cover
Contact Name
Haris Murwadi
Contact Email
editor.j@ubl.ac.id
Phone
+6281977948802
Journal Mail Official
editor.j@ubl.ac.id
Editorial Address
Universitas Bandar Lampung Jl. Zainal Abidin Pagar Alam No.26 Labuhanratu Bandar Lampung 35142 Indonesia
Location
Kota bandar lampung,
Lampung
INDONESIA
Jurnal Arsitektur
Core Subject : Social, Engineering,
arsitektur dan lingkungan binaan, serta bidang ilmu lain yang sangat erat kaitannya seperti perencanaan kota dan daerah, desain interior, perancangan lansekap, dan sebagainya.
Articles 133 Documents
Perancangan Arsitektur Ramah Lingkungan: Pencapaian Rating Greenship GBCI Tjetjeng Sofjan Surjana; . Ardiansyah
JURNAL ARSITEKTUR Vol 3, No 2 (2013): Juni
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (187.265 KB) | DOI: 10.36448/jaubl.v3i2.27

Abstract

The design of eco-friendly building has become imperative in anticipation of environmental degradation and climate change in the world. Indonesia already has institutions GBCI (Green Building Council of Indonesia) who does green building certification, but still very few (less than 5%) buildings that are certified according to criteria of green building. This paper aims to review the architectural design aspects of green building rating greenship in order to achieve the GBCI.Design analysis using empirical data with descriptive method is based on version 1.1 GBCI rating tools for new buildings especially in the design aspect. Feasibility study includes architectural design consists of a minimumlimit of building area, eco-friendly, environmental management, earthquake resistance, fire protection, accessibility and availability of information and data, is a basic requirement of Building Permit (IMB).Appropriate Land, Proportion Size & Quality green open space that aims to maintain or expand the city greenery to improve the quality of the microclimate, reduce CO2 and pollutants; prevent soil erosion, reduce the burden on the drainage system; maintain the balance of water and ground water systems.Criterion is the presence of a vegetation landscape area (softscape) that is free of the building structure and building simple structures garden (hardscape) above ground or below ground. Development / Revitalization which aim is to avoid construction in green areas and avoid opening new land. General accessibility facilities which aim is to encourage development in a place that al ready has network connectivity and increase the use of the building to facilitate the achievement of the community in carrying out daily activities and avoid the use of motor vehicles. Planning for public transport, pedestrian access and pedestrian paths for cycling and city parks, the purpose of the garden greenery maintain or expand the city to improve the quality of the microclimate, reduce CO2 and pollutants; prevent soil erosion, reduce the burden on the drainage system; maintain balance water balance and groundwater systems. So having micro climate comfort.Abstrak - Perancangan bangunan ramah lingkungan sudah menjadi keharusan dalam mengantisipasi kerusakan lingkungan dan perubahan iklim di dunia. Indonesia sudah memiliki lembaga GBCI (Green Building Council Indonesia) yang melakukan sertifikasi green building, tetapi masih sedikit sekali (kurang dari 5%) bangunan yang memiliki sertifikat sesuai kriteria bangunan ramah lingkungan. Paper ini bertujuan untuk meninjau aspek desain arsitektur gedung ramah lingkungan dalam rangka mencapai rating greenship GBCI. Analisis perancangan menggunakan data empiris dengan metode deskriptif berdasarkan rating tools GBCI versi 1.1. untuk bangunan baru khususnya pada aspek desain. Kajian perancangan arsitektur meliputi kelayakan terdiri dari batasan minimal luas bangunan yang ramah lingkungan, pengelolaan lingkungan, ketahanan gempa, pencegahan bahaya kebakaran, aksesibilitas dan ketersediaan informasi data, merupakan persyaratan baku ijin mendirikan bangunan (IMB). Tepat guna lahan, proporsi luas dan kualitas ruang terbuka hijau yang bertujuan untuk memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas iklim mikro, mengurangi CO2 dan zat polutan; mencegah erosi tanah; mengurangi beban sistem drainase; menjaga keseimbangan neraca air bersih dan sistem air tanah. Tolak ukurnya adalah adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari striktur bangunan dan struktur sederhana bangunan taman (hardscape) di atas permukaan tanah atau di bawah tanah. Pembangunan/revitalisasi kawasan yang bertujuan untuk menghindari pembangunan di lahan hijau dan menghindari pembukaan lahan baru. Fasilitas aksesibilitas umum yang bertujuan untuk mendorong pembangunan di tempat yang telah memiliki jaringan konektivitas dan meningkatkan pencapaian penggunaan gedung sehingga mempermudah masyarakat dalam menjalankan kegiatan sehari-hari dan menghindari penggunaan kendaraan bermotor. Merencanakan transportasi umum, akses pejalan kaki dan jalur pedestrian untuk bersepeda dan taman-taman kota. Tujuan dari taman tersebut untuk memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas iklim mikro, mengurangi CO2 dan zat polutan; mencegah erosi tanah; mengurangi beban sistem drainase; menjaga keseimbangan neraca air bersih dan sistem air tanah. Sehingga memiliki kenyamanan iklim mikro.
Regionalisme Dalam Kondisi Post-Modern Rislan Syarief
JURNAL ARSITEKTUR Vol 3, No 1 (2012): Desember
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (975.831 KB) | DOI: 10.36448/jaubl.v3i1.310

Abstract

Peristilahan Post Modern mulai diperkenalkan oleh Frederico De Onis, sebagai awal reaksi terhadap modernisme. Sebenarnya peristilahan ini muncul bermula dalam kalangan gerakan artistik, sebagai tanggapan yang reaktif dan mekanis terhadap adanya fenomena perubahan estetis yang menggejala didalam sendi-sendi kehidupan masyarakat saat itu, yang meliputi bidang-bidang seni, musik, drama, film, fiksi dan justru perkembanganya yang terakhir barulah ke dalam arsitektur. Gejala Post Modern sebenarnya dipicu oleh adanya pertumbuhan mashab filsafat baru yang berkembang pasca kebangkitan Revolusi Industri. Berawal sejak pertama istilah Post Modern diperkenalkan tahun 1930-an, kemudian istilah tersebut segera populer ditahun 1960-an terutama dalam kalangan artis muda di New York, Amerika Serikat, dengan merujuk pada gerakan seni di masa-masa Modernisme yang sedang menggapai puncak kejayaannya akan tetapi mendapat penolakan akibat institusionalisasi dalam museum dan akademi. Kemudian pada tahun 1970-an istilah Post Modern banyak digunakan dalam bidang arsitektur, seni panggung, lukisan, seni patung, tarian dan musik, bahkan dalam bidang ideologi. Mencapai tahun 1980-an peristilahan Post Modern menjadi semakin meluas, karena didorong oleh usaha pencarian penjelasan teoritis dan justifikasi Post Modern dalam bidang seni. Dilihat secara lebih jauh sesungguhnya secara umum bisa dikatakan bahwa kebangkitan Post Modern merupakan perkembangan pemikiran falsafat baru di dunia Barat yang menolak tentang pola pemikiran kedudukan sains yang selama ini lebih mengacu kepada logika diskursif formal Arisotelian yang cendrung melihat kinerja sains secara hitam putih, sehingga tidak memberikan peluang kepada kemungkinan-kemungkinan yang bersifat paradoxal.  Di dalam pola pemikiran falsafat Barat selama ini yang dianggap terlalu menuntut adanya penjabaran-penjabaran secara logika saja, dengan dasar-dasar adanya keterukuran yang sedemikian ketat. Padahal secara logika, sains sehararusnya justru lebih memberikan ruang bagi kritik dan keterbukaan terrhadap adanya pola pemikiran-pemikiran yang beragam dan memberikan kesempatan terhadap adanya peluang pemikiran yang non ilmiah sekalipun. Sehingga akibat adanya kejadian ini timbullah sebuah pendapat yang menyatakan sains kini hanyalah tak lebih dari sekedar sebuah dogma yang justru menimbulkan kerumitan-kerumitan baru yang tak jelas akibat bias ideologi yang timbul oleh kaburnya efesiensi dan efektivitas dari metoda-metoda yang berkembang selanjutnya. Yang berakibat kepada lahirnya pendapat dan pemikiran baru yang dengan tegas-tegas menolak segala macam hal-hal yang dianggap bersifat dogmatis bahkan pendapat ini menjadi cenderung fatalis dengan mengatakan bahwa “kini sebenarnya Tuhan telah mati”.
Desain Dan Perencaaan Taman Wisata Yang Berwawasan Mutu Dan Lingkungan Serta Berbasis Teknologi Informasi (Studi Kasus : TWA DAM Raman) Fritz Akhmad Nuzir; Agus Sukoco; Alex Tribuana Sutanto
JURNAL ARSITEKTUR Vol 2, No 1 (2011): Desember
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (943.931 KB) | DOI: 10.36448/jaubl.v2i1.301

Abstract

Pada saat ini, peran pariwisata digolongkan sebagai industri terbesar di indonesia bahkan di dunia dan merupakan sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dan penyedia lapangan pekerjaan yang banyak. Salah satu sektor pariwisata yang berkembang di Indonesia adalah wisata alam, Dam Raman sebagai salah satu potensi wisata alam yang keberadannya belum dapat dikembangkan dan dikelola dengan baik.  Perencanaan tapak TW Dam Raman memperhatikan beberapa aspek yaitu : Wawasan Lingkungan,  Metro Tempo Dulu dan Keberpihakan terhadap masyarakat sekitar. Dibangunnya TW Dam raman, diharapkan mempunyai visi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitarnya. Selain dari segi ekonomi, edukasi serta partisipasi  mengenai pariwisata diharapkan terbentuk baik untuk masyarkat sekitanya. Standar Internasional ISO 9001:2008 yang menetapkan persyaratan sistem manajemen mutu untuk Taman Wisata Dam Raman  yang  perlu menunjukkan kemampuannya secara terus menerus dalam menghasilkan pelayanan yang baik terhadap pengunjung maupun stakeholder, serta Sistem manajemen lingkungan (SML) yakni dengan standard ISO 14001:2004 merupakan sebagai dari sistem manajemen secara keseluruhan yang termasuk di dalamnya struktur organisasi,aktivitas perencanaan, pertanggungjawaban, pelaksanaan, prosedur, dalam hal di obyek wisata dengan didukung oleh Sistem informasi e-tourism dalam suatu pemahaman yang sederhana dapat didefinisikan sebagai satu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa.
Studi pada Lay-out Fasilitas RPTRA berdasarkan Kenyamanan dan Pedoman Teknis Monica Basri; Firmansyah Bachtiar; Satria Pinanggih
JURNAL ARSITEKTUR Vol 8, No 2 (2018): Juni
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1364.589 KB) | DOI: 10.36448/jaubl.v8i2.1099

Abstract

RPTRA atau Ruang Publik Terbuka Ramah Anak, adalah fasilitas ruang terbuka yang disediakan oleh pemdaDKI untuk memfasilitasi warga Jakarta utamanya anak-anak dengan hiburan gratis. Telah banyak RPTRA yangterdapat di Jakarta, namun di penelitian ini dipilih RPTRA Bendungan Hilir yang terletak di area perumahandan RPTRA Kalijodo yang terletak di ruas jalan koridor Jakarta Barat. Penelitian dilakukan dengan metodewawancara dengan anak-anak sebagai pengguna fasilitas dan pencocokan ukuran lay-out kondisi eksistingdengan pedoman teknis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun kondisi eksisting masih belum sesuaidengan pedoman teknis, mayoritas pengguna telah merasa nyaman dalam memanfaatkan fasilitas RPTRA.
Pemanfaatan Serbuk Marmer Sebagai Bahan Alternatif Pengganti Semen Pada Campuran Beton Normal . Susilowati
JURNAL ARSITEKTUR Vol 1, No 2 (2011): Juni
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (706.096 KB) | DOI: 10.36448/jaubl.v1i2.292

Abstract

This research was conducted to observe the effect of marble waste to reduce the amount of cement on compression strength and tensile strength of normal concrete, know the size difference of compression strength and tensile strength of concrete with marble waste compared with normal concrete without waste marble, concrete knowing failure mode and to know the changes workability concrete mixture with the use of marble waste using the slump test . From the research results can be summarized as follows: (1) the greater use of marble powder in the concrete mix concrete slump value increases, (2) Use of waste marble in this study, it can not be fully used as an alternative material replacement of cement, but was able to raise the strength of concrete on the use of marble waste 5% by weight of cement, (3) the pattern of failure that occurs due to compression strength testing on all cone-shaped specimens, while the result of tensile testing, specimens were experiencing splitting, (4) compression strength and tensile strength result in fractional-shaped concrete blocks, there is no segregation in plain concrete, and the load when test result in parts of the coarse aggregatePenelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan limbah marmer untuk mengurangi sejumlah semen pada kuat tekan dan kuat tarik beton normal, mengetahui besarnya perbedaan kuat tekan dan kuat tarik beton dengan limbah marmer dibandingkan dengan beton normal tanpa limbah marmer, mengetahui pola keruntuhan beton serta mengetahui perubahan kelecakan adukan beton dengan pemakaian limbah marmer menggunakan slump test Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) semakin besar penggunaan serbuk marmer pada campuran beton maka nilai slump beton meningkat (2) Pemakaian limbah marmer pada penelitian ini, ternyata tidak dapat sepenuhnya digunakan sebagai bahan alternative pengganti semen, tetapi mampu menaikkan kekuatan beton pada penggunaan limbah marmer 5% dari berat semen, (3) pola keruntuhan yang terjadi akibat pengujian kuat tekan pada semua benda uji berbentuk cone, sedangkan akibat pengujian kuat tarik, benda uji mengalami splitting, (4) pengujian kuat tekan dan kuat tarik menghasilkan pecahan beton berbentuk bongkahan-bongkahan, tidak terjadi segregasi pada campuran beton normal, dan beban saat pengujian mengakibatkan belahan pada agregat kasar.
Eksplorasi Arsitektur Sebagai Salah Satu Metode Dalam Proses Belajar Mengajar Mahasiswa Aktif Di Jurusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta Ari Widyati Purwantiasning
JURNAL ARSITEKTUR Vol 4, No 2 (2014): Juni
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.262 KB) | DOI: 10.36448/jaubl.v4i2.533

Abstract

Berkembangnya teknologi dan juga adanya perubahan jaman dari waktu ke waktu tentunya membentuk perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah aspek manusia yang terkait dengan psikologisnya. Manusia yang secara naluriah memiliki sifat penerima segala sesuatu yang dilihat, dirasakan dan juga didengar, tentunya berkembang seiring waktu. Hal ini dikaitkan dengan manusia sebagai makhluk yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Manusia yang dahulunya memang terbentuk hanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan secara searah, saat ini manusia sudah berkembang menjadi lebih kritis, aktif, inovatif, kreatif dan produktif. Secara khusus dalam tulisan ini akan dibahas mengenai manusia secara khusus yaitu mahasiswa, atau siswa yang duduk di bangku perkuliahan. Saat metode monolog sudah dirasa tidak efektif lagi dalam proses belajar mengajar, maka seorang tenaga pendidik atau dikenal dengan dosen harus lebih aktif, kreatif dan inovatif saat menciptakan metode baru yang dirasa lebih menarik dan menantang bagi subyek utamanya yaitu mahasiswa. Pada saat metode monolog mahasiswa berfungsi sebagai obyek yang menerima segala bentuk materi yang diajarkan, maka metode belajar aktif yang lebih cenderung pada metode dialog/ diskusi akan merubah paradigma yaitu mahasiswa tidak lagi menjadi obyek tetapi berubah menjadi subyek utama dalam proses belajar mengajar tersebut.The development of technology and also the change period from time to time, of course, form a significant change in various aspects. One is the psychological aspects of humans. Humans are instinctively recipient for everything seen, felt and heard, certainly evolve over time. This is attributed to humans as beings who are always thirsty for knowledge. Humans who used to gain knowledge in the same direction, this time humans have evolved to become more critical, active, innovative, creative and productive. Specifically, this paper will discuss the students attending lectures. When the monologue method has been found to be ineffective again in the learning process, the lecturers should be more active, creative and innovative when they create new methods more interesting and challenging. In the monologue method, the student serves as an object which accepts all forms of the material being taught, but in the active learning methods using dialogue / discussion will change the paradigm that the student is no longer the object but turned into a subject in the teaching and learning process.
ALIH FUNGSI JALUR PEDESTRIAN Muthiara Basri; Ardiansyah Ardiansyah
JURNAL ARSITEKTUR Vol 8, No 2 (2018): Juni
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1584.88 KB) | DOI: 10.36448/jaubl.v8i2.1098

Abstract

Kota Bandar Lampung merupakan kota Madya yang ada di provinsi Lampung. Di kota ini juga masihterdapat masalah-masalah terkait dengan jalur pejalan kaki (pedestrian), seperti umumnya terjadi di kota-kotadi seluruh Indonesia. Seperti pada Jalan Raden Ajeng Kartini Bandar Lampung ini merupakan kawasankomersil dimana banyak bangunan-bangunan seperti area perbelanjaan, ruko-ruko dengan jarak yang tidakberjauhan. Jalan R A Kartini cukup strategis karena bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat berbagaimedia transportasi. Berbagai aktivitas masyarakat seperti aktivitas berjalan kaki. Namun, pada Jl. R A Kartinijalur pejalan kaki (pedestrian) sudah beralih fungsi menjadi tempat perdagangan Pedagang Kaki Lima dansebagai area parkir.
Evaluasi Kepuasan Penghuni pada Fasilitas Hunian Perusahaan Industri Perkebunan Haris Murwadi; Boedi Darma Sidi; Hanson E. Kusuma
JURNAL ARSITEKTUR Vol 3, No 2 (2013): Juni
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.769 KB) | DOI: 10.36448/jaubl.v3i2.32

Abstract

Evaluation of the occupant satisfaction in the residential facilities of plantation industry wa a spesific research. The specific of research was caused its occupancy status was the royalty. The status of the royalty only owned for occupant still working in the company. The propose of this research was to find out the most important residential factors and the occupant satisfaction. The research also aimed at determining the relationship between occupant characteristic and its occupancy factors. The method of this research was a combination method between qualitative abd quantitative and it was conducted sequentially. Method of data collection and data analysis were carried out in accordingly. Analysis in qualitative data was content analysis while quantitative data used statistical methods such as frequency analysis, factor analysis, and correlation analysis. This research found that the quality and condition of building were the most important residential factors but the occupants did not feel satisfied. Education and income were the occupancy characteristics which correlated with the occupancy factor such as bathroom and the relationship of space front yard area. Another correlation wa indicated by the education characteristic and the flexibility factors modified the function and form. ---Evaluasi Kepuasan penghuni pada fasilitas hunian industri perkebunan merupakan penelitian yang khas. Kekhasan kajian ini disebabkan status huniannya yang bersifat hak pakai. Status hak pakai hanya dimiliki selama penghuni masih bekerja di perkebunan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor hunian paling yang dianggap penting dan dirasakan puas oleh penghuni. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik penghuni dan faktor-faktor huniannya. Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode gabungan antara kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara berurutan. Metode pengumpulan dan analisis data dilakukan sesuai tahap penelitiannya. Analysis yang digunakan pada data kualitatif berupa content analysis sedangan pada data kuantitatif menggunakan metode statistik berupa analisis frekuensi analisis faktor, dan analisis korelasi. Penelitian ini menemukan bahwa kondisi dan kualitas bangunan merupakan faktor hunian yang paling dianggap penting namun tidak dirasakan paling puas oleh penghuni. Pendidikan dan penghasilan merupakan karakteristik penghuni yang berkorelasi dengan faktor-faktor hunian berupa KM/WC dan hubungan ruang serta luas halaman depan. Korelasi lainnya ditunjukkan oleh karakteristik pendidikan dan faktor keleluasaan mengubah fungsi dan bentuk.
Contingent Valuation Choice Modelling dan dalam Menilai Preferensi Penggunaan Energi Bangunan Siswanti Zuraida
JURNAL ARSITEKTUR Vol 4, No 1 (2013): Desember
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.403 KB) | DOI: 10.36448/jaubl.v4i1.457

Abstract

Contingent Valuation and Choice Modeling is a method for assessing preferences which relates withcost. Based on the hierarchical methodology Willingness to pay, both methods are in method Preference is Stated preference research method in which respondents are not in the condition stated. Broadly speaking, these methods have in common that it is difficult to distinguish, but despite being in the same hierarchy, both methods have different implications in research, especially research on building energy consumption. This article attempts to explain the differences and the use of methods of Contingent Valuation and Choice Modeling in the study of building energy consumption preferences. Contingent Valuation dan Choice Modelling merupakan metode untuk menilai preferensi yang berkaitan dengan cost. Berdasarkan hirarki metodologi Willingness to pay, kedua metode tersebut berada pada metode Stated Preferenceyaitu metode penelitian preferensi di mana responden tidak berada pada kondisi yang dinyatakan. Secara garis besar metode tersebut memiliki kesamaan yang sulit untuk dibedakan, namun walaupun berada pada hirarki yang sama, kedua metode tersebut memiliki implikasi yang berbeda dalam penelitian, khususnya penelitian mengenai konsumsi energi bangunan. Artikel ini mencoba untuk memaparkan perbedaan serta penggunaan metode dan Contingent Valuation  Choice Modelling dalam penelitian preferensi konsumsi energi bangunan.
Preferensi anak terhadap ruang bermain pada rusunawa di Bandung (Studi kasus : Rusunawa Cigugur dan Cingised) Hartanto Budiyuwono; Raisa Monica Romauli
JURNAL ARSITEKTUR Vol 2, No 2 (2012): Juni
Publisher : Universitas Bandar Lampung (UBL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2001.988 KB) | DOI: 10.36448/jaubl.v2i2.306

Abstract

Rumah susun sewa umumnya dihuni oleh keluarga kecil, terdiri dari orang tua dan 1 (satu) orang anak berumur hingga 12 tahun yang membutuhkan ruang bermain sebagai bagian dari pertumbuhan mereka. Anak juga mempunyai preferensi mengenai ruang bermain yang baik bagi perkembangannya, berdasarkan lokasi, dimensi, pencahayaan dan penghawaan, dan peralatan pengisi ruang. Untuk itu, dilakukan penelitian kualitatif pada beberapa penghuni di Rusunawa Cigugur dan Cingised di kota Bandung, guna mengetahui preferensi dari anak  terhadap kebutuhan ruang bermain. Preferensi ini bermanfaat bagi masukan desain, mengingat masih banyak dibutuhkannya rusunawa di Indonesia.Rental flats are generally inhabited by small family, consisting of parents and 1 (one) children aged up to 12 years old who need space to play as part of their growth. Children also have preferences about space to play which is essential for their development, based on location, dimension, lighting and air circulation, and furniture. Therefore, qualitative research were conducted on some occupants in rusunawa Cigugur and Cingised in Bandung city, in order to understand the preferences of the children for  the needs of space to play. These preferences is beneficial for design criteria, considering that there are much rusunawa needs in Indonesia.

Page 4 of 14 | Total Record : 133