cover
Contact Name
-
Contact Email
lkp2m@uin-malang.ac.id
Phone
+6285173116244
Journal Mail Official
lkp2m@uin-malang.ac.id
Editorial Address
Gedung Jenderal Besar H.Muhammad Soeharto (Sport Center) Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana No.50, Dinoyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65144
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
LoroNG
ISSN : 26848171     EISSN : 18299245     DOI : https://doi.org/10.18860/lorong.v
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya adalah jurnal ilmiah mahasiswa yang diterbitkan sebagai wadah pengkajian sosial dan budaya. Jurnal ini bertujuan menjadi tempat pengembangan kemampuan kritis dan analitis mahasiswa serta menjadi sarana untuk menggairahkan kembali tradisi menulis di kalangan akademisi. Lorong memuat tulisan ilmiah populer, gagasan orisinal yang kritis dan segar, serta ulasan buku. Jurnal ini diterbitkan secara berkala pada bulan Juni dan Desember setiap tahun oleh UKM LKP2M (Lembaga Kajian Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Articles 154 Documents
Sayyidah Khadijah sebagai Role Model Istri dalam Keluarga Islam Tafuzi Mu’iz, Dzikrul Hakim
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya Vol 9 No 2 (2020)
Publisher : Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/lorong.v9i2.953

Abstract

The wife can affect the intensity of a husband’s happiness. However, the husband’s happiness on the attitude and behaviour can suppress polygamy, which frequently occurs. It can also support the realization of a sakinah, mawadah, and warahmah family. The husband’s happiness on the attitude and behaviour can suppress polygamy, which often occurs. It can also support the realization of a sakinah, mawaddah, and warahmah family. As an example of a solid and harmonious household, it can be seen from the relationship of the Prophet’s family with Sayyidah Khadijah. Sayyidah’s behaviour and attitude towards the Prophet reflect how the wife should treat her husband to happiness in the household. This study aims to reveal that Sayyidah Khadijah personally deserves to be a role model for a Salihah wife in an ideal Islamic family concerning QS. Al-Nisa ‘(4): 34. The results of this study are Sayyidah Khadijah has four indicators of Salihah wives in Islam to create an ideal family. First, unite God. Second, be commendable to yourself. Third, be respectable to the husband. And fourth, knowledgeable and have extensive knowledge. These four indicators already exist in the person of Sayyidah Khadijah. All Muslim women can emulate them to become pious wives and create an ideal Islamic family. Istri dapat mempengaruhi intensitas kebahagiaan seorang suami. Kebahagiaan suami atas sikap dan perilaku dari seorang istri diyakini dapat menekan praktek poligami yang kerap kali terjadi. Hal tersebut juga dapat mendukung terwujudnya keluarga sakinah, mawadah dan warahmah. Sebagai teladan rumah tangga yang kokoh dan harmonis, dapat dilihat dari hubungan keluarga Rasulullah dengan Sayyidah Khadijah. Perilaku dan sikap Sayyidah terhadap Rasulullah dapat menjadi cerminan bagaimana perlakuan yang semestinya dilakukan oleh istri kepada suami sehingga suami mendapatkan kebahagiaan dalam rumah tangga tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bahwasanya pribadi Sayyidah Khadijah layak dijadikan role model istri salihah dalam keluarga Islam yang ideal dengan mengacu pada QS. Al-Nisa’ (4): 34. Hasil dari penelitian ini adalah Sayyidah Khadijah memiliki empat indikator istri salihah dalam islam untuk membuat keluarga yang ideal. Pertama, mengesakan Allah. Kedua, berakhlak terpuji pada diri sendiri. Ketiga, berakhlak terpuji kepada suami. Dan keempat, berilmu dan memiliki pengetahuan yang luas. Keempat indikator ini sudah ada pada pribadi Sayyidah Khadijah dan dapat dicontoh oleh seluruh muslimah sehingga dapat menjadi istri yang salihah dan dapat menciptakan keluarga Islam yang ideal.
Turki, Hagia Sophia dan Kebangkitan Politik Islam: Membaca Fenomena Peralihan Museum Bersejarah Menjadi Masjid Muhammad, Luthvi Nur
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya Vol 9 No 2 (2020)
Publisher : Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/lorong.v9i2.954

Abstract

The city of Constantinople, or what is now known as Istanbul, was the capital of two great world civilizations, namely the Byzantine Empire and the Ottoman Empire. These civilizations left historical traces, one of which was the Hagia Sophia. On May 29, 1453, the city of Constantinople was conquered by Mehmet II, which became the beginning of a new civilization. Mehmet II created prestige and symbolic power on the Hagia Sophia building for his political interests in this conquest. This article will discuss the transition of the function of the Hagia Sophia. The research method used is a literature study. The results of this study are, Hagia Sophia has passed more than 15 centuries and is a silent witness to the ongoing transition of power in the land of Constantinople. In its history, Hagia Sophia has often been used as a symbol of the glory of its era. This article highlights the transition of the Hagia Sophia from a museum to a mosque which has received a response from the international community. This change is considered evidence of the rise of political Islam in Turkey under the leadership of President Erdogan. The political promise of Erdogan and his Islamist AKP Party is suspected to be the reason behind the change in the status and function of the Hagia Sophia. Amid various criticisms, both domestically and internationally, for this policy, the Erdogan government believes that the changes made are entirely Turkey’s constitutional rights that cannot be interfered with by anyone. Kota Konstatinopel atau yang saat ini disebut dengan Istanbul merupakan ibu kota dari dua peradaban besar dunia yaitu Kekaisaran Byzantium dan Kesultanan Ottoman. Kedua peradaban ini meninggalkan jejak sejarah, salah satunya yaitu Hagia Sophia. Pada 29 Mei 1453 Kota Konstatinopel ditaklukkan oleh Mehmet II yang menjadi awal dari sebuah peradaban baru. Dalam penaklukkan tersebut, Mehmet II menciptakan prestise dan kekuatan simbolis pada bangunan Hagia Sophia demi kepentingan politiknya. Artikel ini akan membahas mengenai fenomena peralihan fungsi Hagia Sophia. Metode penelitian yang digunakan yaitu studi pustaka. Hasil penelitian ini yaitu, Hagia Sophia telah melewati lebih dari 15 abad dan menjadi saksi bisu berlangsungnya transisi kekuasaan di tanah Konstantinopel. Dalam sejarahnya, Hagia Sophia seringkali dijadikan simbol kejayaan pada eranya. Artikel ini menyoroti peralihan Hagia Sophia dari museum ke masjid yang mendapatkan respon dari masyarakat internasional. Perubahan ini ditengarai menjadi bukti bangkitnya politik Islam di Turki dibawah kepemimpinan Presiden Erdogan. Janji Politik Erdogan dan Partai AKPnya –yang berhaluan Islamis- ditengarai menjadi alasan dibalik pergantian status dan fungsi Hagia Sophia tersebut. Ditengah berbagai kritik, baik dari dalam negeri maupun dunia internasional terhadap kebijakan ini, Pemerintahan Erdogan berasalan bahwa perubahan yang dilaku.
Hak dan Kewajiban Kemitraan Prespektif Islam dalam Hubungan Perusahaan E-commerce: Analisis Kasus Pemogokan Kurir Shopee Express Rifqi, M. Izzuddin
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/lorong.v10i1.955

Abstract

Since the surge in the gig economy phenomenon, the employment relationship ecosystem in Indonesia has continued to change. This can be seen from the increasing number of e-commerce companies that were born and developed in Indonesia. Ironically, the speed of change cannot be matched by adequate regulation. So that some aspects of regulations regarding employment relations need to be updated so that workers who decide to work under e-commerce companies can be guaranteed their rights. This research is a type of normative research with a statutory approach and a conceptual approach. The results of the study show that from an Islamic perspective, workers who enter into work contracts with e-commerce companies are called Ju’alah contracts as stated in the fatwa of DSN-MUI No. 62/DSN-MUI/XII/2007 concerning the Ju’alah Agreement. Semenjak melonjaknya fenomena gig economy, ekosistem hubungan kerja di Indonesia terus mengalami perubahan. Hal tersebut bisa dilihat dari semakin banyaknya perusahan e-commerce yang lahir dan berkembang di Indonesia. Ironinya, kecepatan perubahan tersebut tidak mampu diimbangi dengan regulasi yang memadai. Sehingga beberapa aspek regulasi tentang hubungan kerja perlu diperbarui agar para pekerja yang memutuskan untuk bekerja di bawah perusahan e-commerce hak-haknya dapat terjamin. Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam prespektif Islam, para pekerja yang menjalin kontrak kerja dengan perusahaan e-commercedinamakan Akad Ju’alah seperti tercantum pada fatwa DSN-MUI No.62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang Akad Ju’alah.
Konflik Kepentingan dalam Cerpen Simuladistopiakoronakra Karya Seno Gumira Ajidarma afuzi Mu’iz, Dzikrul Hakim T
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/lorong.v10i1.956

Abstract

Literary works must have authors who will never be free from the bias of their knowledge in writing their careers even though the work’s objectivity has been tried as much as possible in narrating it, especially in written literary works. This study discusses the conflicts of interest in literary works and makes the short story Simuladistopiakoronakra by Seno Gumira Ajidarma a material object. Therefore, Ralf Dahrendorf’s conflict of interest theory is used as an analytical tool. Regarding existentialism philosophy which considers the existence of other people as a threat to oneself, the short story Simuladistopiakoronakra is analyzed by mapping the conflicts that occur in them and their forms. The study results reveal that in the short story Simuladistopiakoronakra, there is a conflict of interest between the Commander who represents his interests in Fish-Headed Man and a group of Earthmen who have interests. The conflict of interest between the characters in this short story has the form of cross-class violence in negotiation, and physical violence used to achieve the desired claims. The fatal form of physical violence in this short story is the killing of the FishHeaded Man by the Earthman. Karya sastra pasti memiliki pengarang yang tidak akan pernah bebas dari bias pengetahuannya dalam menuliskan karyanya meskipun objektivitas karya sudah diusahakan semaksimal mungkin dalam menarasikannya, terlebih lagi pada karya sastra tulis. Penelitian ini membahas konflik kepentingan yang terdapat dalam karya sastra dan menjadikan cerpen Simuladistopiakoronakra karya Seno Gumira Ajidarma sebagai objek material. Oleh sebab itu, teori konflik kepentingan Ralf Dahrendorf digunakan sebagai alat analisis. Terkait filsafat eksistensialisme yang menganggap keberadaan orang lain adalah ancaman bagi diri sendiri, cerpen Simuladistopiakoronakra dianalisis dengan memetakan konflik yang terjadi di dalamnya beserta bentuk-bentuknya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam cerpen Simuladistopiakoronakra terdapat konflik kepentingan antara Komandan yang merepresentasikan kepentingannya pada Manusia Berkepala Ikan dengan sekelompok Manusia Bumi yang memiliki kepentingan juga. Konflik kepentingan antar tokoh dalam cerpen ini memiliki bentuk kekerasan lintas kelas berupa negosiasi dan kekerasan fisik yang digunakan untuk mencapai kepentingan yang diinginkan. Bentuk kekerasan fisik yang fatal terdapat dalam cerpen ini adalah pembunuhan Manusia Berkepala Ikan oleh Manusia Bumi.
NU Againts Corruption: Analisis Pemikiran, Narasi dan Gerakan Anti Korupsi di Tubuh Organisasi Islam Nahdlatul Ulama Makhmuri, Muhammad
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/lorong.v10i1.957

Abstract

The practice of corruption in Indonesia, which becomes run-riot by the day, has opened public awareness about the danger of corruption. Eradication of corruption that is carried out only by authorized institutions is not enough; therefore, societies need synergy to create an anti-corruption culture. This article analyzes the role of societies to effort the eradication of corruption. This article focuses on the thoughts, narratives, and anti-corruption actions built by the Islamic society organization Nahdlatul Ulama. Anti-corruption ideas within NU came from the perspective of the Kiai, which was manifested in various bahtsul masail studies and forums organized by Nahdiyyin. In the NU tradition, Kiai has an essential role and are frequently agents of social engineering or social change in society. In addition to being a social organization that upholds religious values, NU also always says NU’s national values by principled to Pancasila and the 1945 Constitution. From NU’s perspective, corruption is a severe problem that must be faced and fought seriously. Narratives and anti-corruption actions within NU can also be seen through various campaigns and agendas carried out by Nahdiyyin, both individually and collectively. Praktek korupsi di Indonesia yang kian hari kian menggurita, membuka kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi. Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang saja tidaklah cukup, oleh karena itu dibutuhkan sinergitas masyarakat dalam mengupayakan budaya antikorupsi. Artikel ini menganalisa peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi. Artikel ini berfokus pada pemikiran, narasi dan gerakan antikorupsi yang dibangun oleh organisasi kemasyarakatan Islam Nahdlatul Ulama. Pemikiran antikorupsi dalam tubuh NU lahir dari persepktif para kiai yang termanifestasikan dalam berbagai kajian-kajian bahstul masaildan forum-forum baik resmi maupun kultural yang diselenggarakan oleh warga Nahdiyyin. Dalam tradisi NU, kiai memiliki peran vital dan acapkali menjadi agent of social engineering atau agen-agen perubahan social masyarakat. Selain menjadi organisasi kemasyarakatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, NU juga senantiasa menyuarakan nilai-nilai kebangsaan dengan perpegang pada Pancasila dan UUD 1945. Korupsi dalam pandangan NU merupakan persoalan serius yang harus dihadapi dan dilawan dengan serius pula. Sehingga, sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, NU memiliki komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi. Narasi dan gerakan antikorupsi di tubuh NU juga dapat dilihat melalui berbagai kampanye dan agenda yang dilakukan oleh warga Nahdiyyin baik secara individu maupun kolektif.
Pola Asuh dalam Pemenuhan Hak Anak Pada Masa Pandemi Covid-19 di Lembaga Panti Asuhan Dahlan Syafi’i Subkhiya, Fajriatis
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/lorong.v10i1.958

Abstract

Children are the next generation of the nation that must be maintained health and fulfillment of their rights. Each parent, teacher, government, and community is responsible for the growth and development of children such as physical, knowledge, psychological, and social. This study aims to determine the pattern of parenting in the fulfillment of children’s rights during the COVID-19 pandemic at the Dahlan Syafi’i orphanage. The research method uses a qualitative approach, data collection methods through in-depth interviews, observation, and documentation. The subjects or informants in this study were the caretakers of the orphanage and 2 Dahlan Syafi’i orphans. The results showed (1) the types of parenting applied by the caregivers were authoritarian, authoritative, and permissive. (2) Fulfillment of children’s rights during the pandemic include (a) Guaranteeing children’s health and growth and development, (b) Assisting and educating during online learning, (c) Delivering information as a provision of children’s knowledge, (d) Establishing massive communication and cohesiveness, (e) Meet with biological parents, (f) Set a good example. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dijaga kesehatan dan pemenuhan haknya. Masing-masing orang tua, guru, pemerintah, dan masyarakat bertanggungjawab atas tumbuh kembang anak seperti fisik, pengetahuan, psikis, dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh dalam pemenuhan hak anak di masa pandemi Covid-19 di lembaga panti asuhan Dahlan Syafi’i. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Subjek atau informan dalam penelitian ini adalah pengasuh panti asuhan dan 2 anak yatim piatu Dahlan Syafi’i. Hasil penelitian menunjukkan (1) jenis pola asuh yang diterapkan oleh pengasuh adalah authoritarian, authoritative dan permissive. (2) Pemenuhan hak anak di masa pandemi diantaranya (a) Menjamin kesehatan dan tumbuh kembang anak, (b) Mendampingi dan mendidik selama pembelajaran daring, (c) Menyampaikan informasi sebagai bekal pengetahuan anak, (d) Menjalin komunikasi dan kekompakan secara masif, (e) Bertemu dengan orang tua kandung, (f) Memberi teladan yang baik.
Tahlil Virtual: Sebuah Upaya Menegosiasikan Tradisi dan Teknologi Informasi Nurmala Sari, Astri Liyana
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/lorong.v10i1.959

Abstract

The spread of the Covid-19 virus has made policymakers issue restrictions on activities and community interactions. This restriction is carried out in almost every line of community life, including implementing various religious traditions, one of which is the tahlil tradition. In the perspective of humanism, the interaction between individuals in the tahlil tradition is proven to build and foster the value of subsidiarity and solidarity between communities. Amid the pandemic, the community then innovated the tahlil tradition by utilizing internet-based communication technology. However, virtual tahlil tends to erode the values that are the substance of the tahlil tradition itself. This paper tries to analyze the virtual tahlil phenomenon carried out by various elements of society during the pandemic. By using a humanism approach, this paper will describe the phenomenon of virtual tahlil and offer a strategy to maintain the community’s empathy and solidarity, which is the core of this religious tradition that has been preserved for generations. Penyebaran virus Covid-19 membuat pemangku kebijakan mengeluarkan pemberlakuan pembatasan aktivitas dan interaksi masyarakat. Pembatasan ini dilakukan di hampir setiap lini kehidupan masyarakat, termasuk dalam pelaksanaan berbagai tradisi-tradisi keagamaan, salah satunya ialah tradisi tahlil. Dalam perspektif humanisme, interaksi antar individu masyarakat dalam tradisi tahlil terbukti membangun dan menumbuhkan nilai subsidiaritas dan solidaritas antar masyarakat. Di tengah kondisi pandemi tersebut, masyarakat kemudian melakukan inovasi tradisi tahlil dengan memanfaatkan teknologi komunikasi berbasis internet. Namun, tahlil virtual cenderung mengikis nilai-nilai yang menjadi substansi dari tradisi tahlil itu sendiri. Tulisan ini mencoba menganalisa fenomena tahlil virtual yang dilakukan berbagai elemen masyarakat pada masa pandemi. Dengan menggunakan pendekatan humanisme, tulisan ini akan memaparkan fenomena tahlil virtual sekaligus menawarkan strategi untuk tetap merawat rasa empati dan solidaritas masyarakat yang menjadi inti dari tradisi keagamaan yang telah dilestarikan secara turun temurun ini.
Digitalisasi Organisasi di Masa Pandemi: Studi Kasus di PKPT IPNU-IPPNU UIN Malang Perspektif Teori Humanisme Istifadah, Istifadah
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya Vol 10 No 2 (2021)
Publisher : Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/lorong.v10i2.965

Abstract

The Corona Virus Disease – 19 (Covid-19) pandemic provides remarkable changes and extraordinary impacts in various aspects of life. One of the impacts of the pandemic is the changes in interaction within societies. Previous conventional interaction was “forced” to shift to digital bases. This shift does not only occur in relationships between individuals in general but also in the relationships between individuals within an institution/community. This research will examine the shifting forms of interaction and communication due to the pandemic. The research focuses on student organizations namely PKPT IPNU-IPPNU UIN Malang. The researcher will examine about how the implementation of the annual programs at PKPT IPNU-IPPNU UIN Malang during the pandemic. In addition, the researcher will also examine the impacts that occur from the shifting of digitalization to the personal closeness between members and committees through the perspective of humanism. This research is field research with a case study approach. The researcher collects the required data through interview and documentary observation techniques. As a result, the implementation of the annual programs is indeed quite helpful by digital media. However, the level of solidarity and emotional closeness that should become the organization’s most important objectives tend to degrade and not achieved optimally. Pandemi Corona Virus Disease – 19 (Covid-19) memberikan banyak perubahan dan dampak luar biasa dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu dampak dari adanya pandemi tersebut adalah perubahan bentuk interaksi yang terjadi di dalam masyarakat. Bentuk interaksi masyarakat yang sebelumnya berbasis konvensional “dipaksa” harus bergeser ke interaksi berbasis digital. Pergeseran ini tidak hanya terjadi pada hubungan antar individu secara general, namun juga hubungan antar individu dalam suatu lembaga/komunitas. Penelitian ini akan mengkaji bentuk pergeseran interaksi dan komunikasi masyarakat akibat adanya pandemi. Penelitian memfokuskan pada lembaga atau organisasi mahasiswa yaitu PKPT IPNU-IPPNU UIN Malang. Peneliti akan mengkaji tentang bagaimana pelaksanaan program kerja PKPT IPNU-IPPNU UIN Malang pada masa pandemi. Selain itu, peneliti juga mengkaji dampak yang ditimbulkan oleh pergeseran bentuk interaksi umanis digital tersebut terhadap kedekatan personal diantara anggota dan pengurus dalam perspektif umanism. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan studi kasus (case study). Peneliti mengumpulkan data-data yang dibutuhkan melalui teknik wawancara serta observasi dokumentasi. Hasilnya, pelaksanaan program kerja dalam organisasi memang cukup banyak terbantu dengan hadirnya media digital. Namun, tingkat solidaritas dan kedekatan emosional yang menjadi tujuan paling utama organisasi PKPT IPNU-IPPNU justru cenderung mengalami degradasi dan tidak tercapai secara maksimal.
Efektivitas Penegakan Hukum Patroli Siber di Media Sosial Suryaningrum, Faradiba
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya Vol 10 No 2 (2021)
Publisher : Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/lorong.v10i2.966

Abstract

This study focuses on the study of the presence of cyber patrols on social media. The establishment of the cyber patrol aims to create a healthy, clean and safe digital space. However, the legal instruments used to ensnare perpetrators in cyberspace have legal ambiguity; even law enforcement officers are still repressive. This study aims to examine the effectiveness of cyber patrol law enforcement in internet networks crowded with netizens. This study uses a normative legal research method with a statutory approach and a conceptual approach. This study results show that cyber patrols have not been effective since they were implemented. The presence of cyber patrols has even further curbed the freedom of civil society to express themselves on social media. Penelitian ini berfokus pada kajian tentang kehadiran patroli siber di media sosial. Dibentuknya patroli siber bertujuan untuk membuat ruang digital yang sehat, bersih, dan aman. Tetapi, pada kenyataannya instrumen hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku di ruang siber memiliki kesamaran hukum, pun aparat penegak hukum masih bersifat represif. Tujuan penelitian ini adalah menelaah efektifitas penegakan hukum patroli siber di jejaring internet yang dipadati warganet. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini adalah untuk menunjukkan jika patroli siber masih belum efektif sejak diberlakukan. Kehadiran patroli siber justru semakin mengekang kebabasan masyarakat sipil untuk berekspresi di media sosial.
Penerapan Peradilan Elektronik di Masa Pandemi Dalam Tinjauan Teori Hukum Responsif Dan Teori Keadilan John Rawls Akbar, Ridho
LoroNG: Media Pengkajian Sosial Budaya Vol 10 No 2 (2021)
Publisher : Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/lorong.v10i2.967

Abstract

The judiciary is one of the essential instruments in law enforcement. The court is required to consistently innovate as a form of effort in following the development of society so that the law is not outdated. Among the breakthroughs in the judicial process is the implementation of an electronic court (e-court). This is marked by Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Number 1 of 2019. The PERMA is the response of the judiciary to the development of information technology. In practice, the performance of electronic trials faces its obstacles and challenges, especially during the pandemic. This study tries to observe the application of e-court in terms of responsive legal theory. This study also wants to see the application of electronic justice in the pandemic period from John Rawls’ theory of justice. This research is normative legal research with a statutory and conceptual approach. This study found that the application of electronic justice, when viewed with responsive legal theory, has not responded optimally to the community’s needs. In addition, if viewed from John Rawls’ theory of justice, the application of e-court during the pandemic has not provided access to justice for the entire community. Peradilan merupakan salah satu instrumen penting dalam penegakan hukum. Peradilan dituntut untuk senantiasa melakukan inovasi dalam merespon perkembangan masyarakat sehingga hukum tidak ketinggalan zaman. Di antara terobosan dalam proses peradilan adalah pemberlakuan peradilan secara elektronik (e-court). Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2019. PERMA tersebut merupakan respon lembaga peradilan terhadap perkembangan teknologi informasi. Dalam prakteknya, penerapan persidangan secara elektronik menghadapi kendala dan tantangan tersendiri, terlebih di masa pandemi. Penelitian ini mencoba meneropong penerapan e-court ditinjau dari teori hukum responsif. Penelitian ini juga ingin melihat penerapan peradilan secara elektronik di masa pandemi perspektif teori keadilan John Rawls. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Penelitian ini menemukan bahwa penerapan peradilan secara elektronik jika ditinjau dengan teori hukum responsif belum merespon secara maksimal kebutuhan masyarakat. Selain itu, jika ditinjau dari teori keadilan John Rawls, penerapan e-court di masa pandemi ternyata belum mampu memberikan akses keadilan kepada seluruh masyarakat.

Page 11 of 16 | Total Record : 154