P, K, Ca, dan Mg tersedia serta Kapasitas Pertukaran Kation (KPK), sedangkan sifat fisik yang diukur adalah tekstur. Analisis statistik dilakukan dengan melakukan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan parameter diameter tanaman, semua (30) famili tanaman jati menunjukkan perbedaan yang nyata di antara dua lokasi, sedangkan parameter tinggi hanya sebagian kecil famili yang berbeda nyata. Karakter kimia dan fisik tanah juga menunjukkan perbedaan nyata di antara dua lokasi. Parameter kimia tanah yaitu pH H2O, K, Ca, dan Mg tersedia, berbeda nyata antara 2 lokasi sedangkan kandungan C Organik, P tersedia dan KPK tidak berbeda nyata. Sementara dari sifat fisiknya, kandungan lempung dan debu pada dua lokasi berbeda nyata, sedangkan kandungan pasirnya tidak berbeda secara nyata. Perbedaan-perbedaan tersebut menunjukkan beberapa sifat tanah memang memengaruhi respon tanaman jati dalam hal pertumbuhan baik tinggi maupun diameternya. The Effect of Soil Chemical and Physical Characteristics on Growth of 30 Families of Teak (Tectona grandis) in a 10-year-old Progeny TestAbstractSome environmental factors that greatly affect plant growth are soil’s physical and chemical properties. Some teak families planted at different locations alleged to have different growth responses. This study aimed to investigate the growth response of teak (height and diameter) from 30 families, and to determine the effect of soil chemical and physical characteristics on teak growth in two different locations. Teaks were measured for total height and diameter at breast height. Soil pits (size: 1 m x 1 m and 1 m in depth) were dug and samples were taken from 0-10 cm, 10-20 cm, 20-40 cm and 40-60 cm in depth. Soil characteristics measurement were conducted on pH (H2O), organic carbon, total Nitrogen, available P, K, Ca, and Mg, also the Cation Exchange Capacity (CEC). Further, soil physical properties been measured was soil texture. Statistical analysis was performed by t- test. The results showed that teak’s diameter of all 30 families, showed significant differences between the two locations, while only a small proportion of height parameters significantly differed among families. Chemical and physical characters of the soil also showed differences between the two locations. Soil pH (H2O), available K, Ca, and Mg, were significantly differed between the two locations while the content of organic C, available P and the CEC were not significantly differed. For the soil physical properties, content of clay and silt in two location significantly differed whereas the sand content did not differ significantly. These differences indicate that some properties of the soil were affecting the growth response of teak famili in terms of both height and diameter.
Dampak Keterbukaan Tajuk terhadap Kelimpahan Tumbuhan Bawah pada Tegakan Pinus oocarpa Schiede dan Agathis alba (Lam) Foxw. Danang Wahyu Purnomo; Didi Usmadi; Julisasi Tri Hadiah
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (533.683 KB) | DOI: 10.22146/jik.34121

Abstract

Keberadaan tumbuhan bawah sebagai akibat adanya bukaan tajuk merupakan keuntungan tersendiri bagi ekosistem lokal termasuk penyediaan nutrisi bagi tegakan yang ada. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dampak keterbukaan tajuk terhadap keragaman tumbuhan bawah. Metode pengambilan data dilakukan menggunakan line transect dengan plot 2 m × 2 m dengan arah memotong garis kontur pada tegakan Pinus oocarpa, Agathis alba, dan hutan alam sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman tumbuhan bawah pada semua tegakan tergolong tinggi, dimana indeks keragaman pada tegakan Pinus oocarpa sebesar 3,19, tegakan Agathis alba sebesar 3,19, dan hutan alam sebesar 3,48. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi prosentase tutupan tajuk maka keragaman jenis akan semakin berkurang. Pengurangan tutupan tajuk sebesar 100% akan menghasilkan kenaikan indeks keragaman sebesar 2,11. Kegiatan penjarangan atau perampingan tegakan perlu dilakukan pada tegakan pinus di tegakan pinus di Petak 43 Lebak Siu (nilai rerata tutupan tajuk/X=0,7 dan Petak 44 Rangkahan (X= 0,65), serta pada tegakan agathis di Petak 55 Kompos (X =0,51) dan Petak 55 Pancuran (X= 0,50). Pembabatan tumbuhan bawah perlu dilakukan untuk jenis-jenis eksotis yang berpotensi invasif seperti Clidermia hirta, Disporum uniflorum, dan Nephrolepis exaltata untuk mempertahankan kelestarian jenis asli. Impacts of Canopy Gap to the Understory Plants Abundance on Stands of Pinus oocarpa Schiede and Agathis alba (Lam.) Foxw.AbstractUnderstory plant existed by canopy gap is distinct advantages for the local ecosystem, including the provision of nutrition for the forest stand. The research aimed to identify impacts of canopy gap to the understory plants abundance. Data were collected using line transect method, which a plot (2 m × 2 m) was placed on opposite direction with contour line in Pinus oocarpa stand, Agathis alba stand, and the natural forest as a control. The results showed that diversity of understory in all stands was high, i.e. Diversity Index (H’) of pine stands was 3.19, agathis stands was 3.19, and the natural forest was 3.4. Regression analysis showed a higher value of canopy cover significantly decreased species diversity. Reduction of 100% canopy cover would result in an increase of diversity index of 2.11. Thinning and pruning were required on pine stands in Block 43 Lebak Siu (canopy cover average/ X=0.7) and Block 44 Rangkahan (X=0.65) as well as agathis stands in Block 55 Kompos (X =0.51) and Block 55 Pancuran (X=0.50). Clearing was required to the exotic plants i.e. Clidermia hirta, Disporum uniflorum, and Nephrolepis exaltata to maintain the sustainability of native species.
Evaluasi Sistem Kompensasi Kayu Hutan Produksi pada Hak Ulayat Suku Sougb, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat Jonni Marwa; Simson Werimon
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (444.313 KB) | DOI: 10.22146/jik.34122

Abstract

Kompensasi di Provinsi Papua Barat merupakan upaya pemerintah menekan konflik pemanfaatan kayu dari hutan produksi antara korporasi dan masyarakat adat. Hanya saja dalam implementasinya sering timbul ketidakpuasaan terhadap aliran manfaat yang diterima. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi sistem kompensasi kayu yang dipungut dari hak ulayat Suku Sougb berdasarkan: aliran manfaat, nilai WTP dan WTA, mekanisme, dan isi kebijakan kompensasi. Penelitian ini dilakukan di wilayah  Kabupaten Teluk Bintuni khususnya pada hak ulayat masyarakat Suku Sougb yang berdiam di Kampung Bina Desa, Kampung Lama, Tirasai, Atibo, dan Tihibo. Obyek kajian adalah pemilik hak ulayat Suku Sougb dan pihak perusahaan yang dipilih secara purposif. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dengan menggunakan kuisioner. Selanjutnya data yang terkumpul dianalis secara statistik dan disajikan secara deskriptif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kompensasi kayu dari hutan produksi yang berada di wilayah hak ulayat Suku Sougb telah memberikan manfaat rata-rata per tahun mencapai Rp. 293.764.482. Nilai WTA masyarakat adat untuk jenis kayu merbau rata-rata total Rp. 729.032,- sedangkan WTP perusahaan Rp. 60.000/m3 sampai Rp. 100.000/m3. Mekanisme kompensasi yang dipraktekkan selama ini dalam pengusahaan hutan produksi di Papua Barat menunjukkan bahwa tidak satupun dari kriteria kunci yang dilaksanakan secara utuh atau lengkap. Terdapat celah kebijakan yang menjadi permasalahan tentang kompensasi baik pada standar pengenaan kompensasi, prosedur dan tata cara pembayaran, serta pembinaan, pengawasan, dan pelaporan. Evaluation of Compensation System of Production Forest in Communal Land Right of Sougb Tribe, Teluk Bintuni Regency, West Papua ProvinceAbstractIn West Papua Province, the compensation program was intended to solve the conflict between local people and logging corporations. Nevertheless, the program has not been implemented effectively. Therefore, the goal of this study was to evaluate the compensation of communal land right of Sougb Tribe in term of benefit flow, WTP, WTA, the mechanism as well as the compensation policy. This research took place in Teluk Bintuni Regency and data were collected in five villages (Kampung Bina Desa, Kampung Lama, Tirasai, Atibo and Tihibo) as communal landowner of Sougb Tribe. Then, the local people and corporation were purposively interviewed using questionnaire. Data were analysed statistically and presented descriptively. The results showed that the compensation of communal land right of Sougb Tribe per year was IDR 293,764,482 on average; WTA of local people for Merbau was IDR 729,032 ; and WTP of logging corporation ranged from IDR 60,000/m3 to IDR 100,000/m3. The mechanism of compensation has been carried out for about couple of years without paying full attention to the key criteria. Consequently, compensation policy has not been enforced fully such as standard payment of compensation, the payment procedures, local community development, controlling and reporting.
Karakteristik Petani dan Kontribusi Hutan Kemasyarakatan (HKm) Terhadap Pendapatan Petani di Kulon Progo Indah Novita Dewi; San Afri Awang; Wahyu Andayani; Priyono Suryanto
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (383.908 KB) | DOI: 10.22146/jik.34123

Abstract

Salah satu program yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan terkait pemberdayaan masyarakat adalah program Hutan Kemasyarakatan (HKm), yang salah satunya berlokasi di Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi petani HKm Kulon Progo dan kontribusi HKm terhadap pendapatan petani. Penelitian dilakukan mulai November 2013 sampai dengan Februari 2014. Data dikumpulkan melalui survei dan wawancara kepada anggota kelompok tani dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan petani HKm rata-rata berusia 53 tahun, pendidikan petani rendah karena 53% lulusan SD. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga 4 orang. Rata-rata luas lahan andil 2.128 m2 dan rata-rata luas lahan milik 2.947 m2 sehingga termasuk petani gurem. Tujuh puluh persen petani HKm hutan produksi dan 47,3% petani HKm hutan lindung masuk ke dalam kategori miskin sekali dan miskin. Kontribusi HKm pada pendapatan petani adalah 6,4% pada hutan produksi dan 4,8% pada hutan lindung. Kecilnya kontribusi dari HKm berimplikasi pada upaya peningkatan pendapatan petani melalui pengembangan potensi tanaman empon-empon dan umbi-umbian serta potensi wisata. Characteristic of Farmer and Contribution of Community Forestry to Farmer’s Income in Kulon ProgoAbstractOne of the project that is held by Ministry of Forestry is Community Forestry (CF), which one is located in Kulon Progo. This research aim was to obtain the social-economic characteristic of CF farmers in Kulon Progo and to know the contribution of CF to their total earning. The data collection had been held from November 2013 until February 2014 and was collected by survey and interview to some members of CF groups. The data was analyzed by descriptive qualitative method. The results showed that the average of  farmer’s age was 53; farmer’s education was in a low level as 53% were graduated from elementary school. The average of family member were 4 persons. The average of CF land was 2.128 m2 and the average of farmers’s own land was 2.947 m2. That was meant that the farmer was near to be categorized as poor farmer. Seventy percent of farmers from production forest and 47.3% farmers from protected forest were categorized as very poor and poor. CF contribution towards farmer’s income was 6.4% in production forest and 4.8% in protected forest. The low contribution of CF implicated to improve farmer’s income through developing non-timber forest product asherbs and edible root and also potential for eco-tourism.
Kajian Peningkatan Potensi Ekspor Pelet Kayu Indonesia sebagai Sumber Energi Biomassa yang Terbarukan Victor Tulus Pangapoi Sidabutar
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (996.16 KB) | DOI: 10.22146/jik.34125

Abstract

Dunia saat ini mulai beralih dari menggunakan batu bara ke sumber energi yang terbarukan. Salah satunya adalah pelet kayu demi mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan pengganti energi fosil. Produsen utama pelet kayu di dunia saat ini adalah Amerika Serikat sedangkan untuk wilayah ASEAN adalah Vietnam. Di ASEAN, potensi Indonesia tidak kalah dari Vietnam. Indonesia unggul dalam jumlah luas hutan tanam dan pertanian yang lebih luas dibandingkan Vietnam. Selain itu, keragaman hayati tumbuhan yang ada dapat dijadikan sumber bahan baku pelet kayu yang unik dibandingkan pesaing lainnya. Legalisasi dan regulasi untuk keberlangsungan bahan baku merupakan persyaratan utama untuk memasuki pasar Eropa. Pemerintah Indonesia memberikan dukungan penuh dengan semakin mudahnya perijinan terkait legalisasi dan keberlangsungan bahan baku kayu. Study of Increasing the Export Potential of Indonesia Wood Pellets as a Source of the Renewable Biomass Energy SourceAbstractThe world today is beginning to switch from using coal into renewable energy sources. One of them is wood pellets in order to reduce greenhouse gas emissions and increase the use of renewable energy substitute for fossil energy. The major manufacturer of wood pellets in the world today is the United States, while for the ASEAN region is Vietnam. In ASEAN, Indonesia’s potential is not less than Vietnam. Indonesia superior in numbers of forests and agricultural crops compare to Vietnam. In addition, the existing plant biodiversity that can be used as a source of raw material for wood pellets are unique compared to other competitors. Legalization and regulation in terms of the sustainability of raw materials is a key requirement to enter the European market. The Indonesian government gave full support to the more easily permits related legalization and sustainability of wood raw material.
Understanding the Impacts of Recurrent Peat Fires in Padang Island – Riau Province, Indonesia Ari Susanti; Oka Karyanto; Agus Affianto; Ismail Ismail; Satyawan Pudyatmoko; Trias Aditya; Haerudin Haerudin; Hendra Arditya Nainggolan
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (518.408 KB) | DOI: 10.22146/jik.34126

Abstract

Padang Island in Riau Province of Indonesia has been severely impacted by recurrent fires in 2014 and 2015, leading to severe peat ecosystem degradation and people´s livelihood. Therefore, analyzing the peat fires should not be isolated from socio-economic and local political context. Much has been written about peat fires  especially the magnitude of the fires, however the linkages between ecological and livelihood system of peatland ecosystem gained only scant attention. This paper analyzes how the drivers of peat fires are causing a steady decline in Padang Island and aims to provide more holistic understanding on how the drivers interplay and continue to feed the process of peatland degradation with its associated impacts on local economic development and people’s livelihood. Multidisciplinary approach was applied in this study. This includes remote sensing data analysis, analysis on related documents such as historical documents and regulations. Intensive fieldwork was conducted in the island in which series of FGDs and interviews were executed. We found that the global demands for agricultural commodities have led to massive peat drainage for monoculture farming on peat lands. The high dependency on global commodity market and monoculture farming has created livelihood vulnerability, especially because of the price fluctuation of agricultural products at global market. Moreover, the monoculture farming on peat lands tends to be unsustainable since it demands peat drainage, provides less options for sources of income and tends to marginalize indigenous knowledge about farming on peatland (paludiculture) which have been practiced for centuries in the island. Memahami Dampak Kebakaran Lahan Gambut yang Berulang di Pulau Padang-Provinsi Riau, IndonesiaIntisariPulau Padang yang terletak di Provinsi Riau, Indonesia mengalami kebakaran lahan gambut cukup parah dan berulang pada tahun 2014 dan 2015 yang mengakibatkan degradasi ekosistem gambut dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, seharusnya analisis kebakaran lahan gambut tidak dapat dapat dipisahkan dari konteks sosial ekonomi dan politik lokal. Sudah banyak tulisan yang menganalisis tentang kebakaran lahan gambut terutama terkait dengan besarnya kebakaran, tetapi sangat sedikit yang menganalisis hubungan antara sistem ekologi dan sistem kehidupan masyarakat. Artikel ini menganalisis bagaimana faktor-faktor penyebab kebakaran lahan gambut juga mengakibatkan degradasi yang terusmenerus di Pulau Padang dan bertujuan untuk berkontribusi pada pemahaman yang lebih menyeluruh mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut bekerja, saling terkait, dan secara terus-menerus mempengaruhi proses degradasi lahan gambut serta dampaknya terhadap pembangunan ekonomi lokal dan kehidupan masyarakat. Penelitian ini menerapkan pendekatan multi-disiplin yang meliputi analisis data penginderaan jauh, dokumen sejarah dan peraturan terkait. Penelitian lapangan dilakukan secara intensif di Pulau Padang, meliputi serial diskusi kelompok terfokus dan wawancara. Kami menemukan bahwa permintaan pasar global akan komoditas pertanian berkontribusi terhadap drainase lahan gambut skala besar untuk pertanian monokultur pada lahan gambut. Tingginya ketergantungan terhadap pasar global komoditas dan pertanian monokultur telah menciptakan kehidupan masyarakat yang rentan. Hal ini terutama karena besarnya fluktuasi harga komoditas pertanian di pasar global. Di samping itu, pertanian monokultur pada lahan gambut cenderung tidak berkelanjutan karena mensyaratkan pengeringan lahan gambut dengan drainase, menawarkan pilihan sumber penghasilan masyarakat yang lebih sedikit dan meminggirkan pengetahuan lokal tentang paludikultur yang sudah dipraktekkan selama berabad-abad di Pulau Padang.
Prediksi Lebar Tajuk Pohon Dominan pada Pertanaman Jati Asal Kebun Benih Klon di Kesatuan Pemangkuan Hutan Ngawi, Jawa Timur Ronggo Sadono
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 12, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1183.339 KB) | DOI: 10.22146/jik.40143

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model perkembangan lebar tajuk pohon dominan jati asal Kebun Benih Klon pada tegakan berkualitas baik.Penelitian dilakukan di Kesatuan Pemangkuan Hutan Ngawi pada petak tanaman jati asal Kebun Benih Klon bertumbuhan baik pada umur 615 tahun. Petak tanaman bertumbuhan baik ditentukan berdasarkan kriteria persentase keberhasilan tanaman, rata-rata tinggi pohon dan rata-rata diameter batang serta aksesibilitasnya. Pada petak yang memenuhi syarat bertumbuhan baik dipilih sebanyak 30 sampel pohon dominan dan tiap sampel diukur radius tajuk pada empat arah mata angin. Hasil pengukuran radius tajuk digunakan untuk menghitung rata-rata radius tajuk sebagai rata-rata kuadratik 4 arah pengukuran radius tajuk dan lebar tajuk sebagai dua kali rata-rata radius tajuk. Rata-rata aritmatik dari lebar tajuk 30 pohon dominan tiap petak pengukuran digunakan sebagai variabel respons dan umur tegakan sebagai variabel prediktor. Data pengukuran selanjutnya dipilah menjadi dua bagian, yaitu sebagian besar untuk pengembangan model dan satu bagian lagi untuk validasi model. Analisis regresi non linear dengan metode kuadrat terkecil digunakan untuk memilih 4 kandidat model penduga rata-rata lebar tajuk, yaitu model Sigmoid, Power, Schumacher dan Gompertz. Pemilihan model didasarkan atas nilai koefisien determinasi tertinggi dan standard error of the estimate terkecil serta signifikansi uji F dan uji T. Akhirnya, model terbaik diuji kelayakannya dengan kriteria root mean squared error, simpangan agregatif dan simpangan relatif. Model Gompertz adalah model terbaik untuk memprediksi perkembangan rata-rata lebar tajuk pohon dominan, yang dapat dituliskan dengan persamaan:CW = 6,585 Xe-0,705xe-0,091sagedan dapat menjelaskan 79% variasi data. Model tersebut lolos validasi dan layak digunakan untuk memprediksi rata-rata lebar tajuk pohon dominan jati asal Kebun Benih Klon pada tegakan berkualitas baik umur 6 tahun sampai dengan umur 15 tahun di Kesatuan Pemangkuan Hutan Ngawi.Predicting Crown-width of Dominant Trees on Teak Plantation from Clonal Seed Orchards in Ngawi Forest Management Unit, East JavaAbstractThis study aims to determine the model of crown width development of the dominant teak tree planted using seeds from clonal seed orchards. The research was carried out in Ngawi Forest Management Unit on the good quality teak compartment having stands age from 6 to 15 years old. The good quality compartments were determined based on higher stand density, taller average tree height, larger average stem diameter, and good accessibility. In a well-qualified compartment, 30 samples of the dominant tree were selected and each sample was measured for the crown radius in the four radii. The measured crown radius was used to calculate average crown radius as a quadratic mean of 4-crown radii and crown width as double of average crown radius. The arithmetic mean of the crown width of the 30 dominant trees in each measured compartment was used as the response variable and stand age as the predictor variable. The measurement data were then sorted into two parts, namely: mostly for model fitting and the remaining for model validation. Non-linear regression analysis with the least squares method was used to evaluate 4 candidate models of average crown width, namely: Sigmoid, Power, Schumacher, and Gompertz models. The model selection was based on the highest coefficient of determination and the smallest standard error of the estimate and the significance of F test and T test. The best model was eventually validated using the following criteria : root mean squared error, aggregate deviation, and relative deviation. Gompertz model was the best model to predict the average crown width development of dominant teak tree and expressed as:CW = 6.585 Xe-0.705xe-0.091xageand able to explain 79% variation of data. The model was passed based on statistical validation and it was feasible for predicting the average of crown width of dominant teak tree from clonal seed orchards on good quality stand aged 6 to 15 years in Ngawi Forest Management Unit.
Pemanenan Kayu Hutan Rakyat (Studi Kasus di Ciamis, Jawa Barat) Timber Sukadaryati Sukadaryati; Yuniawati Yuniawati; Dulsalam Dulsalam
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 12, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1311.239 KB) | DOI: 10.22146/jik.40144

Abstract

Pemanenan kayu di hutan rakyat yang tepat guna dapat memberikan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan memberikan keuntungan finansial bagi pengelola hutan rakyat. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kegiatan pemanenan kayu hutan rakyat studi kasus di daerah Ciamis (Jawa Barat) aspek penebangan, pengeluaran kayu dan efisiensi pemanfaatan kayu. Hasil penelitian kegiatan pemanenan kayu di areal hutan rakyat di Desa Kertabumi dan Bojonggedang, Kabupaten Ciamis menunjukkan bahwa: 1). Kegiatan penebangan pohon di hutan rakyat dilakukan menggunakan alat tebang chainsaw dengan kisaran produktivitas penebangan 4,880 m/jam-8,578 m/jam; 2). Kegiatan pengeluaran kayu di hutan rakyat dilakukan menggunakan sepeda motor yang dimodifikasi dengan kisaran produktivitas 0,753 m/jam-0,506 m/jam, dengan kisaran jarak pengeluaran kayu ke pinggir hutan 115 m-161 m; 3). Efisiensi pemanfaatan kayu di hutan rakyat berkisar 98,72%-99,14%; 4). Teknik pemanenan kayu di hutan rakyat masih meninggalkan tunggak yang cukup tinggi dan belum memperhatikan keselamatan kerja. Teknik pemanenan kayu di hutan rakyat masih memerlukan perbaikan terhadap tinggi tunggak penebangan. Sebaiknya pemilik hutan rakyat tidak menjual kayu kepada bandar dalam bentuk pohon yang masih berdiri. Pengeluaran kayu dengan sepeda motor masih memerlukan perbaikan desain khususnya terkait dengan konstruksi penyangga beban di bagian kiri dan kanan sepeda motor untuk mengurangi kecelakaan kerjaTimber Harvesting in Community Forest (Case Study in Ciamis, West Java)AbstractEfficient timber harvesting in community forests can provide efficient use of Naskah masuk (received): 30 Nopember 2017 forest resources and provide financial benefits for community forest Diterima (accepted): 27 Maret 2018 managers. This paper aims to provide information on forest harvesting activities in the Ciamis area (West Java), such as aspects of tree felling, timber extraction, and timber utilization efficiency. The results of research on timber harvesting in community forest areas in Kertabumi and Bojonggedang community forests Villages, Ciamis District shows that: 1). Tree felling in community forest is timber harvesting conducted using chainsaw cutting tool with a logging productivity range of productivity efficiency 4.880 -8.578 m/hour; 2). Timber expenditures in community forests are work safety carried out using modified motorcycles with a productivity range of 0.7530.506 m/hr, with a range of wood clearance to forest edge 115 -161 m; 3). The efficiency of timber utilization in community forest is 98.72-99.14%; 4). Wood harvesting techniques in community forests still leave a fairly high stump and have not paid attention to safety. Timber harvesting techniques in community forests still require improvements to the high log stumps. It is recommended that owners of the community forest do not sell wood in the form of trees that still stands to "the bandar”. The expenditure of wood using motorcycles still requires the improvement ofits design especially related to the construction of load buffers on the left and right side of the motorcycle to reduce work accident.
Respon Komunitas Burung terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Bandung, Jawa Barat Diyah Kartikasari; Satyawan Pudyatmoko; Novianto Bambang Wawandono; Pri Utami
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 12, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5397.964 KB) | DOI: 10.22146/jik.40145

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon komunitas burung terhadap keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Kamojang. Kami membandingkan keanekaragaman dan kekayaan jenis burung pada lokasi yang terdampak (DL) dan tidak terdampak (TL) di Wilayah Kerja Panas Bumi Kamojang, Cagar Alam Kamojang dan Taman Wisata Alam Kamojang di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Lokasi yang terdampak berada di sekitar sumur produksi atau pembangkit listrik tenaga panas bumi (30 sampel) sedangkan lokasi yang tidak terdampak adalah dengan jarak 3.000 m sampai 9.000 m dari fasilitas tersebut (42 sampel). Pengumpulan data dilakukan selama dua musim; musim kemarau dan penghujan (2015-2016). Kami mengumpulkan data komunitas burung dan data habitat dengan metode point count yang ditempatkan secara sistematis di setiap lokasi. Kami menemukan 124 spesies burung yang terdiri dari 35 famili dan 16 spesies di antaranya adalah burung endemik di Pulau Jawa. Dua puluh tiga spesies dilindungi oleh undang-undang di Indonesia, sembilan spesies termasuk dalam daftar lampiran CITES dan lima spesies masuk dalam Daftar Merah Spesies Terancam IUCN tahun 2017. Terdapat perbedaan respon antara komunitas burung di lokasi terdampak dan tidak terdampak yang ditunjukkan dengan perbedaan rata-rata jumlah spesies, jumlah individu masing-masing spesies, indeks keanekaragaman ShannonWiener. Lokasi tidak terdampak memiliki nilai lebih tinggi pada parameter ini dibanding lokasi yang terkena dampak. Demikian juga, jumlah spesies, jumlah individu vegetasi dan indeks keanekaragaman hayati ShannonWiener pada lokasi TL memiliki nilai rata-rata lebih tinggi daripada lokasi DL. Hal ini membuktikan bahwa meskipun panas bumi dianggap sebagai energi ramah lingkungan namun dalam penggunaannya masih berdampak pada keanekaragaman hayati di sekitarnya terutama untuk jenis burung. Response of Bird Community to Kamojang Geothermal Power Plant, Bandung, West JavaAbstractThis study aimed to investigate the response of bird communities on the presence of geothermal power plant of Kamojang. We compared the bird diversity and richness of affected (DL) and not affected (TL) in Kamojang Geothermal Working Area, Kamojang Nature Reserve and Kamojang Nature Park in Bandung regency of West Java Province. The affected sites were surrounding production wells or geothermal power plants (30 samples) whereas not affected sites were with distance of 3,000 m to 9,000 m from those facilities (42 samples). The data collection was carried out during two seasons; dry and rainy season in (2015-2016). In each site, we collected bird community data and habitat data with the point count method which was placed systematically on each sites. We found 124 birds species belongs to 35 families with 16 endemic species in Java Island. Twenty three species are protected by Indonesian law, with nine species are in the CITES appendix list and five species are listed in the IUCN Red List of Threatened Species of 2017. There was a difference of responses between bird communities in the affected and not affected sites which is indicated by differences in the mean number of species, number of individuals in each species, and Shannon-Wiener's diversity index. The not affected sites had higher value on these parameters than the affected sites. Similarly, number of species, number of individual vegetation, and Shannon-Wiener biodiversity index in TL sites had higher mean values than DL sites. This proves that although geothermal is considered as environmentally friendly energy but in its utilization it still has an impact on the surrounding biodiversity especially for bird species.
Pertumbuhan Tanaman Semusim dan Manglid (Magnolia champaca) pada Pola Agroforestry Aditya Hani; Levina Pieter Geraldine
Jurnal Ilmu Kehutanan Vol 12, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1079.714 KB) | DOI: 10.22146/jik.40146

Abstract

Lahan kering yang kritis dapat direhabilitasi dengan menerapkan pola agroforestri. Lahan kering mempunyai masalah dengan kesuburan yang rendah serta rentan erosi. Agroforestri dapat meningkatkan keberhasilan penanaman sekaligus mendukung upaya swasembada pangan. Pemilihan jenis tanaman akan meningkatkan keberhasilan penanaman sekaligus memperoleh hasil antara bagi petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas masing-masing jenis tanaman penyusun pada sistem agroforestri manglid. Pengamatan menggunakan eksperimental design dengan membuat plot percobaan penanaman manglid dan tanaman semusim jenis kedelai dan jagung. Penelitian menggunakan rancangan percobaan acak lengkap kelompok (RCBD) yang terdiri dari perlakuan jarak tanam manglid yaitu: 3 mx3 m (J1), 3 mx 4 m (J2), 3 mx 5 m (13), 3 mx 6 m (J4). Setiap perlakuan, terdiri dari 42 tanaman (7x6) serta 3 ulangan, sehingga total tanaman manglid sebanyak 504 tanaman. Tanaman kedelai ditanam selang-seling dengan jagung. Kedelai ditanam dilarikan manglid sedangkan jagung ditanam di antara tanaman manglid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam manglid belum memberikan perbedaan pertumbuhan sampai umur 9 bulan. Tanaman kedelai yang ditanam dalam larikan tanaman pokok masih mampu memberikan produktivitas 0,190-0,529 ton/ha, jagung yang ditanam di antara tanaman manglid mampu memberikan produktivitas tertinggi sebesar 1,224 ton/ha. Pola agroforestri yang memberikan pendapatan tertinggi bagi petani diperoleh pada pola tanam manglid+jagung manis+kedelai dengan jarak tanam 3m x 6m.Plant Growth of Crop and Manglid Species (Magnolia champaca) on the Agroforestry PatternAbstractCritical dry land can be rehabilitated by applying agroforestry patterns. Dry land has problems with low fertility and susceptible to erosion. Agroforestry can increase the success of planting as well as support food self-sufficiency efforts. Selection of crops will increase the success of planting as well as to obtain intermediate results for farmers. This study aimed to determine the productivity of each plant species on the manglid agroforestry system. The observations used experimental design by making experimental plots of manglid planting and crops of soybean and maize species. The study used a complete Randomized Block Design (RCBD) consisting of treatment of manglid spacing:3 mx3 m (J1), 3 mx 4 m (J2), 3 mx 5 m (53), 3 mx 6 m (14). Each treatment consisted of 42 plants (7x6) and 3 replications, yielding a total of 504 manglid plants. Soybean crops was planted alternately with corn. Soybeans were grown in manglid while corn was planted among manglid plants. The results showed that treatment of manglid plant spacing did not show a difference growth until the age of 9 months. Soybean crops grown in the staple of staple crops were still able to provide productivity of 0.190-0.529 ton/ha, maize grown among manglid crops was able to provide the highest productivity of 1,224 ton/ha. Agroforestry pattern that gives the highest income for farmers was obtained on the pattern of planting manglid + sweet corn+soybean with plant spacing of 3m x 6m.