cover
Contact Name
Dedi Mulyadi
Contact Email
d3dimulya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
riset.geotek@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan
ISSN : 01259849     EISSN : 23546638     DOI : -
Core Subject : Science,
RISET (Indonesian Journal of Geology and Mining) welcomes article submissions dealing with Geology; Applied Geophysics; Mining.
Arjuna Subject : -
Articles 238 Documents
TINJAUAN ULANG REKONSTRUKSI LEMPENG LAUT FILIPINA Lina Handayani
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 16, No 1 (2006)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (680.245 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2006.v16.172

Abstract

Proses terbentuknya lempeng Laut Filipina sebenarnya cukup dapat dimengerti dengan adanya beberapa sistem punggungan dan palung yang telah diketahui umurnya. Yang menjadi permasalahan adalah adanya beberapa pendapat tentang perubahan posisi lempeng ini sejak terbentuk (sekitar 50 juta tahun yang lalu) hingga posisinya saat ini. Tomografi dari data seismik yang dapat memetakan lempeng-lempeng yang terkubur di dalam mantel menunjukkan bahwa posisi lempeng tidak banyak berubah sejak saat lempeng ini terbentuk   
VARIASI TAHUNAN KECEPATAN KALSIFIKASI KORAL PORITES BERDASARKAN ANALISIS COMPUTED-TOMOGRAPHY SCAN (CT –SCAN) DAN KAITANNYA DENGAN SUHU PERMUKAAN LAUT: WILAYAH STUDI PERAIRAN BIAK, PAPUA Sri Yudawati Cahyarini; Suharsono Suharsono
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 24, No 2 (2014)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2036.368 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2014.v24.135

Abstract

Deposition of calcium carbonat (CaCO3) in coral skeleton is known as calcification. The calcification rate is the product of the linear extension rate and the average density at which skeleton was deposited in making that extension. Calcification rate is influenced by the ambient water condition e.g sea surface temperature. To understand the influence of SST to the coral growth, it is required long time series data of both SST and coral growth i.e coral calcification from present time till back tens to hundreds years ago. The aim of this study is to determine the influence of historical SST to coral calcification of Porites coral from Biak waters.  In this study, computer tomography approach is used to analyzed coral calcification. Osirix software is used to analyze the coral image data which is resulted from the computed tomography scanning (CT-Scan). Four coral cores from Biak waters were analyzed for their calcification rate. The results shows that the averaged of calcification rate of four cores increases, which is coincided with increasing of Biak SST during period of 1905-2011. ABSTRAKKemampuan koral mengendapkan kalsium karbonat (CaCO3) dikenal sebagai kalsifikasi. Kecepatan kalsifikasi  merupakan perkalian densitas dan pertumbuhan linear koral tersebut. Kecepatan kalsifikasi koral dipengaruhi oleh kondisi perairan terumbu karang salah satunya adalah suhu permukaan laut (SPL). Untuk memahami bagaimana pengaruh SPL terhadap kalsifikasi koral diperlukan data historis (data urut-urutan waktu) SPL dan kalsifikasi koral dari masa kini sampai masa lalu. Tujuan utama dari studi ini adalah untuk mengetahui sejarah pengaruh SPL terhadap pertumbuhan koral yaitu kalsifikasi dari koral Porites perairan Biak. Dalam studi ini dihitung kecepatan kalsifikasi dengan menggunakan pendekatan tomografi koral dengan menggunakan perangkat lunak Osirix. Hasil scanning computer tomografi (CT-Scan) koral merupakan data inputing Osirix. Empat contoh koral dari perairan Biak dilakukan analisis kecepatan kalsifikasi.  Hasil rata-rata kecepatan kalsifikasi dari ke empat contoh koral Porites Biak menunjukkan kenaikan kecepatan kalsifikasi koral yang selaras dengan kenaikan SPL selama periode 1905-2011. 
REKAYASA HIDRAULIKA KESTABILAN LERENG DENGAN SISTEM SIPHON: STUDI KASUS DI DAERAH KARANGSAMBUNG, JAWA TENGAH Arifan Jaya S; Adrin Tohari; Khori Sugianti; Nugroho Aji S; Sunarya Wibowo; Sueno Winduhutomo
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 24, No 2 (2014)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1585.119 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2014.v24.87

Abstract

Engineering measures to stabilize slopes with low water tables have been widely developed but mostly required high operating costs. This research conveys a subsurface drainage engineering method widely used in European countries but not yet applied in Indonesia: Siphon. This method aims to lower groundwater level, hence increases slope stability. Siphon installation was carried out by boring 3 holes to 4 m depth and constructing monitoring wells at each hole to check the groundwater level. Siphon system was fitted up to the toe slope leading to an outlet. Comparison of measured discharge and calculated discharge was made to verify siphon parameters. It is conclude that mathematical approach could provide back analysis of parameters changing the discharge values. The changing parameters are roughness and coefficient of discharge. The siphon roughness changed to 0.018, 0.017 and 0.018 and coefficient of discharge changed to 0.0589, 0.0193, and 0.0348 for siphon 1, 2 and 3 respectively. The changing roughness values indicated a blockage in the siphon system due to the trapped fine grained soils. To overcome this problem the filter and siphon wells must be regularly cleaned to prevent fine materials to enter the system and being attached to the rubber tube wall.ABSTRAKPerekayasaan kestabilan lereng dengan karakteristik muka airtanah dangkal telah banyak dikembangkan, walaupun cenderung memerlukan nilai operasional yang tinggi. Salah satu metode metode perekayasaan drainase bawah permukaan yang telah dikembangkan negara maju di Eropa namun belum diaplikasikan di Indonesia adalah metode siphon. Metode ini merupakan sistem rekayasa hidraulika yang bertujuan untuk menurunkan muka airtanah sehingga kestabilan lereng meningkat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui parameter/faktor apa yang berubah sehingga mempengaruhi nilai debit Siphon, dengan menggunakan pendekatan matematis. Pemasangan sistem Siphon telah dilakukan dengan cara membuat lubang bor sedalam 4 m sebanyak 3 titik dan sumur pemantauan pada tiap titik yang berfungsi sebagai pengecekan muka air tanah. Sistem siphon dipasang sampai pada kaki lereng yang berujung pada outlet. Perbandingan debit hitungan matematis dan debit terukur dilakukan sehingga didapatkan verifikasi parameter yang digunakan. Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan dengan pendekatan matematis bisa dilakukan analisis balik mengenai parameter apa yang mengubah nilai debit. Parameter yang berubah pada penelitian ini ialah nilai kekasaran dan koefisien debit. Perubahan nilai kekasaran Siphon 1, Siphon 2, dan Siphon 3 menjadi masing-masing 0,018, 0,017, dan 0,018 dan koefisien debitnya masing-masing 0,0589, 0,0193, dan 0,0348. Perubahan nilai kekasaran yang lebih besar mengindikasikan adanya material sumbatan yaitu tanah butiran halus yang berada pada sumur Siphon dan masuk ke sistem Siphon. Untuk mengatasinya, filter yang ada dan sumur Siphon perlu dibersihkan sehingga material sumbatan tidak masuk ke dalam sistem dan menempel pada dinding selang.
Petrogenesa Basalt Sungai Medana Karangsambung, Berdasarkan Analisis Geokimia Chusni Anshori
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 17, No 1 (2007)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (491.22 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2007.v17.143

Abstract

ABSTRAK Pada komplek melange di kawasan Karangsambung, terdapat sebaran batuan beku volkanik yang luas. Batuan tersebut diidentifikasi sebagai batuan beku yang terbentuk pada dasar samudera dan berasosiasi dengan pembentukan ofiolit. Basalt di K. Muncar berasosiasi dengan rijang, basalt S. Lokidang terlihat nyata berasosiasi dengan gabro dan peridotit yang mengindikasikan batuan tersebut terbentuk sebagai ofiolit hasil pemekaran tengah samudera. Basalt S. Medana pelamparannya luas, namun asosiasi dengan gabro, peridotit dan rijang tidak dijumpai, untuk itulah penelitian ini dilakukan. Analisis kimia unsur utama dan unsur jarang dengan metode ICP dan ICPMS telah di lakukan pada 1(satu) buah conto basalt S. Medana, serta menggunakan 3(tiga) buah data pembanding basalt dari kelompok ofiolit di Karangsambung Utara. Program aplikasi Newped digunakan untuk penghitungan mineral normatif serta pengeplotan pada diagram trilinear maupun biner. Berdasarkan analisis tersebut ternyata basalt S. Medana termasuk basalt tholeit yang sangat jenuh silika, terbentuk pada daerah punggungan tengah samudera (NMORB) pada saat fraksinasi mantel bumi (mantle fractionates) hingga sebelum terjadinya tumbukan (pre plate collision). 
BATUAN PERLIT KARANGNUNGGAL SEBAGAI BAHAN SINTESA ATAPULGIT Ahmad Fauzi Ismayanto
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 17, No 2 (2007)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (567.954 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2007.v17.156

Abstract

Empat buah sampel batuan perlit yang diambil dari daerah Karangnunggal Tasikmalaya digunakan dalam usaha peningkatan nilai tambah sumberdaya mineral melalui sintesa atapulgit. Walaupun Indonesia merupakan daerah volkanik, informasi mengenai batuan perlit masih relatif sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan tentang pola sebaran, kuantitas dan kualitas batuan perlit di daerah Karangnunggal serta mengkaji potensi batuan itu baik sebagai bahan eksperimentasi maupun prospek pemanfaatannya pada masa mendatang. Metoda penelitian dilakukan melalui survei lapangan dan pengambilan sampel batuan serta dilanjutkan dengan analisis di laboratorium dengan melibatkan analisis kimia, mineral dan sifat-sifat fisik batuan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebaran batuan perlit di Karangnunggal berpola random dan merupakan komponen kecil dari satuan batuan tuf breksi, sebagian tercampur pada masa dasar bersama-sama gelas vulkanik, gelas obsidian dan gelas batuapung. Luas sebaran batuan perlite ± 2 Ha atau ± 26.700 m2, dengan jumlah cadangan terindikasi sekitar 8.000 m3 atau sekitar 15.700 ton. Karakteristik batuan berdasarkan analisis mikroskopis memperlihatkan tekstur gelas masif dan retakan konkoidal (mengulit bawang) yang merupakan ciri khas perlit. Komposisi mineral sebagian besar terdiri dari gelas perlit (90-97%) serta mineral opak dan plagioklas (masing-masing kurang dari 1%). Validitas data tersebut dipertegas baik oleh hasil analisis X-RD maupun SEM yang menunjukkan mikrografi jenis dan bentuk struktur gelas. Komposisi kimia terdiri dari SiO2 (68,97%), Al2O3 (13,06%), Na2O (2,51%), K2O (4,10%), Fe2O3 dan TiO2 (kurang dari 1 %). Dengan formulasi ratio perlit/MgO 9:1, ratio bahan/NaOH 1:2, serta penambahan sekitar 2 ml H2SO4 1:1 dapat dibentuk gel yang dapat digunakan sebagai bahan eksperimentasi. Potensi batuan perlit di daerah Karangnunggal ditinjau baik dari segi kuantitas maupun kualitas cukup memadai sebagai bahan eksperimentasi, tetapi untuk pengembangan pemanfaatan perlit di daerah Karangnunggal pada masa mendatang perlu dicari lokasi alternatif yang lebih baik.  
Peranan Daun Babadotan (Ageratum conizoides), Nampong (Eupatorium molifolium) Dan Asipatiheur (Lantana camara) Sebagai Bahan Aditif Dalam Amalgamasi Bijih Emas Pada Pertambangan Rakyat Mutia Dewi Yuniati; Eko Tr Sumarnadi Agustinus
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 17, No 2 (2007)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (92.137 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2007.v17.173

Abstract

Pengetahuan penambang emas tentang penggunaan daun dalam proses amalgamasi bijih emas pada pertambangan rakyat diperoleh secara turun temurun. Walaupun daun telah lama digunakan sebagai bahan aditif dan diyakini dapat meningkatkan perolehan emas dan perak dalam proses amalgamasi, namun hingga kini informasi tentang peranannya masih simpang siur. Guna mengetahui sejauhmana peranan daun sebagai bahan aditif, tiga (3) jenis daun yaitu babadotan (Ageratum conizoides), nampong (Eupatorium molifolium) dan asipatiheur (Lantana camara) diteliti di Laboratorium Kimia Mineral, Pusat Penelitian Geoteknologi - LIPI. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh kejelasan tentang peranan daun tersebut sebagai bahan aditif dalam proses amalgamasi bijih emas. Metoda penelitian dilakukan melalui eksperimentasi laboratorium dengan melibatkan parameter kimia dan fisika. Tahapan penelitian terdiri dari proses ekstraksi daun tersebut menjadi bentuk cairan dengan nisbah antara aquades/daun 1:1 hingga 1:4, serta karakterisasi melalui analisis gas chromatografi dan pengujian konsentrasi keasaman larutan (pH), baik pada kondisi normal maupun dalam lingkungan suasana asam dan basa. Hasil pengujian gas chromatografi menunjukkan bahwa ketiga jenis ekstrak daun tersebut didominasi (> 80 %) oleh asam asetat (C2H4O2). Asam ini termasuk jenis asam lemah, pada kondisi normal mempunyai tingkat keasaman berkisar antara pH (5-6). Pengujian dalam lingkungan suasana asam (pH 4) atau basa (pH 8), asam ini secara signifikan berperan sebagai larutan penyangga (buffer) yang berfungsi sebagai bahan penstabil pH, ditunjukkan oleh grafik fungsi garis lurus mendatar. Tetapi asam ini kurang berperan baik sebagai bahan untuk meningkatkan pH maupun bahan yang berfungsi untuk menjaga agar permukaan logam emas dan perak tetap bersih. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemangku kepentingan (stakeholder) khususnya industri “pertambangan rakyat”.   
BATUAN PEMBAWA EMAS PADA MINERALISASI SULFIDA BERDASARKAN DATA PETROGRAFI DAN KIMIA DAERAH CIHONJE, GUMELAR, BANYUMAS, JAWA TENGAH Sri Indarto; Sudarsono Sudarsono; Iwan Setiawan; Haryadi Permana; Andrie Al Kausar; Anita Yuliyanti; Mutia Dewi Yuniati
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 24, No 2 (2014)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3283.316 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2014.v24.88

Abstract

The bearing rocks and hosted rocks of base metals and gold in Indonesia generally occurs in Tertiary age of volcanic rocks. However, base metals and gold mineralizations in Cihonje area, Gumelar, Banyumas that have potential as hosted rocks of base metals and gold are in Tertiary sedimentary rock. Therefore, the rocks need to be investigated by field research for sampling and then laboratory petrographic and chemical analysis for some selected rock samples. The results obtained are calcareous sandstones, silicified and argillitized breccias and mineralized as members of the Rambatan Formation; sandstones as a member of Halang Formation that has weak propylitization and slightly mineralized; andesite basaltic of Kumbang Formation and veins of metal - quartz- adularia - calcite. Alteration and hydrothermal mineralization is caused by the intrusion of basaltic andesite Kumbang Formation that has shape of sill or dyke. From SiO2 vs K2O contents and FeO */MgO versus SiO2, some volcanic rocks samples of Kumbang Formations indicate the composition of basalt and basaltic andesite that are partially in tholeitic series, but generally are calc - alkaline. Members of Rambatan Formations and Lower Halang Formations interpreted as hosted rocks, Kumbang Formations are hosted rock and metal bearing rocks, while veins of metal-quartz-adularia-calcite are the metal bearing rocks. The sulphide minerals consist of pyrite, chalcopyrite, sphalerite, galenas. Gold mineralization and base metal occurred in epithermal–mesothermal and low sulphidation zones.ABSTRAKBatuan pembawa logam dasar dan emas di Indonesia umumnya terdapat pada batuan volkanik berumur Tersier, namun berbeda dengan batuan yang berpotensi sebagai pembawa logam dasar dan emas yang terdapat di daerah Cihonje, Gumelar, Banyumas yang terdapat pada batuan sedimen Tersier. Kondisi ini mendorong untuk dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kenapa keberadaanya pada sedimen Tersier. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian lapangan, pengambilan conto batuan terpilih untuk dilakukan dianalisis petrografi dan kimia batuan. Hasilnya menujukkan bahwa didapatkan batupasir gampingan, breksi tersilisifikasi dan terargilitisasi serta termineralisasi sebagai anggota Formasi Rambatan, batupasir anggota Formasi Halang terpropilitisasi lemah serta sedikit termineralisasi, andesit basaltik Formasi Kumbang dan urat-urat kalsit-adularia-kuarsa-logam. Alterasi dan mineralisasi hidrotermal yang terjadi disebabkan oleh intrusi andesit basaltik Formasi Kumbang berbentuk sill atau dyke. Pada batuan volkanik Formasi Kumbang kandungan SiO2 vs K2O dan FeO*/MgO vs SiO2 menunjukkan komposisi basalt dan andesit basaltik yang sebagian termasuk seri toleitik dan umumnya kapur – alkali. Batuan anggota Formasi Rambatan dan Formasi Halang bawah diinterpretasikan sebagai jebakan (perangkap), batuan Formasi Kumbang sebagai jebakan dan pembawa logam, urat kalsit-adularia-kuarsa-logam adalah pembawa logam. Mineral – mineral sulfida terdiri dari pirit, khalkopirit, sfalerit, galena. Mineralisasi emas dan logam dasar dapat terjadi pada zona epitermal – mesotermal bersulfida rendah.
STRATIGRAFI DAN SEDIMENTASI ENDAPAN KUARTER DAERAH PURING DAN SEKITARNYA. GOMBONG SELATAN Praptisih Praptisih; Kamtono Kamtono
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 16, No 2 (2006)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.608 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2006.v16.179

Abstract

Penelitian lapangan dan laboratorium telah dilakukan untuk mempelajari stratigrafi dan sedimentasi endapan Kuarter di daerah Puring, Gombong Selatan. Penelitian lapangan dilakukan dengan pemboran inti, sedangkan laboratorium terdiri dari paleontologi dan granulometri.Hasil analisa stratigrafi menunjukkan bahwa sedimen Kuarter diendapkan diatas endapan Tersier Formasi Halang yang dapat dibedakan menjadi 4 satuan litologi dari bawah keatas yaitu satuan pasir- lempung, satuan pasir I, satuan lempung dan satuan pasir II.Hasil analisis granulometri menunjukkan bahwa satuan pasir I dan II diperkirakan sebagai pematang pantai,  yang diendapkan pada lingkungan pantai yang dipengaruhi oleh sungai. Berdasarkan analisa paleontologi satuan pasir lempung dan satuan lempung diendapkan pada lingkungan laut dangkal.
PENGARUH PANJANG ZONA GASIFIKASI BATUBARA BAWAH TANAH TERHADAP KOMPOSISI GAS HASIL (EFFECT OF ZONA LENGTH OF AN UNDERGROUND COAL GASIFICATION TO THE GAS PRODUCT COMPOSITION) Harijanto Soetjijo
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 16, No 2 (2006)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.251 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2006.v16.180

Abstract

Eksperimen gasifikasi batubara bawah yanah telah disimulasikan dilaboratorium. Eksperimen dilakukan dengan tujuan untuk menyelidiki pengaruh perbedaan panjang zona gasifikasi terhadap komposisi gas hasil. Untuk tujuan itu dua buah reaktor yang berbentuk silinder dengan panjang yang berbeda dipergunakan. Panjang reaktor pertama adalah 80 cm dan reaktor kedua adalah 200 cm; kedua reaktor mempunyai diameter yang sama yaitu 30 cm. Gasifikasi dilakukan selama 24 jam dengan volume udara yang ditiupkan masuk kedalam reaktor diatur sebesar 70 liter per menit. Hasil percobaan menunjukkan bahwa komposisi gas-gas yang dihasilkan dari reaktor pertama adalah sebagai berikut: CO2 = (11,6-14,4)%; CnHm = (0,0-0,4)%; CO = (1,2-6,8)%; O2 = (3,2-7,2)%; H2 = (0,8-3,2)%; C3H8 = (0,0-0,9)%; CH4 = (0,2-3,0)%. Dilain pihak, reaktor kedua menghasilkan gas dengan komposisi: CO2 = (5,0-15,0)%; CnHm = (0,0-0,3)%; CO = (1,8-4,0)%; O2 = (4,0-13,8)%; H2 = (0,2-4,0)%; C3H8 = (0,0-1,2)%; CH4 = (0,1-1,7)%. Hasil ini memperlihatkan bahwa prosentase gas CO2; CO; H2 dan CH4 dari reaktor pertama lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor kedua. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa reaksi-reaksi gasifikasi yang terjadi pada reaktor pertama berjalan lebih baik baik dibandingkan dengan reaksi yang terjadi pada reaktor kedua. Hal ini juga didukung oleh nilai kalori gas yaitu berada dalam kisaran antara(127-517) kcal/m3 untuk gas yang dihasilkan dari reaktor pertama dibandingkan dengan (118-460) kcal/m3 untuk gas yang berasal dari reaktor kedua.  Perbedaan pola temperatur T1 dan T2 dari masing-masing reaktor juga mendukung hal tersebut.
KARAKTERISTIK DISTRIBUSI MINERAL UBAHAN: JEJAK EPISODE KEGIATAN HIDROTERMAL DI DAERAH CUPUNAGARA, SUBANG, JAWA BARAT T A F Sumantri; Sudarsono Sudarsono
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 16, No 2 (2006)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1682.695 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2006.v16.181

Abstract

Cupunagara Area, lies in the North-Northeastern of the Sunda Volcanic Complex, occupied by rough mountainous  area consisting of two calderas and surrounded by several volcanic cones. The lithology of the studied area consists of intrusive rocks unit, andesitic – basaltic lava and pyroclastic, mostly had been altered into prophylitic and argillic zones. The prophylitic zone is distributed widely in the central part of the calderas, whilst the argillic zone is distributed confined to the Northwest-Southeast trending fault zones overprints the prophylitic zone and contains the remnants of quartz veins. Structural geology pattern of the studied area is affected by its position as the meeting area of the Cimandiri and the Baribis Fault Systems. Two main strike slip faults are recognized consist of the Northeast-Southwest trending sinistral fault and the Northwest-Southeast trending dextral fault. Two episodes of hydrothermal activities occurred in the studied area, in the first episode the hydrothermal fluid was relatively hot (temperature between >100 to 250oC) and neutral (pH 5-6), whilst in the second its temperature was <100oC and acid. The first episode was triggered by the Oligo-Miocene tectonic activity (the formation of the Northeast-Southwest fault zone), the controlling factor of the hydrothermal alteration distribution were the permeability of the host rocks and fault zones, altered the mineralogy of the host rocks into the prophylitic alteration assemblage and formed quartz veins. The second episode was triggered by the Plio-Pleistocene tectonic activity (the formation of the Northwest-Southeast fault zone), altered (overprinted) the wall rocks into the argillic alteration assemblage, the controlling factor was the fault zones.

Page 10 of 24 | Total Record : 238