cover
Contact Name
Aulia Muthiah
Contact Email
jenterajurnal8@gmail.com
Phone
+6285251684929
Journal Mail Official
jenterajurnal8@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Achmad Yani Banjarmasin Jl Jend A Yani Km 5.5 Komp. Stadion Lambung Mangkurat Banjarmasin Telp / Fax (0511325850) HP/WA (08525168929)
Location
Kota banjarmasin,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Jentera Hukum Borneo
ISSN : 25410032     EISSN : 26859874     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Jentera Hukum Borneo terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli memuat artikel ilmiah dalam bentuk hasil penelitian, kajian analisis, aplikasi teori dan pembahasan kepustakaan tentang hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 45 Documents
KEABSAHAN PERJANJIAN BELI PADA TRANSAKSI JUAL BELI DENGAN HARGA PRODUK PECAHAN RUPIAH YANG TIDAK BEREDAR Aulia Muthiah
Jantera Hukum Bornea Vol. 3 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.302 KB)

Abstract

Kehadiran pasar modern memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi para pembeli, sehingga pasar-pasar modern menjadi salah satu pilihan para konsumen. Fasilitas-fasilitas yang ditawarkan sedikik berbeda dengan pasar-pasar tradisional. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada pasar tradisional para penjual dan pembeli mendapatkan kesempatan untuk menentukan harga jual produk. Fasilitas ini tidak kita temukan pada pasar-pasar modern. Pelaku usaha mempunyai kewenangan penuh untuk menetapkan harga jual produk. Harga produk biasa sudah berlabel disetiap produk. Ironisnya fasilitas ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan lebih dengan cara menetapkan harga jual yang mana harga produk tersebut tidak menggunakan pecahan rupiah yang beredar. Metode Penelitian yang digunakan menggunakan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan terhadap KUHPerdata dan UUPK sebagai bahan hukum yang berkaitan dengan pembahasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan perjanjian jual belinya dan juga untuk mengetahui perlindungan hukum apa saja yang menjunjung hak-hak konsumen agar tidak dirugikan oleh para pelaku usaha. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perjanjian jual beli dengan menggunakan harga jual yang mana nominal rupiahnya tidak beredar dianggap sebagai perjanjian yang cacat, sebab dalam hal ini ada cidera kesepakatan antara pelaku usaha dengankonsumen. Selanjutnya KUPHerdata dan UUPK dengan segala ketentuannya telah memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen dengan dalil bahwa setiap transaksi harus didasarkan dengan iktikad baik. Namun Peraturan Mentri PerdaganganNo.35/M-DAG/PER/7/2013 tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan tidak memberikan perlindungan hukum sebagaimana mestinya.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM MELINDUNGI PEREMPUAN DAN ANAK PENYANDANG DISABILITAS SEBAGAI KORBAN KEJAHATAN SEKSUAL Safitri Wikan Nawang Sari
Jantera Hukum Bornea Vol. 4 No. 1 (2020): Januari 2020
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (741.887 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa penegakan hukum pidana dapat berlaku optimal dalam memberikan sanksi pidana yang tegas kepada pelaku kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak penyandang disabilitas dengan disahkannya RUU Penghapusan kekerasan seksual menjadi Undang-Undang oleh pemerintah.Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif bersifat deskriptif kualitatif dengan teknik analisis yuridis empiris kualitatif menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap perbuatan pidana kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak disabilitas belum secara maksimal diatur dalamundang-undang yang lama (KUHP), sehingga perlu segera disahkannya RUU penghapusan kekerasan seksual menjadi UU oleh pemerintah untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia yang setara dengan lainnya dalam mendapatkan keadilan dan kepastian hukum sebagai korban kejahatan yang sangat menjaga dan melindungi hak-hak korban kejahatan seksual khususnya perempuan dan anak penyandang disabilitas. Rekomendasi dari penelitian ini adalah apabila RUU Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan sudah disahkan sebagai undang-undang yang merupakan aturan khusus dari KUHP diharapkan tidak hanya sekedar substansi hukumnya saja yang bagus tetapi peraturan perundang-undangan tersebut dapat diterapkan dengan maksimal melalui sikap aparat penegak hukum yang jujur, adil, berkompeten, dan bebas suap sehingga dapat menerapkan aturan dengan penuh kewibawaan karena ketegasan dan pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum.
PERANAN SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR ( SATGAS SABER PUNGLI) DALAM MEMBERANTAS PUNGUTAN LIAR DI KABUPATEN TANAH LAUT Aldia Bela Ranti
Jantera Hukum Bornea Vol. 4 No. 1 (2020): Januari 2020
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.001 KB)

Abstract

Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar atau yang lebih dikenal oleh masyarakat ialah Saber Pungli. Dimana pungutan liar merupakan salah satu tindak pidana yang dapat dipidana dan harus dipertanggungjawabkan apabila ada yang melakukannya. Pungutan liar tidak hanya terjadi di dalam lingkup masyarakat melainkan juga pungutan liar dapat terjadi di dalam pemerintahan. Selain itu lembaga pendidikan terkadang juga tidak lepas dengan adanya pungutan liar yang mengatas namakan kegiatan pendidikan disekolah. Ada beberapa aturan hukum yang mengatur mengenai satuan tugas sapu bersih pungutan liar (Saber Pungli), antara lain : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 368, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, Keputusan Bupati Tanah Laut Nomor 188.45/372-kum/2016 tentang Pembentukan Unit Pemberantasan Pungutan Liar Kabupaten Tanah Laut 2019. Penulisan ini bertujuan agar dapat memahami peranan pihak saber pungli dalam memberantas pungutan liar di Kabupaten Tanah Laut. serta memahami implementasi peraturan perundangan-undangan dengan dibentuknya satgas saber pungli di Kabupaten Tanah Laut mampu memberantas pungutan liar baik di kalangan masyarakat ataupun di dalam pemerintahan.
AKIBAT HUKUM ISTERI NUSYUZ TERHADAP HARTA BERSAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Bakhruddin Bakhruddin
Jantera Hukum Bornea Vol. 4 No. 1 (2020): Januari 2020
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.676 KB)

Abstract

Penelitian hukum ini bertujuan untuk membahas permasalahan mengenai akibat hukum seorang isteri yang melakukan tindakan nusyuz kepada suami dan relevansinya dengan hak atas harta bersama. Adapun yang menjadi pokok bahasannya adalah mengenai kriteria nusyuz seorang isteri terhadap suami menurut hukum Islam. Kemudian mengenai akibat hukum isteri yang nusyuz terhadap harta bersama menurut hukum Islam Pembahasan permasalahan hukum tersebut dilakukan melalui penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan dengan pokok bahasan. Bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan. Kemudian penelitian hukum ini menggunakan pendekatan konsep dan pendekatan perundang-undangan. Bahan-bahan hukum tersebut dilakukan pengolahan dan dianalisis secara kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria isteri yang nusyuz adalah tidak berbakti secara lahir dan secara batin kepada suami tanpa adanya alasan pembenar menurut hukum Islam. Kemudian menurut hukum Islam, isteri nusyuz tetap berhak atas harta bersama apabila terjadi perceraian. Oleh karena harta bersama adalah menyangkut hak suami isteri dalam perkawinan, sehingga tidak ada relevansinya dengan isteri yang nusyuz.
KONSEP KEADILAN TERHADAP HAK KEWARISAN WANITA DALAM PERSFEKTIF HUKUM WARIS ISLAM Rahmat Fadillah
Jantera Hukum Bornea Vol. 4 No. 1 (2020): Januari 2020
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (921.416 KB)

Abstract

Hak kewarisan pada tradisi Arab jahiliyah adalah menyetarakan kaum perempuan dengan harta warisan, hal ini tampak seolah perempuan tidak ada harga dirinya dan tidak dapat memeperoleh keadilan dalam kewarisan. Akan tetapi dengan datangnya agama Islam, maka semua sudut pandang terhadap perempuan tersebut perlahan mulai di ubah. Dalam Islam perempuan berhak mendapat bagian warisannya dengan relevan dan penuh kemaslahatan.Penelitian ini akan meneliti bagaimana sebenarnya konsep bagian ahli waris di dalam hukum waris Islam dan bagaimana konsep asas keadilan berimbang yang ada pada konsep kewarisan Islam. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, peneliti berusaha untuk mendiskripsikan secara lugas, sederhana dan mudah untuk dipahami.Adapun hasil dari penelitian ini adalah Konsep bagian ahli waris dalam hukum kewarisan Islam terbagi menjadi tiga golongan: 1. Ashabul furudh, 2. Ashobah dan 3. Dawil arham. tiga golongan tersebut sudah ditetapkan berdasarkan Qur’an Surah AnNisa ayat 11 dan 12. Dan ketentuan didalamnya bersifat baku yaitu bagian warisan satu orang laki-laki sama dengan bagian warisan dua orang perempuan. Konsep ini dinyatakan sebagai keadilan berimbang karena bagian warisan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, sedangkan perempuan mendapatkan hak yang lebih banyak dari sudut pandang lainnya seperti mendapatkan mahar dan nafkah. Sehingga pembagian warisan ini merupakan pembagian yang masih relevan dan progresif bagi konsisi kehidupan saat ini.
HAK WARIS BEDA AGAMA PADA KAJIAN HUKUM WARIS ISLAM (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 331 K/Ag/2018) Aulia Muthiah
Jantera Hukum Bornea Vol. 4 No. 1 (2020): Januari 2020
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (772.433 KB)

Abstract

Perbedaan agama antara pewaris dengan ahli waris tentang hak kewarisannya menjadi perdebatan, sebab dalam kajian hukum Islam hal ini menyebabkan terhalangnya seorang yang non muslim untuk menjadi ahli waris. Perdebatan ini terjadi sebab ada rasa saling ingin menolong kepada anggota keluarga yang mana ikatan darah masih terjalin. Para ahli fiqih mempunyai dua pendapat tentang hal ini. Pendapat pertama mengatakan tidak mendapatkan hak waris yang tertuang di dalam pasal 171 KHI. Demikian juga dengan Ulama fiqih terutama pendiri empat mazhab mereka sepakat bahwa ada tiga hal yang akan menghalangi warisan yaitu perbedaan agama, pembunuhan dan perbudakan. Sedangkan pendapat yang kedua memberikan hak waris kepada mereka yang non Islam, dengan alasan saling tolong menolong. Ulama yang membolehkan seperi Yusuf Qardhawi, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim AlJauziyah. Putusan Mahkamah Agung Nomor 331 K/Ag/2018 memberikan hak waris kepada saudara-saudara pewaris yang non muslim. Putusan ini menyatakan bahwa ahli waris yang berbeda agama boleh mendapatkan harta peninggalan pewaris dengan jalur wasiat wajibah.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA RUMAH SAKIT YANG MELAKUKAN MALPRAKTEK MEDIS DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA Masrudi Muchtar
Jantera Hukum Bornea Vol. 4 No. 1 (2020): Januari 2020
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (835.942 KB)

Abstract

Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam Rumah Sakit. Dalam beberapa tahun belakangan ini yang dirasakan mencemaskan oleh dunia rumah sakit di Indonesia adalah meningkatnya tuntutan dan gugatan malpraktek baik secara pidana dan perdata. Hal yang perlu juga diketahui adalah, karena penyakit yang serius pada umumnya ditangani di rumah sakit, maka dapat dipahami bahwa 80 % kasus malpraktek terjadi di rumah sakit, sedang sisanya terjadi di praktek pribadi dokter. Oleh karena itu dapat pula dimengerti, tuntutan terhadap malpraktek tidak saja ditujukan kepada dokter, tetapi sering pula melibatkan rumah sakit atau institusi tempat pelayanan tersebut berlangsung dan bisa pula melibatkan paramedis yang mendampingi dokter.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan 2 (dua) metode pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan Undang-Undang dan Pendekatan Konseptual . Hasil penelitian ini adalah Pertama, Dalam konteks hukum pidana positif dan peraturan perundang-undangan di Indonesia, malpraktek medis yang dilakukan oleh rumah sakit dalam konteks pelayanan kesehatan merupakan tindak pidana sebagaimana diatur didalam KUHP, Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.Kedua, Berkaitan dengan malpraktek dalam kontekspelayanan kesehatan di Indonesia, rumah sakit sebagai korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Disamping secara yuridis normatif, penentuan pertanggungjawaban pidana rumah sakit sebagai korporasi juga didasarkan pada beberapa teori atau ajaran yang dapat dijadikan dasar dalam pembebanan pertanggungjawaban pidana tersebut. Teori atau ajaran tersebut adalah Teori Identifikasi, Teori Pertanggungjawaban Pidana Mutlak, dan Teori Pertanggungjawaban Pidana Pengganti.
THE PROTECTION OF HUMAN RIGHTS FOR THE ASIAN DIASPORA IN SOUTHEAST ASIA AND ERADICATION MAFIA OF TRADE PEOPLE Ma’rifah Ma’rifah; Muhammad Najmi Fajri
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.526 KB)

Abstract

The Indonesian Diaspora Reality, which is a networked Community and strengthens with the potential of human resources which, not only is large, but "the selected few", Demanding a new political and human rights paradigm of citizenship for Indonesia. Double Citizenship Advocacy (Dwi Citizenship) requires steps as part of the largest democracy in the world. Moreover, the struggle for Dual Citizenship must be interpreted as a struggle to ensure the realization of human rights protection, especially for Indonesian diaspora children and women and the intelligent attitude of the Indonesian people and national policy makers in articulating the phenomenon and national policy-making in policies that are conducive to sustainability Indonesian national ideas and goals. Dual Citizenship issues are now increasingly developing. For those who support, have the view that Dual Citizenship for the government includes: a. Can improve economic relations between two countries; b. Expanding the economic base; c. Encouraging the development of trade, investment that opens employment; d. Dual Citizenship holders influence economic and political decisions in the country where they are domiciled, in such a way that decisions made can benefit the Republic of Indonesia; e. Dual citizenship will become a binder and avoid losing talented, intellectual and highly educated experts; f. Dual Citizenship is very good at supporting investment in Indonesia; g. Dual citizenship can introduce Indonesian culture abroad. Conversely, several reasons for those who reject the concept of Dual Citizenship include: a. Loyalty Problems; b. State Defense Obligations; c. Problems of Nationalism; d. Political rights; e. Land rights; f. Rights and obligations of citizens. Therefore the author uses a comparative approach to legislation both in force in Singapore, Malaysia and Indonesia related to the application of Double Citizenship
EFEKTIVITAS PEMBUKTIAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA Safitri Wikan Nawang Sari
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.37 KB)

Abstract

Ketika seorang pelaku kejahatan teknologi diperiksa dalam hal penyelesaian perkara, KUHAP belum mengatur secara jelas mengenai pengaturan alat bukti elektornik sebagai alat bukti yang sah dalam melakukan pembuktian. Keefektifan pembuktian alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam sistem peradilan pidana menjadi tanggung jawab bersama para penegak hukum terutama penyidik dalam proses penyidikan sebagai garda terdepan dalam identifikasi alat bukti dalam sistem peradilan pidana. Penulisan penelitian ini mengkaji pokok permasalahan melalui metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundanng-undangan (Statute Approach) untuk menganalisis kasus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach) untuk menjelaskan dan mengaitkan dengan teori-teori yang relevan yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang atau menurut ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, makalah, artikel, literatur, serta hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. KUHAP belum mengatur secara tegas mengenai alat bukti elektronik yang sah. Mengacu pada ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHAP, harus ada alat penguji terhadap alat bukti elektronik sebagaimana yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 Jo UU No. 19 Tahun 2016 agar alat bukti tersebut dapat dinyatakan sah dan berlaku efektif di persidangan, sejajar sebagaimana alat bukti lainnya yang sah menurut KUHAP
PENERAPAN PERATURAN DAERAH NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, KETERTIBAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN TERHADAP FENOMENA BADUT ANAK DI KOTA BANJARMASIN Muhammad Habibie; Nahdhah Nahdhah
Jantera Hukum Bornea Vol. 5 No. 01 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Hukum UVAYA Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (507.322 KB)

Abstract

Peningkatan pertumbuhan penduduk dan semakin berkembangnya Kota Banjarmasin dari tahun ke tahun maka berimbas pula dalam hal pekerjaan dan semakin banyak persaingan ditambah lagi pandemi covid-19 sehingga banyaknya pengangguran dan kesenjangan ekonomi yang tidak terbendung. Maka banyak anak bekerja sebagai pengamen, badut anak, dan pengemis guna membantu perekonomian keluarga mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan maraknya badut anak di jalanan Kota Banjarmasin dan upaya pemerintah untuk menertibkan badut anak berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Kebersihan, Keindahan, Ketertiban, dan Kesehatan Lingkungan terhadap fenomena badut anak di Kota Banjarmasin. Metode penelitian yang digunakan adalah metode empiris. Sumber data dipilih secara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis hasil penelitian menggunakan langkah-langkah reduksi data dan verification. Hasil penelitian menunjukkan bahwa maraknya badut anak di Kota Banjarmasin disebabkan karena faktor ekonomi untuk membantu orang tua mereka. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menertibkan badut anak berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Kebersihan, Keindahan, Ketertiban, dan Kesehatan Lingkungan dalam Pasal 14 Ayat (3) Huruf A melalui razia secara berkala disepanjang jalan Kota Banjarmasin. Kemudian mereka dibawa ke Rumah Singgah Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Banjarmasin untuk dilakukan pembinaan. Penertiban sudah dilaksanakan secara maksimal dan optimal, akan tetapi belum mampu mengurangi jumlah badut anak jalanan di Kota Banjarmasin. Beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan Peraturan Daerah tersebut dalam hal penertiban badut anak sifatnya masih umum dan tidak mengatur ketentuan sanksi pelanggaran terhadap Pasal 14 Ayat (3) Huruf A untuk badut anak