Articles
250 Documents
MENGEMBANGKAN WIRAUSAHA DI PONDOK PESANTREN
Endah Sudarsih
JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) Vol 3, No 1 (2010)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (333.662 KB)
|
DOI: 10.12962/j24433527.v3i1.655
Socialization and development of entrepreneurship in Islamic Boarding School is vitally important. It will lighten the operational cost funding, and also improve the independence of boarding school. On the other hand, it will also train students’ independency after graduate from the boarding school. This activity is designed to supply students in Pondok Pesantren At-Taufiq with a skill and effort in founding a business unit. The skill that is interested is computer, while the founded business is computer service. In Kecamatan Diwek and its surroundings, it is very rare to be found. The form of this vucer-activity is an entrepreneurship training program: service computer and computer network installation, and also making a business proposal. As continuation of training, it is delivered a set of computer as capital of forming a computer service business unit in Pondok Pesantren At-Taufiq. There are some constraints in execution of this program activity, such as human resources (SDM) in Pondok Pesantren that is lack of time and ability in permeating the knowledge. So that it is required more computer training for several times before computer service business unit could be actually realized and fulfill the activity purpose.
The Role of Teachers’ Experiential Learning and Reflection for Enhanching their Autonomous Personal and Professional Development
Adi Suryani;
Tri Widyastuti
JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) Vol 8, No 1 (2015)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (248.713 KB)
|
DOI: 10.12962/j24433527.v8i1.1239
Today’s teachers are not only teaching, but they have to fulfill various educational roles. This situation demands teachers to learn continuously. They should develop themselves to improve students’ achievement. To grow continuously, teachers should not just wait for formal, instructed or top-down training or learning. They should be autonomous and self directed. They should be aware and analyze what they need and how they should obtain knowledge or skill that they need. Autonomous teachers learn by reflecting their daily teaching and learning experiences. They use their experience as opportunity to learn. There are three main sources of teachers’ learning: their teaching experiences, sharing ideas in professional communities, and by researching.
THE ANALYSIS OF ENGLISH LOAN AND BORROWING WORDS USED BY INFORMATION AND TECHNOLOGY WRITERS IN THESIS ABSTRACTS
luh mas ariyati
JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) Vol 7, No 2 (2014)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (511.47 KB)
|
DOI: 10.12962/j24433527.v7i2.590
An analysis on a field of linguistics that is English loan words can cause problems, such as problems of spelling and pronunciation, or even the change in meaning of the English borrowed words. This research is expected to give contribution to the society in general should be aware of the practical use of English loan words in Indonesian. In particular, the IT people can spell and write all the English borrowed words correctly in their writing in accordance with the rules of EYD, especially in formal writing. For EFL teachers and students, this study is aimed to explain practical inputs in teaching ESP writing, loan words, and the development of loan words in relation to linguistics, particularly loan words, such as definitions of loan words, patterns of borrowing and reasons for borrowing. Furthermore, the Indonesian lexicologist, can use the findings of the study to develop the glosarium into comprehensive IT dictionary deriving from English words including how to spell and pronounce them correctly.
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KAWASAN HUTAN SEBAGAI LANGKAH ANTISIPATIF DALAM PENANGANAN BENCANA BANJIR DAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN TRENGGALEK
Windiani Windiani
JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) Vol 3, No 2 (2010)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (253.292 KB)
|
DOI: 10.12962/j24433527.v3i2.646
Kabupaten Trenggalek sebagian besar merupakan wilayah pegunungan dengan luasan wilayah 126.140 ha dan mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Namun ironisnya penggunaan tanah terbesar justru adalah hutan Negara seluas 60,936 ha atau 48,31% dari total wilayah Kabupaten Trenggalek. Hal ini dapat berdampak kurang menguntungkan bagi sebagian besar masyarakat setempat, jika penggunaan lahan untuk hutan Negara tersebut tidak melibatkan masyarakat setempat. Di sisi lain dengan kondisi geografis besar pegunungan dan sebagian dataran rendah kabupate Trengalek juga merupakan wilayah rawan bencana banjir dan tanah longsor. Jika kondisi sebagian besar hutan Negara pengelolaannya kurang lestar,maka punya kontribusi yang besar terhadap kerawanan seperti banjir dan tenah longsor. Sehingga pelibatan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan merupakan upaya strategis untuk melestarikan hutan dan mengantisipasi bencana banjir dan tanah longsor.
PERILAKU DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DOMESTIK DENGAN SISTEM SANITASI TERPUSAT DI KECAMATAN GUBENG SURABAYA
Sukriyah Kustanti
JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) Vol 1, No 1 (2008)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (316.415 KB)
|
DOI: 10.12962/j24433527.v1i1.678
Pertambahan jumlah penduduk berpengaruh pada peningkatan jumlah limbah domestik yang dihasilkan, sehingga membawa dampak terjadinya pencemaran lingkungan alam. Salah satu wadah penampung limbah domestik adalah saluran-saluran drainase. Seringkali pula berfungsi sebagai tempat buangan limbah dari kegiatan dapur dan kamar mandi beserta tinjanya. Saluran Kalidami adalah salah satu saluran hulu yang berasal dari 3 buah anak saluran yakni saluran Pucang Anom Timur, Saluran Pucang Adi, dan Saluran Kertajaya, yang semuanya itu bermuara di Saluran Kalidami. Kualitas Saluran Kalidami terkait dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor : 02 tahun 2004, tentang Pengolahan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air sebagai badan air dengan klasifikasi kelas III. Salah satu poko permasalahan dalam melihat pengelolaan saluran-saluran tersebut adalah peran serta masyarakat, yang dalam hal ini merupakan kajian dalam penelitian ini. Peran serta masyarakat terkait dengan bagaimana sikap dan perilaku masyarakat tersebut terhadap obyeknya. Studi kasus dalam penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana peran serta masyarakat di sepanjang anak Saluran Kalidami terhadap pengelolaan limbah cair domestik di sepanjang saluran drainase tersebut. Tujuan penelitian untuk melihat peran serta masyarakat di sepanjang saluran tersebut. Penelitian bersifat deskriptif, dengan teknik penarikan sampling random /acak terhadap sampel penelitian. Metode pengumpulan data adalah observasi dan survei lapangan, serta wawancara terbuka maupun wawancara dengan kuesioner. Hasil Penelitian menunjukkan tinkat pemahaman responden positif, demikian pula untuk sikap masyarakatnya. Namun tidak berhubungan dan berkontribusi terhadap perilaku dan peranserta masyarakat. Sehingga disimpulkan bahwa aspek ekonomi tidak berkaitan dengan faktor peranserta masyarakat, namun lebih pada aspek nilai budaya masyarakat.
KESADARAN PEMAKAI BAHASA INDONESIA DI ERA TEKNOLOGI
Marsudi Marsudi;
Siti Zahrok;
Usman Arief
JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) Vol 6, No 2 (2013)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (355.208 KB)
|
DOI: 10.12962/j24433527.v6i2.604
Era teknologi informasi dan komunikasi banyak tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia, antara lain kesadaran pemakai bahasa Indonesia. Kurangnya kesadaran menghargai bahasa bangsa sendiri menjadi masalah besar bahasa Indonesia. Jika bangsa Indonesia tidak memiliki kesadaran berbahasa yang baik dan benar, bahaya besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dan akan mengakibatkan bangsa ini akan terjadi disintegrasi dan terombang-ambing oleh bahasa dan budaya bangsa asing, sedangkan bangsa lain telah mempersiapkan diri dengan baik. Perlu diketahui, pemakaian bahasa Indonesia sekarang yang kurang menataati kaidah bahasa Indonesia merupakan indikator bahwa bangsa Indonesia telah mengalami penurunan kesadaran berbahasa Indonesia. Hal ini bisa dilihat di berbagai kesempatan berbahasa, misal acara perdebatan di tevisi yang kurang memperhatikan pemakaian bahasa yang baik dan benar. Oleh sebab itu, kesadaran berbahasa Indonesia harus menjadi perhatian serius oleh pemakai sekaligus pemilik bahasa dan pihak legeslatif, yudikatif, ekskutif, dan terutama aparat pemerintah untuk memberi pemahaman dan teladan. Pemerintah harus tegas untuk menegakkan Undang-Undang Bahasa Indonesia dan bertanggung jawab mengemban amanat untuk memberikan kesadaran berbahasa Indonesia bagi rakyat. Kesadaran ini bermakna bahwa individu yang hidup dan terikat dalam kaidah serta naungan di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memiliki sikap dan perilaku positif yang tumbuh dari kemauan diri yang dilandasasi keikhlasan berbuat demi kebaikan bahasa, bangsa dan negara.
PENGELOLAAN LIMBAH DOMESTIK BERBASIS KOMUNITAS DI KAWASAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TAWING: Studi Kasus Di Kabupaten Trenggalek
Windiani Windiani
JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) Vol 4, No 1 (2011)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (336.268 KB)
|
DOI: 10.12962/j24433527.v4i1.637
Penelitian tentang pengelolaan limbah domestik berbasis komunitas Di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Tawing ini didasarkan pada fenomena bencana banjir yang terjadi hampir setiap tahun. Faktor penyebabnya tidak hanya karena faktor alam namun juga disebabkan adanya penurunan daya resap dan pendangkalan sungai di berbagai daerah. Hal ini terkait juga dengan kebiasaan, kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan yang masih rendah. Sebagian masyarakat di kawasan daerah aliran sungai Tawing masih membuang limbah domestiknya, baik kotoran maupun sampah rumah tangga ke sungai. Hal ini lebih disebabkan persepsi yang berkembang dalam masyarakat bahwa sungai berfungsi sebagai halaman belakang (backyard) sehingga sungai digunakan sebagai tempat pembuangan limbah. Di sisi lain keberadaan komunitas pemuda pecinta lingkungan di daerah di Kabupaten Trenggalek berdampak positif jika peran dan kapasitas komunitas tersebut dikembangkan terutama terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola limbah domestiknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah domestik yang dilakukan adalah aplikasi 3R (Reuse, Reduce dan Recycle) dengan kelompok sasaran: komunitas Ibu rumah tangga, Komunitas Petani, komunitas Guru dan pendamping dan Komunitas pemuda karang taruna. Strategi yang dikembangkan dalam pengelolaan limbah domestik meliputi: Perencanaan dan Program Pengembangan, Penguatan kelembagaan dan Pengembangan jaringan dan kerjasama. Hingga saat ini pengolahan limbah domestik menjadi pupuk organik, larangan meracuni sungai Tawing dan pemberian sanksi kepada masyarakat yang membuang sampah merupakan program yang sudah berjalan, namun dipandang perlu untuk dikembangkan dengan sasaran wilayah yang lebih luas. Sosialisasi secara intens dan pendampingan kepada kelompok sasaran perlu terus dilakukan agar terjadi keberlanjutan program.
TANAH TERLANTAR, MENYALAHI FUNGSI SOSIAL TANAH
Yuwono Yuwono
JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) Vol 2, No 1 (2009)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (509.294 KB)
|
DOI: 10.12962/j24433527.v2i1.669
Undang-undang Dasar 1945 BAB XIV pasal 33 ayat (3) mengamanahkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Tanah, yang merupakan tempat pijakan sekaligus tempat untuk tinggal dan dapat juga digunakan untuk berusaha, sering dimiliki secara berlebih (posesif ) oleh orang perorang atau suatu badan.Hal tersebut tidaklah terlalu salah, namun ironisnya, terkadang melupakan kewajiban terhadap tanah tersebut dan fungsi dari tanah tersebut. Kewajibannya adalah membayar pajak terhadap tanah tersebut (PBB=Pajak Bumi dan Bangunan) dan fungsi tanah tersbut sebagai fungsi sosial dari tanah tersebut.Pada setiap bidang tanah akan melekat suatu hak, hak ini merupakan suatu bukti kuat terhadap kepemilikan bidang tersebut. Contoh hak atas tanah adalah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai dan sebagainya.Walaupun kepemilikan tanah telah jelas, namun tanah tidak boleh ditelantarkan, misalnya Tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan ataupun Hak Pakai. Tanah dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan baik. , karena jika tanah ditelantarkan , maka tanah tersebut akan dikuasai langsung oleh negara.
PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR RAMAH LINGKUNGAN (Studi Kasus Air Bersih di Umbulan Pasuruan)
Sukriyah Kustanti Moerad;
Endang Susilowati
JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) Vol 9, No 1 (2016)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (355.139 KB)
|
DOI: 10.12962/j24433527.v9i1.1278
Proyek Umbulan adalah sebuah program raksasa pemerintah Jawa Timur, yang sudah dicanangkan sejak masa Orde Baru hingga saat ini belum terlaksana. Dalam menghadapi Era Pembangunan Milenium (MDGs), diperkirakan 78 juta orang Indonesia akan membutuhkan pasokan air bersih lebih banyak. Gubernur Jawa Timur berkeinginan untuk mengelola sumber air Umbulan tersebut bagi masyarakat Jawa Timur khususnya Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Kota Pasuruan sendiri. Hal ini untuk mengurangi potensi PDAM selama ini yang menjadi satu-satunya penyongkong air bersih Jawa Timur. Disisi lain air bersih Umbulan selama bertahun-tahun digunakan oleh masyarakat Desa Umbulan untuk mengairi tambak, ladang serta untuk menggelontor sungai Rejoso yang sudah tercemar dari industri sekitarnya. Air Umbulan mempunyai potensi dan debit yang cukup besar untuk bisa disuplai sebagai air bersih ke wilayah di luar Pasuruan. Namun perilaku masyarakat di wilayah air umbulan mempunyai sikap exclusif yakni hanya digunakan oleh masyarakat sekitar, tidak diperkenankan masyarakat luar ikut mengelola sumber air tersebut. Oleh karena itu akan dilakukan kajian sosial dalam memahami pemanfaatan air umbulan ini sebagai pasokan air bersih di diluar Kabupaten Pasuruan. Tujuan Penelitian 1). Untuk melihat sejauh mana Persepsi masyarakat Desa Umbulan dalam pemanfaatan sumber daya air Umbulan, 2). Untuk mengetahui perilaku masyarakat dalam memanfaatkan air umbulan untuk kegiatan sehari-hari. Metode penelitian adalah survei, oberservasi serta wawancara pada sejumlah 100 orang responden dengan instrumen kuesioner. Adapun penarikan sampel secara Random sampling dan purpusif random sampling. Lokasi penelitian Desa Umbulan, dan Desa Sidepan, Kecamatan Winongan Kabupaten Pasuruan. Hasil penelitian menunjukan Air umbulan sebagai sumber kehidupan masyarakat Kecamatan Winongan khususnya Desa Umbulan. Kesimpulan dari penelitian adalah 1). Masih inclusifnya warga masyarakat Umbulan dalam pembagian air bersih, 2) Teknologi Pengelolaan masih berbasiskan masyarakat lokal, 3). Penggunaan air bersih masih kurang efektif (karena masih digunakan hal yang kurang bermanfaat) 4). Masyarakat Desa Umbulan dan desa Sidepan khususnya merasa sumber daya air Umbulan adalah milik mereka yang tidak perlu dimanfaatkan oleh masyarakat di luar kawasan tersebut, walaupun debit air Umbulan cukup besar dan mampu menyuplai di 3 Kabupaten di Jawa Timur.
PENYELESAIAN SENGKETA PENGELOLAAN SUMUR TUA SECARA TRADISIONAL OLEH MASYARAKAT DI DESA WONOCOLO BOJONEGORO DITINJAU DARI ASPEK HUKUM
Suprapti Suprapti
JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) Vol 4, No 2 (2011)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (293.707 KB)
|
DOI: 10.12962/j24433527.v4i2.628
Sumur-sumur minyak di Desa Wonocolo Kecamatan Kadewan Kabupaten Bojonegoro, telah dieksplorasi lebih dari satu abad yang lalu oleh Dordtsche Petroleum Maatschappij. Sumur-sumur tua tersebut banyak yang dinyatakan telah habis, tetapi kenyataannya tidak. Puluhan titik sumur peninggalan Belanda tersebut ternyata masih aktif yang menandakan masih adanya cadangan minyak di kawasan tersebut. Cadangan minyak tersebut sejak tahun 1945 dikelola oleh pemerintah dan sebagian dikelola warga secara tradisional. Minyak yang ditambang oleh masyarakat disetor ke KUD Bogo Sasono dan disetor ke PT Pertamina EP Cepu. Tetapi sejak tahun 2005 mulai masuk orang-orang dari luar Desa Wonocolo yang membeli minyak mentah langsung dari penambang dengan harga lebih tinggi dari harga yang ditetapkan KUD Bogo Sasono. Karena sejak Nopember 2006 tidak ada lagi warga yang menyetor minyak mentah ke KUD Bogo Sasono, maka penyetoran minyak mentah ke PT. Pertamina EP Cepu terhenti. Ditinjau dari aspek hukum, penambangan dan dijual kepada pihak lain untuk kepentingan individu adalah melanggar peraturan perundangan yang berlaku. Studi ini bertujuan untuk merumuskan penyelesaian sengketa pengelolaan sumur tua antara warga setempat dan KUD Bogo Sasono selaku mitra kerja PT Pertamina EP Cepu, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Studi ini merupakan doctrinal research dengan pendekatan kasus (Marzuki; 2005). Usulan penyelesaiannya adalah: (1) melakukan sosialisasi peraturan perundangan yang terkait dengan kegiatan penambangan yang boleh dilakukan secara formal dan informal melalui kepala desa yang pada dasarnya harus menyadarkan warga setempat agar tunduk pada hukum; (2) menyelesaikan sengketa antara warga setempat dan KUD Bogo Sasono selaku mitra kerja PT. Pertamina EP Cepu melalui penyelesaian di luar pengadilan; (3) melakukan negosiasi biaya ongkos angkut berdasarkan pertimbangan kepentingan masyarakat luas, bukan sekelompok masyarakat; (4) melakukan penegakan hukum terutama untuk memutus jalur penambang ke pihak luar.