cover
Contact Name
Herman Purba
Contact Email
herman.purba@uph.edu
Phone
+6289622106414
Journal Mail Official
herman.purba@uph.edu
Editorial Address
Department of Communication, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Pelita Harapan. UPH Tower F15, MH Thamrin Boulevard Street 1100, Lippo Karawaci, Tangerang, Banten.
Location
Kota tangerang,
Banten
INDONESIA
Lectura: Jurnal Ilmu Komunikasi
ISSN : -     EISSN : 30644607     DOI : https://doi.org/10.19166
Lectura: Jurnal Ilmu Komunikasi publishes research articles and conceptual papers in the field of communication, with a focus on strategic communication, media, and journalism in Indonesia. It is published biannually, in August and February, by the Department of Communication, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Pelita Harapan, with occasional special editions. Lectura: Jurnal Ilmu Komunikasi E-ISSN 3064-4607 is a double-blind peer-reviewed journal from reviewers from various universities and all articles are published fully Open Access.
Articles 18 Documents
2024 ELECTION LITERACY FOR BEGINNER VOTER IN AMURAN DISTRICT, SOUTH MINAHASA Pamungkas, Sigit; Wardaningsih, Agustin Diana; Rondonuwu, Roy
Jurnal Lectura Vol. 1 No. 2 (2025): February
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lectura.v1i2.9468

Abstract

Freedom of expression and political participation are fundamental human rights, including the right to express political aspirations without intimidation. Ahead of the 2024 General Election, social media platforms such as TikTok, YouTube, and Instagram have become primary sources of political information for first-time voters. However, political content on these platforms is highly susceptible to hoaxes, disinformation, and hate speech. Misinformation or improper political statements can quickly go viral, potentially leading to legal consequences for the uploader. To mitigate these risks, first-time voters need political literacy to express their views ethically, accurately, and under the law. This study explores the need for political literacy among first-time voters, particularly in Amurang District, South Minahasa Regency. Using a quantitative research method, data collection was conducted through questionnaires, observations, and literature reviews. The findings of this study provide an analysis of political participation on social media and the electoral literacy needs of first-time voters.
LIVE STREAMERS SOCIAL SELLING STRATEGIES IN ONLINE SALES ON TIKTOK LIVE Tandrian, Vincent; Dwihadiah, Desideria Lumongga
Jurnal Lectura Vol. 1 No. 2 (2025): February
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lectura.v1i2.9471

Abstract

Budaya berbelanja saat ini telah mengalami pergeseran seiring majunya teknologi. Berbelanja online lebih sering dilakukan oleh para konsumen saat ini. Namun, adanya masalah dimana produk yang dibeli tidak sesuai dengan deskripsi. Fitur live streaming diciptakan untuk pemecahan permasalahan tersebut, sehingga ramainya orang yang berjualan secara online melalui live streaming di TikTok Live. Hal ini mempermudah penjual dikarenakan live streaming penjualan secara langsung yang dilakukan secara online sehingga penjual dan pembeli dapat berinteraksi secara langsung seolah-olah seperti berjualan secara konvensional. Peneliti berfokus kepada strategi pemasaran komunikasi dengan konsep social selling. Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif dengan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif. Upaya untuk mendapatkan data melalui wawancara secara teknik semi structured interview dan konsep utama social selling. Dalam menentukan narasumber, penelitian ini melibatkan para live streamer yang aktif dan konsisten dalam berjualan melalui TikTok Live. Oleh karena itu, wawancara dilakukan kepada para live streamer yang berjualan secara live streaming di TikTok Live. Temuan penilitian ini menunjukkan bahwa para live streamer melakukan penjualan dengan menggunakan teknik utama yang interaktif untuk mendapatkan perhatian dari penonton, cara berjualan secara tradisional yang diterapkan pada media sosial, strategi promosi, penentuan harga, display produk, beserta dengan raut wajah atau ekspresi penjual.
BRAND IMAGE KFC PASCA KONTEN BOIKOT PRODUK ISRAEL PADA KALANGAN MAHASISWA Fatma Adila; Fabri Nurrahmi; Nisa, Uswatun
Jurnal Lectura Vol. 2 No. 1 (2025): August
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lectura.v2i1.9935

Abstract

Aksi boikot terhadap produk Israel yang tersebar di media sosial memberikan dampak terhadap brand image organisasi atau perusahaan yang masuk dalam daftar boikot produk Israel. KFC menjadi salah satu perusahaan yang termasuk ke dalam daftar boikot yang tersebar di media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui brand image KFC pasca menjamurnya konten boikot produk Israel di media sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara semi terstruktur. Penelitian ini menggunakan Customer Based Brand Equity Model (CBBE) yang dipopulerkan oleh Kevin Lane Keller. Informan dalam penelitian ini berjumlah enam orang, yaitu mahasiswa Universitas Syiah Kuala yang sering melihat konten boikot produk Israel di media dan mengetahui KFC merupakan salah satu produk Israel yang diboikot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan brand image KFC pasca konten boikot produk Israel memenuhi media sosial. Pada awalnya, KFC memiliki brand image yang positif dari segi rasa, logo, slogan, kualitas pelayanan dan lain sebagainya. Namun, setelah maraknya konten boikot, brand image KFC menjadi negatif karena sering kali diasosiasikan sebagai salah satu produk Israel. Akan tetapi seiring berjalan waktu, dan dengan berkurangnya konten boikot produk Israel di media sosial, dalam pandangan sebagian kecil informan brand image KFC mulai bergeser menjadi lebih netral. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa aksi boikot yang terjadi di media sosial terbukti mempengaruhi cara pandang publik terhadap brand image sebuah produk.  Abstract The boycott campaign against Israeli products circulating on social media has had an impact on the brand image of organizations or companies included in the boycott list. KFC is one such company that has been featured in the widely circulated boycott content. This study aims to explore KFC's brand image following the surge of boycott-related content on social media. The research adopts a qualitative method, employing semi-structured interviews as the primary data collection technique. It is grounded in the Customer-Based Brand Equity (CBBE) Model popularized by Kevin Lane Keller. The study involved six informants students from Universitas Syiah Kuala, who frequently encountered boycott-related content on social media and were aware that KFC was one of the targeted brands. The findings indicate that there has been a shift in KFC's brand image following the proliferation of boycott content. Initially, KFC was perceived positively in terms of taste, logo, slogan, service quality, and other attributes. However, after the widespread dissemination of boycott narratives, KFC's brand image became increasingly negative, often being associated with Israeli products. Over time, as the intensity of boycott content on social media declined, a minority of informants began to view KFC’s brand image as more neutral. This study highlights that social media-driven boycott movements can significantly influence public perception of a brand's image.
ANALISIS BUDAYA POLITIK MINANGKABAU DALAM FILM TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK Frans Tory Damara Pradipta
Jurnal Lectura Vol. 2 No. 1 (2025): August
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lectura.v2i1.9996

Abstract

Film adalah media kuat yang merepresentasikan dan memengaruhi persepsi budaya. Penelitian ini menganalisis representasi budaya politik Minangkabau dalam film "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck", sebuah karya sinematik yang sarat akan nilai-nilai adat. Masyarakat Minangkabau dikenal dengan sistem kekerabatan matrilineal dan filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah", yang membentuk identitas kultural dan struktur politik mereka. Film ini dipilih sebagai objek kajian karena secara eksplisit menampilkan dinamika adat dan konflik individu versus kolektif pada era 1930-an. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur ekstensif tentang budaya Minangkabau dan konsep budaya politik, serta analisis film "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck". Film ditonton secara seksama untuk mengidentifikasi adegan, dialog, dan simbol yang merefleksikan nilai-nilai dan dinamika kekuasaan adat. Data dianalisis melalui reduksi, penyajian, dan verifikasi untuk menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa film ini secara efektif merepresentasikan budaya politik Minangkabau melalui tiga aspek utama: (1) Sistem matrilineal sebagai fondasi legitimasi sosial dan politik, di mana status keturunan ibu menentukan penerimaan individu dan memengaruhi keputusan personal seperti pernikahan; (2) Prinsip "Adat Basandi Syarak" yang mengikat otoritas adat (Ninik Mamak) dalam pengambilan keputusan kolektif, meskipun terkadang interpretasi adat yang kaku mendominasi; dan (3) Konflik antara kehendak individu dan tuntutan kolektif, yang secara dramatis digambarkan melalui penderitaan karakter utama yang harus tunduk pada norma komunal yang kuat. Secara keseluruhan, film ini menjadi cermin kompleksitas budaya politik Minangkabau, menunjukkan bagaimana tradisi lokal membentuk struktur kekuasaan dan membatasi kebebasan individu demi menjaga harmoni komunitas. Abstract Film serves as a powerful medium for representing and influencing cultural perceptions. This research analyzes the representation of Minangkabau political culture in the film "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" (The Sinking of the Van Der Wijck Ship), a cinematic work imbued with profound customary values. Minangkabau society is renowned for its matrilineal kinship system and the philosophical principle of "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" (Custom based on Islamic Law, Islamic Law based on the Qur'an), both of which shape their cultural identity and political structure. This film was chosen as the object of study due to its explicit portrayal of customary dynamics and the conflict between individual and collective interests during the 1930s. This study employs a qualitative methodology, utilizing an extensive literature review on Minangkabau culture and concepts of political culture, alongside a film analysis of "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck." The film was meticulously viewed to identify scenes, dialogues, and symbols that reflect the values and power dynamics of Minangkabau custom. Data were analyzed through reduction, presentation, and verification to draw conclusions.   The findings indicate that the film effectively represents Minangkabau political culture through three main aspects: (1) The matrilineal system serves as the foundation of social and political legitimacy, where the mother's lineage determines an individual's acceptance and influences personal decisions like marriage; (2) The "Adat Basandi Syarak" principle binds the authority of traditional leaders (Ninik Mamak) in collective decision-making, though rigid interpretations of custom often dominate; and (3) The conflict between individual will and collective demands, dramatically depicted through the suffering of the main characters who must submit to strong communal norms. Overall, the film acts as a rich mirror to the complexities of Minangkabau political culture, illustrating how local traditions shape power structures and limit individual freedom for the sake of community harmony.
ANALISIS SEMIOTIKA HIMNE PROTESTAN: AMAZING GRACE MENGUNGKAP MAKNA MELALUI SIMBOL DAN TANDA Tarigan, Rose Emmaria; Putri, Kezia; Sumampow, Carly Scheffer
Jurnal Lectura Vol. 2 No. 1 (2025): August
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lectura.v2i1.10151

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna tersembunyi dalam himne Protestan Amazing Grace melalui pendekatan semiotika Roland Barthes dan Daniel Chandler. Himne ini bukan hanya pujian liturgis, melainkan juga teks budaya yang menyampaikan nilai-nilai teologis, moral, dan ideologis secara simbolik. Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif deskriptif dengan pendekatan semiotik dua tingkat: denotatif (makna literal) dan konotatif (makna simbolik/ideologis). Penelitian menemukan bahwa struktur musik dan lirik lagu memuat narasi pertobatan, anugerah ilahi, dan keselamatan, yang disampaikan melalui tanda-tanda seperti “I once was lost, but now am found”. Dalam kerangka mitologisasi Barthes, lirik dan melodi lagu ini mentransformasi ajaran teologis menjadi mitos religius yang dinaturalisasi sebagai kebenaran universal. Amazing Grace menjadi teks terbuka yang memungkinkan interpretasi emosional dan spiritual yang luas, serta memperkuat ideologi Protestan melalui bentuk musikal yang menyentuh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa himne dapat berfungsi sebagai alat reproduksi ideologi keagamaan secara halus, sekaligus menjadi sarana pembentukan identitas spiritual dan kolektif umat.
ANALISIS PENERIMAAN AUDIENS FILM DENGAN MENGGUNAKAN TEORI ENCODING-DECODING STUART HALL Simorangkir, David
Jurnal Lectura Vol. 2 No. 1 (2025): August
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lectura.v2i1.10171

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis resepsi audiens terhadap sebuah film dengan menggunakan Teori Encoding-Decoding dari Stuart Hall. Objek penelitian adalah film A Man Called Ahok (2018) karya Putrama Tuta. Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi: 1) Bagaimana resepsi audiens yang diharapkan oleh pencipta film A Man Called Ahok?; 2) Bagaimana resepsi publik terhadap film A Man Called Ahok?; 3) Apakah terdapat perbedaan resepsi antara audiens keturunan Tionghoa dan audiens pribumi?; 4) Apakah film A Man Called Ahok menimbulkan perubahan persepsi audiens terhadap Basuki Tjahaja Purnama? Metode penelitian yang digunakan adalah analisis resepsi audiens dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam bersama sutradara Putrama Tuta, serta wawancara daring dengan 20 orang penonton yang merupakan karyawan ber-KTP Jakarta. Informan tersebut dibagi ke dalam empat kategori: laki-laki keturunan Tionghoa, perempuan keturunan Tionghoa, laki-laki pribumi, dan perempuan pribumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Resepsi audiens yang diharapkan oleh Putrama Tuta adalah agar film ini dapat memengaruhi anak-anak untuk menjadi pribadi yang memberikan dampak positif bagi masyarakat, serta menggerakkan para ayah untuk mendidik anak-anak mereka seperti yang dilakukan oleh ayah Ahok; 2) Resepsi audiens terhadap film ini berada pada kategori Negotiated; 3) Tidak terdapat perbedaan signifikan antara audiens keturunan Tionghoa dan audiens pribumi dalam resepsi mereka terhadap film A Man Called Ahok; 4) Keempat kelompok informan tidak mengalami perubahan persepsi mengenai sosok Ahok setelah menonton film tersebut. Abstract This study seeks to analyze the audience reception of a film using Stuart Hall’s Encoding-Decoding Theory. The research object of this study is Putrama Tuta’s 2018 film, “A Man Called Ahok”. The research questions are : 1) What is the audience reception expected by the creators of the film A Man Called Ahok?; 2) What is the public's reception of the film A Man Called Ahok?; 3) Is there any difference in reception between audiences of Chinese ethnicity and Indigenous ethnicity?; 4) Does the film A Man Called Ahok cause any change in the audience’s perception of Basuki Tjahaja Purnama? The research method used is the audience reception analysis method with a qualitative approach through in-depth interviews with director Putrama Tuta and online interviews with 20 audience members who are employees with Jakarta IDs, divided into four categories: Chinese ethnic males, Chinese ethnic females, Indigenous ethnic males, and Indigenous ethnic females. Results of the research indicate that: 1) The audience reception expected by Putrama Tuta is for the film to influence children to become people who make an impact on society, and for fathers to be moved to educate their children like Ahok’s father; 2) The audience reception falls into the Negotiated category; 3) There is no significant difference between audiences of Chinese and Indigenous ethnicities in terms of their reception of the film A Man Called Ahok; 4) All four groups of informants did not experience any change in their perception of Ahok after watching the film A Man Called Ahok. The research results were analyzed using the Encoding-Decoding Theory perspective by Stuart Hall
TRANSFORMASI PRAKTIK JURNALISME PERJALANAN PADA RUBRIK TRAVEL KOMPAS.COM Pakasi, Ashley Christen; Wardaningsih, Agustin Diana
Jurnal Lectura Vol. 2 No. 1 (2025): August
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lectura.v2i1.10210

Abstract

Transformasi media digital telah mengubah praktik jurnalisme konvensional, termasuk dalam penyajian konten jurnalisme perjalanan yang kini banyak dipublikasikan melalui portal berita daring. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana penerapan kaidah jurnalistik dalam konten rubrik Travel di Kompas.com sebagai bentuk jurnalisme perjalanan di era digital. Fokus kajian terletak pada struktur narasi, akurasi informasi, serta penerapan prinsip-prinsip jurnalistik seperti 5W+1H, piramida terbalik, dan independensi editorial dalam menyajikan berita wisata. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dengan data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur dengan jurnalis, editor, dan pembaca rubrik Travel, serta observasi non-partisipatif terhadap konten yang dipublikasikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun rubrik Travel Kompas.com berupaya mengadopsi prinsip jurnalistik secara umum, sangat mengacu pada elemen-elemen kaidah jurnalistik serta kode etik jurnalistik dalam melakukan peliputan berita travel dan memberikan informasi yang bermanfaat serta keakuratan yang terjamin. Elemen promosi dimunculkan dalam bentuk kerjasama advertorial atau brandsview, dengan memunculkan tanda biru pada artikel tersebut, sebagai batasan pada praktik jurnalistik. Temuan ini memperkuat posisi jurnalisme perjalanan yang memang membutuhkan kerangka etika dalam konteks konvergensi media. Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pengembangan studi jurnalisme digital, khususnya dalam menilai kualitas informasi pariwisata dan akuntabilitas media daring di Indonesia. The transformation of digital media has changed conventional journalism practices, including the presentation of travel journalism content that is now widely published through online news portals. This study aims to analyse how the application of journalistic principles in the content of the Travel section on Kompas.com as a form of travel journalism in the digital era. The research focuses on the narrative structure, information accuracy, and the application of journalistic principles such as 5W+1H, the inverted pyramid structure, and editorial independence in presenting travel news. This research uses a qualitative approach with a case study method with data collected through semi-structured interviews with journalists, editors, and readers of the Travel section, as well as non-participatory observation of published content. The results show that although the Travel section of Kompas.com seeks to adopt journalistic principles in general, it strongly refers to the elements of journalistic rules and the journalistic code of ethics in covering travel news and providing useful information and guaranteed accuracy. Promotional elements appear in the form of advertorial or brandview collaborations, by appearing a blue mark on the article, as a limitation on journalistic practices. This finding strengthens the position of travel journalism, which requires an ethical framework in the context of media convergence. This research contributes to the development of digital journalism studies, especially in assessing the quality of tourism information and accountability of online media in Indonesia.
HUKUM INTERNASIONAL DALAM PERLINDUNGAN JURNALIS DAN MEDIA: STUDI KASUS ISRAEL-HAMAS DAN RUSIA-UKRAINA Nasution, Elyzabeth Bonethe; Aisha Nafitra Putri Yandri
Jurnal Lectura Vol. 2 No. 1 (2025): August
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/lectura.v2i1.10260

Abstract

Jurnalis dan media memainkan peran krusial namun beresiko tinggi ketika bertugas di zona konflik, dan Hukum Humaniter Internasional (HHI), hadir melalui ketentuan Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan menjamin perlindungan bagi jurnalis dan media di zona perang. Namun, masih sering ditemukan kelalaian dalam penerapannya. Maka, penelitian ini mengkaji penerapan HHI dalam melindungi jurnalis dan media di zona konflik, dengan fokus pada perang Israel-Hamas dan Rusia-Ukraina.  Kajian mengeksplorasi bagaimana ketentuan HHI diterapkan, tantangan yang dihadapi dalam penegakannya, dan respons internasional dalam mengatasi hambatan ini. Penelitian bersifat kualitatif dengan menggunakan data sekunder. Metode penelitian menggunakan metode studi kasus komparatif dan teknis analisis data komparatif untuk menganalisis kedua studi kasus tersebut. Hasil penelitian menemukan bahwa dalam kedua konflik tersebut, penerapan perlindungan HHI masih lemah. Para jurnalis menghadapi ancaman fisik, pembatasan akses, dan kurangnya adaptasi hukum terhadap perkembangan perang modern. Penelitian berhasil mengidentifikasi tantangan implementasi HHI, yang  meliputi alasan keamanan nasional untuk mencurigai kegiatan jurnalis, perkembangan sifat peperangan yang mempersulit identifikasi dan perlindungan jurnalis, serta kerangka hukum internasional yang terbatas dan kurang mencakup modernisasi perang. Selain itu, terdapat pula kesenjangan respons terhadap pelanggaran HHI, di mana komunitas internasional memberikan perhatian lebih kepada konflik Rusia-Ukraina. Rekomendasi menekankan pentingnya pengembangan dan penguatan kerangka hukum internasional, peningkatan kolaborasi global, dan penguatan mekanisme internasional dalam menangani kasus-kasus pelanggaran secara lebih efektif. Abstract  Journalists and the media play a crucial yet highly risky role when operating in conflict zones. International Humanitarian Law (IHL), through the provisions of the Geneva Conventions and Additional Protocols, guarantees protection for journalists and the media in wartime. However, there are frequent instances of negligence in its implementation. This study examines the application of IHL in safeguarding journalists and media in conflict zones, focusing on the Israel-Hamas and Russia-Ukraine wars. The analysis explores how IHL provisions are applied, the challenges faced in enforcement, and the international response to overcoming these barriers. A qualitative approach is employed, using secondary data, comparative case study methodology, and comparative data analysis techniques to examine both cases. The findings reveal that in both conflicts, the protection of journalists under IHL is weak, with journalists facing physical threats, restricted access, and a lack of legal adaptation to the realities of modern warfare. Identified challenges include national security concerns that view journalistic activities with suspicion, the evolving nature of warfare that complicates the identification and protection of journalists, and the limited scope of international legal frameworks to address modern warfare. Moreover, the research shows that the international community pays more attention to the failure of international law implementation in Russia-Ukraine. Recommendations emphasize strengthening international legal frameworks, enhancing global collaboration, and improving international mechanisms for addressing violations more effectively.

Page 2 of 2 | Total Record : 18