Articles
321 Documents
Kedudukan Hukum Saksi Instrumentair Terkait Keautentikan Akta Notaris
Ni Putu Anggelina
Acta Comitas Vol 3 No 3 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i03.p10
The legal status of a Notary employee in his capacity is a witness of the Instrumentair to support the validity of an authentic deed which is inseparable and has legal consequences for the deed of the Notary. Notary deed that raises the law causes the Notary employee to work as a witness instrument in the deed to be the party responsible and responsible for the law that appears. The legal issue in this journal is the Responsibility for the accountability of instruments in the deed of a Notary? And how to place the legal position in the instrumentation in terms of supporting the Notary deed related to the Notary's responsibility to keep the confidentiality of the deed which is made by him based on Article 16 Paragraph (1) Letter F and Article 40 of the UUJN Amendment?, This article is analyzed by normative legal research methods with a study of Article 16 paragraph (1) letter f UUJN Changes that still involve obscurity of legal norms. The purpose of this study is to examine the accountability of the instrumentair in the deed of the Notary and also provide understanding in terms of the legal position of the instrumentair selection related to the authenticity of the Notary deed. The results of the study through the journal can prove the lawsuits related to the substance of the deed whose signing involved him, remembering his capacity only employees who are functioned by a Notary to prepare the deed. The legal position of viewing related to the occupation of the Notary keeps the confidentiality of the deed whose production is made based on Article 16 paragraph (1) letter f and Article 40 of the UUJN. Therefore the instrumentair witness cannot apply Article 322 of the Criminal Code because his capacity as an election is not bound by professional ownership. Witness instructors who do not support the confidentiality of Notary documents. Status hukum pegawai Notaris dalam kapasitasnya menjadi saksi Instrumentair guna mendukung sahnya suatu akta autentik merupakan hal yang tak terpisahkan dan memiliki konsekwensi hukum terhadap akta Notaris. Akta Notaris yang menimbulkan persoalan hukum menyebabkan pegawai Notaris yang berfungsi sebagai saksi instrumentair dalam akta menjadi pihak yang dianggap tahu dan bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul. Isu hukum dalam jurnal ini adalah Bagaimanakah tanggungjawab saksi instrumentair dalam akta Notaris? Dan bagaimanakah kedudukan hukum saksi instrumentair dalam hal mendukung keautentikan akta Notaris terkait adanya kewajiban Notaris menyimpan kerahasiaan akta yang pembuatannya dilakukan olehnya berdasarkan Pasal 16 Ayat (1) Huruf F dan Pasal 40 UUJN Perubahan ?, Artikel ini dianalisis dengan metode penelitian hukum normatif dengan kajian terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN Perubahan yang masih terdapat kekaburan norma hukum. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji secara mendalam tanggungjawab saksi instrumentair dalam akta Notaris serta memberikan pemahaman dalam hal kedudukan hukum saksi instrumentair terkait dengan keautentikan akta Notaris. Hasil kajian melaui jurnal ini diketahui bahwa saksi instrumentair tidak bisa dituntut secara hukum terkait substansi akta yang penandatanganannya melibatkan dirinya, megingat kapasitasnya hanya pegawai yang difungsikan oleh Notaris untuk mempersiapkan akta. Kedudukan hukum saksi instrumentair terkait adanya kewajiban Notaris menyimpan kerahasiaan akta yang pembuatannya dilakukan olehnya berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf f dan Pasal 40 UUJN Perubahan tidak diwajibkan secara pasti harus menjaga kerahasiaan subtansi akta. Oleh sebab itu terhadap saksi instrumentair tidak bisa diterapkan Pasal 322 KUHP karena kapasitasnya sebagai saksi tidak melekat jabatan profesi. Saksi instrumentair yang tidak menjaga kerahasiaan dokumen Notaris perbuatannya diklasifikasikan perbuatan melawan hukum.
PENGATURAN JANGKA WAKTU KEPEMILIKAN RUMAH TUNGGAL OLEH ORANG ASING DI ATAS TANAH HAK PAKAI ATAS HAK MILIK
I Dewa Made Nhara Prana Pradnyana;
Ida Bagus Wyasa Putra;
I Ketut Wirawan
Acta Comitas Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p09
Jangka waktu orang asing untuk dapat memiliki rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 bertentangan dengan jangka waktu yang dapat dimiliki orang asing atas tanah hak pakai atas hak milik berdasarkan Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Berdasarkan kondisi tersebut, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik; (2) Bagaimanakah formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik? Berangkat dari adanya konflik norma, penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan historis. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan dengan teknik bola salju. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik deskripsi, komparasi, evaluasi dan argumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik dari diberlakukannya Pasal 7 PP No. 103 Tahun 2015 berdasarkan asas Lex specialis derogat legi generali sehubungan dengan adanya konflik norma antara lain meliputi: ketidaksesuaian antara pengaturan jangka waktu tanah hak pakai atas hak milik oleh orang asing dan Warga Negara Indonesia; dan tidak diakomodirnya bentuk akta sehubungan dengan perpanjangan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik; (2) Formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah berhubungan dengan dilakukannya revisi terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang langsung berkaitan dengan karakteristik permasalahan yang ada sebagai langkah pengharmonisasian norma. Kata Kunci: Jangka Waktu, Rumah Tunggal, Hak Pakai atas Hak Milik, Orang Asing.
KEWENANGAN NOTARIS/PPAT DALAM MENERIMA PENITIPAN PEMBAYARAN PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
Riyan Hidayat
Acta Comitas Vol 3 No 3 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i03.p02
One of the potential sources of tax revenues that should be explored in accordance with the current economic situation and the development of the nation's development is the type of tax on land and building use permit in after abbreviated as BPHTB. In managing the Tax on land and building permit, the eligible party is the central government, but the acceptance of tax on land and building permit is largely as an income for the region. Depositing tax on land and building permit is the obligation of the taxpayer, but in fact many tax payers deposit the payment to notary /the official certifier of title deeds whereas in the authority of notary which is regulated in the amendment of law on notary, there is no one article that determines notary obligation for paying care work tax on land and building permit. The problems of this study are how the role of Notary / the official certifier of title deeds in the tax payments on land is and building use permit and how the responsibility Notary / the official certifier of title deeds in relation to the payment of on land is and building use permit’s sale and purchase. The empirical juridical legal research method is applied in this study. This study belongs to descriptive analysis by analyzing primary data and applying interview techniques for the primary data and literature review technique for the secondary data. The techniques of qualitative method are examining, analyzing, interpreting and drawing conclusion from literature review. The result of the study shows that for notary who receives the deposit payment of tax on land and building permit shall be an action undertaken to assist and facilitate the transaction process and notary public as a public officer deemed to have a better understanding of the tax payment procedure should properly assist in the execution of the tax payment but it is not entitled to charge fees for the deposit because it is not a notary’s task which only acts on the basis of her/himself. Salah satu sumber potensi prolehan pajak yang perlu digali sesuai situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan pembangunan bangsa sekarang ini adalah jenis Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan selanjutnya disingkat BPHTB. Dalam mengelola BPHTB yang berhak adalah pemerintah pusat, namun penerimaan BPHTB sebagian besar merupakan pemasukan bagi daerah. Penyetoran BPHTB merupakan kewajiban wajib pajak, namun pada kenyataanya banyak wajib pajak yang menitipkan pembayarannya kepada Notaris/PPAT padahal dalam kewenangan Notari yang diatur dalam UUJN tidak ada satupun pasal yang menentukan kewajiban Notaris untuk pekerjaan penitipan pembayaran BPHTB.Permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana kewenangan Notaris/PPAT dalam penitipan pembayaran pajak BPHTB dan bagaimana tanggung jawab Notaris/PPAT dalam kaitannya dengan pembayaran BPHTB atas jual beli tanah dan bangunan.Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis empiris. Sifat penelitian deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data primer dengan teknik wawancara dan teknik pengumpulan data sekunder dengan cara telaah kepustakaan. Teknik analisis data dengan metode kualitatif yaitu dianalisis dengan cara mempelajari, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan dari studi kepustakaan dan fenomena yang ada di lapangan kemudian ditarik kesimpulan Hasil peneilitian ini menunjukan bahwa Notaris yang menerima penitipan atas pembayaran BPHTB merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membantu dan memperlancar proses transaksi dan Notaris sebagai pejabat umum yang dianggap lebih memahami prosedur pembayaran pajak tersebut maka sudah sepantasnya membantu dalam melaksanakan pembayaran pajak namun tidak berhak untuk memungut biaya atas penitipa tersebut karena hal itu bukan menjadi pekerjaan Notaris hanya saja bertindak atas dasar diri pribadi.
Pemalsuan Alat Bukti Atas Penitipan Uang Pajak Oleh Notaris/PPAT dalam Menjalankan Tugas Jabatan
Titin Oktalina Safitri
Acta Comitas Vol 4 No 1 (2019)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2019.v04.i01.p10
Notary/PPAT is public official who has the authority make authentic deed evidence. Based on trust in Notary/PPAT, all interests in making deed fully entrusted. Included management of BPHTB tax payments authorized to Notary/PPAT. Deposit of tax money by clients based on customary practices aimed at facilitating transaction process. It becomes problem if the original action to help client become act embezzlement money. Based on interviews with Notaries/PPAT in different places stated evidence used sufficient with deposit money. Rules and sanctions have been firmly regulated, but such actions have always taken place in carrying out their duties. Bring up two problems, namely type evidence used in the case of client tax money embezzlement carried out by Notary/PPAT, as well as relation between these actions in carrying out their duties. Purpose of this study is make evidence has legal strength in event of embezzlement, and behavior of the Notary/PPAT to comply with the code of ethics. This study uses empirical legal research based on literature studies and interviews and analyzed using deskripif analysis techniques. The results of the study show important evidence in event of tax evasion cases is proof of receipt which is classified as a proof private deed. However, private deed not yet legal and perfect so the truth can still be denied. Additional legalization is required receipt form of affixing notary stamp and guarantee date and signature receipt. In relation implementation office duties there need for moral and ethics guidance code of ethics so it leads to better behavior. Notaris/PPAT merupakan pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat alat bukti akta otentik. Berdasarkan kepercayaan terhadap Notaris/PPAT, maka segala kepentingan dalam pembuatan akta dipercayakan seluruhnya. Termasuk dalam kepengurusan pembayaran pajak BPHTB yang dikuasakan kepada Notaris/PPAT. Penitipan uang pajak oleh klien didasarkan atas kebiasaan praktik yang bertujuan untuk memudahkan proses transaksi. Menjadi permasalahan apabila tindakan yang semula hanya untuk membantu klien menjadi kasus penggelapan uang. Berdasarkan wawancara dengan Notaris/PPAT di tempat yang berbeda menyatakan bahwa alat bukti yang dipergunakan cukup dengan kwitansi penitipan uang. Aturan dan sanksi telah tegas mengatur, tetapi selalu terjadi tindakan demikian dalam melaksanakan tugas jabatannya. Memunculkan dua permasalahan yaitu jenis alat bukti yang digunakan dalam kasus penggelapan uang pajak klien yang dilakukan oleh Notaris/PPAT, serta kaitan tindakan tersebut dalam menjalankan tugas jabatannya. Tujuan penelitian ini agar alat bukti penitipan uang memiliki kekuatan hukum apabila terjadi penggelapan, serta prilaku Notaris/PPAT agar sesuai dengan kode etik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris berdasarkan studi kepustakaan dan wawacara serta dianalisis menggunakan teknik analisis deskripif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat bukti penting apabila terjadi kasus penggelapan uang pajak adalah alat bukti kwitansi yang di golongkan sebagai alat bukti surat dibawah tangan. Pembuktian dengan alat bukti surat dibawah tangan belum sah dan sempurna sehingga masih bisa disangkal kebenarannya. Guna menciptakan kepastian hukum diperlukan adanya tambahan legalisasi berupa pembubuhan cap notaris serta menjamin tanggal dan tanda tangan di dalam kwitansi. Kaitannya dengan pelaksanaan tugas jabatan diperlukan adanya pembinaan moral dan etika di dalam kode etik sehingga menuju kearah prilaku yang lebih baik.
Implementasi Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 dalam Pendirian Perseroan Terbatas
Lidya Permata Dewi
Acta Comitas Vol 4 No 1 (2019)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2019.v04.i01.p01
In order to overcome and eradicate the crime of money laundering the president has issued Presidential Regulation No. 13 of 2018 concerning The Implementation of the Principles of Recognizing Beneficial Owners of Corporations in the Context of Prevention and Eradication of Acts Crime of Money Laundering and Crime of Terrorism Funding, so the problem in this study is how is the implementation of Presidential Regulation Number 13 of 2018 in the establishment of a limited liability company and whether the beneficial owner has implemented it. This study uses empirical legal research methods, because it wants to know how the implementation of Presidential Regulation No. 13 of 2018 in the establishment of a limited liability company and whether the beneficial owner has implemented it, to find out this study uses the facta approach and the statute approach. The results of this study are officials appointed by the company to inform the data of the beneficial owner of a company in accordance with Article 18 paragraph (3) of the Presidential Regulation No. 13 of 2018, one of which is a Notary, that the implementation of Presidential Regulation No. 13 of 2018 in the establishment of limited liability companies is in the form of a Statement in which the beneficial owner states that it is true as the owner and depositor of funds within the company, but not all notaries want to implement Presidential Regulation No. 13 of 2018 because, assuming that it will make a boomerang for the notary find out who is actually the beneficial owner of the company and here the notary is still subject to and cling to the Act of Notary Position which is only pouring out what the parties want into the deed. Demi menanggulangi dan memberantas kejahatan tindak pidana pencucian uang ini presiden telah membuat peraturan Presiden No. 13 pada tahun 2018 mengenai Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, sehingga permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah implementasi Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 dalam pendirian perseroan terbatas dan apakah pemilik manfaat sudah ada yang menerapkannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris, dikarenakan ingin mengetahui bagaimanakah implementasi Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 dalam pendirian perseroan terbatas dan apakah pemilik manfaat sudah ada yang menerapkannya, untuk mengetahuinya penelitian ini menggunakan suatu metode dengan pendekatan fakta atau istilah asingnya the facts approach dan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan atau istilah asingnya the statute approach. Hasil penelitian ini adalah pejabat yang ditunjuk oleh perusahaan untuk menginformasikan data pemilik manfaat dari suatu perusahaan sesuai pada Pasal 18 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 yang salah satunya adalah Notaris, bahwa implementasi Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 dalam pendirian perseroan terbatas adalah dalam bentuk Surat Pernyataan yang di dalamnya adalah pemilik manfaat menyatakan bahwa memang benar selaku pemilik dan penyetor dana di dalam perusahaan, namun tidak semua notaris mau menerapkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tersebut karena, beranggapan bahwa akan menjadikan bumerang tersendiri bagi Notaris yang mengetahui siapa sebenarnya pemilik manfaat dari perusahaan tersebut dan disini notaris masih tunduk dan berpegang teguh dengan Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu hanya menuangkan apa yang menjadi keinginan para pihak ke dalam akta.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DALAM PENERIMAAN BANTUAN PERMODALAN DARI PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN SURAT PERNYATAAN JAMINAN KEPASTIAN PENCAIRAN (SPJKP) BILYET GIRO
I Gusti Ayu Made Aryastini;
I Gusti Ngurah Wairocana;
I Made Sarjana
Acta Comitas Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p14
Sanksi terhadap perusahaan modal Ventura bila Perusahaan Modal Ventura mengulur-ulur waktu pencairan bantuan modal setelah pemohon modal sudah menyetorkan kepesertaan modalnya, belum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura. Berdasarkan kekosongan norma tersebut permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah tentang kedudukan Surat Pernyataan Jaminan Kepastian Pencairan (SPJKP) dalam hal Perusahaan Modal Ventura tidak merealisasikan bantuan modal kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Permasalahan kedua adalah tentang tanggungjawab perusahaan Modal Ventura yang gagal merealisasikan bantuan modal kepada UMKM setelah menerbitkan Surat Pernyataan Jaminan Kepastian Pencairan (SPJKP). Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum normatif karena beranjak dari kekosongan norma dalam Permenkeu Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura yang belum mengatur sanksi terhadap perusahaan modal Ventura bila perusahaan modal Ventura mengulur-ulur waktu pencairan bantuan modal. Pendekatan penelitian terdiri dari pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari: primer, sekunder dan tersier. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis yuridis, yaitu analisis yang mendasarkan pada teori-teori, konsep dan peraturan perundang-undangan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Kepastian Hukum dan Teori Hukum Perjanjian. Adapun konsep yang digunakan adalah Konsep Perlindungan Hukum, Konsep Modal Ventura, Konsep Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Konsep Pembiayaan pada Perusahaan Modal Ventura. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kedudukan Surat Pernyataan Jaminan Kepastian Pencairan (SPJKP) dalam hal Perusahaan Modal Ventura tidak merealisasikan bantuan modal tidak mempunyai kekuatan mengikat sehingga UMKM tidak dapat melakukan tuntutan atau ganti rugi atas gagalnya realisasi bantuan modal; dan (2) Tanggungjawab Perusahaan Modal Ventura yang gagal merealisasikan bantuan modal kepada UMKM setelah menerbitkan Surat Pernyataan Jaminan Kepastian Pencairan (SPJKP) merupakan tanggungjawab karena adanya wanprestasi dari perusahaan modal Ventura sehingga seharusnya perusahaan modal Ventura membayar ganti rugi atas dasar gugatan dari UMKM yang berdasarkan Pasal 1365 BW/KUHPerdata oleh karena pihak perusahaan modal Ventura tidak mampu mencairkan bantuan modal terhadap UMKM. Kata Kunci: Modal Ventura, Bantuan Modal, Surat Pernyataan Jaminan Kepastian Pencairan (SPJKP).
PRINSIP KEHATI-HATIAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA AUTENTIK
Ida Bagus Paramaningrat Manuaba;
I Wayan Parsa;
I Gusti Ketut Ariawan
Acta Comitas Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p05
Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya sangat penting untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam proses pembuatan akta autentik, mengingat seringnya terjadi permasalahan hukum terhadap akta autentik yang dibuat notaris karena terdapat pihak-pihak yang melakukan kejahatan seperti memberikan surat palsu dan keterangan palsu kedalam akta yang dibuat notaris. Sehingga untuk mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang dapat menjerumuskan notaris terlibat dalam permasalahan hukum, perlu diatur kembali dalam Undang-Undang Jabatan Notaris tentang pedoman dan tuntunan notaris untuk bertindak lebih cermat, teliti dan hati-hati dalam proses pembuatan akta autentik. Ada dua isu hukum yang dikaji dalam penelitian ini, yakni (1) bentuk-bentuk prinsip kehati-hatian notaris dalam proses pembuatan akta autentik dan (2) akibat hukum terhadap akta notaris yang dibuat berdasarkan surat palsu dan keterangan palsu. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif yang beranjak dari adanya kekaburan norma dalam pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris yang belum jelas mengatur tentang kewajiban notaris untuk bertindak saksama. Pendekatan penelitian terdiri dari pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Dari hasil penelitian ini disimpulkan, bahwa bentuk-bentuk prinsip kehati-hatian (prudential principle) yang seharusnya dilakukan notaris dalam proses pembuatan akta yaitu, melakukan pengenalan terhadap identitas penghadap, memverifikasi secara cermat data subyek dan obyek penghadap, memberi tenggang waktu dalam pengerjaan akta, bertindak hati-hati, cermat dan teliti dalam proses pengerjaan akta, memenuhi segala teknik syarat pembuatan akta dan melaporkan apabila terjadi indikasi pencucian uang (money laundering) dalam transaksi di notaris, bentuk-bentuk prinsip kehati-hatian seperti ini sudah seharusnya wajib dilaksanakan notaris agar nantinya notaris dapat mencegah timbulnya permasalahan hukum terhadap akta autentik yang dibuatnya dikemudian hari. Akibat hukum perjanjian dalam isi akta notaris yang dibuat berdasarkan surat palsu dan keterangan palsu sesuai Pasal 1320 ayat (4) dan Pasal 1335 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang palsu adalah batal demi hukum (nitiegbaarheid) dan akta yang dibuat kekuatan pembuktiannya terdegradasi dari akta autentik menjadi akta dibawah tangan, akan tetapi tentang kebenaran formal yang terdapat dalam kepala dan penutup akta tersebut tetap mengikat para pihak yang membuatnya. Kata kunci : Prinsip Kehati-hatian Notaris, Akibat Hukum, Surat Palsu.
Transformasi Trips Agreement Terhadap Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
Dewa Ayu Dwi Indah Cahyanti Badung
Acta Comitas Vol 4 No 1 (2019)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2019.v04.i01.p06
Trips Agreement is an agreement who have a rules about law of industrial design including Indonesia. This research analyzes how the legal protection against industrial design and Transformation Trips Agreement Against Article 5 Paragraph 1 of the Industrial Design Law. This study aims to know and understand the legal protection of industrial design and Transformation Trips Agreement Against Article 5 Paragraph 1 of the Industrial Design Law. This research uses normative juridical research approach. The conclusion derived from this research is the protection system adopted by the Industrial Design Law is a combination of a system of approaches to copyright and patent rights, TRIPs Agreement Transformation to Article 5 Paragraph 1 is period of time given protection about design industry at least 10 years long counted from the received date and shall not be extended. Trips Agreement adalah perjanjian yang merupakan dasar dari aturan tentang kekayaan intelektual salah satunya desain industri bagi Negara anggota WTO termasuk Indonesia yaitu dengan dibentuknya UU Desain Industri. Penelitian ini menganalisis bagaimana perlindungan hukum terhadap desain industri dan Transformasi Trips Agreement Terhadap Pasal 5 Ayat 1 UU Desain Industri. Penelitian ini untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum terhadap desain industri dan Transformasi Trips Agreement Terhadap Pasal 5 Ayat 1 UU Desain Industri. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian yuridis normatif. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sistem perlindunganyang dianut oleh UU Desain industri adalah kombinasi sistem pendekatan hak cipta dan hak paten serta Transformasi TRIPs Agreement terhadap Pasal 5 Ayat 1 UU Desain Industri adalah jangka waktu perlindungan yang diberikan terhadap hak desain industri adalah 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan tidak dapat diperpanjang.
Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Terkait Notaris yang Diberhentikan Sementara
Gde Bagus Nugraha;
I Made Arya Utama
Acta Comitas Vol 3 No 3 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i03.p11
A notary in carrying out his position may commit a violation which is done intentionally or unintentionally. These violations provide legal consequences, which is a temporary termination of Notary position. The temporary dismissal of the Notary from his position means that the Notary concerned has lost his authority for a while and cannot make any deed or cannot carry out his position. When the temporary dismissal sanction is imposed, there is a possibility that there is still an unresolved and unclear process of working on an authentic deed regarding its resolution. Based on this background, a problem arises, first, in what case a Notary may be temporarily dismissed from his/her position? Second, what are the rights owned by the client when the deed has not beed finished due to the santion? The purposes of this research are to analyze every factors that cause a Notary could be receives sanction in this case is temporary dismissal, and also to discover the rights for clients whose legal documents have not been finished because of that sanction. This research qualifies as a normative legal research. Sources of legal materials for this study were obtained from primary, secondary, and tertiary legal materials. Legal materials are collects using statutes hierarchy. The result of this research are Notaries could be temporarily dismissed if his/her commits a violation of the prohibitions in Notary Act. The client could choose to continue to complete the deed with alternate Notary or also could choose another Notary. Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat saja melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kode etika jabatan. Pelanggaran tersebut memberikan konsekuensi hukum yaitu salah satunya adalah dijatuhkannya sanksi pemberhentian sementara terhadap Notaris yang bersangkutan. Pemberhentian Notaris dari jabatannya untuk sementara waktu mengakibatkan yang bersangkutan tidak lagi memiliki kewenangan dan tidak mampu lagi untuk menjalankan tugasnya sebagaimana seharusnya serta tidak mampu lagi untuk membuat akta. Ketika sanksi pemberhentian sementara tersebut dijatuhkan, ada kemungkinan bahwa masih terdapat proses pengerjaan akta autentik yang belum terselesaikan dan tidak jelas mengenai penyelesaiannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul permasalahan yaitu pertama dalam hal apa saja seorang Notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya? Kedua, apa hak yang dimiliki oleh klien dalam hal aktanya belum terselesaikan akibat sanksi pemberhentian sementara tersebut? Tujuan penulisan ini untuk menganalis hal-hal yang menyebabkan seorang Notaris dijatuhkan sanksi pemberhentian sementara serta menemukan hak bagi klien yang aktanya belum terselesaikan atas adanya sanksi tersebut. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Bahan hukum yang akan dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Hasil Studi menunjukkan bahwa Notaris bisa diberhentikan sementara dari jabatannya apabila melakukan pelanggaran atas Undang-Undang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Perubahan UUJN. Sedangkan bagi klien, yang bersangkutan memiliki hak untuk melanjutkan penyelesaian akta dengan Notaris Pengganti dan juga memiliki hak untuk memilih Notaris lain untuk menyelesaikan proses pembuatan akta tersebut.
PENGATURAN PENGGUNAAN SURAT ORDER DALAM PROSES PENGIKATAN AGUNAN KREDIT BERUPA HAK TANGGUNGAN
I Made Bagus Dwiki Praja Utama;
I Ketut Rai Setiabudhi;
Ida Bagus Wyasa Putra
Acta Comitas Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p10
Proses pemberian kredit sampai pendaftaran Hak Tanggungan diawali dengan pembuatan Surat Order oleh bank yang diberikan kepada Notaris. Surat order dibuat untuk mengakomodir proses pemberian kredit ketika Notaris tidak bertemu langsung dengan bank, agar Notaris memiliki suatu pegangan dan kepercayaan dari bank atas pertanggungjawaban dari agunan sehingga dapat dikeluarkan covenote dan APHT. Terdapat kekosongan norma dalam pengaturan penggunaan surat order sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Permasalahan yang dibahas dalam penulisan tesis ini difokuskan mengenai pengaturan surat order dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur pengikatan agunan kredit perbankan dan formulasi pengaturan surat order untuk menjamin kepastian dan validitas Covernote dan Akta Pemberian Hak Tanggungan. Jenis metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan adalah metode penelitian hukum normatif, dengan menggunakan jenis pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan historis. Bahan hukum primer adalah diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan penetapan pengadilan. Bahan hukum sekuder diperoleh melalui berbagai literatur dan media lainnya yang sesuai dengan syarat penulisan tesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan penggunaan Surat Order dalam Peraturan Perundang-undangan yang mengatur pengikatan agunan kredit perbankan masih tidak memadai untuk digunakan. Terdapat kekosongan norma pada Pasal 10 UUHT mengenai pengaturan terhadap persyaratan dan penggunaan Surat Order dalam menjamin validitas data-data sebelum dikeluarkannya covernote dan APHT oleh notaris/PPAT. Selanjutnya, Formulasi pengaturan Surat Order untuk menjamin validitas dan memberikan kepastian hukum dari Covernote dan APHT dilakukan dengan membuatkan aturan yang tertuang pada Peraturan OJK sebagaimana telah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan undang-undang untuk memberikan pengaturan terhadap bank. Pembuatan aturan baru oleh OJK adalah untuk mengisi kekosongan norma pada pengaturan persyaratan dan penggunaan Surat Order dalam proses pengikatan agunan kredit; dan untuk menjamin valid atau tidak validnya data-data yang dituangkan di dalam covernote dan APHT. Pembuatan aturan dilakukan dengan menambahkan pengaturan mengenai persyaratan Surat Order, bentuk resmi Surat Order, dan penggunaan Surat Order dalam proses pengikatan agunan kredit. Kata Kunci: Perbankan, Kredit, dan Surat Order