cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. ponorogo,
Jawa timur
INDONESIA
IJTIHAD
ISSN : 19074514     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Economy,
Ijtihad is a scientific journal of Law and Islamic Economics, both in literature study and also on field research. Is published twice a year as a means of developing a scientific ethos in academic circles of the Faculty of Sharia, especially UNIDA, and the readers in general. The editors receive scientific articles and research reports, which are in accordance with the nature of law and Islamic economics journals.
Arjuna Subject : -
Articles 271 Documents
Bank Syariah : Antara Cita dan Fakta Jannah, Arin Nur
IJTIHAD Vol 9, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (654.443 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v9i2.2539

Abstract

Terhitung sejak beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992 hingga sekarang, perkembangan Bannk Syariah cukup pesat dan besar. Hal ini bisa terlihat dari data Bank Indonesia yang secara kuantitas mambuktikan pertumbuhannya yang signifikan di negara muslim terbesar ini. Namun, ada permasalahan besar yang dialami bank syariah yaitu tentang kualitasnya terutama masalah kepatuhannya terhadap syariah yaitu tentang kualitasnya terutama masalah kepatuhannya terhadap syariah itu sendiri. Apabila ada pertanyaan : "Apakah ada perbedaan atara bank syariah dengan bank konvensional?". Maka jawaban yang paling dominan adalah "tidak ada bedanya atau sama saya". Hal ini terjadi karena fakta atas aktifitas atau praktek yang terjadi di lapangan lebih cendenrung pada jawaban tersebut. Seperti halnya pada aspek pembiayaan; ada akad-akad populer yang digunakan bank syariah seperti murabahah, mudharabah, dan musyarakah. Tulisan ini mencoba menguraikan analisis terkait dengan permasalahan syariah compliance yang terjadi pada bank syariah selama ini.
Political Asylum in According to Islamic Law Fanani, Ahmad
IJTIHAD Vol 9, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (647.033 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v9i2.2526

Abstract

Islam Mengharuskan bagi setiap manusia menjaga dirinya dari segala bentuk ancaman yang dia hadapi; dalam ataupun luar. Ancaman bisa hadir kepada penduduk asli Negara tersebut atau pendatang (pengungsi) sehingga dia ingin mendapatkan suaka di negara tersebut. Namun yang dewasa ini terjadi, banyak para pengungsi yang terlantar dan tidak menemukan jalan keluar dari penderitaan yang ia alami sebelumnya, bahkan beberapa kasus bahwa suaka politik dijadikan sbegai tameng untuk melindungi dirinya dari kesalahan yang ia perbuat di negara asalnya. Maka, harus ada regulasi yang mengatur hal ini, agar suaka politik benar -benar dapat memberi perlindungan dan tidak dijadikan tameng bagi mereka yang ingin berlindung dari kesalahan. Untuk mengetahui aturan silam terhadap isu suaka politik, tulisan ini setidaknya memberikan jawaban terhadap permasalahan yang timbul akibat peprangan, ekonomi, bencana alam, dan lain sebagainya dengan atas nama kemanusiaan.
عقوبة الزاني غير المحصن دراسة مقارنة المذاهب الأربعة Muqorrobin, Ahmad
IJTIHAD Vol 9, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/ijtihad.v9i2.2535

Abstract

Perbuatan zina adalah salah satu perbuatan dosa besar yang diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Isra' ayat 32: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk". Melihat perkembangan zaman saat ini kita banyak mendengar berita tentang korban zina atau perkosaan yang dilakukan oleh pemuda-pemudi sebelum menikah, baik secara suka sama suka atau paksaan.Zina memiliki dampak yang sangat besar dalam keberlangsungan hkahidupan manusia, salh satu akses yang diakibatkan oleh zina adalah tidak jelasnya status anak yang dihasilkan. Dlam kajian ini, bertujuan untuk meneliti kajian literatur tentang pandangan Empat Madzhab; Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad terhadap hukuman pezina "ghoiru muhshon". Kajian ini berbentuk kulitatif deskriptif dengandata dikumpul melalui kaedah kajian kandungan (content research) dan historika serta dianalisis secara al-istiqra (induktif), al-istidlal (deduktif), al-muqaranah (komparatif) dan al-munaqasyah (pembahasan fiqh). Kajian ini mengemukakkn permasalahan tentang bagaimana pendapat para imam madzhab dalam memberikan hukuman perzina "ghoiru muhshon", terdapat beberapa kesamaan dan juga perbedaan dalam hal ini. hukuman pezina yang belum menikah, baik laki-laki maupun perempuan adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun menurut kesepakatan jumhur ulama, akan tetapi terdapat perbedaan pendapat tentang hukuman pengasingan selam satu tahun dan cara pelaksaan pencambukan . Dengan adanya ketentuan hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Quran dan Hadits serta pendapat para jumhur ulama, bukan menandakan behwasannya Islam itu kejam dan jahat, akan tetapi dengan adanya ketentua hukum tersebut maka akan terjaga kehormatan, kedamaian, dan kemaslahatan umat Islam hidup di Dunia. Allahu a'lam bisshowab.
Menimbang Garansi Bank Dalam Mizan Fiqh Muamalat Hidayat, Iman Nur
IJTIHAD Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (767.578 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i2.2522

Abstract

Pusatnya pertumbuhan ekonomi telah mendorong terciptanya miliu bisnis yang cepat dan akurat seiring memberikan rasa aman dan nyaman. Dalam hal ini terkadang beberapa pihak mengalami kesulitan dalam memberi kepastian tentang kondisi keuangan dihadapan rekan bisnisnya, yang berakkibat pada terganjalnya transaksi ke tahap penyelesaian.Melihat kesulitan tersebut, dunia perbankan membuka produk jasa dengan menerbitkan surat garansi atau jaminan bagi semua saja yang membutuhkan untuk bertransaksi dengan pihak lain dalam urusan bisnisnya. Garansi bank atau juga dikenal dengan Guarantee letter (Khitab Dhaman), merupakan pernyataan tertulis dari bank sebagai pihak penjamin dari nasabah yang akan dijamin kondisi keuangannya dihadapan sejumlah pihak yang membutuhkan ikrar tersebut agar segera percaya atau mendapatkan rasa aman untuk bertransaksi dengan nasabah.Banyaknya keterkaitan pelaku bisnis atau lainnya dalam menggunakan jasa bank ini, mendorong perbankan syariah ikut serta membuka pelayanan garansi bank bagi para nasabahnya yang membutuhkan penguatan status finansialnya dihadapan siapa saja yang meminta pernyataan tersebut.Untuk memperjelas kegiatan bank di sektor jasa ini, akan dipaparkan disini secara mendetail dalam kacamata hukum sekaligus pandangan fiqh terhadap layanan pertanggungan ini menurut para ahli-ahli fiqh dan lembaga fatwa di perbankan syariah demi kepastian hukum dan keabsahan syariat, sehingga membawa rasa tenang dan nyaman bagi para pengguna layanan bisnis ini.
المرونة في حياة القرضاوي قراءة في أطروحات القرضاوي الفقهية و الفكرية Lahuri, Setiawan bin
IJTIHAD Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1029.591 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i2.2540

Abstract

Syaikh Yusuf Al-Qardhawy adalah seorang ulama moderat konteporer yang merupakan symbol pergerakan Islam di negara-negara Islam. Proyek pemikiran kebangkitan Islam merupakan karya besar beliau. Dimana Kondisi negara Islam pada saat itu ingin keluar dari imperialisme barat. Kaum orientalis barat menyebarkan propraganda bahwa syariat Islam tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan dimensi waktu. Syariat Islam peraturan yang kaku, dan ketinggalan zaman. Dengan model perang pemikiran yang dihembuskan antara Islam dan peradaban barat. Qardhawy membantah dengan tegas asumsi-asumsi dengan menjeaskan 5 faktor yang menjadi aspek elastisitas dan kapasitas syariat Islam. Pertama adalah zona ijtihad yang cukup luas dalam Syariat. Kedua Syariat Isla mengatur ketentuan umum dalam kehidupan, dan meninggalkan ketentuan yang sifatnya khusus. Ketiga bahwa teks Al-Quran dan Sunnah dapat diinterpretasikan dari berbagai aspek. Keempat bahwa syariat Islam sangat memperhatikan hukum darurat dan hukum pengecualian. Dan kelima adalah fleksibilitas fatwa sesuai dengan konteks waktu tempat dan tradisi. Zona ijtihad yang mempunyai wilayah yang luas memberikan ruang kepada Ulama untuk berijtihad sesuai dengan kebutuhan. Ijtihad yang dilakukan harus sesuai dengan prinsip maqashid Syariah. Hukum islam bersifat umum dan tidak mengatur hal-hal detail kecuali yang menyangkut peraturan yang tetap dan tidak berubah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari munculnya bid’ah dalam ibadah. Perbedaan madzhab dalam fiqh menunjukkan bahwa teks al-Quran dan Sunnag dapat diinterpretasikan sesuai dengan pemahaman para ulama. Maka kita kenal dalam fiqh ada madrasat ahli al-Hadits dan madrasat ahli ar-Ra‎’yi. Faktor-faktor inilah yang membuktikan bahwa syariat Islam sangat fleksibel, dan sesuai dengan konteks ruang dan waktu.
Teori dan Prektek Akad Qrdh (Hutang-Piutang) dalam Syariat Islam Arriza, Muhammad Rifqi
IJTIHAD Vol 9, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1055.472 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v9i2.2530

Abstract

Hutang- Piutang adalah salah satu fitrah manusia, dimana pihak satu berhutang kepada pihak lainnya. Hampir tidak ada manusia yang tidak pernah berhutang kepada orang lain, karena manusia memang telah ditakdirkan untuk menjalani hidup yang berliku, kadang berada "di atas", dan pada waktu yang lain berada "di bawah". Kabutuhan terhadap hutang dapat muncul dari kebutuhan primer yang mendesak (sandang, pangan dan papan), juga dapat muncul dalam rangka meningkatkan pertumbuhan produksi suatu usaha. Faktor-faktor inilah yang akan menentukan hukum pemberian hutang. Akad Qrdh yang tergolong akad ihsan, dalam syariat Islam menjadi akad yang berdemensi sosial dan kebajikan. Dikarenakan akad iniamat membantu orang-orang yang terhimpit kesulitan dan membutuhkan uluran dana longgar dengan berqardh atau memperoleh ponjaman lunak. Pada dasarnya, akad qardh memiliki aturan khusus terangkum dalam definisi, syarat, rukun, perbedaan antara akad hutang dengan akad lainnya, serta aplikasi akad di masa sekarang. Sehingga akad ini menjadi salah satu pilihan utama dalam menolong kaum dhu'afa yang kesusahan untuk keluar dari masalah perekonomiannya. Disamping akad hutang piutang ini dapat mempererat tali persaudaraan yang telah hilang.
PROBLEM ISTINBATUL AHKAM PEMIKIR ISLAM KONTEMPORER Saifuddin, Ahmad Farid
IJTIHAD Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1859.851 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i2.2536

Abstract

Metode istinbath ahkan yang telah lama dipakai oleh para ulama’ klasik dalam menentukan hukum, saat ini menghadapi dua macam tanggapan dari para pemikir Islam modern. Satu pihak mengkaji secara kritis sehingg menciptakan sikap antipasti terhadap metode klasik tersebut, sedangkan pihak lain memandangnya sebagai sumbangsih bagi khazanah keilmuan Islam. Namun, pergerakan zaman memunculkan problematika yang mengharuskan kedua kubu tersebut terus memberikan respon untuk menjawab tantangan zaman yang tiada pernah berhenti untuk berubah. Dari sikap kelompok pertama telah melahirkan sebuah metode baru yang digadang untuk menggantikan posisi istinbath ahkam ini yaitu metode historis dan argumen humanism. Karena sama sekali berbeda dengan pendahulunya, maka implikas terhadap produk hukum pun menjadi sangat kontraproduktif. Kehadiran metode baru tersebut tidak serta merta diterima secara mentah-mentah, karena pada kenyataannya masih banyak meninggalkan persoalan disana-sini jika dilihat dari banyak aspek. Sehingga hasil akhir dari istinbat ahkam yang dilakukan pun banyak di luar kaedah yang dipahami pada umumnya selama ini di kalangan para ulama dan fuqaha, hal itu terlihat dari kontroversialnya hasil istinbat yang terkait dengan berbagai masalah seperti jinayat dan ribaa. Apa yang salah dari metode anyar tersebut dan siapa tokoh dibalik gembor-gembor metode istinbat yang ikut meramaikan cakrawala pemikiran hukum Islam? Tulisan ini ingin menginformasi tentang isu metode istinbat ahkam yang ditilik dari berbagai sudut pandang.
Pemanfaatan Barang Gadai Hidayat, Iman Nur
IJTIHAD Vol 9, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (648.027 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v9i2.2523

Abstract

Menggadaikan barang untuk mendapatkan pinjaman uang telah lama dikenal masyarakat. Untuk mendapatkan pinjaman tersebut seseorang harus menyerahkan barang yang mempunyai nilai jual kepada pegadaian. Penerima gadai akan menahan dan menjaga barang tersebut sampai penggadai dapat melunasi hutangnya. Dalam hal ini, karena barang gadai berada di tangan penerima gadai maka pemanfaatan barang gadaian tersebut harus jalas keterangannya. Kajian ini akan memaparkan bagaimana pemanfaatan barang gadai yang sesuai dengan syariat, seperti disitir dari pendapat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal yang dikhiususkan kepada penerima gadai. Kemudian pendapat kedua Imam tentang pemanfaatan barang gadai olehpenerima gadai ini akan dibandingkan. Maka terdapat persamaan pendapat yaitu pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai dibenarkan apabila mendapatakan izin penggadai. Adapun perbedaannya menurut Imam Syafi'i, pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai tidak diperbolehkan karena harus dengan seizin penggadai, hal itu berlaku bagis segala jenis barangnyam namun untuk penggadai boleh memanfaatkan barang gadai tanpa seizinnya. Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal, pemnfaatan barang gadai oleh penerima  gadai boleh tanpa seizin penggadai apabila dalam bentuk hewan.
PRAKTIK PENGOBATAN PENYAKIT DALAM PERSPEKTIF SYARIAT Awaluddin, Asep
IJTIHAD Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1448.807 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v8i2.2531

Abstract

Dewasa ini Umat Islam setidaknya dihadapkan dengan dua kenyataan yang kurang menguntungkan akan kaitannya dengan isu pengobatan. Yang pertama adalah fakta bahwa sebagian besar obat-obatan yang berdedar di toko-toko obat atau apotek belum memenuhi standar kehalalan. Terlebih dengan kontra indikasi dan status bahan pada tiap-tiap obat yang kurang begitu mendapat perhatian dari kalangan konsumen. Kedua, adalah adanya penyalahgunaan produksi obat-obatan herbal atau apa yang di kenal masyarakat luas dengan obat alternatif atau at-Thibb an-Nabawim dimana sebagian produsen yang berpandangan pragmatis sekaligus bermental kapitalis berlomba untuk meraih keuntungan darinya. Hasilnya adalah bahwa harga pada sebagian obat-obatan jenis ini membumbung tinggi darinya, diperlukan solusi dalam mengatasi hal ini. Pemahaman terhadap konsep pengobatan yang benarlah yang bisa diantaranya, menjadi solusi bagi isu terkait. Ini dikarenakan bahwa karakteristik dari pemahaman yang benar ini akan menjadikan cara pandang seorang muslim menjadi lebih tajam. Hasilnya adalah tentu saja kesadaran dan perhatian yang mendalam tentang status hukum obat yang dikonsumsi bagi konsumen sekaligus perbaikan niat bagi para produsen. Pencapaian lebih jauh ialah penerapan jenis dan pola pengobatan yang sesuai dengan syari’ah yang lebih dikenal dengan ath-Thibb an-Nabawi.
ولاية المرأة في النكاح عند الإمام أبو حنيفة و الإمام الشافعي Khairullah, Ahmad Farhan
IJTIHAD Vol 9, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (654.443 KB) | DOI: 10.21111/ijtihad.v9i2.2537

Abstract

Maksud dari kajian ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang pemikiran Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang kedudukan wali dalam pernikahan, oleh karenanya terdapat dua persoalan penting yang menjadi topik utama dalam kajian ini antara lain: (1) Bagaimana kedudukan wali dalam pernikahan menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i dan apakah wali  termasuk dalam syarat sahnya pernikahan. (2) Apa yang menyebabkan perbedaan pendapat antara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang kedudukan wali dalam pernikahan. Terdeapat perbedaan pendapat antara Imam Ab Hanifah dengan Imam Syafi'i dalam perosalan kedudukan wali dalam pernikahan, oleh karena itu maka wanita yang sudah baligh dan deswasa ia bleh menikahkan dirinya sendiri, dengan syarat sekufu. Dalam hal ini, maka tidak ada kewenangan bagi wali untuk memaksa anak wantanya dalam menikah. Adapun menurut Imam Syafi'i bahwa wali merupakan syarat sah pernikahan, oleh karenanya  tidak sah wanita yang sudah baligh dan dewasa menikah tanpa izin wali. Dalam hal ini maka wali mempunya kewenangan untuk memaksa anak wanitanya dalam menikah. Adapun hal yang menyebabkan terjadinya bperbedaan pendapat mengenai kedudukan wali dalam pernikahan, disebabkan oleh perbedaan "illat hukum. Imam Abu Hanifah menjadika shigar sebaga penyebab tidak diperbolehkannya wanita untuk menikahkan dirinya sendiri, dengan begitu maka wanita yang masih kecil dan janda yang masih kecil wajib dinikahkan oleh walinya, dalam hal demikian itulah maka wali mempunyai hak untuk menikahkan anak wanitanya. Adapun Imam Syafi'i menjadika bikr (perawan) sebagai penyebab tidak diperbolehkannya wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa izin wali,dengan begitu makawanita perawan yang masih kecil dan yang sudah dewasa ia wajib dinikahkan oleh walinya. Adapun wanita janda diberikan kebebasan untuk memilih lelaki yang sesuai bagi dirinya,dalam hal ini maka tidak ada paksaan bagi wali untuk memaksakan anak wanitanya dalam menikah.

Page 2 of 28 | Total Record : 271