cover
Contact Name
Ari Purwadi
Contact Email
aripurwadi.fhuwks@gmail.com
Phone
+6281938020282
Journal Mail Official
perspektif_hukum@yahoo.com
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Dukuh Kupang XXV/54, Surabaya, 60225
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Perspektif : Kajian Masalah Hukum dan Pembangunan
ISSN : 14103648     EISSN : 24067385     DOI : https://doi.org/10.30742/perspektif.v28i2
Core Subject : Humanities, Social,
PERSPEKTIF is a peer-reviewed journal that publishes scientific articles in the field of law. The published articles are the results of original scientific research and review of legal interactions. PERSPEKTIF is published by the Institute for Research and Community Services (LPPM) of University of Wijaya Kusuma Surabaya. PERSPEKTIF accepts any manuscripts or articles in the field of law or legal studies from both national and international academicians and researchers. The articles published in PERSPEKTIF is published three times a year (in January, May, and September). Submitted article should follow the writing guidelines.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 786 Documents
TATA KELOLA KELAUTAN BERDASARKAN INTEGRATED COASTAL AND OCEAN MANAGEMENT UNTUKPEMBANGUNAN KELAUTAN BERKELANJUTAN Dina Sunyowati
Perspektif Vol 15, No 1 (2010): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (770.057 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v15i1.41

Abstract

Pembangunan Kelautan pada dasarnya harus memperhatikan lingkungan laut secara keseluruhan, termasuk wilayah pesisir, karena lingkungan laut yang menjadi komponen penting dalam mendukung kehidupan sistem global dan aset positif dirinya untuk kesempatan oleh pembangunan berkelanjutan. Pembangunan kelautan berkelanjutan, diimbangi pembangunan ekonomi dan lingkungan yang mendukung kapabilitas baik di pantai atau di laut, berdasarkan Agenda 21 Bab 17. Kebijakan laut nasional meliputi 2 (dua) dimensi kepentingan nasional dan otoritas kedaulatan dan yurisdiksi, dan bunga Indonesia dan keterlibatan pada peraturan global dalam hukum internasional. Dicari aturan akan terwujud dalam bentuk tata kelola laut sebagai instrumen kebijakan laut. Tujuan yang ingin dicapai dalam konsolidasi pemerintahan laut adalah pembentukan pemerintahan laut baik di tingkat nasional, sehingga akan dapat koordinasi dan sinkronisasi pembangunan laut dalam setiap sektor, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Marine development basically must pay attention to marine environment as a whole, including its coastal zones, because marine environment  that become the important component of global life support system and positive asset itself to opportunity by sustainable development. Sustainable marine development, balanced out economic development and support capability environment whether in coastal or in the marine, based on Agenda 21 Chapter 17.  National ocean policy includes 2 (two) dimensions is national interest and authority of sovereignty and jurisdiction, and Indonesian interest and involvement at global regulations in international law. Wanted rules will be realized in the form of ocean governance as the instrument of ocean policy. The purpose that want to be reached out in consolidation of ocean governance is the establishment of good ocean governance in the national level, therefore it will be able to coordination and synchronize the ocean development in every sector, start from its planning, implementation, monitoring and evaluation.
OTONOMI DAERAH: ANTARA DEMOKRATISASI DAN POLITIK BIROKRASI Ahmad Basuki
Perspektif Vol 2, No 1 (1997): Edisi April
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1320.154 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v2i1.125

Abstract

UU No. 5 Tahun 1974, sebagai indikator pengatur otonomi daerah tidak terlepas dari ambivalensi kepentingan. Di satu sisi hendak mengangkat kepentingan rakyat (daerah), disisi lain juga mencerminkan adanya kepentingan penguasa (pusat). Dus, tolak tarik semangat demokrasi dan birokrasi. Demokrasi merupakan sebuah konsep, ajaran sekaligus azas yang bersifat relatif, kontekstual dan dinamis. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan secara nyata dan bertanggungjawab sesuai dengan arah pemilihan politik dan kesatuan bangsa. Kadar penerapan prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah dapat diukur melalui variabel fungsi, diskresi dan variabel akses.
KEDUDUKAN HIRARKI PROSEDUR TETAP BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENANGANI KERUSUHAN MASSA DAN HUBUNGANNYA DENGAN HAM W.M. Herry Susilowati; Noor Tri Hastuti
Perspektif Vol 16, No 1 (2011): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (463.656 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v16i1.65

Abstract

Konsekuensi logis dari ditetapkannya konsep Negara hukum, bahwa segala penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan hukum (baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis). Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dikenal bentuk-bentuk instrument hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan, keputusan tata usaha negara, rencana bahkan bentuk peraturan intern (Interne Regeling). Kepolisian Republik Indonesia, sebagai pengayom, pelindung, dan penjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat, dalam menjalankan tugasnya selalu bersinggungan dengan masyarakat (Hak). Dalam konteks polisi sebagai penjaga ketertiban juga wajib melaksanakan tugasnya yang didasarkan pada ketentuan peraturan hukum. Protap sebagai salah satu interne regeling yang secara hirarki peraturan mengikat pada setiap anggota polisi. Disisi lain, Protap tentang Prosedur Penindakan huru-hara, secara substansi bersinggungan dengan undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Oleh sebab itu secara substansi materi muatan Protap harus berdasar pada Undang-Undang HAM juga. Hal ini mengingat bahwa kedudukan Protap sebagai peraturan pelaksana dari berbagai undang-undang yang berkaitan dengan bidang tugas anggota Polri dalam menangani huru-hara. Sehingga hirarki protap adalah sebagai verordnung yang tegas-tegas tidak boleh bertentangan dengan segala bentuk peraturan hukum yang ada di atasnya.Logical consequence of the enactment of the concept of rule of law, that all of government must be based on the law (both written law and unwritten law). In the implementation of governance known forms of legal instrument in the form of legislation, regulatory policies, a decision of the State, even plan form of internal regulation (Interne Regeling). Indonesian Police, as guidance as, protective, and maintain order and peace of society, in performing its duties is always tangent to the public (right). In the context of the police in to maintain order also required to carry out their duties based on the provisions of the rule of law. SOP as one of the interne regeling the hierarchical rules binding on every member of the police. On the other hand, standard operating procedure regarding enforcement procedures riot, substantially interfere with the law No. 39 Year 1999 on Human Rights. Therefore, in substance the substance of standard operating procedure should be based on human rights law as well. This is considering that the position of standard operating procedure as the implementing regulations of the various laws relating to field duty police officers in handling the riots. So the hierarchy of standard operating procedure is as verordnung strictly must not conflict with any existing legal regulations on it. 
ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN EUTHANASIA PASIF Umi Enggarsasi
Perspektif Vol 2, No 2 (1997): Edisi Juli
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1586.603 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v2i2.159

Abstract

Dalam KUHP tidak satu pasal pun yang menjelaskan batasan atau pengertian euthanasia. Namun demikian, pengenaan terhadap euthanasia dianalogikan dengan delik-delik yang tercantum dalam pasal 338, 340, 344 KUHP. Dengan dasar itulah maka pelaksanaan euthanasia dilarang. Larangan euthanasia pasif tidak pernah efektif karena kematian sebagai akibat ketidakmampuan ilmu dan teknologi kedokteran, dipandang sebagai kematian alamiah, sedangkan terhadap kematian alamiah tentu saja tidak ditahan-tahan atau dilarang hukum pidana maupun kode etik kedokteran. Hukum pidana dan kode etik kedokteran, tidak mewajibkan dokter untuk mengobati pasien di Iuar batas kemampuan ilmu dan teknologi kedokteran. berdasarkan penerapan karakteristik delik omisionis terbukti bahwa, larangan euthanasia pasif tidak memenuhi kriteria untuk diterapkan sebagai perbuatan pidana. Dalam hal terjadinya euthanasia pasif, walaupun dokter melakukan perbuatan positif, secara logika, kematian pasien tidak dapat dihindari. Dengan demikian sulit untuk dibuktikan adanya hubungan kausal antara akibat yang dilarang timbulnya dengan kelakuan negatif dokter.
WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN VERSUS KEWAJIBAN HUKUM SEBAGAI SAKSI AHLI Ratna Winahyu Lestari Dewi
Perspektif Vol 18, No 3 (2013): Edisi September
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1393.06 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v18i3.25

Abstract

Hubungan antara dokter dan pasien dilandasi rasa kepercayaan sehingga pasien bersedia menceritakan segala hal tentang penyakitnya. Informasi yang diketahui oleh dokter pada saat melakukan pemeriksaan maupun segala sesuatu yang diceritakan oleh pasien tersebut dikenal sebagai rahasia kedokteran dan wajib disimpan. Dokter akan menghadapi situasi yang dilematis jika kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran ini dihadapkan dengan kewajiban dokter yang lain yaitu memberikan bantuan hukum sebagai saksi ahli di persidangan.The relationship between a doctor and patient based on a sense of trust so that the patient is willing to tell everything which is related to illness. All information that known by the doctor at the time of examination as well as those information that  described by the patient are known as medical secrets. They must be kept as secret. Doctors will face a dilemma situation if the obligation to keep medical secret is confronted with other obligations that provide legal aid as an expert witness in court.
AKAD BAKU PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK SYARIAH Trisadini Prasastinah Usanti
Perspektif Vol 18, No 1 (2013): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (519.313 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v18i1.113

Abstract

Pemberlakuan kontrak baku memang sudah menjadi suatu keniscayaan bisnis yang dapat diterima keberadaannya oleh masyarakat dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Istilah kontrak baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Kontrak baku merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Penggunaan kontrak baku adalah perwujudan dari efisiensi bisnis oleh para pelaku usaha. Dalam praktik perbankan syariah, pembiayaan murabahah dituangkan dalam bentuk akad baku, bahwa nasabah penerima fasilitas pembiayaan tidak diberikan kesempatan untuk bernegosiasi tentang klausula yang ada dalam akad pembiayaan murabahah. Adanya klausula baku pada pembiayaan murabahah di bank syariah tidaklah bertentangan dengan prinsip syariah. Kontrak baku pada pembiayaan murabahah di beberapa bank syariah telah memuat klasula yang sesuai dengan karakteristik dari pembiayaan murabahah tersebut dan telah memuat syarat minimum yang harus ada dalam akad sebagaimana ditentukan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional yang dirumuskan dalam Peraturan Bank Indonesia.The implementation of standard contract has become a business necessity which is acceptable by the community with all its pros and cons. Terms of kontrak baku is derived from the translation of Standard Contract in English language. Standard contract is an agreement which has been determined and manifested in a form. The use of standard contract is a manifestation of the businessman’s business efficiency. In the practice of Islamic banking, murabahah financing contract set forth in the form of raw materials, the customer who received the financing facilities would not be given the opportunity to negotiate the murabahah financing contract substations. The existence of standard contract in murabahah financing in Islamic banks is not contrary to Islamic principles. The substance of standard contract in murabahah financing in some Islamic banks has loaded articles that match with the characteristics of murabahah financing and has also contained minimum requirements that must be present in the contract as specified in the Fatwa of National Sharia Council which are formulated in Bank Indonesia Regulation.
MODUS OPERANDI TINDAK PIDANA CRACKER MENURUT UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Nur Khalimatus Sa'diyah
Perspektif Vol 17, No 2 (2012): Edisi Mei
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.478 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v17i2.97

Abstract

Penulisan hukum ini dilatarbelakangi bahwa teknologi informasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia baik di masa kini maupun masa yang akan datang. Implikasi dari pertumbuhan teknologi informasi membawa masyarakat kepada pola perilaku yang semakin terbuka. Dengan kehadiran internet, maka membuat kehidupan manusia di seluruh dunia menjadi lebih mudah. Karena internet dapat menembus batas-batas antarnegara dan mempercepat penyebaran dan pertukaran ilmu baik di kalangan ilmuwan atau cendekiawan di seluruh dunia. Hanya saja, dibalik kemudahan penggunaan internet, terdapat sisi gelap yang merisaukan penggunanya, yaitu dari segi keamanannya. Keamanan sistem komputer berbasis internet perlu diperhatikan. Karena jaringan internet yang bersifat publik dan global sangat rentan dari berbagai bentuk kejahatan dunia maya atau cyber crime. Terutama kejahatan cracker. Cracker adalah pelaku atau orang yang melakukan aktivitas cracking di internet. Akibat dari kejahatan tersebut sangat merugikan. Diantaranya adalah dapat merusak jaringan, situs tidak dapat dibuka, terhapusnya data-data dan lain-lain. Karena modus operandi cracker ini berbeda dengan kejahatan konvensional lainnya. Dan yang paling membedakan adalah locus delictinya atau tempat kejahatan perkara. Setelah mengetahui modus operandi cracker, maka akan dengan mudah untuk dapat menangani kasus cracker.This legal research based on the fact that information technology plays an important role in human being nowadays and also in the future. The implication of the massive information technology development brings different behavior to some people. By the presence of the internet, it makes human being life become easier. Internet could definetely access data over countries, and could also be useful in knowledge exchange among scientists or scholars around the world. However, eventhough internet is ease of use, there are some risk which could harm the user, especially from the safety aspect. Thats why the safety of the internet based computer system security must be considered. Because the character of internet network is global public open access, it makes internet network become very vulnerable from any cyber crimes, especially cracking crime. Cracking is the activity while cracker is the person who done the cracking activity over the internet network. The effects of this crime are very harmful, such as broken network, broken website, and even worse, data loss. Because the cracker’s modus operandi is definetely different from other conventional crime, and the most prominent difference is the locus delicti (place where the crime happened), because tracking the internet network is not easy. Therefore by knowing the cracker’s modus operandi, it will be easier to resolve the cracking cases.
PERAN SYAHBANDAR DALAM PENEGAKAN HUKUM PENCEMARAN MINYAK DI LAUT OLEH KAPAL TANKER Elly Kristiani Purwendah; Agoes Djatmiko
Perspektif Vol 20, No 1 (2015): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.198 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v20i1.141

Abstract

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris menggunakan data primer dari wawancara kepada responden. Syahbandar di pelabuhan adalah seorang pejabat pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri dengan otoritas tertinggi untuk mengawasi penegakan hukum menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. Salah satu otoritasnya adalah pencegahan dan pengendalian pencemaran minyak di laut oleh kapal tanker. Dalam pelaksanaan akan pengurangan dan pencegahan polusi. Syahbandar memiliki peran utama dalam kewajiban negara sebagai negara berdaulat pesisir, termasuk diantaranya adalah penegakan hukum maritim wilayah administratif, perdata dan pidana. Tugas Syahbandar dalam melakukan pencegahan polusi ini menjabat sebagai Koordinator/Komandan Puskodalok (Pusat Komando dan Lokasi), suatu tim yang terdiri dari Kepolisian, Angkatan Laut, Pertamina (perusahaan gas dan minyak) dan pemerintah daerah. Tim yang dibentuk untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran yang disebut Tier 1 telah membatasi kewenangan dengan kategori tumpahan minyak tanggap darurat yang terjadi di dalam atau di luar wilayah Pelabuhan atau minyak dan aktivitas gas atau unit lain yang bisa ditangani oleh infrastruktur, fasilitas dan sumber daya manusia yang tersedia di pelabuhan atau unit minyak dan gas atau unit kegiatan lainnya.This research was designed by empirical juridical approach study used primary data from an in-depth interview of respondens. Syahbandar at the port was an government official who are appointed by the Minister with a supreme authority to supervise the enforcement of legislation ensuring the safety and security of shipping. One of his authority was the prevention and control of oil pollution at sea by tanker. In the implementation of reduction and prevention pollution, the Syahbandar had a main  role as a mandatory in the coastal sovereign state obligation including the maritime law enforcement of administrative, civil, and criminal areas. The task of  Syahbandar in conducting pollution prevention served as the coordinator/commander of Puskodalok  (Command Control Center at location) teams consisting of the Police, the Navy, the Pertamina (State Oil and Gas Company) and the local government. The teams formed to control and prevention of pollution called Tier 1 had a restrict authority with the categorization of oil spill emergency response occurs inside or outside the Region of Interest Ports Environment (DLKP) and Working Environment Regional Ports (DLKR) or the oil and gas activity or other units that could be handled by the infrastructure, facilities and human resources that available at the port or the oil and gas activity unit or other activity units.
PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS BUKU Denny Kusmawan
Perspektif Vol 19, No 2 (2014): Edisi Mei
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (733.192 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v19i2.16

Abstract

Buku sebagai objek dari Hak Kekayaan Intelektual seseorang, perlindungannya diatur dalam perundang-undangan. Perundang-undangan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual paling terbaru adalah Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Dalam menentukan terjadinya pelanggaran, Undang-Undang Hak Cipta menetapkan adanya pelanggaran atas hak cipta jika terjadi perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap karya cipta yang hak ciptanya secara eksklusif dimiliki oleh orang lain tanpa sepengetahuan atau seijin orang lain pemilik hak tersebut.The book as an object of property rights Intellectual, the protection stipulated in legislation. Legislation Intellectual Property Rights is the most recent Copyright Law Number 19 Year 2002 In determining violations, Copyright Act establishes the existence of copyright infringement in case acts committed against the copyrighted work whose copyright is exclusively owned by others without the knowledge or permission of the owner of such rights of others.
SUATU KAJIAN UMUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TERMASUK DI DALAM TUBUH ASEAN Dewa Gede Sudika Mangku
Perspektif Vol 17, No 3 (2012): Edisi September
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (669.638 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v17i3.104

Abstract

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan penjelasan secara umum tentang metode atau cara-cara penyelesaian sengketa dalam lingkup internasional yang sedang dihadapi oleh negara-negara. Terdapat berbagai cara bagi suatu negara untuk menyelesaikan suatu sengketa internasional dan tergantung kepada masing-masing negara tersebut untuk cara penyelesaiannya apakah memilih penyelesaian dengan melalui cara damai atau sengketa tersebut akan diselesaikan dengan membawanya ke muka pengadilan internasional. Pada prinsipnya untuk penyelesaian sengketa dalam lingkup internasional baik melalui jalan damai atau melalui pengadilan internasional, negara lain yang tidak berkepentingan terhadap sengketa tersebut tidak diperkenankan untuk ikut campur dalam penyelesaian sengketa internasional tersebut dalam bentuk apapun.The purpose of this paper is to provide a general description about the method or means of international dispute resolution that being faced by countries. There are various ways for a country to choose the way their international dispute to be settled and it depends on each country to choose the resolution methods, whether the dispute will be resolved through the international tribunal or through peaceful means. Principally, for the settlement of international disputes which is done through peaceful means or through the international tribunal, other countries which are not related to the dispute are not allowed to interfere other countries  international disputes settlement progress in any form.

Page 5 of 79 | Total Record : 786


Filter by Year

1996 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 29 No. 1 (2024): Edisi Januari Vol. 28 No. 3 (2023): Edisi September Vol. 28 No. 2 (2023): Edisi Mei Vol. 28 No. 1 (2023): Edisi Januari Vol. 27 No. 3 (2022): Edisi September Vol 27, No 2 (2022): Edisi Mei Vol. 27 No. 2 (2022): Edisi Mei Vol 27, No 1 (2022): Edisi Januari Vol. 27 No. 1 (2022): Edisi Januari Vol. 26 No. 3 (2021): Edisi September Vol 26, No 3 (2021): Edisi September Vol 26, No 2 (2021): Edisi Mei Vol 26, No 1 (2021): Edisi Januari Vol 25, No 3 (2020): Edisi September Vol 25, No 2 (2020): Edisi Mei Vol 25, No 1 (2020): Edisi Januari Vol 24, No 3 (2019): Edisi September Vol. 24 No. 3 (2019): Edisi September Vol 24, No 2 (2019): Edisi Mei Vol. 24 No. 2 (2019): Edisi Mei Vol. 24 No. 1 (2019): Edisi Januari Vol 24, No 1 (2019): Edisi Januari Vol 23, No 3 (2018): Edisi September Vol 23, No 2 (2018): Edisi Mei Vol 23, No 1 (2018): Edisi Januari Vol 22, No 3 (2017): Edisi September Vol. 22 No. 3 (2017): Edisi September Vol 22, No 2 (2017): Edisi Mei Vol 22, No 1 (2017): Edisi Januari Vol 21, No 3 (2016): Edisi September Vol 21, No 2 (2016): Edisi Mei Vol 21, No 1 (2016): Edisi Januari Vol 20, No 3 (2015): Edisi September Vol 20, No 2 (2015): Edisi Mei Vol. 20 No. 2 (2015): Edisi Mei Vol 20, No 1 (2015): Edisi Januari Vol. 20 No. 1 (2015): Edisi Januari Vol 19, No 3 (2014): Edisi September Vol. 19 No. 3 (2014): Edisi September Vol 19, No 2 (2014): Edisi Mei Vol. 19 No. 2 (2014): Edisi Mei Vol 19, No 1 (2014): Edisi Januari Vol 18, No 3 (2013): Edisi September Vol. 18 No. 3 (2013): Edisi September Vol. 18 No. 2 (2013): Edisi Mei Vol 18, No 2 (2013): Edisi Mei Vol. 18 No. 1 (2013): Edisi Januari Vol 18, No 1 (2013): Edisi Januari Vol. 17 No. 3 (2012): Edisi September Vol 17, No 3 (2012): Edisi September Vol 17, No 2 (2012): Edisi Mei Vol. 17 No. 2 (2012): Edisi Mei Vol. 17 No. 1 (2012): Edisi Januari Vol 17, No 1 (2012): Edisi Januari Vol 16, No 4 (2011): Edisi September Vol. 16 No. 4 (2011): Edisi September Vol 16, No 3 (2011): Edisi Mei Vol. 16 No. 3 (2011): Edisi Mei Vol. 16 No. 2 (2011): Edisi April Vol 16, No 2 (2011): Edisi April Vol. 16 No. 1 (2011): Edisi Januari Vol 16, No 1 (2011): Edisi Januari Vol. 15 No. 4 (2010): Edisi Oktober Vol 15, No 4 (2010): Edisi Oktober Vol. 15 No. 3 (2010): Edisi Juli Vol 15, No 3 (2010): Edisi Juli Vol. 15 No. 2 (2010): Edisi April Vol 15, No 2 (2010): Edisi April Vol. 15 No. 1 (2010): Edisi Januari Vol 15, No 1 (2010): Edisi Januari Vol 12, No 3 (2007): Edisi September Vol 12, No 2 (2007): Edisi Mei Vol 12, No 1 (2007): Edisi Januari Vol 11, No 4 (2006): Edisi Oktober Vol 11, No 3 (2006): Edisi Juli Vol 11, No 2 (2006): Edisi April Vol 11, No 1 (2006): Edisi Januari Vol 10, No 4 (2005): Edisi Oktober Vol 10, No 3 (2005): Edisi Juli Vol 10, No 2 (2005): Edisi April Vol 10, No 1 (2005): Edisi Januari Vol 9, No 4 (2004): Edisi Oktober Vol 9, No 3 (2004): Edisi Juli Vol 9, No 2 (2004): Edisi April Vol 9, No 1 (2004): Edisi Januari Vol 8, No 4 (2003): Edisi Oktober Vol 8, No 3 (2003): Edisi Juli Vol 8, No 2 (2003): Edisi April Vol 7, No 4 (2002): Edisi Oktober Vol 7, No 3 (2002): Edisi Juli Vol 7, No 2 (2002): Edisi April Vol 7, No 1 (2002): Edisi Januari Vol 6, No 4 (2001): Edisi Oktober Vol 6, No 3 (2001): Edisi Juli Vol 6, No 2 (2001): Edisi April Vol 6, No 1 (2001): Edisi Januari Vol 5, No 3 (2000): Edisi Juli Vol 5, No 2 (2000): Edisi April Vol 5, No 1 (2000): Edisi Januari Vol 4, No 3 (1999): Edisi Juli Vol 4, No 1 (1999): Edisi Januari Vol 3, No 4 (1998): Edisi Oktober Vol 3, No 3 (1998): Edisi Juli Vol 3, No 2 (1998): Edisi April Vol 3, No 1 (1998): Edisi Januari Vol 2, No 3 (1997): Edisi Oktober Vol 2, No 2 (1997): Edisi Juli Vol. 2 No. 1 (1997): Edisi April Vol 2, No 1 (1997): Edisi April Vol 1, No 2 (1996): Edisi Desember More Issue