cover
Contact Name
Ari Purwadi
Contact Email
aripurwadi.fhuwks@gmail.com
Phone
+6281938020282
Journal Mail Official
perspektif_hukum@yahoo.com
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Dukuh Kupang XXV/54, Surabaya, 60225
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Perspektif : Kajian Masalah Hukum dan Pembangunan
ISSN : 14103648     EISSN : 24067385     DOI : https://doi.org/10.30742/perspektif.v28i2
Core Subject : Humanities, Social,
PERSPEKTIF is a peer-reviewed journal that publishes scientific articles in the field of law. The published articles are the results of original scientific research and review of legal interactions. PERSPEKTIF is published by the Institute for Research and Community Services (LPPM) of University of Wijaya Kusuma Surabaya. PERSPEKTIF accepts any manuscripts or articles in the field of law or legal studies from both national and international academicians and researchers. The articles published in PERSPEKTIF is published three times a year (in January, May, and September). Submitted article should follow the writing guidelines.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 786 Documents
MENEROPONG PRINSIP NON INTERVENSI YANG MASIH MELINGKAR DALAM ASEAN Erika Erika; Dewa Gede Sudika Mangku
Perspektif Vol 19, No 3 (2014): Edisi September
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1104.527 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v19i3.20

Abstract

ASEAN didirikan berdasarkan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967, dengan beranggotakan sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara yang masih tetap berpegang teguh pada prinsip non intervensi yang telah diatur dalam Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia 1976 (TAC) dan Piagam ASEAN. ASEAN berkembang menjadi suatu organisasi internasional besar dan mulai diperhitungkan dalam dunia internasional, prinsip non intervensi masih menjadi suatu permasalahan yang masih melingkar dalam tubuh ASEAN dan sudah seharusnya para pemimpin ASEAN untuk memikirkan suatu fleksibelitas dari suatu prinsip ini, hal ini bertujuan untuk membantu suatu negara anggota yang tengah dihadapi permasalahan khususnya tentang kemanusiaan.ASEAN was established by the Bangkok Declaration on August 8, 1967, with the region of ten countries in Southeast Asia that still remains on the principle of non-intervention which has been arranged in the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia in 1976 (TAC) and the ASEAN Charter. ASEAN grown into a large international organization and gained recognition in the international world, the principle of non-intervention is still a problem that still coiled in the body of ASEAN and the ASEAN leaders ought to think about the flexibility of this principle, it aims to help a country members who were in face particular problems of humanity.
ANALISA YURIDIS SENGKETA CIPTAAN ANTARA YAYASAN HWA ING FONDS DENGAN BUDI HALIMAN HALIM Djumikarsih Djumikarsih
Perspektif Vol 17, No 3 (2012): Edisi September
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (653.659 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v17i3.108

Abstract

Dalam penulisan ini akan dibahas bahwa hak cipta itu memberikan perlindungan hukum kepada pemiliknya sebagai pemegang hak cipta dari ciptaannya, yang berdasar pada ketentuan pada Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta, yang mana termasuk karya seni logo. Perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang hak cipta itu bukan untuk pendaftarannya, namun untuk ide-ide dan gagasan yang mana terealisasi dalam bentuk penciptaan, hal ini dikarenakan ciptaan itu terlahir dari gagasan yang kemudian terwujud dan memiliki ciri yang khas dan khusus. Berkenaan dengan kasus Yayasan Hwa Ing Fonds dengan Budi Haliman Halim, sebenarnya Yayasan Hwa Ing Fonds masih berhak atas logo ciptaannya yang berbentuk logo perisai dengan bentuk matahari bersinar di benteng kiri dan kanan yang bertuliskan Cina Hua dan Yuan, yang telah digunakan sejak tahun 1929. Sementara itu Budi Haliman Halim mendaftarakan logo yang sama karena dilihat belum ada pendaftaran, pendaftaran yang dilakukan Budi Haliman Halim ini tidak memperoleh perlindungan hukum dari Undang-Undang Hak Cipta, dan penciptaannya terdaftar tidak asli karena logo tersebut diciptakan oleh Yayasan Hwa Ing Fonds.In this paper will be discussed about the copyright which is giving a legal protection to the owner as the copyright holder of the creation, and based on Article 12 (1) Copyright Law (UUHC) which also regulate about logo. Legal protection which is given to the copyright holder was not for the registration, but given for the ideas which are resulting into creation, this is because creations were born from ideas and has a distinctive and special traits. Related to Foundation Hwa Ing Fonds and Budi Haliman Halim case, actually Foundation Hwa Ing Fonds still has the copyright of the created shield-shaped logo background with the sun shining on the left and right castle and it says Cina Hua and Yuan has been used since 1929. Meanwhile, Budi Haliman Halim registered the same logo because he saw no registration done for the related logo, the registration done by Budi Haliman Halim did not obtain legal protection from UUHC, and the logo registered as fake because the logo was created by the idea of Foundation Hwa Ing Fonds.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA Besse Sugiswati
Perspektif Vol 17, No 1 (2012): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.284 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v17i1.92

Abstract

Keberadaan masyarakat adat dalam Undang-Undang Dasar 1495 hasil amandemen mendapat pengakuan dan penghormatan, termaktub dalam Pasal 18B ayat 2. Pasal ini memberikan posisi konstitusional kepada masyarakat adat dalam hubungannya dengan negara, bagaimana komunitas diberlakukan. Kehadiran masyarakat adat merupakan suatu kenyataan sejarah yang tidak dapat dihindari atau disangkal oleh pemerintah. Pemerintah Daerah diberi kewenangan regulasi untuk penentuan keberadaan suatu masyarakat hukum adat yang masih hidup di tingkat kabupaten dan kota tanpa rambu-rambu yang jelas. Hal ini dapat menimbulkan konflik, baik antar daerah maupun antar pemerintah daerah dengan masyarakat hukum tertentu. Sejak era reformasi, masyarakat hukum adat seluruh Indonesia banyak melakukan penuntutan-penuntutan kembali hak mereka yang dirampas secara paksa atau dengan cara lain, baik oleh pemerintah maupun kelompok orang tertentu.The existence of tribute people on the Constitution of 1945, the result of amendment has acknowledged and appreciated in chapter 18 B verses 2. This chapter gives position of constitution to tribute people dealing with state, how they are performed. The coming of tribute people is a fact that history can be avoided by government. The regional government is given the authorization to make rules clearly. It can raise conflict either for between regional or regional government with certain law society. Since reformation, law of civil society inIndonesiademands much their rights which are stolen by government or other certain groups. 
KAJIAN KONSTITUSIONAL INDEPENDENSI DAN AKUNTABILITAS MAHKAMAH KONSTITUSI Malik Malik
Perspektif Vol 15, No 4 (2010): Edisi Oktober
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.549 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v15i4.60

Abstract

Kekuasaan kehakiman menjadi salah satu elemen terpenting dalam struktur ketatanegaraan suatu negara. Dalam konsep negara hukum, baik konsep rechtstaat, the rule of law, maupun nomokrasi Islam, kekuasaan kehakiman menjadi pilar penting tentang bagaimana negara hukum bekerja. Asumsinya, jika kinerja kekuasaan kehakiman buruk, maka akan berimplikasi bagi buruknya negara hukum Indonesia.Judicial authority to be one of the most important element in the constitutional structure of a country. In the concept of law, whether the concept rechtstaat, the rule of law, nor nomokrasi Islam, justice becomes an important pillar of how state law works. The assumption was that if the poor performance of the judicial authorities, it will have significant implications for poor countries to Indonesian law.
SURAT KUASA MEMASANG HIPOTEK DALAM JAMINAN HIPOTEK KAPAL LAUT Fani Martiawan Kumara Putra
Perspektif Vol 17, No 2 (2012): Edisi Mei
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.827 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v17i2.99

Abstract

Pembebanan hipotek atas kapal laut dilakukan dengan menggunakan akta otentik, pembuatan akta otentik jaminan hipotek adalah kewenangan dari Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal sebagaimana telah ditunjuk oleh undang-undang. Faktual, pembebanan hipotek selalu dilakukan dengan pembuatan Surat Kuasa Memasang Hipotek yang berisi janji-janji terlebih dahulu. Walaupun tidak diwajibkan, Surat Kuasa Memasang Hipotek dirasa oleh masyarakat dapat lebih menjembatani dan melindungi kepentingan para pihak. Hipotek merupakan jaminan kebendaan, maka harus memenuhi asas publisitas, yaitu dengan mendaftarkan jaminan hipotek tersebut dalam register umum yang sifatnya terbuka. Pemenuhan asas publisitas ini akan membawa implikasi kepada pihak ketiga di luar perjanjian jaminan hipotek tersebut.The imposition of a ship mortgage should be done by using an authentic deed, the making of motrtgage’s deed is the authority of Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal as it is designated by the law. Factually before the parties go to the Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal for the imposition of a ship mortgage they will go to the notary to make such an attonery, which called Surat Kuasa Memasang Hipotek that contains some promises and agreements made and agreed by the parties. Eventhough this Surat Kuasa Memasang Hipotek is not a must but the substance of this deed could even more in giving protection and could accommodate the willingness of the parties, and also give more protection to the parties. Ship mortgage is a property rights guarantee, thats why it must fulfil the publicity principle which is done by registering the mortgage into the general register.
UPAYA HUKUM WAJIB PAJAK ATAS SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR YANG DITETAPKAN OLEH FISKUS DALAM PEMENUHAN HAK WAJIB PAJAK Agung Retno Rachmawati; Joko Nur Sariono
Perspektif Vol 16, No 4 (2011): Edisi September
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.279 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v16i4.83

Abstract

Sistem pemungutan pajak self assessment system memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, melaporkan pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT), kemudian menyetor kewajiban perpajakannya. Pemberian kepercayaan yang besar kepada wajib pajak sudah sewajarnya diimbangi dengan instrumen pengawasan, untuk keperluan itu fiskus diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya perbedaan atau selisih, fiskus berwenang mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang berfungsi sebagai surat tagihan. Dalam praktek seringkali terjadi perbedaan perhitungan antara fiskus dengan wajib pajak, inilah salah satu sebab timbulnya sengketa pajak. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak dan keberatan ditolak, maka wajib pajak dapat mengajukan banding. Sesuai dengan pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak, wajib pajak diwajibkan membayar 50% (lima puluh persen) dari utang pajaknya sebelum mengajukan permohonan banding. Persyaratan yang begitu berat dalam pengajuan banding dimaksudkan agar lembaga banding tidak dijadikan sebagai alasan penundaan pembayaran pajak. Akan tetapi apabila dilihat dari kepentingan wajib pajak ketentuan tersebut tentunya sangat memberatkan. Disini wajib pajak diberikan suatu akses untuk mencari keadilan tetapi di sisi lain ada persyaratan yang memberatkan wajib pajak dalam pemenuhan haknya.The self assessment system gives trust to the tax payer to count, report the tax in SPT and pay it in the tax office. It is reasonable giving trust to the tax payer balanced with the controlling instrument. For that reason, fiskus given the authorization to do tax inspection. If the inspection result shows the difference, fiskus should establish Tax Permanent Letter function as the dunning letter. Practically, it often happens the difference between fiskus and tax payer. It is one of the causes of tax dispute. For tax payer can propose the objection of Tax permanent letter and if it is refused, the tax payer can appeal consideration. It is in line with article (36) verse (4) of law constitution, tax payer should pay 50% of tax burden before appealing consideration. The heavy requirement of appealing consideration made in order that institution does not function as excuses of cancelling taxation. Certainly the rule is being a problem for tax payer. That is why tax payer has access to look for justice even though he/she has to fulfill the heavy requirements to fulfill her/his right.
KONSEP KOMUNAL RELIGIUS SEBAGAI BAHAN UTAMA DALAM PEMBENTUKAN UUPA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGUASAAN TANAH ADAT DI BALI I Made Suwitra
Perspektif Vol 15, No 2 (2010): Edisi April
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.208 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v15i2.51

Abstract

Konsep komunal religius merupakan salah satu hasil penuangan hukum adat sebagai bahan utama dalam pembentukan UUPA, di samping  asas-asas, dan lembaga hukum serta sistem pengaturan yang menjadi isi politik Hukum Tanah Nasional. Dalam hukum adat mengenai tanah, konsep komunal religius mengandung makna, bahwa tanah ulayat diyakini sebagai anugerah dari kekuatan gaib dan sebagai milik bersama. Hak milik pribadi hanya berlaku dalam pengertian hak memperoleh dan mengurus atau mengelolanya. Konsep ini kemudian diimplementasikan dalam UUPA dengan bentuk penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan (Pasal 16 jo Pasal 20, Pasal 6 UUPA). Jadi regulasinya direfleksikan untuk lebih diarahkan pada pendaftaran hak perorangan atas tanah. Dampaknya status “ayahan” yang awalnya melekat pada tanah-tanah adat yang dikuasai secara individu akan hilang karena tanah tersebut telah didaftarkan melalui konversi.The concept of communal religious is one of the pouring of customary law as the main ingredient in the formation of the BAL, in addition to the principles, institutions and legal and regulatory system that became the political content of the National Land Law. In the customary law of the land, the concept of communal religious meaning, that the lands believed to be the gift of supernatural powers and as belonging together. Private property is only valid in the sense of rights to obtain and administer or manage. This concept is then implemented in the BAL with the form of individual land ownership, with rights over land that is private, as well as an element of togetherness (Article 16 in conjunction with Article 20, Article 6 BAL). So regulation is reflected to be more focused on individual rights to land registration. The impact the status of “ayahan” which was originally attached to the customary lands which are held by an individual will be lost because the land has been registered through the conversion.
Resensi Buku: HUKUM DAN SEKTOR INFORMAL Moh. Sholehuddin
Perspektif Vol 2, No 1 (1997): Edisi April
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.71 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v2i1.134

Abstract

Keberadaan sektor informal masih dipandang sebelah mata oleh sebagian warga masyarakat. Sektor informal masih dipersepsikan sebagai "sektor kelas dua", sehingga memperoleh perlakuan yang berbeda bila dibandingkan dengan sektor formal yang sampai saat ini masih dipersepsikan oleh masyarakat sebagai "sektor kelas satu". Kehadiran sektor informal tidak begitu disukai oleh pemerintah dan juga sebagian anggota masyarakat. Banyak dalih yang digunakan untuk membenarkan argumentasi penolakan ini, mulai dari mengganggu kelancaran lalu lintas, memperburuk wajah kota, mengganggu ketertiban, dan lain-lain. Dalam pandangan yang paling sarkastis, sektor informal dianggap sebagai "sampah kota" yang bersifat parasit. Dikatakan demikian karena sektor informal biasanya menempel di emper-emper toko, berjejal di pojok pasar, berkerumun di tepi jalan dan tempat umum lainnya. Sistcm “gusur dan usir” demi ketertiban dan keindahan kota (untuk memperoleh Adipura) merupakan cara yang efektif untuk mcnyingkirkan pelaku sektor informal ini (Hal 2).Kesalahan kultural yang memandang sektor informal secara negatif, sama saja artinya dengan menghilangkan peran sektor informal dalam pembangunan ekonomi secara makro. Dari sisi kesempatan kerja, sektor informal mampu menampung luberan tenaga kerja yang tidak dapat tertampung di sektor formal. Apabila diprosentase, 24,07% bekerja di sektor formal dan 75,93% bekerja pada sektor informal. Buku ini mengungkap pula sebuah fenomena yang menarik, yaitu ternyata sektor informal mampu mensubsidi sektor formal karena sektor informal merupakan sektor yang efisien dan mampu menyediakan kehidupan yang murah (hal 38).Hukum dan sektor informal, tampaknya merupakan dua aspek yang terpisah. Buku ini berhasil menunjukkan bahwa ternyata hukum mempunyai peran yang besar untuk memberdayakan sektor informal (hal 68-75). Buku ini merupakan salah satu karya yang mengungkapkan peranan hukum dalam pembangunan ekonomi. Secara gamblang, penulis dapat menjelaskan secara sistematis posisi hukum dalam kaitannya dengan upaya pemberdayaan sektor informal. Di tengah maraknya karya-karya dalam Ilmu Hukum yang menggunakan pendekatan normatif, karya ini memberikan warna lain dengan pendekatan sosiologisnya yang kental. Kiranya buku ini perlu dibaca oleh mahasiswa Fak. Hukum, Fisip, Dosen, LSM maupun kalangan pemerhati sektor informal.
PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ALIH DAYA DI PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA PAILIT Andre Azka Hanifan; Sudahnan Sudahnan
Perspektif Vol 19, No 2 (2014): Edisi Mei
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (791.04 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v19i2.11

Abstract

Pengalihan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain diperbolehkan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66, dan mengenai kedudukan pekerja alih daya diperjelas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tentang Sistem Penyerahaan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja tetap bertanggungjawab terhadap keberadaan pekerja alih daya meskipun perusahannya dalam keadaan pailit atau bankrut, dan pekerja tetap mendapatkan perlindungan hukum meskipun pekerja alih daya yang bersangkutan melakukan pekerjaan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Metode Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan secara conceptual approach pendekatan konseptual dan statute approach pendekatan perundang-undangan. Kesimpulan dalam penelitian ini perusahaan penyedia jasa pekerja dalam keadaan pailit tetap harus bertanggungjawab kepada pekerja alih daya yang melakukan perjanjian kerja waktu tertentu sampai batas waktu yang telah ditentukan dan pekerja alih daya tetap mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana yang telah ditentukan Undang-Undang.The transfer of some of the work to another company permitted by the Act No.13 of 2003 onEmployment as stipulated in Article 64 through Article 66, and the power over the workers’ status clarified in the Decision of the Constitutional Court. System penyerahaan 27/PUU-IX/2011 about some of the work toWork services provider company then followed up by the Minister of Manpower No. 19 of 2012 on Submission Requirements partial implementation of the Employment of Other. Company Full Service Provider is responsible for the existence of outsourced workers even though his company in a state of bankruptcy or bankruptcy, and workers still get legal protection despite outsourcing workers concerneddo the job with Specific Time Work Agreement. Methods This study used a normative juridical method, the conceptual approach and the conceptual approach approach approach approach statute legislation. The conclusion of this research Workers Services Provider Company in a state of bankruptcy should still be accountable to the outsourced workers who perform labor agreement until a certain time limit specified time and labor overstill obtain legal protection as determined by law.
AKUNTABILITAS KEBIJAKAN DAN PEMBUDAYAAN PERILAKU ANTIKORUPSI Zudan Arif Fakrulloh
Perspektif Vol 16, No 2 (2011): Edisi April
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.77 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v16i2.74

Abstract

Korupsi merupakan fenomena sosial yang sudah tua, seiring bersama dengan peradaban masyarakatnya. Semakin luasnya kekuasaan negara dalam mengatur kehidupan bermasyarakat-negara seperti sekarang ini, menyebabkan semakin kompleks pula bentuk dan modus korupsi. Dalam rangka pemberantasan korupsi, berbagai upaya telah dilakukan, mulai di era Orde Lama, Orde Baru, maupun Orde Reformasi. Berbagai model kebijakan pemberantasan telah dilakukan termasuk pembentukan Lembaga Ektra (Extra Ordinary Bodies) sebagaimana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sampai pada tataran pembentukan budaya anti korupsi melalui Pacta Integritas. Namun demikian masih saja korupsi tetap menggurita, sehingga pemberantasan korupsi dianggap saja Quo Vadis. Perilaku antikorupsi hanya akan terwujud manakala setiap individu masyarakat maupun pejabat lebih takut kepada Tuhan Yang Maha Tahu dibandingkan takut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.Corruption represent the old social phenomenon, along along its society civilization. Progressively broadness of state power in arranging life go into society the state of like this time, causing complex progressively also form and corruption modus. In order to corruption eradication, various effort have been conducted, start in Old Order era, New Order, and also Reform Order. Various model of eradication policy have been conducted by the inclusive of forming Extra Ordinary Bodies as Commission of Corruption Eradication, come up with forming the anti corruption culture through Integrity Pacta. But that way just still be corruption remain to baby-abdominal belt, so that assumed it the just by corruption eradication of  Quo Vadis. Anti corruption behavior will only be existed when every individual of society and also functionary more fear to God Which The most Know compared to  fear to Commission of Corruption Eradication.

Page 4 of 79 | Total Record : 786


Filter by Year

1996 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 29 No. 1 (2024): Edisi Januari Vol. 28 No. 3 (2023): Edisi September Vol. 28 No. 2 (2023): Edisi Mei Vol. 28 No. 1 (2023): Edisi Januari Vol. 27 No. 3 (2022): Edisi September Vol 27, No 2 (2022): Edisi Mei Vol. 27 No. 2 (2022): Edisi Mei Vol. 27 No. 1 (2022): Edisi Januari Vol 27, No 1 (2022): Edisi Januari Vol 26, No 3 (2021): Edisi September Vol. 26 No. 3 (2021): Edisi September Vol 26, No 2 (2021): Edisi Mei Vol 26, No 1 (2021): Edisi Januari Vol 25, No 3 (2020): Edisi September Vol 25, No 2 (2020): Edisi Mei Vol 25, No 1 (2020): Edisi Januari Vol. 24 No. 3 (2019): Edisi September Vol 24, No 3 (2019): Edisi September Vol 24, No 2 (2019): Edisi Mei Vol. 24 No. 2 (2019): Edisi Mei Vol 24, No 1 (2019): Edisi Januari Vol. 24 No. 1 (2019): Edisi Januari Vol 23, No 3 (2018): Edisi September Vol 23, No 2 (2018): Edisi Mei Vol 23, No 1 (2018): Edisi Januari Vol. 22 No. 3 (2017): Edisi September Vol 22, No 3 (2017): Edisi September Vol 22, No 2 (2017): Edisi Mei Vol 22, No 1 (2017): Edisi Januari Vol 21, No 3 (2016): Edisi September Vol 21, No 2 (2016): Edisi Mei Vol 21, No 1 (2016): Edisi Januari Vol 20, No 3 (2015): Edisi September Vol. 20 No. 2 (2015): Edisi Mei Vol 20, No 2 (2015): Edisi Mei Vol 20, No 1 (2015): Edisi Januari Vol. 20 No. 1 (2015): Edisi Januari Vol 19, No 3 (2014): Edisi September Vol. 19 No. 3 (2014): Edisi September Vol. 19 No. 2 (2014): Edisi Mei Vol 19, No 2 (2014): Edisi Mei Vol 19, No 1 (2014): Edisi Januari Vol. 18 No. 3 (2013): Edisi September Vol 18, No 3 (2013): Edisi September Vol 18, No 2 (2013): Edisi Mei Vol. 18 No. 2 (2013): Edisi Mei Vol. 18 No. 1 (2013): Edisi Januari Vol 18, No 1 (2013): Edisi Januari Vol. 17 No. 3 (2012): Edisi September Vol 17, No 3 (2012): Edisi September Vol 17, No 2 (2012): Edisi Mei Vol. 17 No. 2 (2012): Edisi Mei Vol. 17 No. 1 (2012): Edisi Januari Vol 17, No 1 (2012): Edisi Januari Vol. 16 No. 4 (2011): Edisi September Vol 16, No 4 (2011): Edisi September Vol. 16 No. 3 (2011): Edisi Mei Vol 16, No 3 (2011): Edisi Mei Vol 16, No 2 (2011): Edisi April Vol. 16 No. 2 (2011): Edisi April Vol. 16 No. 1 (2011): Edisi Januari Vol 16, No 1 (2011): Edisi Januari Vol 15, No 4 (2010): Edisi Oktober Vol. 15 No. 4 (2010): Edisi Oktober Vol. 15 No. 3 (2010): Edisi Juli Vol 15, No 3 (2010): Edisi Juli Vol. 15 No. 2 (2010): Edisi April Vol 15, No 2 (2010): Edisi April Vol. 15 No. 1 (2010): Edisi Januari Vol 15, No 1 (2010): Edisi Januari Vol 12, No 3 (2007): Edisi September Vol 12, No 2 (2007): Edisi Mei Vol 12, No 1 (2007): Edisi Januari Vol 11, No 4 (2006): Edisi Oktober Vol 11, No 3 (2006): Edisi Juli Vol 11, No 2 (2006): Edisi April Vol 11, No 1 (2006): Edisi Januari Vol 10, No 4 (2005): Edisi Oktober Vol 10, No 3 (2005): Edisi Juli Vol 10, No 2 (2005): Edisi April Vol 10, No 1 (2005): Edisi Januari Vol 9, No 4 (2004): Edisi Oktober Vol 9, No 3 (2004): Edisi Juli Vol 9, No 2 (2004): Edisi April Vol 9, No 1 (2004): Edisi Januari Vol 8, No 4 (2003): Edisi Oktober Vol 8, No 3 (2003): Edisi Juli Vol 8, No 2 (2003): Edisi April Vol 7, No 4 (2002): Edisi Oktober Vol 7, No 3 (2002): Edisi Juli Vol 7, No 2 (2002): Edisi April Vol 7, No 1 (2002): Edisi Januari Vol 6, No 4 (2001): Edisi Oktober Vol 6, No 3 (2001): Edisi Juli Vol 6, No 2 (2001): Edisi April Vol 6, No 1 (2001): Edisi Januari Vol 5, No 3 (2000): Edisi Juli Vol 5, No 2 (2000): Edisi April Vol 5, No 1 (2000): Edisi Januari Vol 4, No 3 (1999): Edisi Juli Vol 4, No 1 (1999): Edisi Januari Vol 3, No 4 (1998): Edisi Oktober Vol 3, No 3 (1998): Edisi Juli Vol 3, No 2 (1998): Edisi April Vol 3, No 1 (1998): Edisi Januari Vol 2, No 3 (1997): Edisi Oktober Vol 2, No 2 (1997): Edisi Juli Vol 2, No 1 (1997): Edisi April Vol. 2 No. 1 (1997): Edisi April Vol 1, No 2 (1996): Edisi Desember More Issue