cover
Contact Name
Rahmat Sewa Suraya
Contact Email
mhat_suraya@yahoo.co.id
Phone
+6285395828765
Journal Mail Official
lisani.tradisilisan@uho.ac.id
Editorial Address
Kampus Hijau Bumi Tridharma Universitas Halu Oleo, Gedung Fakultas Ilmu Budaya Lantai II, Jl. H.E.A. Mokodompit, Kelurahan Kambu, Kecamatan Kambu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Location
Kota kendari,
Sulawesi tenggara
INDONESIA
LISANI : Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya
Published by Universitas Halu Oleo
ISSN : 26139006     EISSN : 26224909     DOI : https://doi.org/10.33772/lisani
Jurnal ini berisi tentang hasil penelitian, artikel ilmiah, makalah ilmiah dalam bidang kelisanan dalam bidang sastra dan budaya di Indonesia. Jurnal ini terbuka untuk para peneliti dan para penulis yang berminat dalam kajian tradisi lisan khususnya kelisanan dalam budaya dan sastra di Indonesia.
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2021" : 9 Documents clear
TRADISI PENGOBATAN SAPULEI PADA MASYARAKAT DESA GUNUNG SEJUK: KAJIAN BENTUK, FUNGSI, DAN EKSISTENSI PENGOBATAN Ayyuh S Ayyuh S; La Ode Dirman; Rahmat Sewa Suraya
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2021
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v4i1.1172

Abstract

Tradisi sapulei adalah tradisi yang berasal dari Desa Gunung Sejuk yang digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang disebut humendeno. Adapun bentuk dari humendeno yaitu kalumera, kukusewa, dan kawincu yang disebabkan olweh pergantian musim dan rewu (kesalahan atau kotoran) orang tua di masa lalu atau saat mengandung si pasien selama Sembilan bulan, dengan tujuan untuk mengeluarkan penyakit dari tubuh pasien sehingga tidak menetap dalam tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk, fungsi, dan menganalisis eksistensi pengobatan sapulei pada masyarakat Desa Gunung Sejuk Kecamatan Sampolawa Kabupaten Buton Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk pengobatan sapulei yaitu pelaksanaannya menggunakan beberapa media seperti air (e’e), santan kelapa (santa kunde’e), dan minyak tawon (mina goso). Eksistensi sapulei memiliki aspek bertahan yaitu fungsi solidaritas dan fungsi religi yang menjadi faktor sapulei dapat bertahan. Aspek terancam punah yaitu adanya sistem pengobatan modern yang menyebabkan perubahan pola pikir masyarakat.
TRADISI LOSA DALAM ADAT PERKAWINAN ORANG LAKUDO DI KELURAHAN LAKUDO KECAMATAN LAKUDO KABUPATEN BUTON TENGAH Susi Wulandari
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2021
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v4i1.1200

Abstract

Tradisi Losa merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh orang lakudo di kelurahan lakudo yang dilakukan sebelum menuju perkawinan. Tradisi losa merupakan bentuk pertanggungjawaban seorang laki-laki kepada perempuan yang akan dilamarnya. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Lakudo Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah dengan tujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi losa dan makna yang terkandung dalam tradisi losa di Kelurahan Lakudo Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.Data dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik observasi, dan wawancara mendalam yang didukung dengan dokumentasi dan perekaman suara dan video. Informan ditentukan secara pusposive sumpling. Informan dalam tradisi ini adalah Tokoh adat dan masyarakat yang pernah melakukan tradisi losa.Teknik analisis data dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu reduksi data, display data dan mernarik kesimpulan/verifikasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proses pelaksanaan tradisi losa terdiri beberapa tahaap pelaksanaan yaitu tahap persiapan diantaraanya, pesolopi (kunjungan pertama), kafeena (bertanya), kacindano polangku (pengikat resmi). Tahap pelaksanaan yaitu pembawaan seserahan losa dan pembicaraan waktu pelaksanaan perkawinan. Tahap akhir yaitu seserahan dan makanan tradisional didoakan, dibagi-bagikan kepada keluarga atau yang hadir pada acara losa, kemudia makan bersama. Adapun makna dari tradisi losa yaitu penyelesaian adat serta pembawaan buah-buahan dan makanan tradisional.
RITUAL LAMBOKO KAWALU PADA ETNIK BUTON DI DESA KONDE KECAMATAN KAMBOWA KABUPATEN BUTON UTARA Misra Sari
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2021
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v4i1.1201

Abstract

Ritual lamboko kawalu merupakan ritual yang dilaksanakan oleh etnik Buton khususnya di Desa Konde ketika ada keluarga yang meninggal dunia namun jasadnya tidak ditemukan lagi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan serta penyebab masyarakat melaksanakan ritual lamboko kawalu. Metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ritual lamboko kawalu terdiri dari beberapa tahap baik persiapan bahan, seperti kain kafan dan cerek air sampai tahap lamboko kawalu dan tahap akhir. Tujuan dari pelaksanaan ritual ini agar yang telah meninggal dunia bisa tenang serta diberikan tempat yang layak, keluarga yang ditinggalkan selalu diberika kesehatan oleh Allah SWT.
KANSILALA : DIAGNOSA PENYAKIT PADA MASYARAKAT MUNA DESA KOLESE KECAMATAN PASIKOLAGA Anisa Anisa
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2021
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v4i1.1204

Abstract

Kansilala adalah salah satu sistem pengetahuan lokal masyarakat Desa Kolese yang digunakan sebagai media untuk mendiagnosa suatu penyakit. Kansilala dapat mengetahui penyebab sakitnya seseorang, dimana penyakit tersebut sangat sukar untuk disembuhkan secara medis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis teknik kansilala dalam mendiagnosa penyakit pada masyarakat Desa Kolese Kecamatan Pasikolaga, untuk mengidentifikasi jenis penyakit apa saja yang dapat didiagnosa dalam kansilala pada masyarakat Desa Kolese Kecamatan Pasikolaga Kabupaten Muna, untuk mengetahui makna kansilala pada masyarakat Desa Kolese Kecamatan Pasikolaga Kabupaten Muna. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi (pengamatan), wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik proposive sampling. Data dianalisis dengan teknik sebagai berikut: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.Hasil penelitian menunjukan bahwa kansilala terdiri dari 2 teknik pendiagnosaan penyakit yaitu kansilala menggunakan kalolei dan kansilala menggunakan kakahitela. Dalam kansilala menggunakan kalolei terdiri dari beberapa tahap pelaksanaan yaitu tahap persiapan alat dan bahan yaitu telur ayam kampung, air, abu dapur, kemenyan, tempat bakar kemenyan,kulit jagung, dan tempurung kelapa; tahap pelaksanaan yaitu tahap pendiagnosaan penyakit dan tahap akhir. Begitupun kansilala menggunakan kakahitela juga memiliki beberapa tahap pelaksanaan yaitu tahap persiapan alat dan bahan yaitu nyiru dan jagung 40 biji ; tahap pelaksanaan yaitu tahap pendiagnosaan penyakit dan tahap akhir. Adapun jenis penyakit yang dapat didiagnosa kansilala yaitu kahawirio, kaepeta, kala kalo, dan kalelei. Adapun makna dari kansilala yaitu agar pasien dapat diberi kesembuhan oleh Allah SWT.
TRADISI PENGOBATAN KAWIO (BISUL) MASYARAKAT MUNA DESA KAMPANI KECAMATAN WADAGA KABUPATEN MUNA BARAT SULAWESI TENGGARA wa ode Jayanti
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2021
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v4i1.1253

Abstract

Pengobatan kawio (bisul) adalah suatu pengobatan yang dilakukakan oleh masyarakat Muna Desa Kampani untuk mengobati penyakit berupa benjolan yang berwarna kemera-merahan yang berisi nanah disertai rasa nyeri yang menyebabkan badan serasa panas dan sakit pada bagian tubuh yeng terkena penyaikt kawio (bisul). Benjolan ini tumbuh pada bagian-bagian tertentu pada anggota tubuh manusia. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menjelaskan bentuk-bentuk pengobatan penyakit kawio Masyarakat Suku Muna Desa Kampani Kecamatan Wadaga, untuk mendeskripsikan Proses Pengobatan kawio (bisul) Masyarakat Suku Muna Desa Kampani Kecamatan Wadaga serta mendeskripsikan pola pewarisan tradisi pengobatan kawio (bisul) Masyarakat Muna Desa Kampani Kecamatan Wadaga Kabupaten Muna Barat. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.Cara penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Metode yang dipakai dalam penelitian yaitu metode deskripsi dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitratif. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan tekni Proposive sampling. Data dianalisis dengan teknik sebagai berikut: pengumpulan data, reduksi data, klasifikasi data, display data serta mengambil kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawio (bisul) atau dalam bahasa latin dikenal dengan nama furungkel adalah benjolan merah pada kulit yang berisi nanah dan terasa nyeri, dan salah satu penyakit yang sering dialami masyarakat Desa Kampani Kecamatan Wadaga Kabupaten Muna Barat; kawio (bisul) memiliki beberapa jenis dan bentuk yang berbeda-beda berdasarkan pengetahuan tradisional Masayarakat Muna Desa Kampani diantaranya, kawio biasa atau bisul biasa, pikitai, osorambata, okasosora dan kawisu. Bisul biasa biasa tumbuh disemua kulit, pikitai hanya tumbuh di ketiak dan tidak tumbuh disemua kulit, sama halnya dengan sorambata hanya tumbuh di selengkangan, okasosora tumbuh dalam telinga sedangkan kawisu hanya tumbuh pada setiap jari tangan dan jari kaki. Pola pewarisan pengobatan kawio (bisul) secara tradisional dapat diwariskan melalui berguru dengan orang pintar, melalui keluarga dan lingkungan.
RITUAL PONTONGOHA TOWUNI PADA BAYI DI DESA ROMBO KECMATAN KULISUSU KABUPATEN BUTON UTARA rasni rasni
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2021
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v4i1.1254

Abstract

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah, (1) Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan ritual Pontongoha towuni pada bayi di Desa Rombo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara, (2) Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam ritual pontongoha towuni pada bayi di Desa Rombo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Lokasi Desa Rombo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung, wawancara terhadap informan dan dokumentasi. Penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data menggunakan analisis deskritif kualitatif dengan meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) proses pelaksanaan ritual pontongoha towuni pada bayi “dulu jika dilaksanakan pontongoha towuni kecuali anak sudah berumur dua hari dan kemudian ari-ari bayi sudah di cuci sudah bersih lalu di simpan di dalam kelapa tua. Dengan perkembangan zaman sekarang ari-ari bayi tidak disimpan lagi didalam kelapa lagi tetapi disimpan dalam toples kaca kemudian dikubur akan tetapi tidak mengurangi makna yang terkandung dalam ritual pontongoha towuni. Tahap persiapan, alat dan bahan yang digunakan: linggis, parang, beras satu mangkok, telur mentah satu butir, uang sukarela, zakat, gelas, piring, sendok, talang, tudung saji. Sedangkan makanan yang disiapkan antara lain: pisang, lapa-lapa, cucur, pisang goreng, lauk pauk, dan makan ringan. Tahap pelaksanaan ritual pontongoha towuni bayi dipangku oleh keluarga bayi yang masih lengkap orang tuanya yaitu ibu dan ayah. Imam mengazankan bayi atau iqama. (2) Makna yang terkandung dalam ritual pontongoha towuni adalah makna religi, makna kesehatan, makna pada bahan yang digunakan, dan makna sosial.
TRADISI WANDILEA PADA MASYARAKAT KELURAHAN WALI KECAATAN BINONGKO KABUPATEN WAKATOBI Fika Fika
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2021
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v4i1.1256

Abstract

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan proses/tahapan pelaksanaan tradisi wandilea, menjelaskan bentuk perubahan budaya pada tradisi wandilea, dan menjelaskan factor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan budaya pada tradisi wandilea. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan data yang digunakan berupa pengamatan/observasi kepada bentuk tradisi wandilea, wawancara kepada ketua adat, syarano wali serta masyarakat kelurahan wali yang memahami proses atau tahapan tradisi wandilea dan dokumentasi kepada tradisi saat persiapan hingga selesai. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa ada beberapa bentuk perubahan budaya pada tradisi wandilea pada zaman dahulu sangat terlihat jelas yaitu dari segi tata cara pelaksanaanya dan perlengkapan bahan/alat yang digunakan. Perlengkapan yang sudah tidak digunakan lagi yaitu, isa kancunu(ikan bakar), kadese kancunu(pisang bakar), hopa kancunu(ubi uwi bakar), rua kulu manu(dua ekor ayam), empat buah kelapa tua, benang putih, seruling, dan komunto(tempat makanan). Hilangnya perlengkapan tersebut tidak mengubah makna dan tujuannya, tetap sama dan tidak mengalami perubahan pada tradisi wandilea. Faktor yang mendorong terjadinya perubahan yaitu faktor perubahan penduduk yang terjadi pada masyarakat Kelurahan Wali adalah banyaknya jumlah kelahiran yang ada dimasyarakat sehingga kurangnya pemahaman tata cara proses pelaksanaan dan orang yang mengetahui tentang tradisi sudah meninggal dunia. Yang kedua yaitu penemuan baru dalam tradisi, dimana tradisi wandilea yang ada dikelurahan Wali mendapatkan penemuan-penemuan baru yang dibentuk seperti bungkusan kecil yaitu kakulumpi.
TRADISI BONGKAA TAU (PESTA PANEN) PADA MASYARAKAT LOMBE KELURAHAN BOMBONAWULU KECAMATAN GU KABUPATEN BUTON TENGAH
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2021
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v4i1.1257

Abstract

Tradisi bongka’a ta’u merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Lombe di Kelurahan Bombonawulu yang dilakukan pada saat musim panen jagung muda. Pelaksanaan bongka’a ta’u ini merupakan bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap para pejuang terdahulu sebagai peletak batu pertama di Benteng Bombonawulu dan ungkapan rasa syukur atas limpahan panen yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan tradisi bongka’a ta’u, untuk menganalisis makna simbolik tradisi bongka’a ta’u dan untuk mengalisis nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi bongka’a ta’u. Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Lombe Kelurahan Bombonawulu Kecamatan Gu Kabupaten Buton Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis dilakukan melalui tiga tahap yaitu reduksi data, display data, dan menarik kesimpulan/verifikasi. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan tradisi bongka’a ta’u terdiri dari beberapa tahap pelaksanaan yaitu tahap persiapan diantaranya, pengibaran bendera berwarna putih hitan, kafowanuno sumanga (pemberitahuan), dan persiapan sesajen. Tahap pelaksanaan yaitu pokalapa dan pobha. Tahap akhir haroa yang diakhiri dengan makan bersama. Makna simbolik yang terkandung dalam tradisi bongka’a ta’u dibagi menjadi dua yaitu makna simbolik alat dan bahan diantaranya makna kampana’a, makna enjelai (sejenis tebu), kelapa muda, dan bambu. Makna simbol perilaku diantaranya makna kafowanuno sumanga (pemberitahuan), makna menyediakan dalam dua talang haroa dan makna merentangkan kedua tangan sambil menggenggam batang enjelai. Tradisi bongka’a ta’u mengandung nilai estetika, nilai religius, nilai budaya hubungan manusia dengan alam, dan nilai solidaritas(kebersamaan).
EKSISTENSI TRADISI PEKANDE-KANDEA PADA MASYARAKAT TOLANDONA KECAMATAN SANGIA WAMBULU KABUPATEN BUTON TENGAH Wa Ode Ferdayandi
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 4 No 1 (2021): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2021
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v4i1.1258

Abstract

Penelitian ini dilakukan di dua tempat yakni Desa Tolandona Matanaeo dan Kelurahan Tolandona. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan tradisi Pekande-kandea pada masyarakat Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Tengah, (2) Untuk menjelaskan pola pewarisan tradisi Pekande-kandea oleh masyarakat Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tengah, (3) untuk menjelaskan fungsi dan implikasi tradisi Pekande-kandea pada masyarakat Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu (1) observasi yaitu peneliti melihat secara langsung proses pelaksanaan tradisi Pekande-kandea untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan untuk melanjutkan penelitian, (2) Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai proses, pola pewarisan serta implikasi tradisi Pekande-kandea pada masyarakat Tolandona Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tengah, (3) dokumentasi sebagai bukti untuk memperkuat hasil penelitian. Tehnik penentuan informan dilakukan secara snowball sampling. Tehnik analisis terdiri dari tiga tahap yaitu reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah (1) proses pelaksanaan Pekande-kandea memiliki beberapa tahap yaitu (a) tahap persiapan (persiapan alat dan bahan), (b) tahap pelaksanaan dan (c) tahap akhir. (2) Pola pewarisan tradisi Pekande-kandea dilakukan secara langsung oleh masyarakat itu sendiri secara turun temurun. (3) Implikasinya dalam kehidupan masyarakat Tolandona yakni dampak positif dan negatif yang yaitu (a) dampak sosial, (b) dampak ekonomi, dan (c) dampaknya sebagai hiburan.

Page 1 of 1 | Total Record : 9