Articles
321 Documents
Akibat Hukum Terdegradasinya Akta Notaris yang Tidak Memenuhi Syarat Pembuatan Akta Autentik
Agus Toni Purnayasa
Acta Comitas Vol 3 No 3 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i03.p01
As a Public Officer with the intention to make an authentic deed, the Notary often acts inadvertently and inadvertently, it can certainly lead to legal problems. Authentic deeds made by Notary also do not rule out can be a deed under the hands. Notarial deeds as authentic deeds that have perfect evidentiary power in civil law disputes may, in fact, degenerate from the perfect evidentiary power to such a deed under the hand, and may be legally defamatory resulting in the disregard or invalidity of the Notary's deed. Based on the background of the problem can be formulated as follows, how a deed can be said or categorized as an authentic deed and how authentic deeds can experience the degradation of the power of proof into the deed under the hands. This research is normative law research. The results of the study conclude that the Notary Act can be an authentic deed if it meets the formalities that are already determined based on the rules contained in the provisions of Article 1868 Civil Code and jo UUJN. Based on the provisions of Article 1868 Civil Code must be fulfilled the requirements of authentic deed and authentic deed must be made in accordance with the format specified in accordance with the provisions of Article 38 UUJN and Deed can be degraded into deed under the hand if violating the provisions of Article 1868 Civil Code jo UUJN. Sebagai Pejabat Umum yang berwenag untuk membuat akta autentik, Notaris sering kali bertindak tidak hati-hati dan tidak seksama, sehingga apa yang diisyaratkan oleh undang-undang yaitu tentang syarat pembuatan akta autentik kadang kala tidak diperhatikan oleh pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta Autentik khusunya dalam hal ini adala Notaris, hal tersebut tentunya dapat menimbulkan permasalahan hukum. Akta autentik yang dibuat oleh Notaris juga tidak menutup kemungkinan dapat menjadi akta di bawah tangan. Akta Notaris sebagai akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dalam sengketa hukum perdata, ternyata dapat mengalami penurunan status (degradasi) dari kekuatan pembuktian yang sempurna menjadi seperti akta dibawah tangan, dan dapat cacat hukum yang menyebabkan kebatalan atau ketidakabsahan akta Notaris tersebut. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut, Apa Akibat hukum dari suatu akta autentik yang terdegradasi Bagaimanakah akta autentik tersebut dapat mengalami degradasi kekuatan pembuktian menjadi akta di bawah tangan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Hasil studi menyimpulkan bahwa akta Notaris dapat menjadi akta yang autentik apabila memenuhi formalitas-formalitas yang memang sudah ditentukan berdasarkan aturan yang ada dalam ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata dan jo UUJN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata haruslah dipenuhi syarat akta autentik serta akta otentik haruslah dibuat sesuai dengan format yang sudah ditentukan berdasarkan ketentuan Pasal 38 UUJN dan Akta Notaris dapat terdegradasi menjadi akta di bawah tangan apabila melanggar ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata jo UUJN.
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA, STUDI DI DESA CAU BELAYU, KECAMATAN MARGA, KABUPATEN TABANAN, PROPINSI BALI
I Made Walesa Putra;
I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti;
I Putu Rasmadi Arsha Putra
Acta Comitas Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p01
Korupsi sebagai tindak pidana merugikan keuangan negara, masyarakat dan orang-perorangan, tergolong white collar crime merupakan musuh utama Bangsa Indonesia selain kejahatan narkotika, dan terorisme. Pemberantasan korupsi tidak hanya melalui penegakan hukum (represif) namun langkah pencegahan harus lebih diutamakan. Dana Desa bertujuan memajukan kesejahteraan masyarakat desa melalui program-programnya, sehingga perlu dilakukan pencegahan penyelewengan dalam pemanfaatannya termasuk juga di Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Metode pendekatan secara Yuridis Empiris, yaitu penelitian hukum dengan cara pendekatan fakta yang ada dengan jalan mengadakan pengamatan dan penelitian melalui wawancara mendalam terhadap objek penelitian. Hasil penelitian pemahaman warga Desa Cau Blayu masih sangat minim tentang tindak pidana korupsi, serta pentingnya peran warga dalam mencegah terjadi tindak pidana korupsi khususnya sehubungan pengelolaan dana desa. Ada beberapa kendala dan hambatan yang ditemui pada kenyataannya di lapangan oleh Masyarakat serta Perangkat Desa Cau Blayu sehubungan pengelolaan dana desa serta pada khususnya sebagai upaya pencegahan korupsi penggunaan dana desa, namun dengan pengelolaan dana desa yang baik, transparan, dan akuntable sesuai dengan ketentuan perundang-undang didukung peran serta masyarakat mengawasi dan melaporkan penyelewengannya, sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi untuk meningkatkan efektifitas pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa di sekitarnya.
Pengawasan Represif Pemerintah Pusat dalam Pembentukan Peraturan Daerah
I Putu Dedy Putra Laksana
Acta Comitas Vol 4 No 1 (2019)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2019.v04.i01.p11
Constitutional Court Verdict Number 56 / PUU-XIV / 2016 have the potential to cause juridical implications in terms of carrying out control of the Regional Government. As for the purpose of this study is to analyze and find the ideal form related to the supervision of the Central Government in the formation of Regional Regulations after the issuance of the Constitutional Court Verdict Number 56 / PUU-XIV / 2016. The type of research used in this study is normative legal research. As for the implications after the issuance of the Constitutional Court Verdict Number 137 / PUU-XIV / 2016 on Central Government control in the formation of Regional Regulations namely; Contradictory to the Principles of the Unitary State, the Central Government Only has the Authority to Implement Preventive, Regional Regulations Can Only Be Applied for Judicial Review to the Supreme Court, Inhibit Central Government Policy on Deregulation, and Not in accordance with the Good Governance Principles. Whereas the conclusion is the central government can issue recommendations or recommendations to the regional government to immediately make an amendment to the regulation that is considered contrary to the provisions of the legislation higher law, public interest and decency, but if in a state of urgency the Central Government can become a defendant for judicial review of that Regional Regulation. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIV/2016 berpotensi menimbulkan implikasi yuridis terutama dalam hal pengawasan pembentukan Peraturan Daerah. Adapun tujuan studi ini adalah untuk menganalisis dan menemukan bentuk yang ideal terkait pengawasan Pemerintah Pusat dalam pembentukan Peraturan Daerah pasca diterbitkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIV/2016. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Adapun impilikasi pasca diterbitkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIV/2016 terhadap pengawasan Pemerintah Pusat dalam pembentukan Peraturan Daerah yakni; Bertentangan dengan Prinsip Negara Kesatuan, Pemerintah Pusat Hanya Berwenang Melaksanakan Pengawasan Preventif, Perda Hanya Dapat Dimohonkan Uji Materiil/Judicial Review Kepada Mahkamah Agung, Menghambat Kebijakan Pemerintah Pusat Tentang Deregulasi, dan Tidak Mencerminkan Prinsip Good Governance. Pemerintah pusat dapat menerbitkan anjuran atau rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk segera mengadakan perubahan terhadap Perda yang dianggap bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan kesusilaan, namun apabila dalam keadaan mendesak Pemerintah Pusat dapat menjadi Pemohon uji materiil terhadap Perda tersebut.
Perluasan Pengaturan Gadai Setelah Dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Tentang Usaha Pergadaian
Ni Putu Wahyu Mas Sanggia Suari
Acta Comitas Vol 4 No 1 (2019)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2019.v04.i01.p02
Pawn arrangements in general are regulated in articles 1150-1160 of the civil code, this regulation its not enough to accommodate the provisions regarding mortgage after the rapid growth of business ventures. To accommodate this, the government issued a financial service authority regulation number: 31 / POJK.05 / 2016 concerning business ventures (POJK Pergadaian Business). This regulation aims to regulate in more detail about the business ventures which have still been a legal vacuum. The purpose of this writing is to find out a comparison of the pawn regulations regulated in the civil code and the regulations issued by the OJK regarding business ventures in which the detailed business arrangements are arranged. The research method used in this paper is a normative legal research method. The conclusion that can be drawn from this explanation is the mortgage in the civil code is a guarantee of material rights to a debt, in addition to pledges whose objects are movable or immovable objects, and with the existence of POJK about business ventures can provide more detailed arrangements regarding business ventures in Indonesia. Pengaturan gadai secara umum diatur dalam pasal 1150-1160 KUHPerdata, peraturan ini belum cukup untuk mengakomodir ketentuan-ketentuan mengenai gadai setelah maraknya pertumbuhan usaha pergadaian yang cukup pesat. Untuk mengakomodirnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor: 31/POJK.05/2016 tentang usaha pergadaian (POJK Usaha Pergadaian). Peraturan ini bertujuan untuk mengatur lebih rinci tentang usaha pergadaian yang selama ini masih terdapat kekosongan hukum. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan mengenai peraturan gadai yang diatur dalam KUHPerdata dan peraturan yang dikeluarkan oleh OJK mengenai usaha pergadaian yang didalamnya diatur lebih rinci mengenai usaha pergadaian. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan ini adalah gadai dalam KUHPerdata adalah jaminan hak kebendaan atas suatu hutang, disamping gadai yang objeknya benda bergerak maupun benda tidak bergerak, serta dengan adanya POJK tentang usaha pergadaian dapat memberikan pengaturan lebih rinci mengenai usaha pergadaian di Indonesia.
KEDUDUKAN HUKUM GROSSE AKTA PENGAKUAN HUTANG NOTARIIL DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN
Putu Devi Yustisia Utami;
I Made Pasek Diantha;
I Made Sarjana
Acta Comitas Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p15
Untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, masyarakat kini dapat dengan mudah memanfaatkan fasilitas kredit dari berbagai lembaga keuangan baik itu lembaga keuangan bank ataupun lembaga keuangan non bank. Pemberian fasilitas kredit dari lembaga keuangan bank selalu didasari oleh perjanjian kredit dan seringkali dilanjutkan dengan pengikatan agunan dan penandatanganan Akta Pengakuan Hutang oleh debitur. Hal ini memunculkan kesan di kalangan masyarakat bahwa terdapat tiga dokumen yang berbeda menyangkut satu obyek hutang yang sama. Grosse akta pengakuan hutang yang dibuat secara notariil tunduk kepada ketentuan Undang- Undang Jabatan Notaris. Berdasarkan paparan tersebut penulis ingin mengkaji mengenai kedudukan hukum dari grosse akta pengakuan hutang disamping adanya akta perjanjian kredi notariil dan akta pengikatan jaminan. Penelitian dalam penulisan ini merupakan penelitian hukum normatif dengan jenis pendekatan berupa pendekatan perundang- undangan (Statute Approach) dan pendekatan analisis konsep (Analytical Concept Approach) serta menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Kesimpulan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah bahwa kedudukan hukum dari grosse akta pengakuan hutang notariil hanyalah sebatas perjanjian accesoir (tambahan) yang berfungsi untuk memperkuat posisi kreditur, namun perlu dipahami bahwa grosse akta pengakuan hutang notariil haruslah berdiri sendiri dan tidak boleh dicampur adukkan dengan grosse akta hipotek atau grosse akta hak tanggungan. Kata Kunci : grosse akta, pengakuan hutang, eksekutorial.
Kewenangan Notaris dalam Pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas di Kabupaten Badung
Ida Ayu Karina Diantari
Acta Comitas Vol 3 No 3 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i03.p07
General Meeting of Shareholders (GMS), in principle, is made in the form of an original deed carried out in front of a notary or included in the meeting minutes in the form of a deed under the hand wherein the deed is converted into an authentic deed. This study uses empirical research methods by conducting interviews with Notaries based on their experience in making the statement deed, so the formulation of the problem made to limit and make more focus in conducting research is about the notary's responsibility in making deeds related to the general meeting of shareholders, as well as reviewing aspects of protection obtained by a notary public regarding the deed. The conclusion obtained from the research is that according to Article 15 of Act Number 2 of 2014 concerning Notary Position, a Notary has the authority to make Deed of Decision of Limited General Meeting of Shareholders and will be an authentic deed if made in the form of a notarial deed called Decree of Decision General Meeting of Shareholders. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada pokoknua dibuat dalam bentuk akta asli yang dibuat didepan seorang notaris atau disertakan pada notulensi rapat berupa akta dibawah tangan dimana selanjutnya akta tersebut diubah menjadi akta otentik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris dengan cara melakukan wawancara kepada Notaris berdasarkan pengalamannya dalam membuat akta pernyataan tersebut dengan demikian rumusan masalah yang dibuat untuk membatasi dan membuat lebih fokus dalam pelaksanaan penelitian adalah mengenai tanggung jawab notaris dalam hal pembuatan akta terkait dengan rapat umum pemegang saham, serta mengkaji aspek perlindungan yang diperoleh seorang notaris terkait pembuatan akta tersebut. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian adalah bahwa menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Notaris mempunyai kewenangan dalam membuat Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang SahamPerseroan Terbatas dan akan menjadi akta otentik jika dibuat kedalam bentuk akta notariil yang disebut Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.
PENATAAN KEPEMILIKAN TANAH PERTANIAN SECARA ABSENTEE MELALUI PROGRAM KARTU TANDA PENDUDUK ELETRONIK (KTP-EL)
Ni Made Asri Alvionita;
I Made Arya Utama;
Putu Tuni Cakabawa Landra
Acta Comitas Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p06
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1964 menyatakan adanya larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee. Dalam prakteknya, kepemilikan tanah pertanian yang dimiliki oleh penduduk asli wilayah tempat tanah pertanian tersebut sudah berpindah ke pihak lain, diluar dari tempat kedudukan tanah tersebut. Hal ini dapat terjadi karena adanya kekosongan norma dalam pasal tersebut sehingga terjadi banyak pelanggaran dan penyelundupan hukum karena digunakannya surat keterangan domisili dan Kartu Tanda Penduduk palsu untuk memalsukan domisili orang yang akan membeli tanah pertanian. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam tesis ini adalah 1). bagaimana keberadaan KTP-el terhadap larangan kepemilikan tanah secara absentee? 2). bagaimana keberadaan larangan kepemilikan tanah secara absentee dengan adanya KTP-el dikaitkan dengan program pengampunan pajak? Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif karena beranjak dari kekosongan norma terkait dengan larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee yaitu pada Pasal 3 PP Nomor 224 tahun 1961. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan historis yang berkaitan dengan tesis ini. Sumber bahan hukum pada tesis ini berupa sumber bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan tesis ini. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara membaca dan mencatat liteatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan dan kemudian akan disajikan dengan deskripif analitis. Hasil Penelitian terhadap permasalahan yang dikaji adalah Berlakunya KTP-el mencegah adanya kepemilikan tanah pertanian secara Absentee. Setiap penduduk hanya bisa memiliki 1 NIK. KTP-el juga dapat menanggulangi adanya kepemilikan tanah pertanian secara absentee. Terbitnya KTP-el memberikan kejelasan mengenai domisili seseorang, sehingga panitia yang bertugas untuk mengawasi program landreform khususnya mengenai program absentee akan mudah untuk mendata tanah-tanah pertanian yang dimiliki secara absentee. Setelah data-data tersebut diperoleh, maka tanah-tanah pertanian yang dimiliki secara absentee dapat didistribusikan kepada petani dalam rangka landreform. Program pengampunan pajak akan membantu mendata adanya kepemilikan tanah pertanian secara absentee. Setelah data-data mengenai kepemilikan tanah pertanian secara absentee sudah didapat, tanah-tanah pertanian tersebut dapat dikontribusikan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan adanya Program pengampunan pajak dapat menertibkan kepemilikan tanah pertanian secara absentee. Kata kunci : Kepemilikan, tanah pertanian, pengampunan pajak, kartu tanda penduduk.
Pemulihan Hak Notaris Pasca Terjadinya Masa Penahanan dalam Proses Pengadilan
Gde Dianta Yudi Pratama
Acta Comitas Vol 4 No 1 (2019)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2019.v04.i01.p07
The problems about autenthic deed befall Notary, cause Notary getting temporary detention until the case finished on court. The detention for Notary has creating bad reputation on many people in society. The effect of detention will be problems for the future job and also falled dignity or prestige of Notary. If seen on Notary law which on UUJN or UUJN-P, nothing rules for adjust about procedure to recover the right after detention period caused the case on court. That’s condition be research to discuss (1) how about Notary position when detention temporary happened in process of court and (2) how about procedure to recover the right after court ruling happened. This research using the normative law research within case approach, conceptual aproach and statute approach. The analysis of legal material used in technical description, evaluation and argumentation. The research result is a position of Notary when detention temporary happened in process of court is still be Notary public official, because all about the jobs and authority replaced by substitute of Notary. Shape of recovery the right after court ruling happened is a Notary required to getting compensation and rehabilitation. Dengan adanya permasalahan akta yang menimpa Notaris, mengakibatkan Notaris sering mendapat penahanan sementara sampai kasus tersebut selesai disidangkan. Penahanan Notaris membuat citra Notaris dipandang buruk di mata masyarakat. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kelangsungan jabatan Notaris untuk kedepannya dan dirasa sangat menjatuhkan harkat dan martabat seorang pejabat umum yang tugasnya berhubungan langsung dengan masyarakat umum. Di dalam UUJN dan UUJN-P tidak mengatur mengenai bagaimana tata cara dalam memulihkan hak Notaris setelah masa penahanan dalam proses pengadilan yang diakibatkan oleh suatu kasus. Berdasarkan hal tersebut, memberikan gambaran latar belakang dari penelitian ini yang membahas mengenai (1) bagaimana kedudukan Notaris ketika terjadi penahanan sementara dalam proses pengadilan dan (2) bagaimana bentuk pemulihan hak Notaris pasca terjadi putusan pengadilan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif dengan pendekatan kasus, konsptual dan perundang-undangan. Analisisa bahan hukum yang digunakan adalah teknik deskripsi, evaluasi, dan argumentasi. Hasil penelitian menunjukan (1) kedudukan Notaris ketika terjadi penahanan sementara dalam proses pengadilan adalah jabatan itu tetap berlaku sebagai seorang pejabat umum dikarenakan segala bentuk tugas dan kewenangannya telah digantikan oleh Notaris Pengganti. Bentuk pemulihan hak Notaris pasca terjadinya putusan pengadilan adalah Notaris wajib mendapatkan pengantian kerugian dan rehabilitasi.
Pengaturan Kewenangan Notaris Melakukan Pengesahan Fotokopi Surat dengan Aslinya
I Dewa Gede Ngurah Anandika Atmaja
Acta Comitas Vol 3 No 3 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i03.p12
Article 15 paragraph (2) letter d UUJN-P concerning the authority of Notaries to approve the suitability of a photocopy with the original letter there is an obscurity of legal norms which gives rise to multiple interpretations in terms of validating the suitability of photocopies made by a Notary in accordance with the original letter which does not provide clarity of understanding of how the Notary to do matching and any letter that can be validated by a Notary. The writing of this journal aims to develop Notary Legal Science that examines the authority of the Notary to validate the suitability of the photocopy with the original letter. The study of scientific journal writing uses a type of normative research that departs from the obscurity of legal norms Article 15 paragraph (2) letter d UUNJ-P regarding the authority of a Notary to authorize the compatibility of a photocopy with the original letter. The results of this journal research is legal certainty Article 15 paragraph (2) letter d UUJN-P related to the authority of the Notary in validating the suitability of the photocopy with the original letter there is still a vague legal norm that does not provide clarity of understanding of how the Notary does the matching and what letter matching validation can be done. The authority of the Notary in ensuring the correctness of the suitability of the photocopy with the original letter whether or not having the authority in the study of the author is a Notary having the authority stipulated in the provisions of Article 15 paragraph (2) letter d UUJN-P but in this case it needs to be corrected in the future considering UUJN-P is not provide legal certainty to the extent of the authority of the Notary in validating the suitability of the photocopy with the original letter. Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengenai kewenangan Notaris melakukan pengesahan kesesuaian fotokopi dengan surat aslinya terdapat kekaburan norma hukum yang menimbulkan multitafsir dalam hal pengesahan kecocokan fotokopi yang dilakukan oleh Notaris sesuai dengan surat aslinya yang tidak memberikan kejelasan pemahaman tentang bagaimana cara Notaris untuk melakukan pencocokan fotokopi dengan surat asli dan apa saja yang dapat dilakukan oleh Notaris untuk mengetahui keaslian fotocopi dokumen yang diberikan penghadap dalam melaksanakan pengesahan pencocokan sesuai dengan aslinya.Tujuan penulisan jurnal ini guna mengembangkan Ilmu Hukum Kenotariatan yang mengkaji tugas Notaris melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya. Penelitian penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan metode penelitian normatif yang berawal dari adanya kekaburan norma hukum Pasal 15 ayat (2) huruf d UUNJ-P mengenai kewenangan Notaris untuk melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya. Hasil penelitian jurnal ini adalah kepastian hukum Pasal 15 ayat (2) huruf d UUJN-P terkait kewenangan Notaris dalam mengesahkan kesesuaian fotokopi dengan surat aslinya masih terdapat kekaburan norma hukum. Kekaburan tersebut tidak memberikan kejelasan pemahaman tentang bagaimana cara Notaris dapat mengetahui pencocokan fotocopy surat yang akan dicocokan dapat dikatakan asli. Kewenangan Notaris dalam memastikan kebenaran kesesuaian fotokopi surat dengan surat aslinya tertdapat dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf d UUJN-P akan tetapi hal ini kedepannya perlu dilakukan pembenahan mengingat dalam pasal tersebut tidak memberikan kepastian hukum sejauh mana kewenangan Notaris dapat melakukan pengesahkan persesuaian fotokopi dengan surat aslinya.
HAK INGKAR NOTARIS SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HUKUM
Ni Luh Putu Sri Purnama Dewi;
I Dewa Gde Atmadja;
I Gede Yusa
Acta Comitas Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p11
Notaris merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah yang diberikan kewenangan menjalankan sebagian tugas negara yaitu menerbitkan alat bukti tertulis berupa akta autentik, di mana notaris memperoleh keterangan dari para pihak yang mempercayakan segala keterangannya kepada notaris oleh karena itu jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan. Selaku pejabat umum, notaris tidak saja terikat pada peraturan jabatan tetapi juga terikat pada sumpah jabatannya dimana notaris wajib merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperolehnya. Seiring dengan perkembangan jaman, seringkali notaris dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait dengan akta yang dibuat dihadapannya. Berdasarkan Putusan MKRI Nomor 49/PUU-X/2012 yang menghapuskan frase dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) Wewenang MPD dalam memberikan perlindungan kepada notaris menjadi sirna. Terkait dengan hal tersebut maka berdasarkan ketentuan Pasal 66 UUJN-P UU No. 2 Tahun 2014 dibentuklah Majelis Kehormatan Notaris (MKN),yang salah satu fungsinya memberikan jawaban menolak atau memberi persetujuan terhadap pemanggilan notaris. Jika lewat dari batas waktu yang ditentukan maka MKN dianggap menyetujui notaris tersebut untuk diperiksa. Persetujuan dari MKN ini dapat dijadikan kunci pembuka dari pengajuan Hak Ingkar. Kata Kunci : Akta Autentik, Perlindungan Hukum, Hak Ingkar Notaris.