cover
Contact Name
Sukiati
Contact Email
sukiati@uinsu.ac.id
Phone
+62895404181600
Journal Mail Official
jurnalahlana@uinsu.ac.id
Editorial Address
Jl. Willem Iskandar, Pasar V, Medan Estate, Medan, Provinsi Sumatera Utara, 20371
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Ahlana: Jurnal Hukum dan Hukum Keluarga Islam
ISSN : 30892716     EISSN : 30325242     DOI : http://doi.org/10.30821/jhki
Ahlana: Jurnal Hukum dan Hukum Keluarga Islam emphasizes the study of Islamic family law and Islamic law in Islamic countries in general and specifically in Indonesia by emphasizing the theories of Islamic family law and Islamic law and its practices in the Islamic worlds that developed in attendance through publications of articles and book reviews. This Journal specializes in studying the theories and practices of Law and Islamic family law in Islamic countries and intends to express original research and current issues. This journal welcomes the contributions of scholars from related fields warmly that consider the following general topics: Law Islamic Law Family Law Islamic Family Law Family Study Islamic Criminal Law Customary Law Sharia Economic Law Islamic Constitutional Law Islamic Comparative law Anthropological Law Sociological Law Marriage and Gender Issues History of Islamic Family Law and Islamic Law Social Sciences (Miscellaneous)
Articles 18 Documents
Perceraian Yang Boleh Dijatuhkan Di Pengadilan Menurut Perspektif Syeikh Sayyid Sabiq Pada Kitab Fiqh Al-Sunnah Muttaqin, Muhammad; Izzuddin, Ahmad
-
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/jhki.v2i1.20848

Abstract

Divorce is a complex social phenomenon that continues to increase year after year, both in Muslim and non-Muslim societies. The main factors leading to divorce include social, economic and cultural changes. Although there are differences in divorce rates across countries, particularly in Muslim-majority countries, there are cases of divorce that can and cannot be decided by the courts. This research discusses the legal provisions of divorce in Egypt, specifically in Law No. 25 of 1920 and Law No. 25 of 1929. These two laws set out the requirements for religious courts in granting divorce, which are based on the ijtihad of fiqh scholars as there are no explicit provisions in the Qur'an and Sunnah. The main principle in these regulations is to simplify the affairs of the people, avoid difficulties, and conform to the values of tolerance in Islamic law. The 1920 Egyptian Law stipulates that divorce is possible if the husband is unable to provide maintenance or has a disability. The 1929 law added other grounds, such as danger to the wife's life, neglect without a valid reason, or the husband serving a prison sentence. This article examines each of these grounds and their corresponding articles, with the exception of divorce due to disability. Perceraian merupakan fenomena sosial yang kompleks dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik di masyarakat Muslim maupun non-Muslim. Faktor utama yang menyebabkan perceraian meliputi perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Meskipun terdapat perbedaan dalam tingkat perceraian di berbagai negara, khususnya di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim, terdapat kasuskasus perceraian yang dapat dan tidak dapat diputuskan oleh pengadilan. Penelitian ini membahas ketentuan hukum perceraian di Mesir, khususnya dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1920 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1929. Kedua undang-undang ini menetapkan syarat-syarat bagi pengadilan agama dalam menjatuhkan talak, yang disusun berdasarkan ijtihad ulama fikih karena tidak ada ketentuan eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Prinsip utama dalam peraturan ini adalah mempermudah urusan umat, menghindari kesulitan, serta menyesuaikan dengan nilai-nilai toleransi dalam syariat Islam. Undang-Undang Mesir Tahun 1920 menetapkan bahwa talak dapat dilakukan jika suami tidak mampu memberi nafkah atau memiliki cacat. Undang-Undang Tahun 1929 menambahkan alasan lain, seperti bahaya terhadap jiwa istri, penelantaran tanpa alasan yang sah, atau suami yang menjalani hukuman penjara. Artikel ini mengkaji masing-masing alasan tersebut beserta pasal yang berkaitan, kecuali talak karena cacat.
Implikasi Pernikahan Sebagai Sanksi dari Pacaran dalam Perspektif Maqasid Syari’ah dan Hak Asasi Manusia (HAM) Iqbal, M
-
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/jhki.v1i1.19179

Abstract

Marriage is prescribed to obtain a life that is sakinah, mawaddah and warahmah. To obtain the goals, the marriage must start in the way recommended by sharia in the form of muqaddimah such as ta'aruf and khitbah. However, there is a different way in society where marriage begins with the principle of courtship. For reasons of maintaining the good name and dignity of the family and also other reasons, this marriage was carried out as a result of the act of courtship. Therefore, this research was carried out to find out the legal implications of marriage based on dating, with a research approach in the form of qualitative research, and also data sourced from primary data obtained from events in society, and also secondary data obtained from various literature. Fiqh books and also journals related to the topics discussed. The results of this research show that all the reasons taken in the act of marrying the dating couple are in accordance with Maqashid sharia and occupy a position of dharuriyat (primary) needs, so that this marriage contains great benefits for women and all parties related to this case. Meanwhile, based on human rights, this marriage will have implications for the destruction of women who are abandoned by men if this marriage does not take place. So, marriage which results from the act of dating can become a law that has a deterrent effect and a law that brings preventive action for teenagers who like to date. So it becomes a legal solution to the rampant promiscuity that occurs through dating.
Pemberian Upah Dalam Praktik Bekam (Al-Hijamah) Nst, Rusli Halil
-
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/jhki.v1i2.21298

Abstract

Abstract: Cupping therapy, also known as hijamah, is a traditional medical practice that involves drawing out impure blood from the body for detoxification and healing purposes. This study aims to analyze the differing opinions among Islamic scholars regarding the permissibility of charging a fee for cupping therapy. The qualitative research approach was employed, utilizing content analysis of classical and contemporary literature, as well as interviews with cupping practitioners and religious figures in Balik Pulau, Penang Island. The findings of the study reveal that cupping therapy has been practiced since the time of Prophet Lot and is recognized in various ancient medical traditions, including Islam. According to Islamic law, cupping therapy is encouraged and permitted. However, there are varying opinions regarding the acceptance of fees. Some scholars prohibit it, while others allow it under certain conditions. The interviews conducted indicate that cupping therapy is effective and well-received by the community, with a majority approving of charging a fee due to its benefits in ensuring adequate facilities. In conclusion, the study determines that charging a fee for cupping therapy is permissible as long as it does not burden the patient and adheres to Shariah principles. Additionally, the importance of providing proper facilities for this practice is emphasized.Abstrak: Praktik bekam atau hijamah adalah metode pengobatan tradisional yang melibatkan pengeluaran darah kotor dari tubuh untuk detoksifikasi dan penyembuhan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan pendapat ulama terkait pemberian upah dalam praktik bekam. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis konten terhadap literatur klasik dan kontemporer, serta wawancara dengan praktisi bekam dan tokoh agama di Balik Pulau, Pulau Pinang. Temuan penelitian menunjukkan bahwa bekam telah lama dipraktikkan sejak zaman Nabi Luth dan diakui dalam berbagai tradisi pengobatan kuno, termasuk dalam Islam. Berdasarkan hukum Islam, praktik bekam dianjurkan dan diperbolehkan. Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai pengambilan upah. Beberapa ulama melarangnya, sementara lainnya memperbolehkan dengan syarat tertentu. Wawancara menunjukkan bahwa praktik bekam efektif dan diterima oleh masyarakat, dengan sebagian besar menyetujui pemberian upah karena manfaatnya dalam penyediaan fasilitas yang layak. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa pemberian upah dalam praktik bekam diperbolehkan selama tidak memberatkan pasien dan sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah, serta pentingnya penyediaan fasilitas yang baik dalam praktik ini. 
Nafkah Dalam Perspektif Qawa'id Fiqhiyyah Wiranto, Wiranto; Adly, Muhammad Amar; Firmansyah, Heri
-
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/jhki.v2i1.24905

Abstract

Penelitian ini mengkaji kaidah-kaidah yang berkaitan dengan nafkah dalam hukum Islam dan implementasinya dalam konteks kehidupan keluarga Muslim kontemporer. Transformasi sosial ekonomi modern telah menghadirkan kompleksitas baru yang menuntut pemahaman mendalam terhadap konsep nafkah sebagai manifestasi keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab dalam ajaran Islam. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif terhadap literatur fiqh klasik dan kontemporer, serta data empiris dari praktik peradilan agama di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nafkah dalam perspektif syariah memiliki dimensi yang lebih luas dari sekadar pemenuhan kebutuhan material, meliputi aspek spiritual, sosial, dan psikologis. Konsep kecukupan (kifayah) sebagai standar minimal nafkah mendemonstrasikan fleksibilitas hukum Islam dalam mengakomodasi perbedaan kondisi sosial ekonomi. Pendekatan maqashid syariah terbukti efektif sebagai kerangka metodologis dalam merespons tantangan implementasi kaidah nafkah di era modern. Integrasi pendekatan interdisipliner antara kajian fiqh, sosiologi keluarga, ekonomi Islam, dan psikologi memberikan perspektif holistik dalam memahami fenomena nafkah kontemporer. Penelitian ini merekomendasikan pengembangan regulasi adaptif, penguatan institusionalisasi peradilan agama, dan peningkatan literasi hukum Islam masyarakat sebagai strategi optimalisasi implementasi kaidah nafkah yang berkeadilan dan berkelanjutan
Foto Prewedding Perspektif Fiqih (Analisis Pandangan Ulama MPU Kota Banda Aceh) Abdullah, Nur Hafni; Hanafi, Agustin; Sholihin, Riadhus
-
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/jhki.v2i1.21290

Abstract

 Foto prewedding merupakan kegiatan dokumentasi antara calon pengantin sebelum pernikahan yang saat ini menjadi tren di masyarakat Indonesia. Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa Nomor 03/KF/MUI-SU/2011 menyatakan bahwa foto prewedding yang melibatkan pose berpegangan tangan, berpelukan, atau bentuk interaksi fisik lainnya sebelum akad nikah hukumnya haram karena mengandung unsur ikhtilat (campur baur antara lawan jenis yang bukan mahram) dan khalwat (berdua-duaan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik foto prewedding di kalangan masyarakat serta pandangan ulama di Kota Banda Aceh terhadap hukum pelaksanaannya. Penelitian ini merupakan studi lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui observasi, wawancara dengan masyarakat yang melakukan foto prewedding, serta wawancara mendalam dengan para ulama yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Banda Aceh. Analisis data dilakukan secara deskriptif-kualitatif dengan merangkum temuan-temuan lapangan serta menyesuaikannya dengan ketentuan hukum Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik foto prewedding dilakukan seolah sudah sah sebagai suami istri, termasuk dengan pose-pose yang bersentuhan fisik. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa foto prewedding menjadi bagian penting dari prosesi pernikahan modern. Sementara itu, para ulama menegaskan bahwa praktik tersebut tidak sesuai syariat dan cenderung mendekati perbuatan yang diharamkan 
Harmonious Communication in the Household: Tafsir Qs Al Hujurat And An-Nisa Sari, Iftah Kurnia; Mahmud Abdullah, Ahmad Belo
-
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/jhki.v2i2.25415

Abstract

This study aims to provide an in-depth understanding of the concept of harmonious communication within the family based on the values of the Qur'an, particularly those contained in Surah Al-Hujurat and An-Nisa. In Islamic teachings, the family is the primary foundation for building a harmonious and religious society. One of the key elements in creating a family that is sakinah, mawaddah, and rahmah is effective communication among family members, especially between husband and wife. Poor communication often triggers conflicts within the household, and in some cases, leads to divorce. This study employs a normative legal research method with a statute approach. The method used is library research, which involves collecting and analyzing data from various Islamic literature, including Qur'anic exegesis and Islamic law books. Surah Al-Hujurat and An-Nisa serve as the primary sources, analyzed through classical and contemporary exegesis to explore Islamic communication values. The results of the study indicate that communication based on Qur'anic values, such as honesty, mutual respect, and responsibility, plays a significant role in maintaining family harmony. The discussion in this study emphasizes that these communication principles can prevent prolonged conflicts, strengthen emotional bonds among family members, and serve as solutions in addressing the challenges of family life.
Dowry at the Crossroads of Cultures: Tradition and Modernity in Islamic Marriage in Indonesia and Malaysia Riyansyah, Ahmad
-
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/jhki.v2i2.25569

Abstract

This study aims to examine the dynamics of mahar (dower) practices in Islamic marriage in Indonesia and Malaysia by highlighting the intersection between traditional values and modernity. Mahar is an Islamic legal institution designed to protect women's rights; however, in practice, it is often influenced by cultural norms and social pressures. In various communities, dowry is not only seen as a religious obligation but also as a symbol of social status, potentially triggering economic inequality and marriage barriers. This research employs a normative juridical method with a statute approach and qualitative data analysis through the study of classical and contemporary fiqh literature, positive legal regulations in Indonesia and Malaysia, and societal practices. The findings reveal that although the fundamental principles of dowry in Islam emphasize simplicity and justice, its implementation is frequently shaped by social constructs that hinder the original intent of the sharia. In Indonesia, local customs such as those in Lombok and Minangkabau provide distinct nuances, while in Malaysia, Malay traditions and the symbolic value of mahar have also transformed in the modern era. This study concludes that an educational and reinterpretive approach to mahar is necessary to ensure alignment with maqashid sharia. A renewed understanding of mahar practices is essential to maintain its relevance, fairness, and contextuality in contemporary Muslim societies.
Dinamika Sosial Kontemporer dan Norma Syariah dalam Memahami Kedudukan Mahram pada Hukum Perkawinan Islam Muwafika, Anna
-
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/jhki.v2i2.25607

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan mahram dalam hukum perkawinan Islam, baik berdasarkan tradisi syariah maupun kebutuhan kontemporer, guna memberikan pemahaman yang komprehensif tentang siapa yang haram untuk dinikahi dan bagaimana ketentuan ini relevan dalam konteks sosial modern. Urgensi penelitian ini terletak pada adanya ketegangan antara nilai-nilai tradisional yang menjaga kesucian keluarga dan tuntutan masyarakat modern yang menekankan kebebasan individu dalam memilih pasangan hidup. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis deskriptif melalui studi literatur Al-Qur'an, Hadits, serta pendapat para ulama, ditambah wawancara dengan praktisi hukum Islam dan masyarakat untuk memperoleh perspektif kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori mahram tetap relevan namun memerlukan pemahaman kontekstual dalam menghadapi perubahan sosial dan budaya saat ini, sehingga menjaga keseimbangan antara pelestarian norma syariah dan pemenuhan kebutuhan masyarakat modern. Novelty dari penelitian ini adalah analisis komprehensif yang memadukan pandangan klasik dengan perspektif kontemporer, serta menawarkan pendekatan fleksibel dalam interpretasi hukum mahram guna menjaga relevansi dan perlindungan keluarga di era globalisasi

Page 2 of 2 | Total Record : 18


Filter by Year

2024 2025


Filter By Issues
All Issue