cover
Contact Name
Hero Patrianto
Contact Email
jurnal.atavisme@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.atavisme@gmail.com
Editorial Address
Balai Bahasa Jawa Timur, Jalan Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo 61252, Indonesia
Location
Kab. sidoarjo,
Jawa timur
INDONESIA
ATAVISME JURNAL ILMIAH KAJIAN SASTRA
ISSN : 1410900X     EISSN : 25035215     DOI : 10.24257
Core Subject : Education,
Atavisme adalah jurnal yang bertujuan mempublikasikan hasil- hasil penelitian sastra, baik sastra Indonesia, sastra daerah maupun sastra asing. Seluruh artikel yang terbit telah melewati proses penelaahan oleh mitra bestari dan penyuntingan oleh redaksi pelaksana. Atavisme diterbitkan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur. Terbit dua kali dalam satu tahun, pada bulan Juni dan Desember.
Articles 284 Documents
PERLAWANAN TERHADAP PENJAJAHAN DALAM PUISI-PUISI INDONESIA DAN KOREA Fajar, Yusri
ATAVISME Vol 18, No 2 (2015): ATAVISME, Edisi Desember 2015
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.54 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v18i2.114.183-193

Abstract

Penjajahan di muka bumi, seperti yang dialami Indonesia dan Korea telah mengakibatkan kerugian materiil dan non materiil. Akibat-a­kibat dari kolonialisme ini mendapat respon puitik dari para penyair Indonesia dan Korea yang tidak hanya menulis puisi namun juga bersentuhan dengan gerakan perlawanan untuk menggapai kemerdekaan. Artikel ini membahas resistensi terhadap penjajahan sebagaimana tercermin dalam puisi-puisi para penyair Indonesia dan Korea. Untuk meneliti puisi-puisi tersebut konsep sastra bandingan digunakan dan dielaborasi bersama dengan teori kolonialisme. Sumber data penelitian ini adalah antologi puisi Korea yang berjudul Puisi buat Rakyat Indonesia (terjemahan Chung Yong Rim tahun 2013) dan antologi puisi Indonesia Aku ini Binatang Jalang karya Chairil Anwar cetakan tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman ketika dijajah Jepang membuat para penyair kedua negara ini melahirkan puisi-puisi yang secara tematis menggambarkan berbagai akibat kolonialisme dan semangat antipenjajahan yang lahir sebagai bentuk perlawanan. Abstract: Colonization as experienced by Indonesia and Korea brought about impacts on infrastructure and people of both countries. Those effects triggered Indonesian and Korean poets to give poetical response. These poets not only wrote poems but also involved in the movement in gaining independence. This article discusses the resistance toward colonization as represented in the poems by Indonesian and Korean Poets. The concept of comparative literature and colonialism are employed in this research. Sources of the data in this research are taken from the anthology of Korean poems entitled Puisi buat Rakyat Indonesia (translated into Indonesian by Chung Yong Rim in 2013) and anthology of Indonesian poems by Chairil Anwar entitled Aku ini Binatang Jalang published in 2015. The result of the research shows that colonization in Indonesia and Korea inspired the poets from these two colonized countries to write poems that delineate the impacts of colonization and spirit of anti colonization as the foundation of the resistence. Key Words: colonization, resistance, Indonesian and Korean poems
REVITALISASI TEMBANG TEKS SASTRA BALI TRADISIONAL DALAM RANAH RITUAL DAN DIGITAL Putra, I Nyoman Darma; Sari, Ida Ayu Laksmita
ATAVISME Vol 22, No 1 (2019): ATAVISME
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (527.754 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v22i1.541.32-46

Abstract

There has been a concern that textual singing tradition (kidung) may disappear along with the advancement of information and communication technology. This paper aims to examine the metamorphosis of kidung from the ritual realm to the digital domain which is the basis of today's electronic mass media. Data were collected with ethnographic method and interviews with enthusiasts and audiences of kidung as well as with managing of electronic mass media. Recording method was used to record the interactive kidung programme in Radio and TV. The data were examined by transformation media and globalization theory. The study began with a description of the metamorphosis of kidung from the ritual realm to digital, enthusiasts and audiences, as well as the future of the kidung cultural heritage in the digital era. The result shows that the transformation of kidung from the ritual to the digital domain is a revitalization process that makes this tradition increasingly lively, not vanishing as it has been feared. In addition, the tradition of the kidung which was originally dominated by the older generation, has also been able to attract younger generation who present it through digital-based social media such as Facebook and YouTube so that it can be enjoyed by Balinese diaspora.
TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM ROMAN PANGLIPUR WUYUNG Utomo, Imam Budi
ATAVISME Vol 15, No 1 (2012): ATAVISME, Edisi Juni 2012
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.469 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v15i1.53.117-124

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan model tokoh dan penokohan yang men­ jadi ciri umum dalam roman panglipur wuyung. Untuk itu, teori intrinsik yang mengkhususkan pa­da unsur tokoh dan penokohan digunakan untuk menganalisisnya. Dari hasil penelitian dapat di­ketahui bahwa sebagian besar tokoh dan penokohan dalam roman panglipur wuyung memiliki ti­pologi yang sama, yakni menampilkan tokoh berwatak datar (bersifat hitam­putih), tam­ pan/cantik, mengusung tokoh hero, dan lain­lain yang merupakan tokoh ideal dengan penggambaran yang klise. Abstract: This research aims to reveal the common feature of character and characterization models in the panglipur wuyung novelette. Therefore, the intrinsic theory specializing in characters and characterizations is used to analyze it. From the research result, it can be seen that most of the characters and characterizations in the panglipur wuyung novelette have the same typology, which shows flat character (black and white features) handsome/beautiful, and carries the hero figures etc. which is an ideal figure of cliche depiction. Key Words: character and characterization, typology, panglipur wuyung novelette
CERITA PENDEK ANAK DALAM MAJALAH BOBO TAHUN 1980‐AN SEBAGAI BACAAN PENDIDIKAN KARAKTER Saptawuryandari, Nurweni
ATAVISME Vol 17, No 2 (2014): ATAVISME, Edisi Desember 2014
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.095 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v17i2.14.254-263

Abstract

This article aims to describe the national character values in children short stories in Bobo magazine. As a children magazine, Bobo always publishes children short stories in every issue. Data of this research is twenty-four children short stories in Bobo magazine published by Gramedia in 1983?s. The data was collected through librarian study. The method used is the descriptive-qualitative one which explains the writings based on the content. The result shows that children short stories in Bobo magazine contain national character values. Those values contain moral teaching. The short stories were written by adults. They describe lives, responsibility, religion, self-service, discipline, hard working and love of the environment. This article aims to describe the national character values in children short stories in Bobo magazine. As a children magazine, Bobo always publishes children short stories in every issue. Data of this research is twenty-four children short stories in Bobo magazine published by Gramedia in 1983?s. The data was collected through librarian study. The method used is the descriptive-­qualitative one which explains the writings based on the content. The result shows that children short stories in Bobo magazine contain national character values. Those values contain moral teaching. The short stories were written by adults. They describe lives, responsibility, religion, self-service, discipline, hard working and love of environment. Key Words: children story; adult; character values Abstrak: Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai karakter bangsa yang terdapat dalam cerita pendek anak-anak di majalah Bobo. Sebagai majalah anak-anak, Bobo dalam setiap terbitannya selalu memuat cerita pendek anak-anak yang mengandung unsur dulce et utile. Data penelitian ini adalah dua puluh empat cerita pendek anak-anak dalam majalah Bobo terbitan Gramedia tahun 1983. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang memaparkan tulisan berdasarkan isi karya sastra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cerita pendek anak-­anak yang ada di majalah Bobo mengandung nilai-nilai karakter bangsa yang berkaitan dengan pendidikan moral dan budi pekerti. Cerita yang ditulis orang dewasa itu menggambarkan masalah kehidupan dan mengandung nilai karakter jujur, tanggung jawab, religius, mandiri, disiplin, kerja keras, dan cinta lingkungan.
POTRET KETIMPANGAN SOSIAL DALAM TEKS-TEKS SASTRA INDONESIA MUTAKHIR Karyanto, Puji
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1954.478 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.143.45-58

Abstract

Tulisan ini membicarakan bagaimanakah fenomena ketimpangan sosial digambarkan dalam teks-teks sastra Indonesia mutakhir dan relasi antara potret ketimpangan sosial tersebut dengan realitas. Untuk menjawab dua persoalan tersebut digunakan pendekatan sosiologi sastra dan semiotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara ketiga teks sastra yang diteliti, yakni ?Sajak Burung-Burung Kondor?, teks drama Konglomerat Burisrawa, dan novel Larung sebagai representasi teks-teks sastra Indonesia mutakhir terdapat benang merah tematik, yakni fenomena ketimpangan sosial. Fenomena ketimpangan sosial dalam ?Sajak Burung-Burung Kondor? disampaikan secara langsung dengan mengoposisikan perbedaan nasib yang dialami oleh dua kelas sosial. Fenomena ketimpangan sosial dalam Konglomerat Burisrawa disampaikan dalam bentuk komedi satir yang tidak bersifat langsung. Fenomena ketimpangan sosial dalam Larung disampaikan untuk memperkuat ilustrasi cerita utama yang berfokus pada kisah-kisah romantik dan epik tokoh-tokohnya dalam memperjuangkan prinsip-prinsip hidup. Makna atas penggambaran fenomena ketimpangan sosial dalam ketiga teks sastra tersebut adalah sebagai refleksi literer atas fakta sosial yang ada. Abstract: This paper will discuss two main issues of how the phenomenon of social inequality depicted in the Indonesian literary texts to date and the relationship between the portrait of social inequality with current realities. To answer there two questions, the sociology of literature and semiotics are used. Results show that among the three literary texts studied, namely the ?Burung-Burung Kondor Rhyme?, dramatic text of Konglomerat Burisrawa, and novel Larung as a representation of Indonesian literary texts there are advanced thematic thread about the phenomenon of social inequality. The phenomenon of social inequality in the ?Rhyme of Burung-Burung Kondor? is communicated directly by contrasting it with the fate differences experienced by these two social classes. The phenomenon of social inequality in the Konglomerat Burisawa is delivered in the form of indirect satirical comedy. The phenomenon of social inequality in Larung is made to strengthen the illustrations of feature stories that focus on romantic stories and the characters in the epic fight for the principles of life. The meaning of the depiction of social inequality in all three phenomena of literary text above is a literal reflection of existing social facts. Key Words: testimony, social inequality, sociology of literature
THE SEMITIZATION OF ITIHASA: INTERTEXTUALITY OF THE MAHABHARATA AND THE RAMAYANA IN THE JUDAEO­‐ISLAMIC TEXTS Ali, Mochammad
ATAVISME Vol 16, No 1 (2013): ATAVISME, Edisi Juni 2013
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (547.622 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v16i1.77.1-13

Abstract

Abstract: This article is an intertextual study of Judaeo­?Islamic texts with the Itihasa. This research explores the discourse of Semitic and Aryan texts already canonized in cultural artifacts of Abrahamic and Brahmanic traditions which require a parallelization of substantive messages. It is not only depending on comparative linguistic similarities but also referring to the common theological formula surrounding the text in a chain of traditions which created the text. The text cannot be regarded as an independent text but have to be understood through the process of ?reading? in a context that can be ascertained to have a close relationship with other texts. It exists as a weave of discourses which are surrounding the text through the process of adoption, adaptation, and reformulation of the text that has been established in the context of a sequence of tradition inheritance. The study of cultural semiotics readable through the text is not intended to vulgarly expose the text that deviates from the hiperreality context of the text an sich. Instead, it aims to explain the ?marker? in the text across boundaries of times, geographies, languages, and common traditions through the system of transmission. This article uses a semiotic theory proposed by Julia Kristeva. Abstrak: Tulisan ini merupakan studi intertekstualitas teks Judaeo­?Islam dengan teks Itihasa. Penelitian ini mengeksplorasi wacana teks rumpun Semit dan Arya yang terekam dalam artefak kebudayaan bertradisi Abrahamik dan Brahmanik yang meniscayakan pararelisasi pesan substantif. Pararelisasi pesan tidak hanya berpijak pada latar similaritas linguistik tetapi juga merujuk pada kesejajaran formula teologis yang melingkupi teks dalam rentetan tradisi yang melahirkan teksnya. Teks tidak dapat dipandang sebagai sebuah teks yang independen, tetapi harus dipahami melalui proses ?pembacaan? dalam konteksnya yang dapat dipastikan berkaitan erat dengan teks liyan. Teks hadir sebagai sebuah tenunan wacana yang melingkupi penjadian teks melalui proses adopsi, adaptasi, maupun reformulasi teks yang telah mapan dalam konteks rangkaian pewarisan tradisi. Kajian semiotika kultural yang terbaca tidak dimaksudkan untuk menelanjangi wacana teks secara vulgar yang teralienasi dari konteks hiperealitas teksnya, tetapi bertujuan untuk menjelaskan ?penanda? dalam teks yang melintas batas zaman, geografis, bahasa, maupun tradisi serumpun melalui sistem transmisinya. Artikel ini menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh Julia Kristeva. Kata-kata kunci: intertekstualitas; Ramayana; Mahabharata; Semit; Arya
Eropa Berdasarkan Tiga Novel Umberto Eco: Pembelajaran Sejarah Bagi Pembaca Indonesia Dian Swandayani; Imam Santoso; Ari Nurhayati; Nurhadi Nurhadi
ATAVISME Vol 16, No 1 (2013): ATAVISME, Edisi Juni 2013
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (340.862 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v16i1.105.27-41

Abstract

Tiga novel Umberto Eco, The Name of The Rose, Baudolino, dan Foucault’s Pendulum, dengan lingkup latar masing-masing yang dikisahkannya, membantu pembaca Indonesia guna lebih mengenal kondisi Eropa, khususnya kondisi Eropa pada abad pertengahan, suatu rentang waktu dalam sejarah Eropa yang panjang dengan berbagai peristiwa historis lainnya. Meskipun berupa novel, informasi faktual yang disampaikan lewat ketiga novel tersebut dapat memperkaya wawasan pembaca guna mengetahui situasi Eropa pada masa abad pertengahan, meliputi rentangan teritorial yang melampaui kawasan Eropa sekarang, bahkan juga mengisahkan suatu kelompok sosial yang memegang peran penting dalam perjalanan sejarah Eropa. Novel‐novel Eco tampaknya tidak mudah dipahami oleh pembaca Indonesia, apalagi tentang detail yang dipaparkan mengenai sejarah Eropa abad pertengahan, terkait dengan detail situs-­‐situs geografis dan tokoh-tokoh utama yang menjadi titik penting dalam perjalanan sejarah Eropa. Meskipun demikian, hal ini bisa dimanfaatkan sebagai wahana pembelajaran sejarah, khususnya sejarah Eropa abad pertengahan. Abstract: Umberto Eco’s novels, The Name of The Rose, Baudolino, and Foucault’s Pendulum, with each specific setting, can help Indonesian readers to understand Europe, particularly in the Middle Ages, a long period in the European history which has various other historical events. Although the works are imaginary, the factual information in the novels can enrich the readers’ knowledge about the situation of Europe in the period of time, including the territorial extent which exceeded the present European territory. The works, in fact, tell aboutthe social group which played significant roles in the history of Europe. For Indonesian readers, it is not easy to understand the novels, let alone the details related to the history of Europe in the Middle Ages, the geographical sites, and the important people who played significant roles in the European history. However, the novels can be used as a medium for learning history, particularly the Medieval Europe. Key Words: history of Europe; novels; setting; learning; Indonesian readers
PERAN ALAM YANG DIKALAHKAN SANG SAPURBA DITINJAU DARI PERSPEKTIF ETIKA LINGKUNGAN Lestari, Puji; Waluyo, Herman J.; Saddhono, Kundharu
ATAVISME Vol 21, No 2 (2018): ATAVISME
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (600.507 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v21i2.474.224-237

Abstract

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengungkapkan konsep peran alam dari pandangan orang Melayu berdasarkan tipe dalam roman Dikalahkan Sang Sapurba karya Ediruslan Pe Amanriza. Metode yang digunakan deskriptif analitis dengan acuan teori etika lingkungan (ekokritik) dan Kluckhohn. Data berupa kutipan kalimat atau paragraf dari roman yang diklasifikasikan dan dianalisis untuk memperoleh gambaran secara lengkap atas persoalan lingkungan hidup berdasarkan konsep peran alam. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa peran alam yang diyakini baik gaib dan nyata akan menentukan wujud identitas kontrol sosialnya. Peran gaib memberikan konsep alam yang suci (sacred nature) sebagai bentuk ekosentrisme, sedangkan peran nyata melambangkan bahwa alam dapat dikuasai atau dilawan yang mencerminkan wujud dari antroposentrisme dari perspektif etika lingkungan. Penelitian ini menunjukkan pula bahwa peran nyata lebih dominan dibandingkan peran gaib sehingga akhir cerita ditunjukkan dengan bentuk sad ending. 
PERNYAIAN DALAM MASYARAKAT TIONGHOA: REFLEKSI DALAM SASTRA PERANAKAN TIONGHOA Susanto, Dwi
ATAVISME Vol 15, No 1 (2012): ATAVISME, Edisi Juni 2012
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.678 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v15i1.44.15-24

Abstract

Tulisan ini bertujuan melihat dinamika pemikiran atau pandangan pengarang peranakan Tionghoa tentang pernyaian. Pernyaian telah menjadi kebiasaan atau budaya pada masa kolo­nial di Indonesia. Baik golongan Eropa maupun Tionghoa menerima praktik budaya ini. Para intelektual peranakan Tionghoa memiliki perbedaan pandangan dan pemikiran terhadap praktik ini. Mereka menulis banyak buku seperti karya sastra dalam menghadapi realitas ini. Menurut pandangan Dilthey, karya sastra adalah pemikiran yang diobjektifkan. Pandangan pragmatisme mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil tindakan berpikir para pengarangnya. Pernyaian dalam masyarakat Tionghoa mengalami perubahan makna dari praktik yang ?dilegalkan? menja­ di praktik yang ?tidak bermoral? karena terjadi perubahan dalam memandang hubungan dalam keluarga dan nilai­nilai sosial yang baru. Abstract: This paper aims to see the dynamics of mind or worldview of Indonesian Chinese author on concubinage. The concubinage had become a habit or culture in the Indonesia colonial era. Both European and Indonesian Chinese people considered accepting this practices. Many Indonesian Chinese intellectual had different impression or opinion about this immoral practices. They wrote many books, e.g. literary works, about this corrupt attitude. Their ideas had given evidence about their intellectual history which based on mind. According to Dilthey, literary works can be considered as the objective mind. Based on pragmatic tradition, literary works result from the author?s action of thinking. Concubinage exercised by Indonesian Chinese had developed into a new worldview. It is influenced by the new paradigm which considers the family relationship and creating new social value. Key Words: literary works, objective mind, concubinage.
POTRET PEREMPUAN DALAM SASTRA INDONESIA TAHUN 1920­‐AN: SEBUAH PEMBACAAN KRITIK SASTRA FEMINIS Arimbi, Diah Ariani
ATAVISME Vol 17, No 2 (2014): ATAVISME, Edisi Desember 2014
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.757 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v17i2.5.148-162

Abstract

Sastra Indonesia modern dapat dikatakan lahir sekitar tahun 1920?an dengan publikasi karya sastra Indonesia modern oleh Balai Pustaka. Di antara karya yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1920?an, terdapat karya yang paling populer seperti Sitti Nurbaya (1922), Azab dan Sengsara (1927), dan   Salah    Asuhan  (1928) yang mewakili suara produksi sastra tahun 1920-an. Makalah ini bertujuan untuk melihat potret perempuan dalam tiga karya yang ditulis oleh penulis laki?laki dengan menggunakan pendekatan kritik sastra feminis. Melalui teknik pembacaan yang mendalam (close reading  technique), penelitian ini menggunakan kritik sastra feminis untuk menelaah potret perempuan dalam tiga karya tersebut. Temuan dalam tulisan ini menunjukkan bahwa di satu sisi perempuan masih terbelenggu oleh patriarkat, tetapi di sisi lain perempuan bukanlah korban  patriarkat  yang  pasif:  perempuan  tetap berupaya  untuk  keluar dari  belenggu ini dan memutus rantai penindasan patriarkat melalui kebebasan dan otonomi personal.Sastra Indonesia modern dapat dikatakan lahir sekitar tahun 1920?an dengan publikasi karya sastra Indonesia modern oleh Balai Pustaka. Di antara karya yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1920?an, terdapat karya yang paling populer seperti Sitti Nurbaya (1922), Azab  dan Sengsara (1927), dan Salah Asuhan (1928) yang mewakili suara produksi sastra tahun 1920-an. Makalah ini bertujuan untuk melihat potret perempuan dalam tiga karya yang ditulis oleh penulis laki?laki dengan menggunakan pendekatan kritik sastra feminis. Melalui teknik pembacaan yang mendalam (close reading    technique), penelitian ini menggunakan kritik sastra feminis untuk menelaah potret perempuan dalam tiga karya tersebut. Temuan dalam tulisan ini menunjukkan bahwa di satu sisi perempuan masih terbelenggu oleh patriarkat, tetapi di sisi lain perempuan bukanlah korban  patriarkat  yang  pasif:  perempuan  tetap  berupaya  untuk  keluar dari  belenggu ini dan memutus rantai penindasan patriarkat melalui kebebasan dan otonomi personal.

Page 3 of 29 | Total Record : 284