cover
Contact Name
Iim Fahimah
Contact Email
jurnalmuasharah@gmail.com
Phone
+6285268535340
Journal Mail Official
jurnalmuasharah@gmail.com
Editorial Address
https://ejournal.uinfasbengkulu.ac.id/index.php/muasyarah/pages/view/EDITORIAL%20TEAM
Location
Kota bengkulu,
Bengkulu
INDONESIA
Mu'asyarah
ISSN : 30315204     EISSN : 30260647     DOI : 10.29300/mua.v3i1.4908
MUASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam aims to serve as an academic discussion ground on the development of Islamic Family Law and gender issues. It is intended to contribute to the long-standing (classical) debate and to the ongoing development of Islamic Family Law and gender issues regardless of time, region, and medium in both theoretical or empirical studies. Al-Ahwal always places Islamic Family Law and Gender issues as the focus and scope of academic inquiry.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 26 Documents
Problematika Dan Solusi Pelaksanaan Undang Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan Dan Perma Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Dispensasi Kawin Effendy, Dalih
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 2, No 1 (2023): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v2i1.5111

Abstract

Dispensasi merupakan suatu bentuk keringanan yang diberikan atas suatu larangan yang diatur dalam   undang-undang.  Usia  minimal  melangsungkan  perkawinan  di  Indonesia  semula  tercantum  dalam  ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan) “Perkawinan diizinkan jika pria sudah berusia 19 tahun dan wanita 16 tahun”, Ketentuan  usia  minimal  dianggap  mencerminkan  diksriminasi  khusus  bagi  kaum  perempuan  serta berpotensi  melanggar  hak  konstitusional  anak  perempuan  dengan  terjadinya  perkawinan  bawah umur karena batas usia minimal perempuan lebih rendah sehingga ketentuan tersebut menjadi suatu ketentuan yang dianggap melegalkan perkawinan anak dibandingkan pria belum lagi diketahui bahwa antara hukum positif yang berlaku di Indonesia makna dewasa antara aturan satu dengan pengaturan yang  lainnya  tidak  sejalan,  seperti  halnya  batasan  usia  mininimal  perkawinan  terhadap  perempuan yang  jelas-jelas  telah  bertentangan  dengan UU  Perlindungan  Anak  yang  menetapkan  bahwa  anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normative produk hukum dari perkara permohonan dispensasi kawin adalah berupa penetapan, yang berisi tentang diberikannya permohonan dispensasi kepada anak pemohon untuk menikah dengan calonnya. Oleh Pegawai Pencatat Nikah pada KUA setempat melakukan pencatatan perkawinan tersebut atas dasar penetapan dari pengadilan agama yang telah diperolehnya. Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019, khusus merespon bagaimana pengadilan memberi keadilan dalam penanganan perkara permohonan dispensasi kawin demi untuk memberi perlindungan bagi anak. Hasil penelitian menemukan penentuan batas usia perkawinan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Ukuran usia perkawinan ditentukan berdasarkan ‘urf yang berlaku di tengah masyarakat dengan mempertimbangkan berbagai kemajuan, seperti kemajuan di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, kesehatan, dan kemajuan lainnya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Kedudukan Anak Angkat Terhadap Harta Warisan Dalam Hukum Adat Jawa Perdata Dan KHI Kurniwati, Berta
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 2, No 1 (2023): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v2i1.5112

Abstract

Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam kenyataan tidak selalu ketiga unsur ini terpenuhi, dimana terdapat suatu keluarga yang tak kunjung dikaruniai keturunan, sehingga salah satu cara untuk mendapatkan keturunan adalah dengan mengangkat anak. Dalam pelaksanaan pengangkatan anak tersebut terkadang terdapat titik persilangan antara ketentuan hukum adat dengan ketentuan hukum Islam. Penelitian ini mengkaji kedudukan anak angkat di dalam masyarakat adat jawa berdasarkan hukum adat dan Kompilasi Hukum Islam (KHI); dan penyelesaian pewarisan anak angkat di masyarakat adat jawa berdasarkan hukum adat dan KHI. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif, dengan Spesifikasi Penulisan yang digunakan bersifat Deskriptif Analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode analisis data yaitu analisis kualitatif dan menarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif. Penelitian ini menyimpulkan kedudukan anak angkat menurut hukum adat Bugis dan KHI ialah anak angkat dapat mewaris orang tua angkatnya hanya sebatas nilai kasih si pewaris dan tergambar dalam Pasal 171 huruf (h) KHI. Penyelesaian sengketadapat melalui tudang sipulung atau mapahkiade,dan terdapat di dalam Pasal 188 KHI dan Pasal 209 KHI, sejalan dengan putusan RAAD VAN JUSTITIE tanggal 24 Mei 1940
Implementasi Hadhanah Dan Radha'ah Terhadap Wanita Karir Di Kecamatan Selebar Kota Bengkulu Hartati, Winda Puji
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 3, No 1 (2024): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v3i1.5119

Abstract

Penelitian ini membahas persoalan utama: pertama, bagaimana implementasi Hadhanah dan Radha’ah terhadap wanita karir di Kecamatan Selebar, Kota Bengkulu; dan kedua, bagaimana tinjauan hukum Islam mengenai Hadhanah dan Radha’ah. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) memahami implementasi Hadhanah dan Radha’ah di kalangan wanita karir di Kecamatan Selebar, Kota Bengkulu; dan 2) menelaah tinjauan hukum Islam tentang kedua konsep tersebut. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif berbasis studi kasus, dengan teknik pengumpulan data meliputi wawancara, catatan lapangan, foto, dan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita karir di Kecamatan Selebar cenderung menitipkan anak mereka kepada tempat penitipan anak atau keluarga (terutama orang tua) untuk memastikan perawatan yang baik bagi anak mereka. Pola asuh yang diterapkan adalah pola asuh authoritative, yang dianggap optimal dalam konteks penitipan anak. Mengenai pemberian air susu ibu (ASI), sebagian wanita karir kembali ke rumah pada jam istirahat untuk menyusui, sementara yang lainnya menggunakan hasil pumping ASI. Pendidikan agama anak diberikan setelah mereka pulang dari tempat penitipan, pada waktu malam hari saat berkumpul dengan keluarga. Radha’ah, atau menyusui, adalah hak bayi dari ibunya dan memiliki manfaat yang tak tertandingi dibandingkan makanan atau minuman lainnya. Dalam konteks hukum Islam, menyusui merupakan kewajiban yang telah ditetapkan dan merupakan bentuk ketaatan kepada Allah. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa dalam situasi di mana pekerjaan ibu tidak memungkinkan untuk selalu bersama anak, menitipkan anak di tempat penitipan atau kepada keluarga adalah diperbolehkan dalam Islam, asalkan kebutuhan gizi dan perhatian ibu tetap dapat tercukupi melalui kunjungan rutin dan pemberian ASI.
Akulturasi Hukum Islam dan Tradisi Lokal: Praktik Perkawinan dan Pewarisan di Komunitas Muslim Indonesia Kurniawati, Fitri; Furqon, Imahda Khoiri
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 4, No 1 (2025): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v4i1.8545

Abstract

Artikel ini mengkaji harmonisasi hukum Islam dan tradisi lokal dalam praktik perkawinan dan pewarisan di komunitas Muslim Indonesia, dengan fokus pada wilayah Pekalongan, Batang, dan Pemalang. Menggunakan pendekatan kualitatif berbasis studi literatur, penelitian ini menganalisis interaksi antara syariat Islam dan adat Jawa, seperti upacara siraman dalam perkawinan dan sistem pewarisan bilateral atau matrilineal. Temuan menunjukkan bahwa akulturasi ini menghasilkan praktik yang memperkaya nilai spiritual dan sosial, namun juga menghadapi tantangan berupa konflik nilai, pengaruh modernisasi, dan ketimpangan gender. Solusi seperti pendidikan agama yang inklusif, dialog antara ulama dan tokoh adat, serta pendekatan hukum fleksibel seperti takharrūj dan musyawarah keluarga terbukti efektif dalam menjembatani syariat dan adat. Penelitian ini menegaskan pentingnya pendekatan kontekstual untuk memastikan relevansi hukum keluarga Islam di tengah keragaman budaya Indonesia, sekaligus merekomendasikan studi lanjutan untuk memperkuat harmonisasi ini.
Perkawinan Adat “Rasan Jahat” Perspektif Maqashid Syariah (Studi Desa Sako Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin) Mawardi, Muhammad Afiq Zamzami; Rochmiyatun, Siti; Azhari, Ari; Fani, Khairul
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 4, No 1 (2025): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v4i1.8582

Abstract

: Marriage for Muslims is something that is very sacred and has a sacred purpose and cannot be separated from the provisions stipulated by Islamic law. The existence of customary marriage regulations between one indigenous community and another, with differences in these customary regulations, often resolves inter-customary marriages into protracted problems. Sako Village, Rambutan District, Banyuasin Regency has Sako Village Regulation Number 05 of 2014 concerning the Existence of Traditional Law Communities and the Compilation of Sako Village Customs. In one of the chapters discussing traditional marriages, the village regulations explain that there are 2 types of marriage feelings, one of which is "Evil Rasan". "Rasan Evil" Traditional Marriage is a form of marital deviation that occurs in Sako Village, Rambutan District, Banyuasin Regency. This research uses a qualitative approach method with the type of field research (Field Research). This study was carried out by interviewing informants in the field regarding the "Rasan Evil" traditional marriage mechanism from the Maqashid Syariah perspective and the primary data sources used were the results of interviews with informants in the field, and also secondary data sources such as books, journals, mass media, and related regulations regarding marriage. The research results show that the "Evil Rasan" Traditional Marriage is caused by 2 things, namely First, it is based on the "Pull" from the Maqasid Syariah perspective, in this case the aim is to protect offspring (hifdz an-nasl). Second, based on being pregnant out of wedlock, when viewed from the Maqashid Sharia perspective, this traditional marriage is not in accordance with the objectives of Sharia law.: Marriage for Muslims is something that is very sacred and has a sacred purpose and cannot be separated from the provisions stipulated by Islamic law. The existence of customary marriage regulations between one indigenous community and another, with differences in these customary regulations, often resolves inter-customary marriages into protracted problems. Sako Village, Rambutan District, Banyuasin Regency has Sako Village Regulation Number 05 of 2014 concerning the Existence of Traditional Law Communities and the Compilation of Sako Village Customs. In one of the chapters discussing traditional marriages, the village regulations explain that there are 2 types of marriage feelings, one of which is "Evil Rasan". "Rasan Evil" Traditional Marriage is a form of marital deviation that occurs in Sako Village, Rambutan District, Banyuasin Regency. This research uses a qualitative approach method with the type of field research (Field Research). This study was carried out by interviewing informants in the field regarding the "Rasan Evil" traditional marriage mechanism from the Maqashid Syariah perspective and the primary data sources used were the results of interviews with informants in the field, and also secondary data sources such as books, journals, mass media, and related regulations regarding marriage. The research results show that the "Evil Rasan" Traditional Marriage is caused by 2 things, namely First, it is based on the "Pull" from the Maqasid Syariah perspective, in this case the aim is to protect offspring (hifdz an-nasl). Second, based on being pregnant out of wedlock, when viewed from the Maqashid Sharia perspective, this traditional marriage is not in accordance with the objectives of Sharia law.
Analisis Hukum Islam Dan Hukum Positif Nafkah Madiyyah Terhadap Putusan Nomor 328/Pdt.G/2018/PA.Gsg Violensy, Cahyaning; Nurnazli, Nurnazli; Santoso, Rudi; Zaharah, Rita; Ramlan, Ramlan
MU'ASYARAH: Jurnal Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 4, No 1 (2025): Maret
Publisher : UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mua.v4i1.8659

Abstract

Among the obligations that must be fulfilled by a father or husband within the family structure is providing maintenance for those under his responsibility, including his wife and children. Both Islamic law and positive law firmly regulate the provision of maintenance. Furthermore, failure or deliberate neglect by a father to provide maintenance may be legally pursued through the religious courts. This article analyzes Islamic Law and Positive Law regarding nafkah mahdiyah (post-divorce maintenance) in Decision Number 328/Pdt.G/2018/Pa.Gsg, with the aim of examining how the judge’s decision reflects justice based on Islamic law and positive law. This study employs a documentation research method, supported by library research facilities. The approach used is a normative juridical approach, aiming to synchronize the existing legal provisions in the protection of legal norms and other regulations. The findings show that, in deciding nafkah mahdiyah cases, Indonesian judges harmonize Islamic law and positive law. According to Islamic law, a husband is obligated to provide maintenance to his wife during the iddah period. In positive law, this obligation is regulated under Article 156 letter (d) of the Compilation of Islamic Law (KHI), which mandates former husbands to provide maintenance. Judges consider the husband's financial ability and the evidence presented in court, referring to both Sharia norms and positive legal provisions to render a fair and proportional decision.

Page 3 of 3 | Total Record : 26